Sumber: Pengantar Oposisi Rakyat. Komite Pusat Partai Acoma (Angkatan Communis Indonesia), Alamat: Dj. Kasin Kulon No. 26 Malang.
5. Sepanjang jalan pertentangan
10. Perbandingan antara masyarakat kapitalis dan masyarakat sosialis
11. Tinjauan pokok revolusi Perancis
12. Tinjauan pokok revolusi Rusia
13. Tinjauan pokok revolusi Tiongkok
14. Tinjauan pokok revolusi Indonesia
15. Jalan ke arah kemenangan buruh dan rakyat pekerja
16. Serikat Buruh dan Partai klas buruh
17. Rukun Belajar, Serikat, Partai dan Negara bagi massa aksi yang teratur
18. Hubungan antara Serikat Buruh dan Vaksentral serta sebaliknya
21. Beberapa pokok pikiran ke arah kemajuan rakyat
23. Surat terbuka kepada Kyai Isa Anshary
25. Latar belakang berdirinya Partai ACOMA
26. Program Angkatan Communis Indonesia (ACOMA)
Ada beberapa bagian dari halaman ini yang ditulis di masa clash I dan clash II. Mulai tahun 1951 ada usaha untuk menghimpun dalam jurusan buku ini. Setelah beberapa puluh kali direnovasi dan beredar di antara para peminatnya, akhirnya risalah ini dapat disajikan dalam bentuk cetakan sekarang.
Mudah-mudahan dengan ini dapat diperoleh tambahan faedah yang meningkatkan nilai ideologi dan organisasi rakyat berjuang. Demi menerima risalah ini patut ditambahkan pula, bahwa perkembangan ideologi dan organisasi rakyat berjuang menuntut pelaksanaan selalu yang beserta konsekuensi pembelaan terhadap semua yang sudah diselami dan disetujui. Memang dwitunggal agung, ideologi dan organisasi, sungguh mengandung dan mengundang tanggungjawab, tanggungjawab yang senantiasa mempersetubuhkan persetujuan dengan pembelaan.
Dimana persetujuan dan pembelaan damai bersemayam dalam dada seseorang, maka disanalah kita berhadapan dengan orang yang militan, orang yang aktif dan bertanggungjawab. Risalah ini, terutama disajikan untuk orang-orang yang militan itu. Risalah ini disajikan untuk memberi warna yang lebih jelas kepada kebijaksanaan dan ketegasan tenaga yang militan, yang beribu berserak di daerah kepulauan kita. Tegasnya, risalah ini disajikan untuk dilaksanakan isi dan semangatnya sebagaimana mestinya.
Risalah yang berjudul “Pengantar Oposisi Rakyat” bukanlah himpunan sajak pelipur lara. Risalah ini mengantarkan tugas perjuangan yang mengandung lara, lara sepanjang pelaksanaan tugas juang, lara-juang yang patut disajakkan. Risalah ini menggugah kesungguhan kepada para pembaca. Risalah ini mengajak para pembaca untuk menempatkan kesungguhan yang ada padanya di tengah-tengah samudra perlawanan massa rakyat.
Semoga lewat kajian risalah ini dapatlah ditemukan tenaga-tenaga yang militan di segala lapangan di atas garis massa rakyat. Kemudian terserah kepada para peminat risalah ini yang kiranya masih cukup memiliki kehormatan dan kejujuran untuk meneguh tegakkan tujuan asli dari revolusi rakyat Indonesia. Dengan ini disajikan buah karya ketua kami, kawan Ibnu Parna.
Malang, tanggal 26 September 1954.
Untuk Kemerdekaan Rakyat,
Komite Pusat
PARTAI ACOMA
(Angkatan Communis Indonesia)
Sekretaris
(SOETARTO).
Kesempatan Republik Indonesia untuk menggalang kekuatan nasional dalam susunan yang teratur patut dipergunakan sebaik-baiknya. Perbaikan organisasi di segala lapangan, seharusnya menjadi sasaran utama. Bagi kelas buruh Indonesia, di samping perbaikan organisasi, perlu juga meningkatkan pengertian hingga benar-benar ketegasan kelas itupun beserta kecerdasan kelas. Sebenarnya, kesadaran buruh ialah jumlah dari ketegasan dan kecerdasan kelas tersebut. Seluruh dunia kagum menyaksikan ketegasan kelas buruh Indonesia dalam perebutan kekuasaan 17 Agustus 1945, tetapi mata dunia pun melihat kegagalan kelas buruh Indonesia dalam memimpin revolusi selanjutnya. Kecerdasan kelas dari buruh Indonesia sangat dinantikan.
Revolusi Agustus yang penuh pengalaman sejarah, merupakan asrama “Rukun Belajar” bagi para pembela nusa bangsa. Bukanlah membanggakan, kelas buruh Indonesia telah membuktikan ketulusan dan keikhlasannya menjalankan tugas untuk memenuhi panggilan sejarah merebut dan mempertahankan kemerdekaan tanah pusaka Indonesia. Dan menjadi tanggung jawab penuh dari kelas buruh Indonesia sendiri, bila kelas buruh Indonesia menjalankan tugas nasional dengan mengorbankan kepentingan dan kebutuhan kelasnya. Bahwa pengorbanan kepentingan dan kebutuhan kelas buruh itu tidak pada tempatnya. Dapat dirasakan sekarang dengan adanya kenyataan monopoli modal asing yang sungguh menyesakkan lapangan hidup nasional. Sesungguhnya kepentingan nasional perlu dibela tidak dengan mengorbankan kepentingan dan kebutuhan kelas buruh, melainkan kelas buruh yang langsung menjadi korban modal asing yang menjajah, itu perlu membela kepentingan dan kebutuhannya dengan mempelopori perjuangan nasional merebut dan mempertahankan lapang hidup nasional.
Sebagai tanda cinta kelas buruh kepada tanah airnya Indonesia, sebagai bukti kesanggupan kelas buruh Indonesia untuk meneruskan dan bangkit kembali sebagai pelopor perjuangan bangsa, kelas buruh Indonesia dimana-mana bangun dan membangun rukun-rukun belajar sebagai kesempatan yang baik untuk belajar bersama, mengkaji pengalaman yang sudah, memeras pengertian yang benar-benar menjadi bayangan pergulatan kelas buruh Indonesia.
Dengan ini dirasa perlunya bahan pendidikan sebagai bahan pembuka persoalan dalam rukun-rukun belajar di kalangan buruh. Sambil mengajar kepada massa buruh dan belajar dari kelas buruh, dengan ini diantarkan kepada kawan-kawan yang bertanggung jawab dalam serikat-serikat buruh suatu himpunan bahan pendidikan untuk meningkatkan nilai paham buruh. Sudah tentu bahan dalam rukun-rukun belajar itu perlu dibubuhi keterangan tambahan dari pihak pengajar sendiri yang mempergunakan bahan khusus yang bersifat daerah atau perusahaan di tempat. Sengaja keterangan atau penjelasan tambahan tidak dipaparkan di sini karena dikuatirkan bahwa tambahan semacam itu akan terlalu mengikat dan kurang memberi kebebasan kepada pihak pengajar yang dalam prakteknya masih perlu mengingat bahan-bahan khusus yang berada di sekitarnya.
Tidak ada tempatnya kita mengeluh, mengaduh di tengah kekeruhan dan kekacauan dewasa ini. Putra-putri bangsa Indonesia semua membuka telinga mendengar panggilan tanah air. Kelas buruh Indonesia tidak berdiam diri. Dari dalam kandungan kelas buruh Indonesia lahir dan akan dilahirkan patriot-patriot yang akan menempatkan kelas buruh sebagai pelopor pejuangan bangsa.
Untuk Kemerdekaan Rakyat
Penyusun
(IBNU PARNA)
I. FENOMENA (kenyataan dalam alam dan masyarakat): Kita menghadapi fenomena, bahwa umat manusia terbagi dalam beberapa golongan. Kenyataan dalam masyarakat perlu kita perhatikan sebagai pegangan, di tengah-tengah keruwetan dan pergulatan dalam masyarakat kita yang sedang bergerak dengan arah tertentu. Kita perlu mengetahui dari golongan manakah kita berasal dan di golongan manakah kita berada. Kita perlu menentukan di pihak manakah kita berjuang. Sikap masa bodoh tidak dapat selalu dipertahankan. Di musim angin ke utara, kita ke utara. Di musim angin keselatan kita ke selatan, tetapi bila angin puting beliung, masak kita akan terus membuta-tuli turut angin puting beliung? Tentu tidak, kita harus menunjukkan warna, kita harus mempunyai pendirian, dan pendirian tersebut dalam hubungan pergulatan masyarakat, prakteknya membuka warna, memilih pihak. Nyatalah pendirian kita bukanlah pendirian yang tersendiri, melainkan pendirian tersebut langsung atau tidak langsung ada hubungannya dengan kepentingan dan kebutuhan dari satu golongan dalam masyarakat. Sebagai orang tidak kurang dan tidak lebih dari bagian kecil satu golongan yang mempunyai kodrat bergerak di atas dasar kepentingan dan kebutuhannya, kepentingan dan kebutuhan golongan.
II. ADA BEBERAPA GOLONGAN: Ada golongan manusia yang direbut bangsa. Kita sudah tahu di dunia ini ada bangsa Indonesia, bangsa Amerika, bangsa Rusia, dan lain-lain. Manusiapun dapat dibagi menurut agamanya. Kita kenal Umat Islam, Umat Kristen, Umat Budha, dan lain-lain. Ada juga yang menggolongkan manusia menurut keturunannya. Di Jawa misalnya dikenal Raden Mas, Kyai Ngabei, Tubagus, dan lain-lain. Akhirnya ada pegangan yang membagi umat manusia ini dalam beberapa golongan ekonomi yang lazim disebut kelas, seperti buruh, tuan tanah, kapitalis, dan lain-lain. Bangsa aneka warna, golongan bermacam-macam agama, turunan ini dan itu, golongan ekonomi yang bertingkat, riuh gaduh menggolongkan simpang siur dalam pertarungan dan pergolakan masyarakat kita. Banyak merek kita baca, seribu satu anjuran kita dengar, pekik teriakan dan aduhan tidak asing lagi, air mata meremukkan kalbu. Semua inilah bayangan dari pertentangan yang berlaku dalam masyarakat. Kita perlu menentukan sikap. Demikian dibutuhkan pengertian dan pembagian golongan yang tidak kabur. Makin ringkas dan makin padat yang dinamakan golongan, sudah tentu makin dapat dijadikan pangkal peninjauan segala keruwetan yang berlaku dalam masyarakat.
III. GOLONGAN BANGSA: Kita bangsa Indonesia, sekalipun kita sama-sama bangsa dalam hidup dan penghidupan, menilik kenyataan gerak-gerik kita dipengaruhi oleh kedudukan kita sebagai golongan ekonomi. Bangsa Indonesia terbukti terbagi dalam beberapa golongan ekonomi. Kita kenal borjuis Indonesia. Kita tahu buruh Indonesia. Kita melihat warga miskin Indonesia. Semuanya ini tidak dapat kita ingkari. Kemewahan di satu pihak dan kemiskinan di lain pihak, yang sudah tentu menimbulkan pertentangan yang tidak sedikit, sungguh tidak dapat ditutup-tutupi dengan gelar sesama bangsa.
Sebagaimana halnya dengan bangsa Indonesia, begitu pula dengan bangsa lain. Kita banyak mendengar tentang pertempuran antara tani miskin Tionghoa dan tuan tanah Tionghoa. Kita banyak baca di koran-koran misalnya tentang pemogokan-pemogokan buruh Amerika melawan kapitalis Amerika. Sekalipun satu bangsa belum tentu kita dapat rukun selalu, karena bangsa tidaklah mewakili satu golongan ekonomi yang tertentu.
Bangsa tidak mewakili satu golongan ekonomi. Dalam satu bangsa terdapatlah beberapa golongan ekonomi. Kepentingan dan kebutuhan dari masing-masing golongan ekonomi itu bertentangan. Begitulah dalam menghadapi persoalan bangsa perlulah kita tinjau terlebih dahulu pertentangan di antara golongan-golongan ekonomi dalam bangsa itu. Pertanyaan yang perlu kita ajukan: “Golongan ekonomi manakah yang berkuasa dalam suatu bangsa?”
Contoh: Di Amerika sekarang berkuasa kelas kapitalis. Begitu nama dan kehormatan bangsa sebagian besar dipergunakan oleh kapitalis untuk kepentingan dan kebutuhannya. Di Rusia sekarang berkuasa kelas buruh. disanalah nama dan kehormatan bangsa sebagian besar dipergunakan oleh buruh yang berkuasa untuk kepentingan dan kebutuhan kelas buruh. Di Amerika gerakan buruh yang menuntut kekuasaan kelas buruh dihukum sebagai pengacau dan anti nasional. Sebaliknya, di Rusia ditindas habis-habisan gerakan kapitalis. Usaha kapitalis di Rusia untuk merebut kembali kekuasaan kapitalis, di Rusia dihukum sebagai pengacau dan anti nasional.
IV. GOLONGAN AGAMA: Umat Islam sekalipun sesama Islam tidaklah sama kedudukannya di lapangan ekonomi. Ada Islam borjuis, ada pula Islam tani miskin, dan lain-lain. Begitu pula dengan agama lain. Kita kenal Kristen yang menjadi tuan tanah, kta kenal Kristen yang menjadi tani miskin. Kita kenal Kristen kapitalis, ada pula Kristen yang termasuk golongan buruh. Jelas, sekalipun kita satu agama belum tentu kita dapat selalu damai, karena agama tidak mewakili satu golongan ekonomi.
Agama tidak mewakili golongan ekonomi tertentu. Agama meliputi umat manusia seutuhnya. Tetapi dalam prakteknya, agama tidak dapat menutup pertentangan ekonomi, antara golongan ekonomi yang satu dengan golongan ekonomi yang lain. Pertentangan antara kapitalis Islam dengan buruh Islam misalnya tidak dapat ditutup dengan gelar sesama Islam. Agama dalam kenyataannya tidaklah bebas dari pertentangan kelas. Demikian, dalam menghadapi persoalan agama, perlulah kita bertanya: “Golongan ekonomi (kelas) apakah yang mempergunakan nama agama itu?”
Contoh:
1. Peraturan cukai raja Mojopahit amatlah memberatkan para pedagang di pesisir. Di tengah sengitnya pertentangan tersebut di atas, tibalah Islam mendesak agama Hindu yang menjadi junjungan kerajaan Mojopahit. Pertentangan antara saudagar pesisir lawan raja di pedalaman, akhirnya meluap keluar sebagai pertentangan agama Islam dan agama Hindu dengan pekiknya yang dikenal “Allah’hu Akbar”. Sebaliknya tuan tanah yang berpusat kepada raja di pedalaman mempergunakan agama Hindu dengan pekiknya yang terkenal “Hongawilaheng awigena”. Dua pekik yang boleh disamakan artinya, akhirnya dapat menggerakkan rakyat banyak dalam pertarungan, karena dua pekik tersebut di tengah pergerutuan rakyat ialah bayangan dari dua kelas yang mati-matian berlawanan kepentingan dan kebutuhannya, kelas yang bergerak berebut kekuasaan dengan menarik massa rakyat.
2. Pertentangan sekitar negara Israel mempergunakan nama bangsa Arab dan Yahudi. Padahal hakekatnya berlaku pertentangan antara tuan tanah yang berkuasa di negeri-negeri Arab dan kapitalis Yahudi yang mencari pangkalan di sekitar negeri Arab. Tuan tanah Arab begerak dengan bendera Islam, kapitalis Yahudi bergerak dengan nama agama Yahudi. Begitulah bangsa Yahudi digerakkan menurut seruan agama berangkat pulang kembali ke tanah “suci”.
V. GOLONGAN TURUNAN: Banyak Raden Mas, tetapi banyak nasib Raden Mas itu. Ada Raden Mas yang masuk golongan buruh, adapula raden Mas yang menjadi borjuis. Ada Kyai Ngabei borjuis, ada banyak pula Kyai Ngabei pengemis. Di India, golongan turunan itu disebut kasta. kita berjumpa dengan kasta Brahma (pemuka agama), kasta Ksatria (prajurit), kasta Waisya (pedagang) dan kasta Sudra (rakyat biasa). Dalam pergolakan hidup dan penghidupan banyak orang dari Waisya bangkrut dan hidupnya merana, tetapi keturunan tetap menjadi gelar kebanggaan yang minta dihormati. Banyak Sudra yang dapat memperoleh kemajuan dan hidupnya tidak kurang dari Waisya, tetapi karena keturunan tetap dihinakan. Banyak Brahma yang jauh memenuhi syarat-syarat pemuka agama, malahan banyak Sudra yang lebih alim dan tertib menjalankan perintah-perintah agama, tetapi karena Sudra, tetap kealimannya tidak boleh mendapat penghargaan sebagaimana mestinya. Keganjilan semacam itu yang menyebabkan Budha Gautama menyusun ajarannya yang antaranya menyatakan pendapat, bahwa orang menjadi Brahma atau Sudra, bukan karena keturunannya, melainkan karena usahanya dalam masyarakat. Di sinilah Budha mendekati kepada golongan ekonomi. Memang sekalipun kita satu turunan, sama Raden Mas, sama Brahma, belum tentu kita dapat bersahabat, karena golongan turunan tidaklah mewakili satu golongan ekonomi yang tertentu. Pertentangan antara kapitalis dan buruh tidak dapat ditutup-tutupi dengan gelar sama-sama Raden Mas.
VI. GOLONGAN EKONOMI: Golongan ekonomi ini lazim disebut kelas. Lambat laun kasta yang pada mulanya hanya dipakai sebagai sebutan golongan turunan, di Indonesia tahu-tahu istilah kasta itupun digunakan sebagai terjemahan dari kelas. Golongan ekonomi yang banyak disebut dengan kata Barat “klas”, sekarang banyak disebut orang sebagai kasta. Demikianlah kasta di Indonesia sekarang memperoleh arti dan diartikan orang sebagai hal yang agak berbeda dengan kasta di India.
Dapat dimengerti bahwa golongan ekonomi itu meliputi segala bangsa, agama dan turunan. Pertentangan ekonomi melahirkan golongan ekonomi yang keluar secara terbuka sebagai pertentangan kelas (kasta) (pertentangan golongan ekonomi yang satu dengan golongan ekonomi yang lain) dan secara tertutup keluar sebagai pertentangan bangsa, pertentangan agama dan turunan. Keributan dalam masyarakat kita, tidak lain dari pada pertentangan ekonomi antara beberapa golongan ekonomi. Keruwetan yang kita hadapi dan yang perlu diatasi harus diringkaskan dan dicari pangkalannya dalam pertentangan ekonomi antara golongan-golongan ekonomi. Maka, bila dikatakan di atas bahwa kita menghadapi fenomena, bahwa umat manusia terbagi dalam beberapa golongan, maka golongan yang kita maksudkan bukanlah golongan bangsa, agama atau turunan, melainkan golongan ekonomi. Golongan ekonomi ini lazim disebut kelas atau lazim pula disebut kasta.
Pembagian golongan bangsa, agama atau turunan itu tidak mengenai lantai pokok pertentangan yang berlaku dalam masyarakat. Pertentangan bangsa, agama atau turunan sekalipun dalam beberapa hal tidak boleh diabaikan, patut ditinjau secara dalam dan luas sebagai bayangan dari pertentangan antara bebrapa golongan ekonomi atau lebih populer sebagai bayangan dari pertentangan kasta.
VII. PERTANIAN: Dalam masyarakat pertanian feodal (pertanian kuno) yang belum mengenal mekanisasi (perlengkapan mesin modern) dalam pertanian, maka jumpalah beberapa golongan ekonomi (klas) (kasta):
1. Tuan tanah
2. Tani kaya
3. Tani sedang
4. Tani miskin
5. Buruh tani
Di masa itu berlaku pertentangan pokok antara tuan tanah dan buruh tani.
Sesuai dengan kemajuan teknik, pemusatan dalam lapangan pertanian yang berdasarkan milik perseorangan, pertanian kecil yang diselenggarakan oleh tani kaya, tani sedang, dan tani miskin berangsur-angsur gulung tikar untuk membuka lapangan pertanian raksasa dengan perlengkapannya yang serba modern. Demikian pemusatan tersebut melahirkan pertentangan pokok antara modal dan buruh tanah. [1]
VIII. PERINDUSTRIAN: Bila di lapangan pertanian kita jumpai tuan tanah sebelum dan sesudahnya mekanisasi, maka lapangan perindustrian kita jumpai industrialis besar (tuan industri) baru sesudahnya adanya mekanisasi di lapangan industri. Begitulah perindustrian lahir dan dilahirkan sebagai pemusatan di lapangan industri yang melahirkan pertentangan antara modal dan buruh industri.
IX. PERDAGANGAN: Pemusatan modal di lapangan perdagangan pun melahirkan pertentangan antara modal dan buruh dagang.
X. PERTENTANGAN POKOK: Jelasnya di lapangan pertanian maupun perindustrian atau perdagangan, di segala tersebut berlaku pertentangan pokok antara modal dan buruh. Di pihak modal berdiri kaum yang berpunya yang biasa disebut borjuis. Borjuis besar biasa disebut kapitalis alias kaum modal. Antara kapitalis dan buruh terdapatlah golongan ekonomi yang disebut borjuis kecil (Tani kaya, tani sedang, saudagar tanggung, dan lain-lain).
XI. ANTARA BORJUIS KECIL DAN BURUH terdapat warga miskin ialah golongan yang sedikit banyak memiliki alat-alat produksi atau uang, tetapi hanya mampu menghasilkan sekedar untuk kebutuhannya dan malahan banyak menanggung kekurangan (tukang sepatu, tani miskin, tukang warung, dan sebagainya).
XII. PERSEKUTUAN BURUH DAN TANI: Karena sama-sama mengalami nasib yang diperas dan ditindas oleh modal, buruh industri, buruh tanah, buruh dagang, warga miskin umumnya, tani miskin khususnya, berada didalam satu front menghadapi kekuasaan modal. Keadaan ini melahirkan suatu persekutuan revolusioner antara buruh dan warga miskin umumnya, tani miskin khususnya alias persekutuan revolusioner antara buruh dan tani.
XIII. BORJUIS KECIL TAK TENTU HALUANNYA dan pada umumnya berdiri mondar-mandir antara pertentangan modal dan buruh.
XIV. TENAGA-TENAGA PIMPINAN BURUH DAN TANI: Persekutuan revolusioner buruh dan tani dalam perlawanannya anti modal berangsur-angsur melahirkan putra-putri yang cakap untuk tampil ke depan sebagai pimpinan. Tenaga-tenaga pimpinan ini berasal dari:
1. Buruh dan tani sendiri
2. Borjuis kecil dan lain-lain kasta.
Putra-putri buruh dan tani tempo umumnya hampir habis guna semata-mata mencari nafkah. Untuk meningkat menjadi pimpinan putra-putri buruh dan tani harus ada kegiatan dan keuletan yang cukup untuk belajar, dengan syarat-syarat dan kesempatan yang serba kurang. Kegiatan dan keuletan belajar ini dalam keadaan yang serba kurang memang sangat berat, tetapi kegiatan belajar ini dibutuhkan agar putra-putri buruh dan tani yang merasa bertanggung jawab itu benar-benar terjun dalam revolusi dengan teori dan praktek revolusi. Ketegasan klas haruslah beserta kecerdasan klas.
Putra-putri borjuis (kecil) beruntung dapat memiliki syarat-syarat yang cukup untuk belajar. Putra-putri ini berkesempatan membeli pendidikan yang sepatutnya. Dengan mempergunakan pertimbangan dan pikiran sehat sebagian di antara mereka lambat-laun pun dapat membenarkan pergerakan buruh dan tani. Dengan pikiran yang cukup terasah mereka dapat berpihak kepada buruh dan tani. Tetapi walaupun pikiran mereka sudah berada di pihak buruh dan tani, namun badan mereka masih berada dikasta lain. Tidak mudah bagi mereka untuk melepaskan watak kasta yang menjadi asal-usulnya. Watak borjuis yang tidak berterus-terang kepada rakyat, serta watak borjuis yang gemar menyalahkan rakyat dan watak borjuis kecil yang selalu ragu, bimbang, dan tidak konsekuen, tidak dapat dihapuskan begitu saja dari pembawaan putra-putri borjuis, walaupun secara formil pikirannya sudah berpihak kepada buruh dan tani. Putra-putri borjuis yang dengan segala kejujuran dan keikhlasan benar-benar (hendak) berpihak kepada buruh dan tani perlu cukup memiliki ketegasan, keberanian dan keuletan untuk memberantas sisa-sisa borjuis yang masih banyak melekat dalam dirinya. Pekerjaan ini tentu tidak mudah, tetapi hilangnya sisa-sisa borjuis yang masih banyak melekat pada dirinya putra-putri borjuis yang berpihak kepada buruh dan tani, menjadi syarat mutlak bagi putra-putri borjuis untuk dapat diterima sebagai tenaga pimpinan persekutuan revolusioner buruh dan tani.
PERTANYAAN:
1. Dari klas manakah saudara berasal?
2. Dalam pertentangan antara modal dan buruh, di pihak manakah saudara berada?
3. Apakah yang dimaksud dengan persekutuan revolusioner antar buruh dan tani?
4. Syarat apakah yang perlu dimiliki oleh tenaga pimpinan persekutuan revolusioner buruh dan tani?
5. Sudikah saudara mempersiapkan diri dengan penuh kegiatan kegiatan kejujuran dan keikhlasan serta keuletan untuk dapat tampil ke depan sebagai tenaga pimpinan revolusioner buruh dan tani?
Catatan:
[1] Untuk memisahkan soal di samping “buruh tani” dipergunakan istilah “buruh tanah”. Tani yang tak bertanah bekerja di perusahaan pertanian kuno (feodal) kita sebut buruh tani. Tani yang bertanah yang bekerja dipertanian modern (kapitalis) kita sebur buruh tanah.
I. Kenyataan alam dan masyarakat yang sudah dikenal dengan semua fenomena, bukanlah sesuatu yang kebetulan. Kenyataan dalam alam dan masyarakat alias fenomena itu ada dan bergerak menurut hukum yang tertentu. Secara gampangnya, ada komandan yang tertentu yang mengatur fenomena itu. timbullah pertanyaan:
Dimanakah markas komando fenomena itu?
Jawaban atas pertanyaan di atas dapat menjadi bahan pegangan dalam menghadapi setiap fenomena. Pegangan dasar berpikir yang dibutuhkan dan dipergunakan dalam menghadapi setiap fenomena disebut filsafat.
II. DIMANAKAH MARKAS KOMANDO FENOMENA?
Adalah dua pendapat:
1. Markas komando fenomena ada diluar fenomena, diluar alam dan masyarakat.
2. Markas komando fenomena ada didalam fenomena, didalam alam dan masyarakat.
III. MARKAS KOMANDO FENOMENA ADA DILUAR ALAM DAN MASYARAKAT.
Dengan pendapat ini, dalam menghadapi fenomena (kenyataan dalam alam dan masyarakat) orang berpegang kepada daya penggerak diluar kenyataan alam dan masyarakat. Alam dan masyarakat yang kongkrit (tampak – rupa) ditinjau sebagai ciptaan dari kekuatan abstrak (tiada nampak – a-rupa) yang bergerak dengan arah yang terlebih dulu sudah ditentukan, dengan arah yang sudah ditakdirkan.
Dalam menghadapi fenomena dicarilah hubungan antara kekuatan yang berupa (materi) (benda) dan kekuatan yang tiada berupa (ide) (cita). Ide dijadikan sumber sebab. Dan semua persoalan diesakan kepada ide diluar materi. Ide diluar materi ini disebut Tuhan. Demikianlah didapat pegangan ide sebagai pengendali gerak-gerik materi. Pegangan ini lazim disebuit filsafat idealisme (seraba cita). Filsafat idealisme, filsafat serba cita membawa orang berpegangan kepada kekuasaan Ide (Tuhan) yang menjadi takdir besar yang menentukan segalanya. Hidup dan penghidupan manusia yang tidak sedikit mengalami kepahitan, sudah tentu membangkitkan usaha pribadi di samping kepercayaan penuh kepada Takdir Tuhan yang kuasa. Disampaing ide Tuhan mulailah berlaku ide manusia.
Idealisme kuno secara mutlak mematikan usaha yang melahirkan fatalisme (sifat masa bodoh yang tidak berkesanggupan). Idealisme baru mengakui keharusan usaha di samping kepercayaan terhadap Takdir Tuhan. Dalam usaha, idealisme baru memandang ide (cita) pribadi sebagai sumber dari sebab. Demikian juga, “idealisme baru” mencari sumber sebab diluar materi (benda) dan mengajarkan bahwa kepincangan dunia disebabkan karena kepincangan ide. Kedua idealisme itu pada pokoknya menetapkan benda sebagai hasil cita.
Contoh: Orang idealis berpendapat:
1. Bahwa pesatuan hanya dapat dicapai di atas dasar cinta.
2. Bahwa perang itu dilahirkan karena nafsu yang serakah.
3. Bahwa pencurian timbul karena batin yang rusak.
4. dan lain-lain.
IV. MARKAS KOMANDO FENOMENA ADA DI DALAM FENOMENA, DI DALAM ALAM DAN MASYARAKAT.
Dengan pendapat ini, dalam menghadapi fenomena (kenyataan dalam alam dan masyarakat) orang berpegang kepada daya penggerak didalam kenyataan alam dan masyarakat. Alam dan masyarakat ialah keadaan yang rupa, keadaan yang kongkrit, yang lazim disebut materi (benda). Benda dalam alam dapat diesakan dalam ekonomi. Ekonomi ialah produksi dan distribusi.
Setiap benda dalam alam dan masyarakat mengandung pertentangan. Pertentangan dalam benda ini menetapkan gerak dan arah alam. Pertentangan produksi dan distribusi menetapkan gerak dan arah masyarakat. Jelasnya, kita lahir karena pertentangan benda dan dilahirkan di tengah pertentangan benda.
Dalam menghadapi fenomena, fenomena itu dipandang sebagai bentuk jumlah gerakan benda. Benda senantiasa bergerak sebagai hasil pertentangan dalam benda itu sendiri. Pertentangan benda dicarilah dalam fenomena itu. Dengan mengetahui pertentangan yang terkandung dalam fenomena itu, dapatlah ditentukan sebab dan akibat serta gerak dan arah daripada fenomena tersebut.
Fenomena adalah kenyataan sepanjang jalan pertumbuhan yang membangun dan meruntuh. Bila di atas ada pendapat ide sebagai sebab, dan materi sebagai akibat, maka di sini sebab dan akibat dicari dalam materi. Bila di atas ada pendapat, bahwa ide yang menjadi pencipta materi, maka di sini ide hanya merupakan bayangan daripada materi. Pendapat ini melahirkan filsafat materialisme, filsafat serba benda. Sepanjang filsafat ini, cita diterima sebagai hasil benda.
Contoh: Orang materialis berpendapat:
1. Bahwa persatuan hanya dapat dicapai di atas dasar kepentingan dan kebutuhan yang sama. cinta di sini dipandang sebagai bayangan dari kepentingan dan kebutuhan yang sama.
2. Bahwa perang itu dilahirkan karena pertentangan klas. Hawa nafsu yang serakah itu dipandang sebagai bayangan dari pertentangan klas.
3. Bahwa pencurian timbul karena kemiskinan. Batin yang rusak di sini dipandang sebagai bayangan dari kemiskinan itu.
4. dan lain-lain.
V. PERTANYAAN MATERIALIS KEPADA IDEALIS.
Materialis: Mengapa Tuhan menentuikan segala? Apa perlunya Tuhan menciptakan bumi dan langit beserta isinya?
Idealis: Itulah kemurahan Tuhan. Kita harus berterimakasih dan mengucap syukur alhamdulillah. Dengan tiada karunia Tuhan tidaklah ada hidup dan penghidupan. Segala puji kepada Dia, Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhan Yang Maha Murah. Terimalah Takdir Tuhan itu. Memang demikian Takdir Tuhan adanya.
Materialis: Mengapa dan apa gunanya Tuhan memberi karunia dan menakdirkan ini dan itu?
Idealis: Memang begitulah adanya.
VI. PERTANYAAN IDEALIS KEPADA MATERIALIS.
Idealis: Mengapa ada dan apa faedahnya pertentangan itu?
Materialis: Itulah sudah kodrat yang terkandung dalam benda dan berkah pertentangan dalam benda itu ada gerak dan arah yang tertentu. Jangan mengeluh, terimalah pertentangan itu sebagai kenyataan.
Idealis: Mengapa kodrat begitu?
Materialis: Memang begitulah adanya.
VII. Baik idealisme maupun materialisme, baik paham serba cita maupun paham serba benda, kalau terus dikejar akhirnya sampai juga ke gang buntu. Sama-sama gang buntu tetapi adalah perbedaannya. Gang buntu idealis ialah ide yang abstrak, cita yang a-rupa (tidak berupa). Gang buntu materialis ialah materi (benda) yang kongkrit, yang rupa. Benda yang rupa itu dapat selalu diawasi dan benar-benar mengundang penyelidikan yang berangsur-angsur melahirkan dan memperkaya ilmu bukti yang membuka kemajuan yang tiada berhenti, yang selalu ada kelanjutannya.
VIII. Gang buntu “idealisme kuno” fatalisme yang meniadakan diri. Gang buntu “idealisme baru” mencari perimbangan antara ide manusia dan ide Tuhan untuk menentukan keadaan. Keluhuran budi, kebersihan rohani, kesucian batin, ketulusan pengabdian kepada Tuhan dan lain-lain, dijadikan senjata utama untuk merubah keadaan. Penggemblengan senjata utama itu melahirkan pertentangan ide yang lambat laun menyempurnakan ide yang berakibat menyempurnakan keadaan. Demikianlah paham idealisme, paham serba cita.
IX. Bagi materialis dalam menghadapi setiap fenomena, persoalannya bukan menyerah kepada takdir. Persoalannya bukan puasa membersihkan batin dengan menguruskan atau mengeringkan badan. Persoalannya bukan manantikan bisikan dari atas atau menambah diri menghadapi godaan jin dan setan yang selalu menggoda manusia. Bukan itu persoalannya, persoalannya dalam menghadapi setiap fenomena ialah meneropong pertentangan yang terdapat dalam fenomena dan tidak ragu lagi memilih pangkal dan pihak dalam pertentangan itu. Demikianlah diperjuangkan dengan kodrat yang ada dalam keadaan, perubahan keadaan yang sudah tentu memberikan lapangan yang subur bagi ide (cita) yang indah serta luhur. Demikianlah paham materialisme, paham serba benda.
X. Sepanjang idealisme lambat-laun hukum kemajuan tampak berdasar kepada pertentangan ide. Sepanjang materialisme lambat-laun hukum kemajuan nampak berdasarkan pertentangan materi. Hukum kemajuan yang berdasarkan pertentangan ini disebut dialektika. Demikianlah didapat dialektika idealisme dan dialektika materialisme.
Contoh dialektika idealisme.
1. Thesis : Brahma (pencipta)
Antithesis : Syiwa (perusak)
Synthesis : Wisnu (pembangun)
2. Thesis : Nafsu (jahat dan serakah)
Antithesis : Cinta (kepada kebenaran dan keadilan)
Synthesis : Ketrentraman (kepada kebenaran dan keadilan)
Contoh dialektika materialisme.
1. Thesis : benih ayam
Antithesis : kuning dan putihnya telur
Synthesis : anak ayam
2. Thesis : (pemerasan modal)
Antithesis : (perlawanan buruh)
Synthesis : masyarakat baru.
Dialektika idealisme mengutamakan kepada pertentangan ide sebagai sumber sebab perubahan keadaan. Hal ini sudah tentu tidaklah berarti bahwa dialektika materialisme meniadakan pengaruh dari cita. Pengaruh dari citapun diakuinya, hanya saja dalam timbal balik benda dan cita bendalah yang dipandang sebagai kekuatan yang utama. Patut ditambahkan, bahwa dialektika materialisme yang dilaksanakan dalam masyarakat lazim disebut historis materialisme.
PERTANYAAN:
1. Sudahkah saudara memiliki filsafat yang tertentu?
2. Apakah filsafat itu?
1. Semula manusia belum ikut serta dalam produksi (penghasilan). Alamlah semata-mata yang menghasilkan. Ada perimbangan yang selaras antara produksi dan distribusi. Malahan produksi (penghasilan) melebihi distribusi (pembagian). Di masa itu tidak dijumpai pertentangan ekonomi. Demikian juga tidak ada golongan-golongan ekonomi (kelas) (kasta). beberapa gerombolan yang tidak perlu bertarung karena tidak kekurangan sesuatu barang.
Pertentangan yang berlaku dewasa ini, semata-mata hanya pertentangan antara (masyarakat) manusia dan alam belaka. Manusia menghadapi bencana alam, banjir, lahar, gempa bumi, kebakaran, perubahan iklim, hama bintang, dan lain-lain, yang langsung atau tidak langsung menggoncangkan produksi. Lambat-laun jumlah manusia bertambah. Gerombolan-gerombolan meningkat menjadi suku-suku. Keadaan alam dan bertambahnya jumlah manusia berangsur-angsur menggoncangkan perimbangan antara produksi dan distribusi, ini langsung menyebabkan kegoncangan suasana persaudaraan yang semula.
2. Suasana persaudaraan semula bertukar menjadi pertentangan suku, pertentangan suku yang satu dengan yang lain. Suku-suku bertarung berebut kemakmuran alam yang sudah mulai terbatas. Suku di sini bergerak sebagai satu golongan ekonomi. Dalam pertentangan suku ini, akhirnya ada suku yang memperbudak suku lain dan suku yang diperbudak oleh suku lain. Suku-suku taklukan diperlakukan sebagai budak yang diperas habis-habisan tenaganya untuk kepentingan dan kebutuhan suku pemenang.
3. Kebutuhan manusia kian hari kian meningkat, kebutuhan-kebutuhan mana tidaklah semuanya dapat dihasilkan oleh alam semata (pakaian, senjata, perabot-perabot lain dan sebagainya). Manusia mulai ikut serta dalam produksi. Dan di sinilah makin tampak bergunanya budak sebagai alat produksi yang utama.
Budak-budak tidaklah menjadi perebutan antara suku-suku dan suku semata-mata, malahan lambat-laun budak-budak yang menjadi alat produksi itupun mulai menjadi bahan perebutan di antara warga suku. Pertentangan antara pemilik budak dan bukan pemilik budak mulai berlaku dan berangsur-angsur menumbuhkan pemusatan budak di tangan segelintir manusia. Suku tidak boleh lagi dipandang sebagai golongan ekonomi. Suku sudah terpecah dalam dua golongan ekonomi, pemilik budak dan golongan ekonomi lai, ialah bukan pemilik budak. Begitulah nama dan kehormatan suku, sebagian besar dipergunakan oleh pemilik budak untuk kepentingan dan kebutuhannya. Zaman ini ialah zaman kekuasaan pemilik budak dengan masyarakatnya yang lazim disebut masyarakat perbudakan.
4. Pemusatan budak sebagai alat produksi yang berada di tangan segelintir manusia berangsur-angsur menjadi alat dan dijadikan alat pemusatan tanah di tangan segelintir manusia. Demikianlah lahir golongan ekonomi yang lazim disebut tuan tanah. Dengan lahirnya tuan tanah, lahirlah pertentangan:
a. Antara tuan tanah dan budak.
b. Antara tuan tanah dan tani melarat (tani yang kekurangan tanah)
c. Antara tuan tanah dan buruh tani (tani yang tidak memiliki tanah).
Zaman ini ialah zaman kekuasaan tuan tanah atau lazim dikenal sebagai feodalisme.
5. Belum lagi buruh dan tani miskin serta para budak dapat menggulingkan kekuasaan tuan tanah, maka sudah keburu lahirnya golongan ekonomi baru yang memgang peranan sebagai juara-juara perhubungan, yang berjalan ke sana kemari menjual hasil-hasil dari satu daerah kedaerah lain. Para pedagang ini adalah borjuis dalam tingkatan pertama. Golongan ekonomi baru ini kemudian menggeser tuan tanah. Para pedagang menolak pemerasan cukai aneka warna dari kekuasaan tuan tanah. Akhirnya bersatulah para pedagang dengan semua lapisan yang tertindas oleh tuan tanah untuk melawan dan menumbangkan kekuasaan tuan tanah.
6. Dalam pertentangan antara borjuis dan tuan tanah, antara buruh tani dan tani miskin di satu pihak lawan tuan tanah di lain pihak, antara tuan tanah dan tuan tanah, antara borjuis dan borjuis, para budak memperoleh kesempatan untuk memerdekakan diri dengan jalan berjuang atas kemerdekaan dirinya untuk selanjutnya hidup sebagai tukang merdeka. Dengan ini habislah riwayat dari kaum pemilik budak.
7. Akhirnya borjuis berhasil merebut kekuasaan. Tanah milik tuan tanah disita untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat. Borjuis menjadi populer dan kepopulerannya ini memberi kebebasan borjuis untuk mengembangkan modalnya. Di samping perkembangan yang pesat dari bank borjuis tampak kegiatan di lapangan industri. Titik berat perekonomian yang tadinya berpusat kepada pertanian bertukar keperindustrian. Zaman ini ialah zaman kekuasaan modal yang lazim disebut sebagai zaman kemodalan atau zaman kapitalisme.
8. Modal borjuis berkuasa. Modal ditanam dibank dan perindustrian. Bank menguasai perdagangan dan membanjiri tani yang baru terima tanah itu dengan hutang. Hasil-hasil pertanian dengan jalan ini dapat diperoleh dengan harga yang semurah-murahnya. Sebaliknya hasil-hasil perindustrian dapat dijual semahal-mahalnya. Modal yang ditanam diperindustrian terus berkembang. Kemajuan teknik mempercepat perkembangan itu. Para tukang gulung tikar, jatuh menjadi buruh industri. Para tani banyak yang tidak tahan lagi hidup dikampung dan beramai-ramai pergi kekota menjadi buruh industri.
9. Buruh industri jumlahnya kian hari kian bertambah. Penindasan borjuis kian hari kian dirasa. Kaum buruh tampil ke depan sebagai pimpinan persekutuan antara segenap lapisan yang tertindas. Kaum buruh menjadi pelopor perlawanan anti-modal. Belum lagi kaum buruh berhasil menumbangkan kekuasaan borjuis di satu negeri, modal meninggalkan batas-batas negerinya melompati pagar tanah air untuk selanjutnya menetap diseberang.
Bahan-bahan dari dalam negeri sudah tidak cukup. Pasar dalam negeri sudah terlalu sempit. Modal yang tadinya nasional sudah meningkat menjadi internasional. Zaman ini ialah zaman kekuasaan modal internasional yang lazim disebut zaman impearialisme.
10. Modal internasional merebut pasar dan sumber bahan jauh diluar pagar tanah air. Pertarungan antara modal dan modal sekitar pasar dan sumber bahan melahirkan perang yang dikenal sebagai perang imperialis. Ekspor modal (penanaman modal diluar tanah air) alias imperialisme itu melahirkan pertarungan antara penjajah (imperialis) dan terjajah yang lambat laun membangkitkan perang anti imperialisme alias perang kemerdekaan.
11. Pertentangan antara modal penjajah dan modal penjajah melahirkan fasisme sebagai percobaan yang terakhir dari satu pihak modal penjajah untuk mempertahankan diri. (Contoh negeri-negeri Jepang, Italia, dan Jerman sebelum akhir Perang Dunia II). Negeri-negeri tersebut industrinya sangat maju dan membutuhkan banyak ahan dan pasar yang luas. Bahan ditanah air kurang. Tanah airnya semata-mata sudah terlampau kecil untuk pasar. Padahal sumber bahan dan pasar yang dibutuhkan, semuanya sudah dikuasai Inggris, Amerika, Perancis, Belanda, Belgia, dan lain-lain. Untuk mendapatkan semua itu tidak ada jalan lain selain perang. Buruh dan tani diseret ke arah perang imperialis. Untuk dapat mencapai maksudnya modal Jerman, Italia, dan Jepang giat mengadakan pembersihan ke dalam (terhadap gerakan buruh dan tani) diharapkan dapat diperoleh kebebasan untuk bersikap keluar, menyeret rakyat dalam usaha perang. Imperialis yang “kepancal sepur” memperkosa diri, langkahnya membabi buta, keji dan kejam. Inilah fasisme.
12. Pertentangan antara modal penjajah dan terjajah, melahirkan neo-fasisme (fasisme model baru) sebagai percobaan yang terakhir dari pihak modal penjajah untuk memperpanjang hidupnya. Amerika sekarang bergerak pesat ke arah neo-fasisme . Produksi Amerika sudah meliputi pasar dunia. Padahal akhir Perang Dunia II Amerika tidak mewarisi pasar dunia. Benar modal Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, dan lain-lain, sudah menunduk dan bergantung kepada modal Amerika, tetapi modal yang sudah menyerah kepada modal Amerika tidak berkesempatan menyerahkan pasar dan sumber-sumber bahan seutuhnya. Banyak daerah pasar dan sumber bahan, modal penjajah yang telah memerdekakan diri. Disanalah buruh dan tani berkuasa. Ruang hidup modal penjajah Amerika sudah terlalu sempit. Untuk memperluas pasar dan sumber bahan, perlu modal Amerika merebut daerah-daerah kekuasaan buruh dan tani. Niat Amerika ini sudah tentu ditentang dengan keras oleh buruh dan tani Amerika sendiri. Untuk dapat mencapai maksudnya modal Amerika perlu bertarung dengan kekuasaan buruh dan tani.
Kesimpulan: Fasisme ialah modal monopoli (modal yang sudah sampai pada puncak pemusatannya) yang ke dalam menendang dan keluar menyerang.
13. Modal terjajah menggalang persekutuan nasional (dari semua kaum) unutk melawan kekuasaan modal penjajah. Ternyata, bahwa modal terjajah diseluruh dunia ini tidak mampu memimpin persekutuan nasional anti modal penjajah yang sudah mendunia. Malahan lambat-laun tampak ada kegiatan kaum buruh untuk tampil ke depan sebagai pelopor perjuangan nasional anti modal penjajah. Di Tiongkok misalnya kaum buruh berhasil merebut kekuasaan untuk selanjutnya memimpin persekutuan nasional anti modal penjajah. Untuk dapat menarik tani yang jumlahnya jutaan, kaum buruh Tiongkok dengan tegas menyapu feodalisme dengan membagi-bagikan tanah dari tuan tanah kepada para tani. Sebelum perindustrian negara yang berlangsung dipimpin oleh kaum buruh cukup kuat, kaum buruh Tiongkok memperkenankan kapitalis nasional berkembang dengan batas-batas yang tertentu. Adapun batas yang terpenting ialah kepastian, bahwa kapitalis tersebut benar-benar nasional, artinya tidak menjadi komprador (modal nasional yang menjadi antek modal penjajah). Kekuasaan kaum buruh yang memimpin persekutuan nasional anti modal penjajah, yang menghancurkan kekuasaan tuan tanah, yang membangun perindustrian negara, tetapi di samping itu masih memberi kesempatan kepada kapitalis nasional untuk manambah produksi nasional, kekuasaan itu lazim disebut kekuasaan demokrasi rakyat.
14. Di negeri dimana feodalisme sudah cukup dihancurkan, maka disanalah dapat didirikan kekuasaan buruh dengan ketegasan yang langsung menghancurkan kapitalisme (nasional). Kaum buruh berkuasa penuh. Kaum tuan tanah lenyap dan dilenyapkan. Kaum kapitalis lenyap dan dilenyapkan. Borjuis kecil dikumpulkan dalam satu koperasi yang membeli hasil perindustrian negara dan menjual hasil koperasi kepada negara. Dengan tidak merasa melalui koperasi –koperasi itu borjuis kecil dididik dan terdidik menjadi warga masyarakat yang tunduk dan menjunjung tinggi kekuasaan kaum buruh. Warga miskin meningkat menjadi pekerja di atas milik masyarakat (milik negara dan milik koperasi) dengan syarat-syarat hidup yang layak sebagai manusia. Lambat-laun istilah buruh dan memburuh dan bertukar menjadi pekerja dan bekerja, dan pekerjaan bukanlah lagi dirasa sebagai beban melainkan sebagai tugas kehormatan. Semua bekerja sebagai warga masyarakat yang sederajat dan semua bertanggungjawab penuh terhadap produksi dan distribusi. Segenap tenaga diperlukan untuk memperbanyak produksi (untuk masyarakat) hingga dapatlah menutup kekurangan distribusi dalam masyarakat. Kekurangan buruh dalam bentuk ini lazim disebut susunan masyarakat persaudaraan alias sosialis.
15. Kemajuan teknik dalam masyarakat sosialis dipakai untuk memajukan masyarakat dan menambah kekayaan masyarakat. Berangsur-angsur dapat tercapai perimbangan antara produksi dan distribusi, dan disanalah masyarakat sudah matang untuk menerima paham sama rata sama rasa. Pertentangan klas tidak lagi ada dan lenyaplah pula susunan klas ini. Inilah zaman persaudaraan modern yang lazim disebut komunisme modern. Titik berat pertentangan tidak lagi dalam masyarakat melainkan semata-mata antara alam dan (masyarakat) manusia. Bila dizaman persaudaraan kuno (komunisme kuno) manusia sederhana menghadapi alam dengan peralatan yang serba kurang, maka dizaman persaudaraan modern (komunisme modern) manusia modern menghadapi alam dengan peralatan yang serba modern dan disanalah pengetahuan akan berkembang dengan amat pesatnya dengan kekuatan yang berlipat.
16. Sesungguhnya sejarah menunjukkan, bahwa bila ada klas yang memegang tampuk kekuasaan, klas itu selalu mempertegak kekuasaannya, dengan jalan mengatur masyarakat menurut dasar-dasar perekonomiannya. Alat di tangan klas yang berkuasa untuk menindas klas yang tidak berkuasa disebut negara.
17. Nyatalah masyarakat kita bergerak dengan arah yang tertentu. Dan masyarakat bergerak sebagai hasil pertentangan antara alam dan masyarakat itu sendiri. Sepanjang jalan pertentangan, masyarakat bergerak dari persaudaraan kuno kepersaudaraan modern. Memang hukum kemajuan berdasarakan pertentangan.
PERTANYAAN:
1. Mungkinkah negara berdiri di atas semua klas?
2. Bagaimana sikap saudara di tengah pertentangan yang banyak kita jumpai dan kita rasakan dalam masyarakat?
3. Bagaimana tafsiran saudara mengenai kisah pengusiran Nabi Adam dan Ibu Hawa dari sorga?
1. PERHUBUNGAN PRODUKSI: Masyarakat adalah bentuk perhubungan antara manusia dalam ikatan produksi dan distribusi. Hubungan antara manusia dalam ikatannya dengan produksi dan distribusi disebut hubungan produksi . Demikianlah singkatnya masyarakat itu ialah sebuah bentuk hubungan produksi. Yang menjadi persalan pokok dalam hubungan produksi ialah hak milik atas alat-alat produksi. Kedudukan hak milik atas alat-alat produksi tersebut mempengaruhi distribusi serta memberi corak tertentu kepada masyarakat. Pertanyaan yang perlu diajukan dalam hubungan produksi ialah “di tangan siapa dan menjadi milik siapakah alat-alat produksi itu?”
2. KEKUATAN PRODUKSI: Hubungan produksi dalam pertumbuhannya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan yang berlaku di lapangan kekuatan produksi. Yang merupakan kekuatan produksi ialah:
1. Alat-alat produksi.
2. Pengalaman dan kecakapan manusia di lapangan produksi.
Yang menjadi persoalan di lapangan kekuatan produksi ialah kemajuan alat produksi. Yang perlu ditanyakan sekitar kekuatan produksi ialah “ dengan alat-alat apakah manusia menghasilkan kebutuhannya?”
3. ALAT-ALAT PRODUKSI: Secara umum, yang diartikan alat-alat produksi ialah tanah, hutan, sungai, lautan, bahan-bahan tambang, mesin, gedung, pengangkutan darat, laut, dan udara, dan lain-lain. Secara biasa yang diartikan alat-alat produksi itu terbatas kepada perabot-perabot (pesawat) yang dipergunakan oleh manusia untuk menghasilkan kebutuhannya seperti waluku, traktor, kikir, mesin, bubut, dan lain-lain.
4. A. Perkembangan kekuatan produksi mempengaruhi perkembangan produksi. Pada suatu tingkat, hubungan produksi tidaklah sesuai lagi dengan kemajuan kekuatan produksi dan disanalah hubungan produksi mulai goyang berangsur-angsur tambah ruwet dan selanjutnya dengan mendadak kacau, menjerit menjadi ibu yang melahirkan anak yang berbadan susunan hubungan produksi baru, yang lebih sesuai dengan perkembangan kekuatan produksi.
B. Perkembangan hubungan produksi, yang berpangkal kepada perkembangan kekuatan produksi yang melahirkan beberapa aliran, paham dan keyakinan dalam masyarakat. Aliran, paham dan keyakinan tersebut mendapat pengaruh dikalangan massa, hingga menjadi kekuatan dalam hubungan produksi yang dapat memperlambat atau mempercepat perkembangan hubungan produksi.
5. MASYARAKAT PERSAUDARAAN KUNO (KOMUNISME KUNO)
A. Kekuatan produksi: Alat yang ada semata-mata merupakan alat pelindung pribadi yang tidak dipergunakan dalam produksi, karena memang manusia belum ikut serta dalam produksi. Kalau dikatakan ada produksi, maka pembikinan alat pelindung pribadi itulah satu-satunya produksi yang dibikin oleh masing-masing orang dengan “alat” (kalau boleh dikatakan) yang seadanya saja.
B. Perhubungan produksi: Semua menjadi milik bersama, tidak ada klas, hingga tidak ada pertentangan klas.
C. Corak masyarakat: Persaudaraan yang sederhana.
D. Bentuk kekuasaan: Tidak ada negara.
6. MASYARAKAT PERBUDAKAN
A. Kekuatan produksi:
a. Budak menjadi alat produksi
b. Alat-alat pelindung pribadi sebagian dirubah untuk selanjutnya dijadikan alat-alat produksi yang pertama.
B. Hubungan produksi ;
a. Alat produksi (budak) berpusat di tangan pemilik budak.
b. Klas pemilik budak menindas klas bukan pemilik budak.
C. Corak masyarakat: Pemerasan dan penindasan terhadap golongan rakyat terbanyak.
D. Bentuk kekuasaan: Diktatur pemilik budak yang melahirkan negara dalam tingkatan pertama, yang menjadi alat pemilik budak untuk menindas dan memeras bukan pemilik budak dan para budak.
7. MASYARAKAT FEODALISME:
A. Kekuatan produksi: Alat-alat pertanian dipergunakan serba sederhana.
B. Hubungan produksi:
a. Klas tuan tanah memborong hak milik tanah.
b. Penindasan tuan tanah atas petani miskin dan buruh tani merajalela.
C. Corak masyarakat: Penindasan dan pemerasan terhadapa golongan rakyat terbanyak.
D. Bentuk kekuasaan: Diktatur tuan tanah yang dikenal sebagai kekuasaan raja yang tidak terbatas (monarki absolut). Negara menjadi alat tuan tanah untuk menindas golongan rakyat terbanyak.
8. MASYARAKAT KAPITALISME.
A. Kekuatan produksi: Mesin-mesin modern dipergunakan yang tentu memperhebat kekuatan produksi.
B. Hubungan produksi:
a. Kapitalisme mendorong hak milik atas alat-alat produksi yang serab modern.
b. Kapitalis menindas buruh dan tani.
C. Corak masyarakat: Penindasan dan pemerasan terhadap golongan rakyat terbanyak.
D. Bentuk kekuasaan:
a. Diktatur kapitalis yang berbentuk kerajaan yang terbatas (monarki konstitusionil)
b. Diktatur kapitalis yang berbentuk Republik (borjuis)
c. Dikatatur kapitalis ini lazim dikenal sebagai demokrasi atau lebih lengkap demokrasi borjuis, (diktatur kapitalis yang tidak terang-terangan).
d. Negara menjadi alat kapitalis untuk menindas golongan rakyat mayoritas.
9. SEKARATNYA KAPITALISME (FASISME).
A. Kekuatan produksi: Mesin-mesin modern.
B. Hubungan produksi: Pemusatan milik alat-alat produksi sudah sampai pada puncaknya, beserta penindasan dan pemerasan buruh dan tani yang benar-benar mengerikan.
C. Corak masyarakat: Teror terhadap organisasi-organisasi buruh dan tani khususnya dan orang-orang progresif umumnya.
D. Bentuk kekuasaan: Diktatur kapitalis yang terang-terangan. Negara menjadi dan dijadikan alat kapitalis untuk memperpanjang hidupnya.
10. SOSIALISME DI NEGERI PERTANIAN (AGRARIA)
A. Kekuatan produksi: Kegiatan ke arah industrialisasi yang menempuh jalan mekanisasi (serba mesin modern). Alat-alat kuno ditinggalkan untuk mengejar alat-alat baru.
B. Hubungan produksi: Di samping milik masyarakat atas alat-alat produksi masih ada milik perseorangan atas alat-alat produksi (terbatas kepada kapitalis dan tenaga-tenaga nasional yang anti modal penjajah).
C. Corak masyarakat:
a. Penindasan terhadap klas tuan tanah, modal penjajah serta komprador (kapital nasional yang menjadi antek modal penjajah)
b. Persaudaraan nasional yang luas di antara semua rakyat yang anti modal penjajah.
D. Bentuk kekuasaan: Republik rakyat sebagai rangka diktatur demokrasi rakyat, yang berhaluan demokrasi terhadap golongan-golongan progresif kerakyatan tetapi bersikap diktatur terhadap golongan yang anti persaudaraan nasional yang luas, diktatoris terhadap golongan pemecah dan perusak yang menjadi (kaki tangan) tuan tanah, komprador dan modal penjajah. Negara menjadi alat untuk membela kepentingan dan kebutuhan golongan rakyat mayoritas.
11. SOSIALISME DINEGERI PERINDUSTRIAN
A. Kekuatan Produksi: Mesin-mesin modern.
B. Hubungan produksi:
a. Alat-alat produksi menjadi milik masyarakat.
b. Barang siapa menolak pekerjaan (tidak mau bekerja) ialah tidak makan.
c. Semua bekerja sesuai dengan kecakapannya dan menerima sesuai dengan jasanya.
C. Corak masyarakat:
a. Penindasan oleh kaum pekerja terhadap klas tuan tanah dan kapitalis
b. Persaudaraan golongan rakyat mayoritas.
D. Bentuk kekuasaan: Diktatur proletar dalam rangka Republik Rakyat Sosialis. Negara di tangan pekerja menjadi alat untuk membela kepentingan dan kebutuhan golongan rakyat mayoritas dan tidak ragu melakukan penindasan yang tegas terhadap anasir-anasir perusak milik masyarakat.
12. MASYARAKAT PERSAUDARAAN MODERN (KOMUNISME MODERN)
A. Kekuatan produksi: Mesin-mesin hyper-modern
B. Hubungan produksi:
a. Tidak ada klas, dan dengan sendirinya tidak ada pertentangan klas.
b. Semua bekerja sesuai dengan kecakapannya dan menerima sesuai kebutuhannya
C. Corak masyarakat: Persaudaraan modern.
D. Bentuk kekuasaan: Negara hilang artinya politiknya, lenyapnya yang menindas, tinggal berlaku sebagai adminitrasi persaudaraan modern.
13. Keadaan disekitarnya, panas, dingin, kemewahan, kelaparan, penyakit, bencana, dan lain-lain memaksa manusia berpikir. Pada tingkat pertama pikiran manusia mencari jalan dan alat penangkis bencana, pelindung pribadi. Berangsur-angsur alat pelindung pribadi dirubah dan dipergunakan sebagai alat produksi. Perbaikan alat produksi terus dicapai dan demikianlah manusia menjadi faktor yang penting dari kekuatan produksi. Dengan tercapainya kekuatan produksi baru, manusia merubah cara produksinya dan begitu berubahlah hubungan produksi tersebut.
14. Manusia menghasilkan, tidak semata-mata untuk menghasilkan, melainkan untuk membagi penghasilan itu. Makin bertambah kekuatan produksi, makin bertambah pula sifat umum dari produksi itu, makin tampaklah kepincangan dalam distribusi yang lambat-laun melahirkan kontradiksi yang bersifat perlawanan terhadap hubungan produksi yang ada. Sifat umum yang nampak pada kekuatan produksi yang berkembang, mendesak adanya hubungan produksi yang mengutamakan milik umum atas alat-alat produksi. Teori-teori perbaikan dan perubahan distribusi milik umum atas alat-alat produksi patut dicari sekitar kedudukan hak milik atas alat-alat produksi, hingga teori tersebut benar-benar dapat berurat dalam hubungan produksi, berpengaruh dikalangan massa untuk selanjutnya menjadi kekuatan dalam masyarakat yang melahirkan hubungan produksi yang sesuai dengan perkembangan kekuatan produksi.
Hanya hak milik umum (masyarakat) atas alat-alat produksi yang dapat dijadikan basis distribusi yang mengutamakan kepentingan dan kebutuhan umum (masyarakat).
Ulangan:
a. Perkembangan kekuatan produksi makin menampakkan sifat umum (masyarakat) dari produksi.
b. Sesuai dengan perkembangan kekuatan produksi makin dirasa keharusan hubungan produksi yang mengutamakan kepentingan dan kebutuhan umum (masyarakat).
c. Hak milik umum (masyarakat) atas alat-alat produksi menjadi keharusan hubungan produksi yang mengutamakan kepentingan dan kebutuhan umum (masyarakat) sesuai dengan kekuatan produksi yang bersifat umum.
15. Kesimpulan: Hak milik umum (masyarakat) atas alat-alat produksi bukanlah persoalan keadilan semata, melainkan sudah menjadi keharusan sejarah, yang berurat-akar kepada perkembangan kekuatan produksi. Selama manusia masih mempunyai kepentingan dan kebutuhannya, selama manusia masih menghasilkan kebutuhannya, selama produksi tidak berhenti dan terus berkembang sesuai dengan kodratnya. Tidak boleh disangsikan, akhirnya alat-alat produksi pasti dan tentu menjadi milik umum dan pada hari, tanggal dan detik itu mulailah lembaran baru dalam sejarah hidup dan penghidupan manusia. Kebodohan, sikap masa bodoh dan kelengahan buruh dan rakyat pekerja dapat menjadi bahan kekuatan yang memperlambat perubahan hubungan produksi, sedangkan kecerdasan, kesadaran dan kegiatan buruh dan rakyat pekerja memberi kekuatan yang mempercepat perubahan produksi tersebut.
PERTANYAAN:
1. Berapa model hubungan produksi yang sudah kita kenal dalam sejarah? Coba bentangkan tiap-tiap model tersebut !
2. Yakinkah saudara bahwa alat-alat produksi itu akhirnya jatuh menjadi milik umum (masyarakat)? Coba terangkan alasannya
1. Tenaga manusia yang disumbangkan dalam produksi disebut tenaga kerja. Gerak-gerik tenaga kerja disekitar produksi dan distribusi disebut kerja. Hasil karya yang hanya untuk keperluan sendiri (pribadi) disebut hasil biasa. Hasil kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat umumnya diberi nama barang. Ketentuan istilah ini perlu diperhatikan sekedar untuk mempermudah pembagian persoalan.
2. Hasil biasa yang tidak berpengaruh dalam hubungan produksi, tetapi sebaliknya komoditas menjadi persoalan langsung dalam hubungan produksi . Komoditas dibutuhkan masyarakat umumnya hingga bercampurlah komoditas satu sama lainnya. Dalam percampuran berlaku pertukaran antara komoditas satu dengan komoditas lain. Nilai tukar (selanjutnya disebut nilai) perlu ditentukan. Timbullah persoalan apa yang patut dijadikan ukuran untuk menetapkan nilai dari komoditas tersebut?
3. Komoditas tidak dapat dipisahkan dari karya. Dalam tiap-tiap komoditas ada sejumlah karya. Karya ialah bahan sosial dari tiap-tiap barang. Nilai barang diukur dengan karya yang ada pada komoditas itu. Dibutuhkan sekarang ukuran untuk menetapkan jumlah karya yang ada pada tiap-tiap komoditas. Jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang dapat dijadikan alat pengukur kerja.
4. Sikap pemalas yang sengaja bekerja lambat guna memperpanjang jumlah jam kerja tidak boleh dijadikan ukuran dan alasan untuk mempertinggi nilai komoditas. Sikap pemalas ialah sikap a-sosial (memusuhi masyarakat) yang mencairkan karya menjadi bahan sosial dari tiap-tiap komoditas. Maka perlulah dijelaskan di sini, bahwa yang dimaksudkan dengan karya ialah kerya yang mutlak yang diperlukan untuk membuata komoditas tersebut. Dalam karya yang mutlak di samping kegiatan tersimpul kecakapan dan pengalaman yang layak, yang dibutuhkan untuk menjadikan komoditas. Baiklah karya yang mutlak kita sebut karya sosial.
5. Perbaikan alat-alat produksi, ditambah lagi dengan syarat-syarat alam (kesuburan tanah, kekayaan tambang dan lain-lain) menambah faedah dari tenaga kerja, yang dengan sendirinya mengurangi karya untuk menjadikan komoditas yang sama jumlah dan jenisnya. Dengan demikian turun pula nilai dari komoditas tersebut. Kekurangan alat-alat produksi, ditambah lagi keadaan alam yang serba susah mengurangi faedah dari tenaga karya yang dengan sendirinya menambah karya untuk menjadikan komoditas yang sama jumlah dan jenisnya. Dengan demikian bertambah pula nilai dari komoditas tersebut.
6. Di samping nilai asli dari tiap-tiap komoditas diukur dengan jumlah kerja yang ada pada komoditas tersebut, maka ada nilai lain ialah nilai pasar yang lebih dikenal sebagai harga (pasar). Nilai barang diperhitungkan dengan mengingat syarat-syarat produksi (keadaan lam, alat-alat produksi, kecakapan dan pengalaman), sedangkan harga (pasar) dari komoditas diperhitungkan dengan tidak memperdulikan syarat-syarat produksi. Harga pasar berlaku buat semua barang yang sejenis dan sama jumlahnya dengan tiada meperhatikan perbedaan syarat-syarat produksi. Demikianlah harga pasar turun naik, kadang-kadang di bawah nilai asli.
7. Pasang surutnya harga ditentukan oleh tolak angsurnya penawaran dan permintaan. Dimana banyak ditawarkan komoditas, sedangkan permintaan berkurang, disanalah harga pasar turun dan sebaliknya, dimana permintaan banyak, sedangkan penawaran berkurang, disanalah harga pasar naik. Dimana alat-alat produksi sudah menjadi milik masyarakat, disana tidak dihasilkan untuk pasar, melainkan untuk kebutuhan masyarakat, disana pasar mendekati kepentingan umum hingga tolok ukurnya penawaran dan permintaan itu dapat berubah dalam pembagian daerah produksi dan distribusi, disanalah pasar semata-mata merupakan kesempatan untuk pertukaran yang sehat. Dimana alat-alat produksi belum menjadi milik masyarakat disanalah semua hasil dihasilkan untuk kebutuhan pasar, disanalah berlaku pasar persaingan, dan tolok ukur penawaran dan permintaan memperjudi karya sosial yang pada suatu tingkat melahirkan ketimpangan “berlebihan untuk pasar”, tetapi kurang untuk masyarakat. Di sinilah karya sosial menjadi karya sial yang dibuang dilaut, dibakar, dan lain-lain, semata-mata hanya menolong harga pasar, sedangkan berjuta pemilik tenaga kerja menggigit jari, hidup dalam kekurangan di tengah hasil kerja (barang-barang) yang amat melimpah tersebut. Karya sosial benar-benar dapat menguntungkan masyarakat, bila barang-barang yang menjadi hasil karya itu juga jatuh di tangan masyarakat dan ini hanya mungkin bila berlaku hak milik masyarakat atas alat-alat produksi. Memang karya sosial perlu ditarik dari pasar persaingan untuk diserahkan kepada masyarakat, dengan ditemukan dengan syarat-syarat produksi yang layak di atas hak milik bersama (masyarakat) atas alat-alat produksi.
PERTANYAAN: Dapatkah terjadi pertemuan karya sosial dan syarat-syarat produksi yang layak di atas hak milik bersama atas alat-alat produksi? Berikan alasannya?
1. Dalam masyarakat dimana belum berlaku hak milik masyarakat atas alat-alat produksi disanalah pemilik tenaga kerja berpisah dan dipisahkan dari alat-alat produksi. Antara pemilik tenaga kerja dan pemilik alat-alat produksi perlu ada perjanjian yang tertentu untuk dapat memulai dengan produksi. Sudah menjadi kenyataan yang tak dapat dibantah lagi, bahwa pemilik tenaga kerja menjual tenaga kerja kepada pemilik alat-alat produksi dan pemilik alat-alat produksi membeli tenaga kerja dari pemilik tenaga kerja. Timbullah sekarang apa yang patut dijadikan ukuran untuk menetapkan nilai dari tenaga kerja itu?
2.Sudah diketahui, bahwa nilai (asli) dari komoditas diukur dengan jumlah kerja yang ada pada komoditas tersebut. Maka patut diketahui, bahwa ukuran inipun berlaku untuk barang yang bernama tenaga kerja. Jumlah kerja yang ada pada tenaga kerja itu menentukan nilai dari tenaga kerja.
3. Tenaga kerja ialah jalan hidup dari emilik tenaga kerja. Jalan hidup ini dibangun dari bahan makan sehari-hari. Jalan hidupinin perlu ada kelanjutannya. Mesin yang rusak atau hancur perlu ada gantinya, demikianlah pemilik tenaga kerja perlu memelihara keturunan yang kelak dapat diajukan sebagai penggantinya dipasar tenaga kerja. Di samping bahan makanan sehari-hari sebagai pembangun laku hidup perlu ada tambahan sebagai pembangunan keturunan. Lain dari itu perlu juga pengeluaran untuk membangun kecakapan, kecerdasan dan lain-lain. Jalan hidup dari manusia benar-benar dapat merupakan tenaga kerja, bila kepada manusia itu dapat dipenuhi kebutuhan hidup mutlak.
4. Jelasnya barang yang bernama tenaga kerja berisi jumlah karya yang terdapat pada kebutuhan hidup yang mutlak. Jadi nilai dari tenaga kerja sama halnya dengan nilai dari kebutuhan hidup yang mutlak.
5. Karena pemilik tenaga kerja menerima uang dari pemilik alat-alat produksi setelah pemilik tenaga kerja menyerahkan hasil kerjanya kepada pemilik alat-alat produksi, maka tampaklah dimata pemilik tenaga kerja seolah-olah uang yang diterimanya itulah harga dari hasil kerja. Padahal pemilik tenaga kerja tidak menjual hasil kerjanya, melainkan semata-mata menjual tenaga kerja. Tenaga kerja dan hasil kerjanya adalah dua hal yang tidak boleh dicampur adukkan.
6. Pemilik alat-alat produksi mendapatkan keuntungan dengan menerima lebih banyak dari tenaga kerja dari apa yang diberikan kepada pemilik tenaga kerja. Sekedar untuk pemulihan tenaga kerja, sekedar untuk mendapatkan kebutuhan hidup mutlak, tidak perlu kiranya pemilik tenaga kerja bekerja lebih dari pada semestinya. Tetapi kalau sesuai dengan waktu yang mutlak dibutuhkan untuk pemulihan tenaga kerja, maka pemilik alat-alat produksi akan mendapatkan keuntungan. Begitulah utnuk mendapatkan keuntungan, pemilik alat-alat produksi berkepentingan menyuruh pemilik tenaga kerja bekerja lebih dari waktu yang mutlak, tidak untuk kepentingan pemilik tenaga kerja, melainkan semata-mata untuk kepentingan pemilik alat-alat produksi.
7. Dengan begitu hasil kerja yang jatuh kepada pemilik alat-alat produksi dibagi menjadi:
a. Kerja yang dibayar
b. Kerja yang tidak terbayar
Kerja yang tidak terbayar ini lazim disebut nilai lebih. Jumlah kerja yang tidak terbayar inilah yang merupakan kekayaan pemilik alat-alat produksi yang diperas dari pemilik tenaga kerja.
8. a. Di zaman kekuasaan tuan tanah, buruh tani sebagai pemulihan tenaga kerja diperkenankan bekerja beberapa hari di atas tanah yang khusus baginya dan beberapa hari lagi diharuskan bekerja di atas tanah milik tuan tanah. Di sinilah tampak dengan jelas pemerasan tuan tanah yang hidup dari jumlah kerja yang tidak terbayar.
b. Di zaman perbudakan, pemilik budak hidup dari jumlah kerja yang tidak terbayar. Hanya saja sang budak yang menerima kebutuhan hidup yang mutlak dari pemilik budak, dan si budak tidak menerima upah, karena ia hidup dalam kondisi dimana budak tidak berdaulat atas dirinya. Sebaliknya buruh, dimasyarakat kapitalis merasa mempunyai kedaulatan pribadi banyak sekali yang khilaf dengan memandang kerja yang tidak terbayar itupun sebagai kerja yang dibayar.
9. Ada cara untuk memperhitungkan persentase keuntungan yang didapat oleh kapitalis dalam usaha pembelian tenaga kerja.
Cara pertama:
Andaikan kapitalis mengeluarkan uang upah Rp. 1.000.000,- Artinya kerja yang dibayar diberi nilai Rp. 100.000,- . Andaikan sekarang, bahwa nilai lebih yang didapat oleh kapitalis dalam hubungan itu juga berjumlah Rp. 100.000,- Artinya kerja yang tidak terbayar mempunyai nilai Rp. 100.000,- . Dengan mengadakan perbandingan antara nilai lebih dengan jumlah nilai pengeluaran untuk upah, maka dapat ditentukan di sini, bahwa keuntungan kapitalis ialah 100 %.
Cara kedua:
Kapitalis mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar upah. Rp. 10.000,-. Kapitalis mengeluarkan untuk bahan-bahan mesin dan lain-lain, uang sejumlah Rp. 900.000,- . Jumlah pengeluaran kapitalis ialah Rp. 1.000.000,-. Nilai lebih yang didapat kapitalis ialah Rp. 100.000,-. Dengan membandingkan nilai lebih dengan jumlah pengeluaran seluruhnya, maka keuntungan kapitalis ialah 10%.
Cara yang pertama lebih menunjukkan dengan jelas adanya pemerasan atas tenaga buruh, karena semata-mata memperbandingkan antara kerja yang tidak terbayar dengan kerja yang dibayar. Sebelum alat-alat produksi menjadi milik masyarakat, maka cara yang kedua ialah kesempatan yang baik sekali bagi kapitalis untuk menyembunyikan rahasia pemerasan.
10. Kapitalis membagi alat-alat produksi pada dua bagian yaitu:
a. Alat-alat produksi yang tetap, ialah mesin, bahan baku, dan lain-lain
b. Buruh
Di negeri kapitalis yang sudah maju modal kapitalis berkembang amat pesat, lebih pesat dari perkembangan jiwa penduduk, tetapi anehnya nilai penghidupan kaum buruh di negeri itu tidaklah tampak kemajuan yang seimbang dengan kemajuan modal. Sebab tidak lain karena sebagian besar dari nilai lebih dipakai untuk menambah alat-alat produksi yang tetap, yang sudah tentu memperlipatganda kekuatan produksi yang sayangnya tidak untuk kebutuhan masyarakat, melainkan untuk pasar. Kepentingan penduduk umumnya, buruh khususnya amat diabaikan.
11. Makin besar kekuatan produksi bukanlah makin berkurang pemerasan yang dilakukan oleh kapitalis, melainkan makin ganas, karena makin tambahlah nilai lebih, kerja yang tidak terbayar, malah makin keras tekanan modal untuk mendesak buruh kegaris permukaan hidup yang serendah-rendahnya. Tetapi semuanya itu ada batasnya. Adapun batas yang jelas ialah teriakan buruh “ sampai di sini tuan, jangan sampai berlanjut”. Tidak salah bila dikatakan, bahwa kapitalis melahirkan pahlawan anti kapitalis dan bahwa kapitalisme telah menggali liang kuburnya sendiri.
PERTANYAAN:
1. Dimanakah persamaan dan perbedaaan antara budak dan buruh?
2. Perlu atau tidak dalam masyarakat sosialis bekerja lebih dari waktu yang mutlak dibutuhkan untuk peulihan tanga kerja?
1. Secara populernya, modal sering sekali diartikan orang sebagai pokok. Demikian dipakai istilah orang sebagai berikut:
- Dengan modal bambu runcing kita rebut kemerdekaan kita.
- Kita mulai membuka perusahaan baru dengan modal dua juta.
Maka untuk menghasilkan sesuatu barang, kita membutuhkan alat-alat penghasilan (alat-alat produksi). Untuk dapat memiliki hasil pekerjaannya, orang harus memiliki alat-alat penghasilan yang dibutuhkan. Alat-alat penghasilan ialah pokok untuk dapat memiliki hasil pekerjaan (hasil kerja). Alat-alat penghasilan ialah modal untuk dapat memiliki hasil pekerjaan. Alat-alat penghasilan yang disebut modal ini sekarang hanya dimiliki oleh segelintir orang yang disebut kaum modal (modal ialah salinan dari istilah kapital). Kaum modal ialah kaum kapitalis. Masyarakat kemodalan ialah masyarakat kapitalis.
2. Alat-alat produksi dalam masyarakat kapitalis dapat dijual dan dibeli. Begitulah uang sebagai alat penukar dan pengukur harga, akhirnya seringkali dipandang sebagai modal. Uang setengahnya ditanam di Bank, setengahnya lagi ditanam dalam industri yang akhirnya mempersatukan perkembangan Uang dan alat-alat produksi yang berangsur-angsur mencampur luluhkan modal bank dan modal industri. Persetubuhan modal bank dan modal industri ini dikenal dengan nama finance-capital (modal finans) yang membelanjai pertanian, perdagangan, dan perindustrian dunia.
3. Perkembangan uang dan alat-alat produksi dalam masyarakat telah melahirkan badan-badan besar yang berlaku sebagai orang. Begitu kaum modal dan badan-badan kemodalan itu ialah dua hal yang berhubungan. Badan-badan kemodalan tersebut ialah kapal tempat kaum modal menumpang., malahan benteng dibelakang kaum modal berlindung. Badan-badan kemodalan yang berlaku sebagai orang bergerak terus menurut sifat dan kodrat kaum mmodal sebagai orang dan badan kemodalan sebagai badan.
4. Dalam susunan masyarakat kapitalis, kaum kapitalis berkuasa. Negara dan susunan masyarakat kapitalis menjadi alat kapitalis untuk menindas kaum proletar. Dengan kekuasaan negara, kapitalis dalam masyarakat kapitalis, memisahkan kaum proletar dari hasil pekerjaannya. Dengan pemisahan tersebut kapitalis memperoleh nilai lebih, ialah hasil tenaga buruh yang tidak terbayar. Dengan jalan penghisapan tenaga buruh, kapitalis memaksa buruh semata-mata menjadi alat untuk melipat-gandakan modal.
5. Dalam masyarakat kapitalis, proletariat menghadapi:
a. Kaum kapitalis yang berkuasa.
b. Negara yang menindas.
c. Badan-badan kemodalan yang memeras.
d. Kebodohan kaum proletar sendiri yangsangat menggangu.
Empat titik kekuasaan di atas itu semuanya serentak menghisap tenaga buruh. Jumlah dari sifat, hubungan dan kodrat didalam dan di antara empat titik kekuasaanya di atas tersebut melahirkan hubungan masyarakat (social relation) dimana dada buruh tertusuk dan tenaga buruh terhisap. Hubungan masyarakat ini (yang dihadapi oleh buruh dan tenaga buruh ) secara dalam dan luas dinamakan modal. Hanya saja bila modal yang tak dimiliki oleh buruh itu dimaksud alat-alart produksi yang dibutuhkan sebagai pokok untuk dapat memiliki hasil pekerjaan, maka modal yang dihadapi oleh proletar, ialah hubungan masyarakat yang memisahkan proletar dengan hasil pekerjaannya.
6. Bila kaum buruh berkuasa sudah tentu kaum buruh akan mempertegak kekuasannya dengan jalan mengatur masyarakat menurut dasar-dasar perekonomiannya. Dengan jatuhnya modal manjadi milik umum sudah tentu kita tidak bermaksud untuk mengoper segala keburukan yang ada pada modal, melainkan keburukan dari modal yang lahir karena sifat perseorangannya justru akandihapus dan dihapuskan dengan terbukanya lembaran baru dalam sejarah hubungan produksi, ialah berlakunya hak milik masyarakat atas alat-alat produksi dengan segala sifat kemasyarakatannya.
Modal di tangan proletar pasti berangsur-angsur kehilangan sifatnay yang menindas dan memeras kaum buruh, tetapi daya yang selalu maju dan berlipat ganda itu tetaplah kita butuhkan.
PERTANYAAN:
1. Apa faedahnya modal itu dimasyarakatkan?
2. Apa modal itu?
I. A. PENGANGGURAN DAN PERANG MERAJALELA DALAM MASYARAKAT KAPITALIS. 1. Masyarakat kapitalis ialah gudang pengangguran, karena produksi kapitalis tidak teratur dan tidak diatur untuk masyarakat. Produksi berjalan menurut kehendak pemilik alat-alat produksi ialah segelintir kapitalis yang tidak memperdulikan kepentingan dan kebutuhan golongan rakyat mayoritas. Mata kapitalis hanya terbuka untuk pasar. Sekalipun perhatian kapitalis semata-mata untuk pasar, tetapi kapitalis tidak mampu menaksir kekuatan pasar. Cara produksi kapitalis serampangan (anarkis), bersaing dan berlomba menghasilkan barang sebanyak-banyaknya yang dikira sangat laku dipasar. Barang yang disangka laku itu karena menjadi perlombaan produksi tahu-tahu sudah terlalu membanjiri pasar. Inilah yang dikatakan oleh kapitalis produksi lebih) (lebih untuk pasar, tetapi masih banyak dan kurang untuk masyarakat). Produksi lebih yang diartikan hanya untuk pasar itu menjadi sumber sebab pengangguran. 2. Akibat produksi lebih, kapitalis mencoba menolong harga pasar dengan merusak barang-barang yang berlebih dipasar itu. Dengan merusak barang-barang kapitalis tidak pernah rugi, karena harga barang-barang yang dirusak itu dapat tertutupi dengan menjual barang yang masih ada itu dengan tambahan harga barang-barang yang sudah dirusak. Tetapi kekuatan pembeli ada terbatas, hingga permainan “rusak barang-barang” tidaklah dapat diteruskan. Kapitalis terpaksa mengurangi kekuatan produksi dan mengurangi jumlah buruhnya. Di sinilah lahir pengangguran. 3. Makin banyak pengangguran, makin lemahlah tenaga pembeli, makin sulitlah bagi kapitalis untuk menjual barangnya, makin terpaksalah kapitalis menutup pabriknya alias makin tambah pengangguran. Di sinilah produksi kapitalis berada di antara hidup dan mati (dalam keadaan krisis). Dalam keadaan semacam itu, bila kaum buruh belum siap untuk merobohkan kekuatan kapitalis, maka kapitalis ada kesempatan untuk membelokkan kaum buruh yang menganggur untuk memperkuat alat negara masuk dalam polisi dan tentara untuk memberantas kekeruhan dan kekacauan. Selanjutnya berangsur-angsur kapitalis berkesempatan menarik buruh dalam industri perang. II. MASYARAKAT KAPITALIS ADALAH GUDANG KEMELARATAN BAGI PEMILIK TANAGA KERJA. Dalam masyarakat kapitalis orang bekerja lebih dari waktu yang mutlak dibutuhkan untuk pemulihan tenaga kerja, tidak untuk dirinya, melainkan untuk kepentingan kapitalis. Kerja lebih yang tidak terbayar ini merupakan nilai lebih yang menjadi sumber kekayaan kapitalis. Dengan demikian tidak mungkin masyarakat kapitalis memakmurkan kaum pekerja sebagai pemilik tenaga kerja.
III. MASYARAKAT KAPITALIS MERUSAK PENEMUAN BARU. Pengetahuan dalam masyarakat kapitalis tidak lain dari pada: 1. Alat memperlipat ganda produksi untuk perebutan pasar. 2. Alat untuk merebut dan mempertahankan pasar dan sumber bahan produksi kapitalis. Demikian penemuan baru yang dapat memperlipatgandakan kekuatan produksi yang sekiranya dapat mengakibatkan produksi perlu dihancurkan. Kemajuan mesin dalam masyarakat kapitalis pun dirasa buruh sebagai musuh, karena mesin dipandang sebagai sumber sebab pengangguran. Daripada mempergunakan penemuan-penemuan baru untuk menambah kekuatan produksi yang dapat melahirkan produksi lebih si kapitalis lebih mengutamakan penemuan baru untuk perbaikan senjata pembunuh manusia sebagai alat yang keji dan kejam untuk merebut dan mempertahankan sumber bahan dan pasar produksi kapitalis. Dalam masyarakat kapitalis orang dibuat sebagai pembantu mesin. IV. HAK MILIK DALAM MASYARAKAT KAPITALIS. Dalam masyarakat kapitalis berlaku hak milik perseorangan atas: 1. Alat-alat produksi. 2. Barang-barang biasa (pakaian, buku, perabotan rumah, gamelan dan lain-lain).
V. PERKEMBANGAN BUDI LUHUR DALAM MASYARAKAT KAPITALIS SELALU MENEMUI HALANGAN. Pelacuran, penipuan, korupsi, perampokan, pencurian, perjudian, minum, dan lain-lain, merajalela dalam mayarakat kapitalis. Ketimpangan dalam masyarakat kapitalis sulit untuk diberantas, karena pemilik tenaga kerja yang mati-matian bekerja justru hidup melarat di tengah kekayaan yang ada. Kalau perut lapar, pakaian kurang, gaji tidak cukup, kecakapan lain tidak ada, sungguh berat bagi wanita untuk bertahan dengan tidak menjual kehormatannya. Kalau keadaan memaksa dan orang payah dalam penghidupannya, tidak mungkin menolak kesempatan yang ada, untuk melakukan penipuan, korupsi, mencuri. Perjudian sengaja dihidupkan oleh kapitalis agar lebuih mudah memajukan penekanan terhadap buruh dan rakyat pekerja yang tidak berdaya. VI. KEBUDAYAAN DALAM MASYARAKAT KAPITALIS MENJADI BARANG DAGANGAN. 1. Perbedaaan yang jelas antara manusia dan binatang ialah bahwa manusia membuat alat-alat produksi, sedangkan binatang tidak. Dari alat-alat produksi dapat diketahui nilai berpikir manusia dan dari cara produksi dapat diselami cara berpikir manusia. 2. Dalam masyarakat dimana alat-alat produksi masih sederhana, disana sederhana pula nnilai berpikir manusia. Dalam masyarakat dimana cara produksi didasarkan pada monopoli perseorangan (pemilik budak, tuan tanah, kapitalis) atas alat-alat produksi maka cara berfikir manusiapun sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat perseorangan (individualistis). 3. Jumlah ide (cita) dalam masyarakat, sebagai bayangan dari dasar produksi yang berlaku dalam masyarakat, disebut kebudayaan. 4. Produksi kapitalis melayani pasar. Sebagai bayangan dari produksi kapitalis, kebudayaan dalam masyarakat kapitalis menjadi barang dagangan. Pendidikan, kesehatan, pengetahuan, kecakapan harus dibeli. Semua harus dibeli. Barang siapa yang tidak mampu membeli dia tidak berhak menerima dan memiliki kebudayaan. Dia akan menjadi orang yang bodoh, hina, dan nista dalam segala-galanya. Memang kebudayaan dalam masyarakat kapitalis terbatas kepada golongan yang berpunya ( kaum yang punya duit). |
I. A. MASYARAKAT SOSIALIS TIDAK MENGENAL PENGANGGURAN. Produksi dalam masyarakat sosialis berjalan teratur menurut kehendak pemilik alat-alat produksi ialah masyarakat. Karena hak milik masyarakat berlaku atas alat-alat produksi, dengan begitu diutamakanlah kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Produksi berlaku untuk masyarakat. Kekuatan produksi yang ada perlu ditambah dan dikerahkan untuk menambah nilai hidup kaum yang bekerja dan menambah kekayaan masyarakat. Perimbangan antara produksi dan distribusi dikejar dengan penuh tanggungjawab dan kegiatan. Segenap tenaga dibutuhkan. Bukanlah di sini tenaga mencari pekerjaan melainkan sebaliknya pekerjaan untuk masyarakat yang banyak tertimbun untuk mencari tenaga. Pengangguran dimasyarakat sosialis tidak ada. B. Masyarakat sosialis tidak butuh perang. Produksi kapitalis yang berdasarkan milik perseorangan atas alat-alat produksi melahirkan perebutan sumber bahan dan pasar untuk kepentingan perseorangan dengan menyeret ribuan rakyat yang tak berdosa dalam api peperangan. Produksi sosialis yang berdasarkan milik umum atas alat-alat produksi melahirkan pembagian pekerjaan masyarakat guna menjalani kebutuhan masyarakat yang sangat banyak. Perang merugikan masyarakat, Oleh karena itu masyarakat sosialis menolak peperangan. Perang bagi produksi kapitalis ialah puncak dari krisis produksi kapitalis, perang ialah percobaan kapitalis untuk memperpanjang hidupnya. Perang dalam masyarakat kapitalis ialah keharusan yang perlu ditempuh. Sebaliknya perang bagi masyarakat sosialis ialah bahaya yang mengancam keamanan milik masyarakat. Perang bagi masyarakat kapitalis ialah penyakit yang tumbuh dari dalam masyarakat kapitalis itu sendiri, sedangkan perang bagi masyarakat sosialis ialah bahaya yang datang dari masyarakat kapitalis yang mencoba mengembalikan kekuasaan kapitalis. Selama di dunia ini masih ada kaum kapitalis yang berkuasa, selama itu pula di dunia masih ada bahaya peperangan dan selama itu pula masyarakat sosialis terpaksa selalu bersiap-siap menangkis penyerangan imperialis. Sosialisme menolak perang imperialisme, tetapi sosialisme tidak ragu mempertahankan hak milik masyarakat dalam satu perang anti imperialis. II. MASYARAKAT SOSIALIS ADALAH GUDANG KEMAKMURAN BAGI PEMILIK TENAGA KERJA.
Dalam masyarakat sosialis, dimana modal sudah dimasyarakatkan orang bekerja lebih dari waktu yang mutlak dibutuhkan untuk pemulihan tenaga kerja, tidak untuk si kapitalis, tetapi untuk kepentingan masyarakat. Kerja lebih ini melahirkan nilai lebih yang menjadi kekayaan umum yang: 1. Menambah nilai hidup pemilik tenaga kerja. 2. Menambah kekayaan masyarakat. Di sini hilanglah sifat perseorangan dari modal yang memeras, malahan tampak sifat kemasyarakatannya, tetapi daya penggeraknya yang selalu berlipat ganda tetaplah berlaku dan dibutuhkan,.
II. MASYARAKAT SOSIALIS MEMUPUK PENEMUAN BARU. Masyarakat sosialis tidak takut kepada produksi lebih. Masyarakat sosialis mengejar perimbangan antara produksi dan distribusi di segala lapangan. Penemuan barupun cepat dipergunakan untuk kepentingan masyarakat. Makin cepat dipergunakan penemuan baru itu, makin berfaedahlah bagi masyarakat. Demikianlah masyarakat sosialis. Buruh yang dalam masyarakat sosialis bergelar pekerja alias kaum yang bekerja, tidak perlu merasa kwatir dan bersikap cemburu terhadap penambahan dan perbaikan mesin-mesin yang amat menguntungkan itu. Dalam masyarakat sosialis mesin-mesin menjadi pembantu manusia. IV.HAK MILIK DALAM MASYARAKAT SOSIALIS. A. Dalam masyarakat sosialis berlaku hak milik masyarakat atas alat-alat produksi. Adalah dua bentuk milik masyarakat, yaitu: 1. Milik negara 2. Milik koperasi B. Dalam masyarakat sosialis masih berlaku milik perseorangan atas barang-barang biasa (pakaian, buku, perabot rumah tangga, gamelan, dan lain-lain. V. MASYARAKAT SOSIALIS MEMBUKA KESEMPATAN YANG LUAS BAGI PERKEMBANGAN BUDI YANG LUHUR. Dalam masyarakat sosialis tidak ada pengangguran. Semua orang bekerja menurut kecakapan dan menerima sesuai dengan jasanya. Barang siapa tidak bekerja ialah tidak makan. Masyarakat sosialis ialah gudang kemakmuran bagi pemilik tenaga kerja. Nilai penghidupan pemilik tenaga kerja meningkat dan ditingkatkan. Sungguh tidak perlu pelacuran, korupsi, permapokan dan pencurian. Perkembangan kekuatan produksi sosialis tidak terganggu, berkembang secara bebas dan teratur sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kekayaan masyarakat bertambah, kebudayaan masyarakat makin meningkat. Taman-taman bacaan, pesanggrahan, tempat olahraga dan lan-lain tempat kesukaan dan istirahat serta menambah pengetahuan cukup tersedia. Sungguh tidak perlu ada rintangan waktu seperti penjudian dan minuman yang merusak kesehatan. Berdiri di tengah-tengah masyarakat yang memancarkan kemajuan, kemakmuran, dan persaudaraan yang tidak terhingga, lambat laun “rasa aku” pasti dan tentu berubah menjadi “rasa kita”. Disanalah penipuan tidak lagi berdasar. VI. KEBUDAYAAN DALAM MASYARAKAT SOSIALIS MERATA DAN MENINGKAT DAN MERATA. 1. Sebagai bayangan dari produksi yang berdasarkan milik masyarakat atas alat-alat produksi, kebudayaan dalam masyarakat sosialis menjadi milik umum. Dan sepadan dengan kekuatan produksi, meratalah kemakmuran dalam masyarakat. Dan sesuai dengan meratanya kemakmuran, merata dan meningkat pula kebuidayaan dikalangan golongan rakyat mayoritas. 2.Sekolah-sekolah dapat dbuka untuk golongan rakyat mayoritas dengan gratis (tidak perlu membayar), dari sekolah tingkat dasar sampai sekolah tingkat tinggi. Para seniman mendapatkan penghargaan sepantasnya, tidak perlu terlantar dan memendam bakatnya, asalkan memang benar-benar menjadi seniman tenaga kerja yang memajukan milik masyarakat. Pengetahuan, kecakapan, dan lain-lain yang patut dimiliki oleh manusia dewasa dan terhormat merata dan diratakan, meningkat dan ditingkatkan. Musuh sosial yang terbesar ialah kebodohan yang akan diberantas sampai akar-akarnya. Bersama dengan deru mesin yang menjadi milik umum memancar dan meresaplah ilmu bukti dikalangan rakyat mayoritas dan lenyaplah perasaan rendah, tidak mampu kuatir, takhayul dan lain-lain, yang menyesatkan. Kebudayaan menjadi milik dan pusaka golongan rakyat mayoritas. |
PERTANYAAN:
1. Antara dua masyarakat, yakni masyarakat kapitalis dan sosialis, manakah yang saudara pilih? Berikan alasannya?
2. Apa saja yang telah anda lakukan untuk menyambut masyarakat baru tersebut? Saya harap jangan membikin laporan palsu. Jawab dengan penuh kejujuran, kejujuran terhadap kaum buruh dan rakyat pekerja.
1. Revolusi Perancis yang kita masukkan ini adalah revolusi borjuis demokratik Perancis yang berkobar pada tahun 1789. Kelas borjuis tampil ke depan sebagai pelopor revolusi anti feodalisme. Itulah sebabnya revolusi tersebut kita sebut revolusi borjuis demokratik. Lawan dari revolusi borjuis demokratik tersebut ialah kaum tuan tanah yang memegang kekuasaan pada waktu itu.
2. Kaum tuan tanah Perancis pada waktu itu diwakili oleh raja, pangeran-pengeran, dan keluarganya serta para Pendeta Katolik yang banyak memiliki tanah-tanah besar. Buruh tani, warga miskin baik dikota maupun didesa sangat sengsara hidupnya. Para borjuis merasa kurang mendapatkan kebebasan untuk mengembangkan perusahaan-perusahaannya. Tanah dan daerah yang dijadikan pusat perusahaan itu dikuasai penuh oleh raja dan Para Pendeta Katolik yang tidak segan-segan memajukan peraturan aneka ragam sebagai sumber dan alasan pemerasan yang sah untuk kepentingan dan kebutuhan tuan tanah yang dalam prakteknya menghambat dan mempersulit perkembangan modal borjuis.
3. Ketegangan klas dan kecerdasan klas ada pada borjuis Perancis. Borjuis Perancis sadar, bahwa dia tidak mampu menghadapi kaum tuan tanah dengan sendirian. Borjuis membutuhkan buruh tani dan warga miskin, baik dikota maupun didesa. Untuk memikat para buruh tani dan tani miskin, kaum borjuis menyokong dan membenarkan perampasan (penyitaan) tanah milik tuan-tuan tanah untuk dibagikan dikalangan rakyat tani. Untuk dapat menarik warga miskin, dijanjikan barang-barang industri yang murah dan pengendalian harga. Borjuis Perancis bersama buruh tanni dan warga miskin menggalang front rakyat untuk menumbangkan kekuasaan tuan tanah yang berbentuk kerajaan.
4. Program front rakyat yang dipelopori oleh borjuis sebagai gabungan kekuatan untuk meruntuhkan kekuasaan tuan tanah dapat diringkas seperti di bawah ini:
EKONOMI
a. Kemerdekaan usaha bagi borjuis
b. Pembagian tanah bagi rakyat tani
c. Harga barang yang murah bagi petani
POLITIK
a. Mendirikan Republik di atas reruntuhan kerajaan Perancis
b. Menyusun Parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) sebagai pembantu undang-undang.
SOSIAL
Kemerdekaan berpikir, bersuara dan menulis.
Semboyan front rakyat yang dikenal ialah “kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan”.
5. Front rakyat berhasil merebut kekuasaan. Kaum borjuis yang mempelopori front rakyat itu segera mulai merenggangkan hubungan dengan buruh tani dan warga miskin. Selagi buruh tani dan warga miskin ramai-ramai membagi tanah dan membalas dendam terhadap raja, Pendeta dan pengikutnya, kaum borjuis menggunakan kesempatan tersebut untuk membentuk undang-undang yang dapat menjamin kekuasaan kaum borjuis dipemerintah dan perlemen. Misalnya ditentukan, bahwa tidak sembarang orang boleh duduk dalam parlemen. Hanya kepada orang yang mempunyai penghasilan yang pantas diperbolehkan menjadi anggota parlemen. Demikianlah sebagai pelopor front rakyat kaum borjuis berhasil merebut kursi sebanyak-banyaknya dipemerintahan dan parlemen. Kemudian dengan berlindung di bawah hukum yang disusun oleh kaum borjuis sendiri yang dipaksakan kepada seluruh rakyat yang sedang dimabukkan oleh revolusi, dan umumnya tidak memperdulikan serta main tulis dibelakang meja, kaum borjuis berhasil dan dapat membuktikan kepada rakyat adanya kenyataan kekuasaan kaum borjuis dalam Republik Perancis yang dibangun dengan darah rakyat.
6. Dengan pentung raksasa negara ditangannya, kaum borjuis sekarang mempunyai perlindungan hukum yang sah untuk mengembangkan modal dengan penuh kebebasan. Modal borjuis subur dan begitu tersusun dasar-dasar kapitalisme yang tidak lama kemudian meningkat menjadi imperialisme.
7. Warga miskin tak lama kemudian merasakan, bahwa pengendalian harga dan kebutuhan harian murah yang banyak dijanjikan oleh borjuis itu terbukti omong kosong belaka. Banyak warga miskin terpaksa meninggalkan alat-alatnya yang sederhana untuk selanjutnya menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis. Dengan terpisahnya warga miskin dari alat-alat produksi yang sebelumnya menjadi miliknya, sekarang warga miskin tidak lagi berdaulat atas hasil pekerjaannya (hasil kerjanya),.
8. Rakyat tani yang semula senang mendapatkan pimpinan borjuis dalam pembagian tanah dan menjadi backing (kekuatan yang membantu) borjuis, akhirnya kecewa, karena berangsur-angsur modal borjuis mulai merayap didesa-desa yang selanjutnya membelenggu kaki tangan tani dengan voorschot dan hutang, menekan harga hasil pertanian dengan membeli hasil-hasil industri kepada tani dengan sangat mahal. Dengan begitu banyak petani yang terpaksa gulung tikar. Deru mesin pabrik-pabrik borjuis kota mengundang tenaga kerja, dan beramai-ramailah para petani menjadi buruh pabrik.
9. Boleh disampaikan, bahwa kemerdekaan yang didengung-dengungkan oleh kaum borjuis dalam front rakyat itu tidak lain dari pada usaha kemerdekaan bagi borjuis. Sedangkan yang dimaksud dengan persaudaraan, tidak lain dari pada persaudaraan antara borjuis, dan persamaaan yang banyak digembar-gemborkan itu tidak lain dari pada tutup perbedaan dan pertentangan yang berlaku.
PERTANYAAN:
1. Dalam front rakyat anti raja, mengapa kaum borjuis yang memegang pimpinan, mengapa bukan kasta warga miskin atau buruh tani?
2. Mengapa kaum buruh belum memegang peranan dalam revolusi Perancis?
1. Keadaaan Rusia di bawah kekuasaan tuan tanah yang berpusat kepada raja sangat menyedihkan. Modal asing yang ditananam di Rusia, sembilan puluh persen ikut andil dalam industri tambang, 50% industri logam dan mesin-mesin ada di tangan modal asing (terutama Inggris dan Perancis). Tuan tanah Rusia keluar melayani modal asing dan ke dalam tuan tanah menindas dan memeras rakyat tani. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa di Rusia berlaku penindasan dan pemerasan modal asing dan tuan tanah.
2. Pada tahun 1905 meletuslah revolusi. Revolusi ini bersifat borjuis yang dipimpin oleh borjuis nasional melawan tuan tanah dan modal asing. Dalam revolusi semua lapisan tertindas yang meliputi warga miskin kota dan desa, buruh tani dan tani miskin dan buruh industri di bawah pimpinan kaum borjuis. Revolusi surut. Dalam revolusi ini kaum buruh memperoleh pengalaman.
3. Pada bulan Februari 1917 terjadi pemberontakan buruh dan tentara di ibu kota kerajaan Rusia Petrograd. Pemerintahan raja Rusia ambruk. Dimana-mana dari bawah buruh dan tani membangun dewan buruh, tani dan tentara yang dikenal dengan nama Soviet. Soviet ini menjadi kenyataan kekuasaan didaerah-daerah. Dalam gelombang revolusi ini kaum borjuis mempergunakan kesempatan untuk membentuk pemerintah borjuis dari atas. Menghadapi pemerintah borjuis ini, Soviet-soviet mulai retak dari dalam. Setengahnya menolak pengakuan pemerintah borjuis, setengahnya lagi malah mengakui dan menyokong pemerintah borjuis yang disusun dari atas tersebut. Sementara sebagian besar dari anggota-anggota Soviet masih berdiri di pihak pemerintah borjuis.
4. Wakil-wakil buruh, tani dan tentara yang berada dalam Soviet-soviet itu tidak sama keyakinannya:
a. Setengahnya merasa tidak mampu mendirikan pemerintah zonder borjuis, malahan ada yang mengira, bahwa hanya borjuislah yang pantas dan cakap untk memimpin pemerintahan.
b. Setengahnya berpendapat, bahwa borjuis nasional sudah berkhianat pada kepentingan nasional umumnya, buruh dan tani khususnya karena sudah menyerah menjadi agen modal asing dan pembela tuan tanah. Dengan demikian sudah tiba waktunya bagi buruh dan tani untuk tampil ke depan merebut kekuasaan dengan kekuatan buruh dan tani itu sendiri.
5. Pemerintah borjuis tersebut terbukti tidak dapat menepati janjinya. Malah borjuis nasional yang tadinya tampak maju (progresif) itu terbukti bersekongkol dengan tuan tanah, meneruskan politik tuan tanah yang bergandengan dengan modal asing. Pemerasan dan penindasan tuan tanah tetap berlaku dan penindasan serte pemerasan modal asing tetap dirasa. Buruh dan tani gelisah. Penggerutuan dan kekecewaan rakyat bertambah.
6. Untuk mempertahankan kedudukannya kaum borjuis mencari akal dengan menarik dan mamasukkan kaum peragu dikalangan Soviet ke dalam pemerintah. Kaum peragu dikalangan soviet dipimpin oleh Kerensky. Dengan begitu lahir pemerintahan Kerensky, pemerintah gabungan borjuis, tuan tanah, buruh dan tani.
7. Raja Rusia menjadi agen modal Inggris-Perancis ketika Inggris Perancis berperang dengan Jerman, maka raja Rusia menyeret rakyat Rusia dalam perang di pihak Inggris –Perancis (tahun 1914). Kaum borjuis yang kemudian berhasil merobohlan kekuasaan raja itu akhirnya melanjutkan politik raja yang berperang di pihak Inggris-Perancis. Begitu halnya dengan pemerintahan Kerensky. Pemerintahan Kerensky melanjutkan politik raja dan borjuis yang berperang di pihak Inggris-Perancis. Begitulah Kerensky mengoper kekalutan akibat peperangan dan menyeret buruh dan tani dengan bendera serta nama buruh dan tani ke dalam peperangan imperialisme untuk kepentingan modal asing.
8. Pemerintahan raja ambruk, karena tidak melayani golongan rakyat mayoritas. Pemerintah borjuis ambruk, karena tidak melayani golongan rakyat mayoritas dan kemudian berdiri Pemerintahan gabungan Kerensky. Pemerintahan Kerensky meneruskan politik raja yang merugikan mayoritas rakyat. Kekalutan perang, penindasan tuan tanah dan pemerasan modal asing bukanlah berkurang, melainkan bertambah. Malah dengan berterus-terang pemerintah Kerensky akhirnya menembaki demonstrasi buruh dan tani. Nyatalah merek buruh dan tani yang ada pada Kerensky itu adalah tipuan belaka. Akhirnya pemerintahan Kerensky ambruk, karena tidak melayani kepentingan dan kebutuhan mayoritas rakyat.
9. Soviet-soviet lama akhirnya tidak lagi dapat dipertahankan, karena terlalu banyak diisi kaum peragu dan dimana-mana mulai lahir soviet-soviet baru yang berisikan kaum yang benar-benar tegas dan memang percaya pada kekuatan buruh dan tani. Dengan persetujuan soviet-soviet baru ini yang berisi kaum buruh dan tani mereka bergerak merobohkan pemerintah Kerensky dalam revolusi Oktober 1917.
10. Golongan buruh dan tani yang yakin dan percaya kepada kekuatan buruh dan tani dipimpin oleh Lenin. Dengan jatuhnya pemerintahan Kerensky berdirilah pemerintahan buruh dan tani di bawah pimpinan Lenin pada tanggal yang bersejarah yakni 7 November 1917. Lenin melakukan kebijakan yang lain dari Raja dan Kerensky. Lenin menghukum persekutuan borjuis nasional, tuan tanah, dan modal asing yang menjajah dan sebagai pengkhianat nasional serta berkhianat kepada buruh dan tani. Milik tuan tanah, modal asing, dan borjuis nasional besar dan kecil disita oleh Lenin yang diperuntukkan sebagai milik masyarakat untuk kepentingan buruh dan tani. Untuk melaksanakan programnya, Lenin membutuhkan modal. Perdamaian dengan Jerman dicari. Perdamaian ditekan, sekalipun perdamaian tersebut merugikan Rusia. Rusia dalam perjanjian tersebut kehilangan beberapa daerah. Perjanjian yang secara sepintas merugikan Rusia ini dikenal sebagai perjanjian Brest Litovsk.
11. Menilik daerahnya, Rusia memang dirugikan dalam perjanjian Brest Litovsk, tapi daerah Rusia masih cukup luas dan kaya akan sumber bahan-bahan untuk dijadikan modal guna melaksanakan program Lenin. Dengan perjanjian Brest Litovsk, Lenin mempunyai kesempatan untuk mengmpulkan buruh dan tani dalam daerah yang masih luas dengan dasar baru, cara produksi baru. Lenin mendeklarasikan berdirinya Republik Sosialis yang meliputi daerah yang sebesar satu seperenam dunia.
12. Modal penjajah internasional sudah tentu tidak akan membiarkan pemerintahan Lenin berdiri begitu saja. Berdirinya pemerintahan Lenin bagi modal penjajah berarti hilangnya modal ditanam di Rusi, hilangnya sumber bahan dan pasar di Rusia. Dengan segenap kekuatan yang ada, modal penjajah internasional itu berusaha menghancurkan Republik Sosialis yang dipimpin oleh Lenin itu.
13. Tuan tanah dan borjuis nasional yang sudah dirampas miliknya oleh Lenin itu tentu terluka hatinya. Tuan tanah dan borjuis nasional menjadi musuh dalam selimut yang selalu bersiap dan berusaha dengan modal penjajah untuk menumbangkan kekuasaan buruh dan tani yang berada di bawah pimpinan Lenin.
14. Sebaliknya, kaum buruh yang mempelopori persekutuan buruh dan tani memperoleh nama baik dikalangan tani miskin dan buruh tani, karena kaum buruh sebagai pelopor persekutuan buruh dan tani telah berhasil membuktikan pembagian tanah yang layak kepada rakyat tani. Rakyat tani menjadi backing (tenaga yang membantu) kaum buruh.
15. Menghadapi perlawanan modal penjajah yang terbukti masih berpengaruh dikalangan borjuis nasional didesa dan kota, maka Lenin berusaha memecah persekutuan modal penjajah dan borjuis nasional dengan memberi kelonggaran kepada borjuis nasional. Borjuis besar tetap diperlakukan zonder ampun, tetapi terhadap borjuis kecil diadakan perlakuan istimewa. Milik borjuis kecil yang tadinya dirampas mulai dikembalikan. Mereka memperkenankan kembali usaha dan berdagang.
Begitu ramai pasar dalam negeri. Dengan kebijakan ini Lenin dapat tambahan tenaga (borjuis kecil) di samping buruh dan tani yang sudah berada dipihaknya. Dengan ini dihalau penyerangan penjajah yang datang menyerbu dari segala penjuru (sisa tentara raja, tentara Inggris, Perancis, Jepang dan lain-lain semua dapat dihalau).
16. Sepanjang jalan pembangunan, setelah musuh dapat diusir, maka bahaya yang mengancam milik masyarakat tinggal datang dari borjuis kecil yang pada pembukaan revolusi masih terbawa, tetapi kemudian diberi kesempatan kembali berkembang dengan penuh kebebasan. Ada tanda-tanda perkembangan borjuis kecil itu menjadi borjuis besar. Jumlah kekuatan produksi borjuis kecil perlu diimbangi dengan mekanisasi modern (perlengkapan serba mesin modern) dalam pertanian dan perindustrian negara. Industri ringan dijadikan persoalan nomor dua dan industri berat (industri yang membuat mesin modern) dijadikan usaha nomor satu yang perlu didahulukan di atas segalanya.
17. Dengan tercapainya industri berat, hilanglah bahaya yang timbul dari para borjuis kecil. Produksi borjuis kecil tidak mungkin lagi menyaingi pertanian dan perindustrian negara, melainkan tanda-tanda yang tadinya dapat memungkinkan borjuis kecil itu akan gulung tikar. Sebelum borjuis kecil berusaha untuk mempertahankan diri dengan membelok menjadi saluran dan bola kontra revolusi, maka dipergunakan kebijakan mengumpulkan borjuis kecil itu dalam koperasi yang membeli mesin-mesin modern dari perindustrian negara dan menjual hasil-hasil produksi kepada negara.
18. Dalam susunan koperasi yang menjadi pasar bagi perindustrian negara dan menjadi sumber bahan yang melayani kebutuhan masyarakat para borjuis dididik menjadi warga masyarakat yang mengutamakan milik dan kebutuhan masyarakat. Bermula pada para borjuis dalam koperasi dibiasakan dengan mesin-mesin modern yang dimiliki bersama, sampai lama-kelamaan dirasakan hasilnya milik bersama, hingga berangsur-angsur menipisnya rasa perseorangannya untuk selanjutnya meningkat menjadi warga sosialis yang terhormat, warga sosialis yang sadar, yang bukan pengacau. Kekuatan organisasi koperasi kian bertambah yang sudah tentu makin bertambah pula kegunaan koperasi sebagai alat kekuatan dan pendidikan ke arah milik masyarakat.
19. Lambat-laun sederajatlah kedudukan milik koperasi dengan milik negara dan hingga sekarang milik masyarakat di Rusia berbentuk:
a. Milik negara
b. Milik koperasi
20. Pengalaman yang penting dalam revolusi Rusia:
a. Untuk modal penjajah dan tuan tanah rakyat bosan dengan perang. Tetapi untuk mempertahankan milik masyarakat yang sudah sekali direbut itu rakyat dengan ikhlas bertanding habis-habisan dalam satu perang kemerdekaan rakyat.
b. Diktatur proletariat tidak dapat dilaksanakan oleh kekuasaan proletar (buruh) sendiri. Diktatur proletar hanya dapat dilaksanakan dengan kekuatan persekutuan buruh dan tani.
c. Dalam persekutuan buruh dan tani, buruh yang memegang pimpinan (pelopor).
d. Untuk dapat melaksanakan tugas sejarah, sebagai pelopor persekutuan buruh dan tani dalam pembukaan revolusi, buruh tersusun dalam serikat buruh dan partai klas buruh.
e. Untuk menjamin pimpinan kaum buruh dalam persekutuan buruh dan tani dalam pembukan revolusi, kaum buruh menunjukkan bukti kesanggupannya untuk mengadakan pembagian tanah dikalangan rakyat tani.
f. Untuk menjamin pimpinan kaum buruh dalam persekutuan buruh dan tani sepanjang kelanjutan revolusi, seterusnya kaum buruh menunjukkan bukti membangun industri berat yang melahirkan mekanisasi dalam pertanian.
g. Untuk menjamin peranan partai klas buruh yang menjalankan pimpinan klas buruh dalam persekutuan buruh dan tani, maka partai klas buruh yang berada di bawah pimpinan Lenin dan Stalin menunjukkan bukti kesanggupannya yang tanpa ragu mengadakan perbersihan secara radikal dalam partai terhadap:
I. Komplotan kaum yang ragu, kaum yang tidak percaya kepada kekuatan kaum buruh dan tani.
II. Komplotan agen-agen tuan tanah dan modal penjajah,
PERTANYAAN:
1. Mengapa rakyat yang sudah jenuh berperang masih dapat dikerahkan oleh Lenin dalam perang kemerdekaan rakyat?
2. Apa perlunya Lenin memberi kelonggaran kepada borjuis kecil untuk kembali berusaha secara bebas?
3. Apa usaha yang dilakukan Stalin untuk menghapuskan kemungkinan pertumbuhan kapitalis nasional kembali?
4. Apa yang dimaksud dengan diktatur proletar?
Dapatkah diktatur proletar itu dilaksanakan oleh kaum buruh sendiri?
1. Negeri Tiongkok keadaannya amat parah. Berjuta-juta rakyat hidup merana karena kekurangan atau tidak memiliki tanah. Tuan-tuan tanah besar memborong milik tanah di Tiongkok. Tiongkok yang luas, di bawah kekuasaan tuan tanah menutup diri dan memisahkan diri dari bagian dunia dan tenggelam dalam angan-angan dan peradaban sendiri. Keadaan semacam itu tidak dapat dipertahankan. Tiongkok yang besar, dimata imperialis merupakan pasar dan sumber bahan yang menguntungkan. Itulah mengapa negara-negara imperialis pada pertengahan abad 19 mulai memperkosa kedaulatan Tiongkok dengan menduduki pelabuhan-pelabuhan yang penting sepanjang pantai Tiongkok. Di daerah-daerah pelabuhan yang diduduki oleh imperialisme Barat disanalah modal Eropa Barat itu mempunyai pemrrintahan, polisi, dan tentara sendiri. Mereka tidak membayar pajak kepada pemerintah Tiongkok dan orang-orang Tionghoa yang bertempat tinggal didaerah tersebut harus tunduk kepada hukum Eropa. Daerah-daerah kekuasaan asing di Tiongkok itu dikenal sebagai daerah “konsesi internasional”.
2. Pada pertengahan abad ke 19, dalam keadaaan seperti di atas buruh dan tani Tiongkok, ke dalam berhadapan dengan tuan tanah dan keluar dengan modal asing yang memeras dan menindas. Setengah dari borjuis Tiongkok bersikap revolusioner dan setengahnya bersikap reaksioner menjadi komprador.
3. Dalam tingkat pertama borjuis revolusioner tampil ke depan sebagai pelopor perjuangan anti-imperialis borjuis revolusioner bersatu dengan buruh dan tani untuk meruntuhkan kekuasaan raja . Dengan begitu berdiri Republik Borjuis Tiongkok di bawah pimpinan Sun Yat Sen pada tahun 1912.
4. Sun Yat Sen mendasarkan persatuan nasional anti-modal penjajah kepada tiga dasar (San Min Chui) ialah nasionalisme, demokrasi dan sosialisme. Dalam susunan Sun Yat Sen, borjuis nasional memegang peranan penting sebagai pelopor perlawanan anti-imperialis. Dengan begitu San Min Chui di bawah pimpinan borjuis prakteknya merupakan semangat kebangsaan yang demokratis dengan janji penghidupan yang layak bagi buruh dan tani.
5. Dalam kenyataannya konsesi-konsesi internasional yang menguasai ekspor dan impor Tiongkok itu tidak mudah begitu saja dilenyapkan. Modal internasional mempertahankan bahan-bahan istimewa di daerah Tiongkok. Dalam sejarah terbukti bahwa borjuis nasional di Tiongkok tidak cukup memiliki syarat-syarat kepeloporan perlawanan anti modal internasional yang menjajah. Berangsur-angsur banyak borjuis Tiongkok menjadi ragu untuk selanjutnya menjadi komprador yang memusuhi buruh dan tani. San Min Chui di bawah pimpinan borjuis tidak dapat dilaksanakan secara konsekuen.
6. Sepeninggal Sun Yat Sen pada tahun 1925, penyelewengan borjuis komprador lama kelamaan tampak dan pada tahun 1927 terjadilah permusuhan yang terbuka antara borjuis (nasional) komprador di satu pihak dan buruh dan tani di lain pihak. Kerjasama yang sesuai dengan dasar-dasar San Min Chui dihentikan. Borjuis komprador mempermaklumkan diktatur komprador di bawah pimpinan Chiang Kai Sek yang lebih mengutamakan kepada penangkapan dan pembunuhan pemimpin-pemimpin buruh dan tani serta kaum progresif dari pada mengusir modal internasional yang menjajah. Chiang Kai Sek berhasil menyembelih ribuan pemimpin-pemimpin buruh, tani, mahasiswa, guru-guru besar dan lain-lain orang yang berhaluan maju dan begitu ia makin lama makin tenggelam dalam kekuasaan modal asing.
7. Mao Tse Tung dan kawan-kawannya yang berdiri di pihak buruh dan tani terpaksa meninggalkan kota-kota besar dengan membawa kekuatan bersenjata yang berada di bawah pengaruhnya. Mereka bergerak sebagai rombongan buruh dan tani yang bersenjata mundur teratur menghindari kehancuran, mencari markas di gunung. Dari gunung ini Mao Tse Tung menyusun kekuatan maju mundur dalam gerilya menghindari dan terpaksa bertanding dengan tentara pemerintah komprador. Bila borjuis komprador berada di pihak tuan tanah, maka Mao Tse Tung dengan kawan-kawannya dengan tidak ragu mengadakan perampasan dan pembagian tanah-tanah dari tuan tanah di antara tani miskin dan buruh tani. Masa ini disebut revolusi agraria yang berkobar sepuluh tahun lamanya.
8. Setelah sepuluh tahun mengalami masa gerilya bawah tanah, maka pada Juli tahun 1937 dengan mendadak Jepang menyerah kepada Tiongkok dan penyerangan Jepang ini membawa perubahan suasana di Tiongkok. Komprador mengalami keretakan dalam barisannya. Setengahnya di bawah pimpinan Wang Ching Wei berpihak kepada fasisme Jepang, setangahnya lagi di bawah pimpinan Chiang Kai Sek meneruskan hubungannya yang terdahulu, yakni tetap berdiri di pihak imperialisme barat. Untuk menghalang-halangi bersatunya kembali kaum yang komprador, hingga kaum komprador tidak dapat merupakan kekuatan yang bulat untuk membasmi himpunan buruh dan tani, Mao Tse Tung harus memilih pihak. Menimbang bahwa fasisme adalah lebih berbahaya dari imperialisme, maka Mao Tse Tung menawarkan kerjasama dengan Chiang Kai Sek untuk menghadapi fasis Jepang. Dalam hal ini Mao Tse Tung tidak mungkin menjadi lampiran dari Chiang Kai Sek, karena Mao Tse Tung dalam kerjasama ini memiliki basis daerah yang tertentu dan dengan kedua belah pihak kakinya, Mao Tse Tung teguh berdiri di atas basisnya.
9. Front persatuan anti fasis Jepang ini menambah kecakapan dan pengaruh persekutuan buruh dan tani yang berada di bawah pimpinan partai klas buruh yang diketuai Mao Tse Tung. Dalam front persatuan anti fasis Jepang ini susunan buruh dan tani berkesempatan membuktikan dalam praktek kerelaan buruh dan tani dalam usaha pertahanan kemerdekaan nusa dan bangsa. Tampak di sini bahwa buruh dan tani benar-benar bertindak sebagai pecinta dan pembela kemerdekaan nusa dan bangsa. Ketegasan buruh dan tani ini, berangsur-angsur meningkatkan susunan buruh dan tani menjadi susunan kusuma bangsa. Peranan borjuis sebagai pelopor bangsa mulai merosot dan bahan-bahan yang tersedia dalam front persatuan membuktikan, bahwa peranan pelopor nasional mulai beralih dari kaum borjuis nasional ketangan kaum buruh.
10. Setelah:
a. Mengalami pukulan dan penyembelihan dari pihak borjuis komprador yang berada di bawah pimpinan Chiang Kai Sek (1927).
b. Mengalami gerilya bawah tanah sepuluh tahun lamanya.
c. Mendapatkan ujian delapan tahun lamanya yang berat dalam front persatuan anti fasis.
d. Kerjasama dalam bentuk pemerintahan gabungan akhir perang ditolak oleh Chiang Kai Sek.
Maka tiba saatnya bagi buruh dan tani untuk mengadakan penyerangan umum, merebut kota-kota besar dan mengusai seluruh daratan Tiongkok. Dengan demikian diperoleh dasar yang kuat untuk mendirikan Republik Rakyat Tingkok dengan Presidennya yang dikenal yakni Mao Tse Tung (1 Oktober 1949).
11. Pada pembukaan revolusi, Lenin melakukan kesalahan dengan menyamaratakan milik borjuis kecil dengan milik tuan tanah serta milik borjuis besar, hingga dengan terpaksa Lenin pada kelanjutan revolusi mempergunakan kebijaksanaan yang mengembalikan milik borjuis kecil. Pengalaman Lenin ini menjadi pelajaran Mao Tse Tung. Dengan begitu dapat dicapai dasar diktatur rakyat (sebagai tingkat pertama dari masyarakat sosialis) yang bersikap diktatur terhadap komprador, tuan tanah, dan modal penjajah, tetapi bersikap demokratis terhadap penganjur dan pembela milik masyarakat, buruh dan tani serta borjuis nasional yang bersikap maju dan konsekuen anti modal penjajah.
12. Untuk tetap dapat memegang pimpinan, maka kaum buruh harus memperhebat perindustrian negara dan berhasil melaksanakan makanisasi dikalngan pertanian. Perjanjian kerjasama antara Republik Rakyat Tiongkok dan Soviet Rusia yang ditandatangani di Moskow pada tanggal 14 Februari 1950 menjadi sumber kekuatan bagi Republik Rakyat Tiongkok untuk mengatasi kesulitan yang terjadi baik dari dalam maupun dari luar negeri.
13. Pengalaman yang penting dalam revolusi Tiongkok:
a. Bila dalam revolusi Rusia, perebutan kekuasaan buruh dan tani berlaku dari dalam kota, maka perebutan kekuasaan kaum buruh dan tani di Tiongkok berlaku dari luar kota.
b. Untuk dapat menjamin pimpinan kaum buruh dalam persekutuan buruh dan tani, kaum buruh Tiongkok tidak cukup berjuang dari kota, tetapi kaum buruh Tiongkok harus sanggup memimpin gerilya rakyat tani dari luar kota.
c. Untuk dapat menjamin pimpinan kaum buruh dalam persekutuan nasional kaum buruh di Tiongkok telah membuktikan keuletannya untuk membela dan mempertahankan kepentingan nasional yang pantang menyerah kepada modal penjajah.
d. Kerjasama antara buruh dan tani di satu pihak dan borjuis nasional (bukan komprador) dapat berlaku dengan tidak mengorbankan kepentingan dan kebutuhan kaum buruh terpimpin oleh partai klas buruh yang benar-benar bergerak secara ilmu, tidak skematis dan tidaklah dogmatis.
PERTANYAAN:
1. Dapatkah saudara melihat perbedaan antara revolusi Tiongkok dan revolusi Rusia?
2. Dimanakah perbedaannya antara Sun Yat Sen dan Mao Tse Tung?
3. Dapatkah saudara menguraikan perbedaan antara Chiang Kai Sek dan Sun Yat Sen?
4. Apa sebabnya Mao Tse Tung memberi kelonggaran dan hak berdiri kepada kapitalis nasional?
1. Milik desa yang bersifat umum, kian hari kian berkurang, perkembangan milik desa tersebut terganggu, hingga penambahan jumlah penduduk tidak lagi seimbang dengan penambahan tanah. Adapun yang menjadi sumber kekurangan tanah didesa tidak lain dari pada:
A. Perkembangan milik borjuis desa yang lambat-laun menggulung milik umum.
B. Penyitaan tanah yang belum menjadi milik penduduk oleh pemerintah Hindia Belanda yang:
a. Menjual tanah kepada tuan tanah (tanah partikulir).
b. Menyewakan tanah kepada modal asing (erfpacht, konsesi, eigendom, dan lain-lain).
C. Penyewaan tanah oleh raja-raja kepada modal asing.
2. Jelas buruh dan tani Indonesia menghadapi tuan tanah, raja, dan modal asing. Dalam sejarah, tiga golongan sekarang sudah merupakan suatu persekutuan yang memusuhi buruh dan tani. Raja dan keturunannya dizaman penjajahan mempunyai kedudukan antara pembesar penjajahan dan tuan tanah. Setelah mengalami beberapa turunan, maka banyaklah keturunan raja-raja itu berdiri antara ningrat dan buruh yang lazim dikenal sebagai priyayi. Lain daripada itu tidak boleh dilupakan perkembangan borjuis nasional yang dengan susah payah mencari kesempatan untuk maju mengatasi tekanan monopoli modal asing yang menjajah itu.
3. Dalam tingkatan pertama tampak kegiatan borjuis nasional untuk melawan modal asing. Borjuis nasional Indonesia mengundang front nasional untuk menumbangkan kekuasaan modal asing. Dalam perlawanan ini banyak semboyan yang dipakai untuk menarik buruh dan tani misalnya seruan anti kapitalisme durhaka dan anti imperialisme. Untuk menarik buruh dan tani tidak segan-segan ditiupkan komunisme dan sosialisme. Ada lagi yang menganjurkan Marhaenisme, kolektivisme, dan lain-lain.
4. Bila di Rusia rakyat Rusia berhadapan dengan Tsar (raja), Kerensky, dan Lenin, maka rakyat Rusia dapat melihat dalam tiga nama itu, tiga paham yang mewakili tiga klas, klas tuan tanah, klas borjuis, dan klas buruh, maka tidak demikian keadaan di Indonesia. Buku teori yang datang dari luar negeri itu tiba di Indonesia sebagai huruf yang berderet-deret yang belum menjadi bayangan klas dari pertentangan klas yang berlaku di Indonesia. Semua orang sudah mendengar bahwa Tsar itu jahat, bahwa Kerensky itu sesat, dan Lenin itu baik dan benar. Dengan sendirinya sungguh pada tempatnya orang di Indonesia memuji Tsar, memuji Kerensky, semua orang memuji Lenin. Tetapi hal ini bukan berarti, bahwa di Indonesia tidak ada Tsar, tidak ada Kerensky. Hal ini berarti bahwa paham Tsar dan paham Kerensky di Indonesia berkesempatan hidup subur dengan merek Lenin yang sudah tentu menjadi bahan kekeruhan dan keruwetan yang banyak membingungkan susunan buruh dan tani.
5. 17 Agustus 1945, revolusi Indonesia meletus dari Jawa. Revolusi meletus dari Jawa, karena Jawa yang berpenduduk paling padat dan di Jawa berlaku pertentangan klas yang amat tajam. Borjuis nasional yang tadinya tampil ke depan sebagai pelopor perjuangan nasional yang banyak bergerak dengan panji-panji kerakyatan, dengan huruf kebangsaan, keagamaan, atau proletar tak lama kemudian tampak ragu. Borjuis nasional dalam sejarah terbukti tidak cukup memiliki kekuatan, keuletan dan kecakapan untuk memimpin revolusi kemerdekaan Indonesia. Para borjuis menyeberang menjadi komprador ke pihak modal asing yang menjajah untuk selanjutnya memusuhi buruh dan tani.
6. Alat-alat produksi berupa pabrik, tambang, tanah, dan lain-lain, yang sudah jatuh di tangan buruh dan tani, karena penyelewengan para borjuis dan kekurangan kesadaran buruh dan tani serta kelemahan organisasi buruh dan tani, akhirnya kembali kepada modal asing. Rakyat tani yang di masa gerilya memperoleh tanah dipaksa mengembalikan tanahnya. Buruh yang membumi hanguskan pabrik-pabrik, modal asing yang menjajah itu yang ternyata berhasil merebut kesempatan dan memiliki kekuatan untuk kembali serta memulai dengan pembangunan modal penjajah.
7. Dalam revolusi 17 Agustus 1945 yang sekarang mengalami kemerosotannya, buruh dan tani Indonesia memperoleh pengalaman yang banyak. Adapun pengalaman yang penting dalam revolusi selama ini, dapat disimpulkan seperti di bawah ini:
1. Kaum buruh Indonesia tidak cukup terjun dalam revolusi. Kaum buruh Indonesia harus berteori revolusi. Kaum buruh tidak cukup memiliki ketegasan klas, kaum buruh itu di samping ketegasan klas perlu juga memiliki kecerdasan klas.
2. Untuk menjamin pimpinan kaum buruh dalam persekutuan nasional anti penjajah, kaum buruh harus membuktikan kecakapan dan kesanggupannya untuk mempertahankan alat-alat produksi yang sudah berada ditanganya untuk selanjutnya dijadikan modal perjuangan mempertahankan kemerdekaan nusa bangsa.
3. Untuk menjamin pimpinan kaum buruh dalam persekutuan buruh dan tani, kaum buruh Indonesia tidak cukup giat membenarkan dan mengadakan pembagaian tanah, tetapi kaum buruh Indonesia harus menunjukkan bukti kecakapan dan kesanggupannya yang langsung memimpin rakyat tani dalam mempertahankan milik tanah yang diperoleh dengan susah payah.
4. Kaum buruh Indonesia tidak cukup menjadi pelopor perebutan kekuasaan, tetapi kaum buruh Indonesia harus pula menjadi pelopor dalam mempertahankan kekuasaan.
5. Merebut kekuasaan itu sudah berat, mempertahankan kekuasaan adalah sesuatu yang lebih berat.
PERTANYAAN:
1. Apa yang dimaksud dengan priyayi?
2. Apa sebab kaum buruh Indonesia gagal dalam usahanya memimpin revolusi Indonesia?
3. Apa sebab di Indonesia terdapat kekeruhan dalam penyebaran teori-teori revolusi?
4. Apa sebabnya revolusi meletus di Jawa?
5. Apa yang harus diusahakan oleh kaum buruh untuk dapat tampil ke depan sebagai pimpinan revolusi? Apakah dengan cukup kita hanya menepuk dada sebagai pelopor?
I. OPOSISI
1. Sudah diketahui, bahwa kita berjuang berdasarkan program yang tertentu. Untuk melaksanakan program dibutuhkan kesempatan dan kekuatan. Program rakyat revolusioner pasti mendapat tentangan dari pemerintahan reaksioner. Gerak-gerik golongan yang belum berkuasa dalam mencari kesempatan dan kekuatan untuk melaksanakan programnya, lazim disebut oposisi (perlawanan). Orang yang beroposisi (melawan program atau gerak-gerik pemerintah) yang tidak disetujui) disebut oposan.
2. Oposisi tidak boleh ditafsirkan hanya mencari kesempatan untuk melaksanakan program. Pengertian oposisi semacam itu, ialah pengertian yang salah. Oposan yang mempunyai pengertian yang salah tentang oposisi tersebut mudah terjerumus dalam masalah ukur, seolah-olah kesempatan semata-mata sudah cukup menjadi jaminan terlaksananya program yang diidam-idamkan itu.
3. Salah satu sifat dari oposan yang mempunyai salah pengertian tentang oposisi tersebut ialah ingin terburu-buru berkuasa. Akhirnya ia kandas dalam cita-citanya, karena kekuatan, alat penting dalam melaksanakan program belumlah dimilikinya. Demikian dalam oposisi, kesempatan dari kekuatan tidak boleh dipisahkan. Masuk dalam pintu gerbang kesempatan, seharusnya beserta kekuatan dan selanjutnya, kesempatan harus dipakai sebaik-baiknya guna menambah kekuatan.
4. Oposisi tidak boleh lepas dari kekuatan. Tidak cukup kita bermaksud baik. Tidak cukup kita berkehendak begini-begitu. Kita harus kuat dan harus selalu memperkuat diri. Catur oposisi kita, harus diatur untuk memperkuat diri, akhirnya pada suatu ketika catur oposisi memaksakan kehendaknya dengan mempergunakan kekuatannya.
5. Luhur leburnya oposisi ialah dalam kecakapan menyusun dan mempergunakan kekuatannya. Dengan demikian dibutuhkan pengertian yang tepat tentang kekuatan itu. Kecakapan menyusun dan mempergunakan kekuatan itu semata-mata, yang tidak beserta pengertian yang tepat tentang kekuatan itu, akhirnya membawa oposan berdiri di atas kekuatan yang sebenarnya, tidak memenuhi syarat-syarat yang dapat membawa kemenangan, alias oposan salah ukur, yang berakibat membawa korban yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.
II. BEBERAPA GOLONGAN OPOSISI.
1. Setengah oposan menganggap parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) (tempat memutuskan undang-undang) sebagai satu-satunya sumber kekuatan yang mengatur segalanya. “Barang siapa yang ingin mengatur Negara sesuai dengan pendapat dan keyakinannya ia harus menguasai parlemen”. Di sini menyusun kekuatan diartikan mengejar suara yang terbanyak dalam parlemen. Semua tenaga, harapan dan perhatian dipusatkan disekeliling parlemen. Gelanggang perjuangan tidak ada jalan lain kecuali parlemen. Oposisi ini kita sebut oposisi parlementer. Oleh karena itu, golongan ini semata-mata menggantungkan segala usaha perbaikan kepada parlemen, maka golongan ini baiklah kita sebut kaum parlemen totok.
2. Setengah oposan lagi memandang segala ketimpangan ini sebagai hasil peraturan-peraturan yang menjadi tanggungjawabnya pembesar sebagai orang. Dengan hilangnya pembesar yang jahat ini, diharapkan terjadi perubahan. Kejahatan dalam masyarakat, dipertanggungjawabkan kepada sifat-sifat perseorangan yang jahat dalam pemerintahan dan perangkatnya. Ketimpangan masyarakat, yang ditafsirkan sebagai ketimpangan perseorangan dalam pemerintah dan perangkatnya, perlu diatasi dengan aksi (tindakan) yang bersifat perseorangan. Semua beramai-ramai menganggap sebagai sifat pengecut yang menyembunyikan ketakutan dengan menutup omong besar, lagak segobang dua. “ Kalau memang berani, jangan jual omong dan jual tampang, jangan bicara, bertindaklah, pukul, bunuh, habis perkara, jangan “cerewet” demikianlah banyak kita dengar. Oposan yang mempunyai sifat dan perhitungan hendak menolong rakyat dengan perbuatan individual disebut kaum anarkis.
3. Ada lagi yang menganggap rakyat sebagai penganutnya saja yang tidak perlu dibawa berunding, tidak perlu diajak beraksi. Kemana golongan yang berkuasa pergi, rakyat pasti turut. Oposan ini berpendapat, bahwa cukuplah kita mengadakan tindakan terhadap golongan yang berkuasa. “Itulah sebabnya”, kata golongan ini, “dengan menghancurkan rombongan yang berkuasa dengan kekuatan rombongan kita pasti semua akan selesai. Pusat pemerintahan kita bekuk, gedung-gedungnya kita duduki, orang-orang yang jahat kita sikat, kita mendirikan pemerintahan baru, kita umumkan peraturan baru, dan ....................... semua pasti berjalan beres, kita menjadi pemerintah, dengan sendirinya semua rakyat tunduk dan duduk dibelakang kita”. Tindakan yang berdasarkan pada perhitungan seperti ini lazim disebut puts. Golongan oposan ini kita sebut kaum puts.
4. Ada yang lain berpendapat: “Tidak ada rakyat kita yang tidak dapat berbuat apa-apa. Kita membela kepentingan dan kebutuhan rakyat. Selama rakyat belum mengerti tentang kepentingan dan kebutuhannya, maka rakyat yang kita bela itu masih bisa terpengaruh dan ditunggangi kepentingannya oleh kaum reaksioner untuk menentang kita. Yang dapat menolong rakyat ialah rakyat itu sendiri. Kita hanya sanggup menunjukkan mana yang salah dan mana yang benar, membantu rakyat mengumpulkan pengalaman dari rakyat, perlahan maju bersama rakyat, menuntut perbaikan. Dalam usaha perbaikan bersama rakyat, kita bersama rakyat memperoleh pengalaman-pengalaman baru dan dibarengi oleh pendidikan dan penerangan kita yang jujur ulet, rakyat yang acuh akibat penindasan dan pemerasan pemerintah reaksioner yang berangsur-angsur menjadi rakyat penggerutu yang kian hari kian meningkat yang suatu saat akan bangkit, sebagai kekuatan raksasa, yang tidak dapat ditahan oleh siapapun juga. Naluri rakyat menggerutu pada suatu ketika bertemu dengan program kita dalam suatu titik gelombang rakyat yang menentukan. Golongan ini hendak mencapai maksudnya dengan mempergunakan tenaga rakyat mayoritas (massa aksi).
5. Dengan begitu dapat dimengerti, bahwa dalam kalangan oposisi yang memeluk program yang sama, belum tentu terdapat persamaan didalam cara melaksanakan program tersebut. Sudah dikemukakan di atas, bahwa ada golongan parlementer totok, anarkis, puts, dan massa aksi. Golongan-golongan itu mempunyai cara bekerja sendiri, karena golongan tersebut mempunyai pengertian lain-lain (tentang syarat) kekuatan yang dibutuhkan dalam melakukan oposisi. Cara manakah yang dapat menjamin kemenangan oposisi kaum pekerja? Patut dicatat bahwa oposisi kaum pekerja tidak cukup hanya mempunyai program yang baik. Oposisi kaum pekerja pun harus mengerti cara yang tepat dalam mengejar kesempatan dan kekuatan. Program yang baik harus beserta cara yang tepat pula, cara yang dapat dimengerti dan diikuti oleh sekitarnya.
III. OPOSISI PARLEMENTER DI NEGERI DEMOKRASI KAPITALIS.
1. Menghadapi kekuasaan raja, yang tak terbatas, yang amat merugikan kepentingan dan kebutuhan kaum borjuis, oposisi borjuis membutuhkan satu parlemen, guna merampas dan membatasi kekuasaan raja. Bila tadinya undang-undang berpangkal pada perkataan raja, kemudian undang-undang berpangkal kepada parlemen.
2. Parlemen berasal dari bahasa Perancis yang berarti tempat berunding dan selanjutnya parlemen dikenal sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Parlemen ialah tempat wakil rakyat berunding. Dikatakan parlemen tempat wakil rakyat berunding karena menurut sejarahnya parlemen ialah hasil oposisi dari rakyat tertindas (yang dipimpin kaum borjuis) di masa feodalisme. Sudah tentu sifat parlemen, menjadi berubah setelah kekuasaan borjuis menjadi kenyataan. Semula parlemen ialah alat oposisi borjuis dalam menghadapi kekuasaan raja. Setelah borjuis berkuasa, parlemen berputar sifatnya, dari alat oposisi borjuis menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan borjuis.
3. Setelah borjuis berkuasa dalam tingkatan pertama, maka parlemen menjadi perebutan antara borjuis dan kaum pekerja tertindas (tanah dan industri). Kaum pekerja tertindas berharap mempergunakan parlemen sebagai alat oposisi, sedangkan borjuis yang sudah mulai berkuasa, berkehendak membuat parlemen sebagai alat pertahanan. Pada tingkatan pertama memang ada kemungkinan bagi kaum pekerja tertindas untuk merebut kekuasaan melalui parlemen, tetapi harapan itu kian hari kian bertukar, karena parlemen semakin hari semakin merapat dengan masyarakat borjuis, sampai akhirnya parlemen tidakl dapat dipisahkan dari masyarakat borjuis. Parlemen tidak bebas dari disiplin dan kekuasaan beserta liku-likunya, bank, ambtenar, polisi, dan tentara borjuis.
4. Andai kata parlemen dapat diisi oleh sebagian besar wakil pekerja kecuali bahaya luntur karena suap borjuis, pun belumlah boleh dikatakan, bahwa putusan parlemen yang merugikan borjuis dapat dilakukan dalam masyarakat. Kaum pekerja terpaksa berhadapan dengan polisi, tentara, ambtenar borjuis, yang mendapat perintah dari bank borjuis untuk mensabotir pelaksanaan putusan parlemen. Menguasai parlemen belum berarti mengusai masyarakat.
5. Mengharapkan perubahan masyarakat, berdasarkan undang-undang parlemen berarti menggantungkan perubahan masyarakat kepada kemurahan hati borjuis. Semurah-murahnya borjuis ia tidak akan menyerahkan kekuasaan kepada kaum pekerja dengan suka rela dan sedemokratisnya parlemen, parlemen tidak akan memberi keputusan yang mengubur kapitalisme. Sebelum parlemen membubarkan kapitalisme, parlemen sudah dibubarkan terlebih dahulu oleh kapitalis, demikianlah adanya.
6. Mengikuti kaum parlementer totok yang menganggap perjuangan parlementer sebagai satu-satunya jalan, maka kaum pekerja akan terjerumus dalam perjuangan yang mengejar sedikit perbaikan-perbaikan dalam lingkaran kapitalis yang lazim disebut perjuangan reformis. Mengikuti kaum perlementer totok bagi kaum pekerja akibatnya akan terjerumus dalam perjuangan reformis.
7. Kita tidak menghendaki perubahan sedikit demi sedikit dalam lingkaran kapitalisme. Kita menghendaki robohnya masyarakat kapitalis. Kita hendak mendirikan masyarakat sosialis sebagai tingkatan pertama dari masyarakat persaudaraan modern (komunisme modern).
8. Dengan sendirinya, kita menolak perjuangan reformis yang tidak merobohkan dan tidak berjalan ke arah robohnya masyarakat kapitalis. Kita menolak perjuangan parlementer totok yang menjadi sumber reformisme.
9. Bila dikatakan kita menolak perjuangan parlementer totok, hal itu bukan berarti bahwa kita menolak perjuangan parlementer. Dalam suasana yang tidak revolusioner, dimana pekerja tertindas dimabuk kemakmuran sementara memang ada gunanya kita mempergunakan aksi parlementer. Suara wakil kita dalam parlemen dapat kita pakai sebagai bahan pendidikan kaum pekerja tertindas. Yang penting jangan menganggap perjuangan parlemen itu sebagai perjuangan pokok. Perjuangan parlementer tidak boleh dianggap sebagai perjuangan seluruhnya (seperti pemahaman kaum parlemen totok). Perjuangan parlementer hanyalah sebagian dari pekerjaan kita seluruhnya.
IV. OPOSISI PARLEMENTER DI TANAH AIR KITA.
1. Dizaman Hindia Belanda kita kenal Volksraaad (Dewan Rakyat) yang anggotanya sebagian besar ditunjuk oleh penjajah. Bila di negeri kapitalis parlemen yang secara formal mempunyai hak untuk membentuk undang-undang, tetapi prakteknya dengan batas, bahwa undang-undang tersebut bukan berarti terkuburnya kapitalisme, maka dizaman Hindia Belanda Volksraad dengan terang tidak berhak membentuk undang-undang. Volksraad hanya mempunyai hak usul, usul yang mana yang dianggap tidak ada peminatnya. Menempatkan titik berat perjuangan di Dewan Rakyat semacam itu berarti tidak bergerak ke arah hancurnya penjajah, melainkan mengejar sedikit perbaikan dalam lingkaran penjajah.
2. Dizaman Jepang kita kenal Tyuo-Sangiin, semacam Volksraad yang anggotanya praktis ditunjuk oleh Pemerintah Tentara Jepang. Sebagaimana parlemen menjadi alat kaum borjuis untuk bertahan, demikianlah Volksraad dan Tyuo-Sangiin kedua-duanya menjadi alat penjajah. Penjajah ingin menjajah dengan “persetujuan rakyat”.
3. Masuk dalam Volksraad atau Tyuo-Sangiin, belum berarti menjadi reformis atau parlemen totok, tetapi karena kaum revolusioner dizaman Hindia Belanda dan Jepang diburu, maka boleh dikatakan, bahwa semua anggota Volksraad dan Tyuo-Sangiin adalah kaum parlementer totok, kaum reformis yang takut, malah mengharamkan revolusi. Dizaman Republik, dengan memasukkan bekas anggota Volksraad dan Tyuo-Sangiin ditambah dengan beberapa orang lagi yang ditunjuk oleh Presiden dan Wakil Presiden SUKARNO-HATTA, dibentuklah KOMITE NASIONAL PUSAT (KNI-PUSAT) – (dengan selanjutnya dibaca KNI-Pusat beserta Badan Pekerja KNI-Pusat). Dengan memasukkan anasir-anasir bukan revolusioner dalam KNI-Pusat yang berlaku sebagai Dewan Perwakilan Rakyat, telah disediakan pisau penikam dada jejaka revolusi. Dengan susunan seperti tersebut di atas KNI-Pusat lebih dekat kepada penjajah dari pada kemerdekaan. Menyerahkan maju mundurnya revolusi semata-mata kepada undang-undang KNI-Pusat sungguh sama halnya dengan menyerahkan nasib revolusi kepada penjajah yang mati-matian memusuhi revolusi.
4. Menolak Linggarjati, tetapi kemudian menerima Linggarjati dengan alasan, karena KNI-Pusat sudah menerima Linggarjati dan monolak Linggarjati-Renville, tetapi melaksanakan Linggarjati-Renville, karena Linggarjati-Renville telah menjadi apa yang disebut “kenyataan”, ialah sikap yang berdasarkan kekurangan pengetahuan, kalau bukan penyelewengan yang sengaja merugikan buruh dan tani.
5. Kita semua ingat, bahwa Linggarjati misalnya disahkan dengan lebih dahulu menambah anggota KNI-Pusat, sehingga bila waktunya tiba pertemanan bisa diset sepertiga anti Linggarjati, dua pertiga pro Linggarjati. Patut dicatat bahwa sebelumnya sudah terjadi penangkapan atas beberapa anggota KNI-Pusat yang sekiranya pantang untuk tunduk kepada keputusan KNI-Pusat. Begitulah Wakil Presiden dapat melaporkan: “Kalau Peraturan Presiden No.6 mengenai tambahan anggota KNI tidak diterima, kami berdua (SUKARNO-HATTA) akan meletakkan jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden”.
CATATAN: Renville yang dipelopori oleh pengkhianat Amir Syarifudin (PKI) dipaksakan diam-diam tanpa pengesahan, baik dari Badan Pekerja maupun KNI-Pusat.
6. Tak mengherankan kalau selanjutnya KNIP tidak mampu menghalang-halangi pembubaran Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Lebih dari itu, KNIP tidak dapat menghalang-halangi kaburnya Badan Pekerja KNIP dari Jogja dan Jakarta untuk menggabungkan diri sebagai wakil-wakil dari dewan-dewan dan negara boneka buatan Hindia Belanda, yang melahirkan parlemen Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan susunan semacam itu buruh dan rakyat pekerja tidak dapat menyerahkan nasibnya kepada parlemen.
7. Sebenarnya demokrasi dalam negeri demokrasi kapitalis, menurut prakteknya tidak boleh ditafsirkan sebagai ukuran-ukuran antara kapitalis dan proletar, melainkan menurut prakteknya harus dipandang sebagai alat dan kesempatan di tangan kapitalis atau proletar. Begitulah demokrasi dalam Republik Indonesia menurut prakteknya tidak boleh dipandang sebagai ukuran antara revolusi dan kontra revolusi.
9. Tidak melarang dan memang tidak salah orang mempergunakan oposisi dalam parlemen, tetapi dilarang dan disalahkan orang menaruh titik berat usahanya kepada parlemen dan menggantungkan luhur leburnya revolusi kepada parlemen.
V. KEKERASAN
1. Tidak mungkin perubahan radikal dapat dicapai dengan jalan parlementer, tidak mungkin kapitalisme dikubur dengan keputusan parlemen, tidak mungkin kontra revolusi diberantas dengan parlemen, dengan sendirinya melahirkan pergerakan diluar parlemen. Kapitalis dan kontra revolusi dengan sangat cemburu melihat gerakan diluar parlemen. Akhirnya kapitalis dan kontra revolusi menganggap oposisi diluar parlemen sebagai biang keladi pergerakan yang sangat membahayakan kedudukannya. Semua pergerakan yang ingin melaksanakan kehendaknya diluar parlemen dihukum sebagai pergerakan yang menjalankan oposisi tidak sah, dan tidak sejalan dengan hukum. Bukankah demokrasi sudah menyediakan tempat untuk menjalankan oposisi dengan “bebas”, “jujur”, dan teratur dalam parlemen? Begitulah prinsip kaum kapitalis, dan kaum kontra revolusi ditanah air kita dan dengan royal mereka melepaskan tuduhan kepada lawan politiknya, seperti pembentuk negara dalam negara, pengacau, kudeta, dan lain-lain.
2. Kekerasan dari pihak pemerintah akhirnya berhadapan dengan kekerasan dari pihak oposisi. Bila kekerasan mulai bertumbuk dengan kekerasan, maka pihak yang kalah prakteknya itu yang dipersalahkan dan dicemooh. Bila sampai oposisi berada di pihak yang kalah, kebodohan kaum pekerja dan rakyat, dipakai sebaik-baiknya oleh pemerintah untuk meludeskan persiapan dan pengaruh dari pihak oposisi. Tenaga yang disusun dengan susah oleh pihak oposisi bertahun-tahun lenyap dalam sekejap. Menyusun kembali tenaga yang sudah lenyap bagi pihak oposisi yang kalah akan membutuhkan waktu yang lama.
3. Sekali lagi tidak mungkin kapitalis dan kontra revolusi dalam negeri demokrasi kapitalis dapat dikubur dengan keputusan parlemen. Tidak ada jalan lain, kekerasan kapitalis dan kontra revolusi harus dilawan dengan kekerasan.
4. Persoalan yang dihadapi bagi oposisi kaum pekerja ialah kekerasan manakah yang dapat menjamin kemenangan? Ada tiga macam kekerasan:
a. Kekerasan yang berdasarkan tenaga dan aksi perseorangan (jalan anarkis).
b. Kekerasan yang berdasarkan tenaga dan aksi sekelompok orang (puts).
c. Kekerasan yang berdasarkan tenaga dan aksi massa (massa aksi).
VI. KITA MENOLAK JALAN ANARKIS DAN PUTS.
1. Bila kita sampai pada hari ini masih menjalankan oposisi, bukan semata-mata karena keinginan untuk berkuasa. Oposisi kita adalah usaha untuk mencari kesempatan dan menggalang kekuatan untuk melaksanakan program berdasarkan kepentingan dan kebutuhan kaum pekerja. Kita beroposisi, karena ditanah air kita berlaku pemerasan terhadap kaum mayoritas, ialah kaum yang bekerja mati-matian hanya untuk mendapatkan pengganjal perut, atau dengan singkat kaum pekerja. Oposisi kita menghendaki kemajuan, dengan sendirinya gerak oposisi kita harus diselaraskan dengan “Hukum Kemajuan”.
2. Hukum kemajuan sejarah berdasarkan kepentingan dan kebutuhan. Umat manusia dalam proses kemajuan tidak boleh dilihat sebagai umat manusia seutuhnya, dan juga tidak boleh ditinjau sebagai seorang individu, melainkan sebagai manusia yang terbagi menjadi klas.
3. Kita mencintai dan membela kaum pekerja. Kita dapat berlaku dan tampil ke depan sebagai juru bicara dan pembela kaum pekerja, tetapi kita tidak mungkin bergerak lepas dari kesadaran rakyat dan kaum pekerja. Seseorang dapat berpengaruh dikalangan kaum pekerja, maka pengaruh tadi ialah ukuran dari kesadaran kaum pekerja itu sendiri.
4. Memang kecakapan dan kekuatan seseorang mendapatkan pengaruh dikalangan kaum pekerja, tetapi adanya pengaruh tersebut membuktikan geraknya satu klas, membuktikan adanya usaha perseorangan yang tidak lepas dan tidak mungkin dilepaskan dari suatu klas.
5. Bersikap terlalu maju mendahului klas kaum pekerja, menjalankan kekerasan, dengan tenaga dan aksi perseorangan, tidak beserta aksi rakyat dan kaum pekerja, ialah tindakan pahlawan yang mengorbankan jiwanya dengan tidak dimengerti dan diikuti oleh kaum pekerja yang amat dicintai. Malahan rakyat dan kaum pekerja yang belum bergerak dan sadar itu, akan dipakai oleh kapitalis-imperialis dan kontra revolusi untuk memusuhi pecinta kaum pekerja yang kurang mengerti langkahnya, dengan hasutan murahan: pengganggu keamanan, pengacau, dan lain-lain. Lebih dari itu, menjalankan kekerasan dengan tenaga dan aksi perseorangan, membuka kesempatan bagi agen provokator kapitalis, imperialis dan kontra revolusi untuk menggelitik orang jujur dan semangat guna melakukan tindakan keras, tetapi belum waktunya, untuk akhirnya ditangkap, sebelum mereka bertindak sedikitpun. Jalan anarkis pada prakteknya mengorbankan kader-kader revolusioner yang sebenarnya masih perlu berkorban sebagai pimpinan tenaga dan aksi rakyat dan kaum pekerja.
6. Andaikata jalan anarkis dapat mengenai sasarannya, misalnya pembesar-pembesar jahat yang terbunuh, dengan mudah pemerintah dapat mengambil tenaga lain yang tidak ubahnya dengan pembesar yang sudah terbunuh itu. Jalan anarkis hanya dapat menghancurkan (inipun kalau mengenai sasarannya) tetapi laku anarkis tidak memikirkan kelanjutannya.
7. Pada hakekatnya puts tidak ada ubahnya dengan jalan anarkis, sekalipun dalam bentuknya, puts lebih luas dari jalan anarkis. Bila jalan anarkis mengajukan orang, maka puts memajukan orang.
8. Bersikap terlalu maju, mendahului klas pekerja, menjalankan kekerasan, dengan tenaga dan aksi rombongan, tidak beserta tenaga dan aksi rakyat dan kaum pekerja ialah aksi yang tidak dimengerti oleh rakyat dam kaum pekerja yang amat dicintai. Puts mungkin dapat merebut daerah, gedung, dan lain-lain tetapi tidak mengusai masyarakat dan kaum pekerja.
9. Dengan puts – seperti jalan anarkis – kita memberi alat pemukul kepada kapitalis, imperialis dan kontra revolusi dengan mempergunakan kaum pekerja dan rakyat yang masih bodoh dan belum sadar itu guna memusuhi pembela kaum pekerja dengan tuduhan murahan, pengacau, perusak dan lain-lain. Tidak ubahnya dengan jalan anarkis, begitu juga dengan puts membuka pintu bagi agen-agen provokator kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi untuk mengacau balaukan persiapan kita. Dalam susunan dimana rakyat dan kaum pekerja masih bersikap bodoh, sehingga saluran masyarakat dengan mudah dapat dikontrol dan dikuasai oleh kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi, maka rencana mempergunakan kekerasan itupun pada prakteknya selalu bocor dan kemudian memberi kesempatan kepada kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi untuk melakukan salah satu dari yang tersebut di bawah ini:
a. Menangkapi rombongan yang hendak melakukan kekerasan sebelum rombongan itu dapat bertindak.
b. Menjerumuskan rombongan yang berkehendak baik itu dalam avontur (tokoh hebat) yang dari dalam sudah dikacau-balaukan dengan teratur untuk selanjutnya membinasakan persiapan revolusioner dengan bantuan rakyat dan kaum pekerja dengan modal tuduhan murahan, pengganggu keamanan, dan lain-lain.
10. Memang justru dalam masyarakat kita yang terbelakang, dimana buta huruf merajalela, menghadapi kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi yang menguasai alat kolonial, pembela kaum pekerja yang terpisah dari segala peralatan yang serba lengkap, tidak sepatutnya mendasarkan aksinya kepada jalan anarkis dan puts. Kebodohan rakyat dan kaum pekerja selalu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi untuk memutar balikkan persoalan dan menyebarkan bisikan yang beracun yang semata-mata mempermainkan kebodohan rakyat belaka. Dimana rakyat dan kaum pekerja sendiri belum ikut serta bergerak berdasarkan kepentingan dan kebutuhannya, maka kekerasan perseorangan atau rombongan, akan diserahkan bulat-bulat oleh rakyat dan kaum pekerja kepada kaum kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi sebagai kejahatan yang harus mendapat hukuman yang setimpal. Dengan begitu kita menolak jalan anarkis dan puts.
VII. MASSA AKSI.
1. Bila ada yang dikatakan massa, maka yang dimaksud ialah rakyat mayoritas. Kekerasan berdasarkan tenaga dan aksi massa ialah puncak dari massa aksi.
2. Begitulah massa aksi, dari yang lemah lembut bertingkat dan berturut-turut sampai pada suatu titik ketika berkesempatan menunjukkan dan menggunakan kekerasan.
3. Patut disadari, bahwa kita hidup di abad XX, tidak lagi dizamannya Ken Arok. Diabad ini teknik mengalami kemajuan yang sangat pesat, hingga negara abad XX beserta perlengkapan yang hebat. Itulah perbandingan perlengkapan pemerintah dengan perlengkapan oposisi di zaman Ken Arok, dan tidak boleh disamakan dengan perlengkapan pemerintah dan perlengkapan oposisi di abad XX. Oleh karena itu kemajuan teknik diborong oleh golongan yang berkuasa, maka kemajuan teknik itu memperbesar kekuasaan pemerintah yang sebaliknya tambah mengecilkan kekuatan oposisi. Di zaman Ken Arok, jalan anarkis atau puts ada harapan untuk membawa hasil, pertama karena peralatan pemerintah dan oposisi boleh dikatakan tidak ada bedanya, kedua karena antara Istana Raja dan rakyat mayoritas tidak terdapat badan-badan yang birokratis dalam hubungannya, sehingga mengusai istana, Ken Arok dapat menjadi raja. Memimpin revolusi istana ala Ken Arok itu sudah tidak lagi pada tempatnya.
4. Kekuatan pemerintahan musuh dari kelas pekerja ialah dalam perlengkapan, sedangkan kekuatan oposisi pembela kaum pekerja, ialah pada dasarnya. Pemerintah feodal-borjuis memutar balikkan persoalan dan mengancam dengan alat perlengkapannya. Oposisi (pembela) kaum pekerja mengajarkan mana yang salah dan mana yang benar serta menunjukkan keuletannya.
5. Untuk menipu dan memeras kaum pekerja, pemerintah reaksioner menggunakan dan memperlengkapi tenaga dari kaum pekerja. Maka sesuai dengan kesadaran tenaga tersebut pasti semua alat ada ditangannya, dan berangsur-angsur akan bertukar sasarannya. Dengan modal program, rencana, kecerdasan, kecakapan, kejujuran, keuletan serta kebulatan tekad yang ada dari kaum pekerja yang dipersenjatai oleh kaum reaksioner itu, dapatlah golongan oposisi memperlengkapi diri.
6. Sepadan dengan kekuatannya, oposisi mulai menunjukkan taringnya. Maka, kekurangan kebijaksanaan menghadapi reaksi dari provokasi pemerintah reaksioner, dengan mudah oposam dipengaruhi oleh alat perlengkapannya, menukar pandangannya dari tenaga dan kesadaran massa kesenjata yang dipegangnya, lupa akan arti kedudukan dan kesanggupan tenaga massa sendiri, tidak atau kurang mengindahkan suasana, meletus kalau tidak terlibat dalam puts seperti “pemberontakan 1926, Peristiwa 3 Juli, Peristiwa Madiun” yang akhirnya memusnahkan persiapan revolusi.
7. Menghadapi reaksi memang sepatutnya kita bersikap, tetapi dalam menentukan sikap, kita sekali-kali tidak boleh mengabaikan massa. Massa harus diajak, janganlah massa itu dapat dipakai oleh kaum reaksioner untuk menghadapi kita. Dalam menentukan sikap, hubungan dengan massa sangat perlu dipikirkan.
8. Dalam hal ini kita harus selalu memikirkan kesanggupan massa. Kita harus bertahan dan berani memberi tempo kepada massa supaya bisa merasakan dan tahu sendiri, bahwa massa akan bersikap sesuai dengan pengalamannya. Hendaklah disadari bahwa kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi hidupnya dari pemerasan dan perampokan tenaga dan kekayaan massa. Begitulah caranya kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi berkepentingan menutup mata dan telinga massa. Pemeras dan perampok itu berkepentingan memperbodoh massa. Massa yang ditutup mata dan telinganya, massa yang diperbodoh itu tidak dapat diajak berpikir secara sehat. Massa hanya dapat merasakan. Massa bergerak tidak menurut pikiran, melainkan berjalan menurut naluri (instinct). Massa mengetahui “itu salah” bila massa sudah menjadi korban dari kesalahan tersebut. Dalam masyarakat perampokan dan pemerasan, massa tidak mampu diajak berpikir, meramalkan yang akan datang, menghadapi apa yang patut dihadapi. Massa hanya dapat diajak bergerak mengenai hal-hal yang langsung dirasakan. Massa tidak dapat diajak berpikir muluk-muluk. Massa menghendaki praktek.
9. Berdasarkan kenyataan sulitnya massa diajak berpikir, maka Ki Hajar Dewantara ingin mempertinggi “nilai”kesanggupan berpikir dikalangan massa dengan jalan membangun sekolah Taman Siswa. Patut dihargai usaha Ki Hajar Dewantara ini, asal kita jangan salah menghargainya. Perlu ditekankan bahwa pemberantasan buta huruf dan lain-lain merupakan jembatan ke arah tenaga massa.
10. Kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi tidak dapat diusir dengan a.b.c. Kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi hanya dapat didobrak dengan tenaga massa. Sekalipun massa Indonesia buta huruf, tetapi massa Indonesia tidak buta rasa. Massa Indonesia melek rasa. Usaha Ki Hajar Dewantoro patut dihargai dan harus dihargai, asalkan usaha tersebut tidak diartikan membatalkan arti tenaga massa. Memandang pergerakan Taman Siswa sebagai persoalan yang tersendiri mudah menjerumuskan “peminat Taman Siswa”dalam jurang reformisme. Kita boleh menerima dan menyokong Taman Siswa sebagai bagian dari pada massa aksi.
11. Lihatlah tenaga massa waktu pendaratan Jepang, dan pada waktu penyerahan Jepang. Itulah tenaga massa yang kita butuhkan. Tenaga massa yang meluap adalah tabungan reaksi massa dalam pengalamannya menghadapi pemerasan dan perampokan yang menimpa dirinya. Dua peristiwa, yakni pendaratan Jepang dan penyerahan Jepang membuka kesempatan kepada massa untuk mengumbar amarahnya, sesuai dengan pengalamannya. Kungkungan yang tadinya sangat kuat suatu ketika, menjadi lemah, kelemahan mana yang dipergunakan sebaik-baiknya oleh massa.
12. Suatu ketika tenaga massa bergelora. Gelora massa ialah tenaga yang luar biasa, yang menunjukkan dan mempergunakan kekerasannya. Tenaga yang meluap itu tidak disertai rencana yang tertentu. Tenaga yang meluap itu ibarat gemuruh lahar yang turun dari gunung “rawe-rawe rantas malang-malang putung”. Kemana, kemana? Massa tidak tahu. Rampas yang dapat dirampas, rebut yang dapat direbut, angkat yang dapat diangkat, hancurkan dan bunuhlah semua penghalang dan selanjutnya bagaimana? Massa tidak tahu. Massa membutuhkan pimpinan.
13. Pada pendaratan Jepang, gelora massa tidak memperoleh kepemimpinan dari golongan pembela kaum pekerja, dengan begitu akhirnya gelora massa diperalat oleh Jepang sebagai bagian dari aksi pendaratannya. Pada waktu penyerahan Jepang sesungguhnya gelora massa dapat dipergunakan sebagai bagian dari aksi kemerdekaan. Sayang, rombongan kemerdekaan belum merupakan rombongan yang teratur, sehingga tenaga massa berangsur-angsur dikacaukan oleh kontra revolusi dengan cara yang teratur.
14. Memang pada waktunya pendaratan Jepang dan penyerahan Jepang, massa beraksi, tetapi sayang pada kedua waktu itu belum ada kepemimpinan yang teratur sehingga belum terjadi massa aksi yang teratur. Pada waktu itu massa dapat diperalat untuk kepentingan massa itu sendiri. Sayang badan yang dapat mempengaruhi massa secara teratur untuk kepentingan dan kebutuhan massa itu belum ada. Pada kedua waktu itu hanya ada orang-orang yang berpengaruh, orang-orang revolusioner, orang-orang pembela kaum pekerja, orang-orang yang kurang bersambung dan kurang kenal satu sama lainnya. Begitulah tenaga massa dengan mudah dapat dicerai-beraikan, dengan adanya seribu satu rencana yang bertumbuk yang secara langsung dan tidak langsung berpengaruh kepada massa yang bergolak. Sesungguhnya massa aksi hanya dapat dilakukan, bila massa aksi memperoleh kepemimpinan yang teratur. Pusat pimpinan yang teratur mengemudikan massa, lazim disebut partai. Dalam massa aksi dibutuhkan partai yang mengemudikan massa aksi. Sudah tentu hanya partai kaum pekerja, partai klas buruh yang dapat mempengaruhi massa untuk kepentingan massa itu sendiri, lain partai hanya akan memperkuda massa memakai massa untuk merugikan massa.
15. Begitulah massa aksi yang teratur ialah timbal baliknya, pergerakan partai dan massa, ke arah tujuan yang pasti, dari lemah lembut, berturut-turut sampai pada suatu ketika ada kesempatan untuk menunjukkan dan menggunakan kekerasannya. Partai mengumpulkan pengalaman massa, mencari pelajaran dari pengalaman. Partai selalu memberi laporan kepada massa mengenai kejadian-kejadian yang meliputi massa. Partai mengajak massa bergerak mempergunakan semua kesempatan diluar dan didalam parlemen. Partai menunjukkan mana yang salah dan mana yang benar. Partai melatih massa bergerak maju mundur dalam rapat, demonstrasi, pemogokan, dan lain-lain, dengan membawa tuntutan dari praktek yang dialami massa. Partai memberi penerangan yang mudah dimengerti massa. Partai menetapkan anggotanya ditubuh massa dalam serikat buruh, batalyon tentara, serikat tani, yang intinya partai di tengah-tengah massa, selalu memelihara kontak dengan massa. Untuk sementara partai boleh berpisah dengan gedung dan alat-alatnya, tetapi sedikitpun tidak boleh berpisah dengan massa. Partai maju memperkenalkan diri kepada massa, dan bilamana perlu partai bekerja tertutup........., tetapi di atas segalanya partai harus meninggalkan kesan yang baik dalam lubuk hati massa......... selanjutnya tiap kesempatan yang mungkin, harus segera dipergunakan untuk memperlihatkan diri kembali, partai harus dikenal oleh massa dan partai tidak boleh lepas dari massa, hanya dengan begitu massa aksi dapat digalang secara teratur.
16. Dalam massa aksi yang teratur dibutuhkan:
a. Partai yang berpengaruh, berpengalaman, dengan program yang jelas dan jujur membela kepentingan dan kebutuhan rakyat dan kaum pekerja.
b. Massa yang terlatih, tersusun dalam serikat-serikat massa rakyat, maju-mundur, mengejar dan membela kepentingan dan kebutuhannya.
c. Rantai kontak yang teratur dan kuat antara partai dan massa.
17. Dengan adanya tiga syarat yang di atas, barulah dapat diharapkan naluri massa menggerutu bertemu dengan program partai pada satu titik revolusi yang dapat mendatangkan perubahan radikal bagi massa yang terhisap dan tertindas. Keadaan massa ibaratkan batu ditanah lapang yang panas dingin sesuai dengan terang gelapnya hari. Semangat massa naik turun sesuai dengan pasang surutnya suasana. Bila massa lagi dimabuk kemakmuran sementara (dalam lingkungan kapitalis), massa bersikap acuh (tidak ambil pusing) terhadap segala anjuran revolusioner. Sebaliknya, bila pengangguran merajalela, pencaharian sulit, pemerasan, dan perampokan kapitalis-imperialis dan kontra revolusi menjadi semata-mata, maka disanalah rakyat menjadi menggerutu (banyak mengomel), berangsur-angsur massa menggerutu itu meningkat menjadi revolusioner, menjadi massa yang bersikap melawan pemerasan dan penindasan.
18. Partai yang menyusun tenaga berdasarkan massa aksi harus tahu dan dapat menyesuaikan dengan keadaan massa, dengan proses dari dalam tubuh masssa, dari acuh ke menggerutu, dari menggerutu kerevolusioner. Patut dipahami, hanya dengan jalan demikian itu partai dapat terus memelihara hubungan dengan massa.
19. Menyusun tenaga dari lemah lembut menjadi ketingkat puncak massa aksi memakan waktu yang luar biasa dan membutuhkan keuletan dan kejujuran kepada cita-cita kaum pekerja. Untuk melakukan pekerjaan seberat itu, menurut pengalaman, dari sekian banyak kaum intelektual tidak tahan dan tidak sanggup menanggung penderitaan dan mengendalikan kesabarannya, separuhnya didorong oleh nafsu terburu-buru untuk berkuasa, meninggalkan massa aksi untuk membelok kejalan anarkis dan puts, separuhnya lagi kemudian mengambil jalan pintas yakni melamar kursi-kursi dalam lingkungan kapitalis, imperialis, dan kontra revolusi, untuk dapat bergaul dengan kawan-kawannya seperti sediakala, cukup pantas sesuai dengan “standing” (derajatnya) intelek, enak menyeleweng kejalan reformis. Menilik pengalaman sejarah perjuangan oposisi kaum pekerja maka sepatutnya kaum intelektual tidak boleh dan tidak dapat dijadikan tenaga pokok dalam partai kaum pekerja.
20. Tenaga pokok dalam partai kaum pekerja harus terdiri dari tenaga-tenaga dari kaum pekerja sendiri, kaum intelektual dapat ditarik sebagai tenaga pembantu. Oleh karenanya kegagalan dalam sejarah oposisi kaum pekerja dapat ditafsirkan sebagai kegagalan pembentukan partai kaum pekerja berdasarkan massa aksi, patut disingkirkan anasir-anasir yang mengakui dirinya pembela kaum pekerja tetapi tidak mau masuk dalam partai. Orang-orang semacam ini lazim disebut individualis. Individualis ini terdiri dari kaum intelektual yang hendak menguasai masyarakat dengan otaknya saja. Prakteknya individualis ini mempersundalkan rencana ke sana-kemari, instan (tau beres), malas, pengecut dan tidak mau menyusun tenaga sendiri. Kaum intelek individual prakteknya amat mengacaukan susunan massa aksi. Karena menjual nama ke sana-sini, tak ubahnya seperti pemain roulet pasang sana-sini, adventurir. Untuk kebersihan massa aksi, kaum individualis harus diberantas dan juga orang-orang yang tidak menghiraukan disiplin partai. Senangnya hanya ngobrol sana-sini, sukanya hanya main sendiri, dengan tidak menghiraukan perundingan dengan kawan, orang semacam ini tak ubahnya dengan kaum individualis yang mengacau partai.
21. Kalau lagi ada angin orang-orang ini gemar membuat rencana (dan seringkali rancangan kosong, karena tidak menghiraukan keadaan partai seolah-olah semua sudah tersedia). Tetapi bila pelaksanaan dari rencana itu mendapatkan kesulitan, mereka bukannya menyelesaikan masalah malah dengan sengaja membuat rancangan baru. Dalam partai kaum pekerja, tukang main sendiri, tukang obrol, dan tukang rancang itu patut diawasi dan sepadan dengan kekuatan partai, siang atau malam partai perlu bersikap selayaknya terhadap penyakit dalam partai tersebut.
22. Gagal atau tidaknya susunan massa aksi, kecuali pada massa sendiri sebagian besar tergantung dari internal partai (kaum pekerja), pelopor massa aksi itu. Sesungguhnya partai yang internalnya dapat dikuasai dengan baik, yang boleh diharapkan dapat menguasai rantai kontaknya dengan massa. Bukankah di atas sudah dikemukakan, bahwa massa aksi yang teratur itu tidak lain dari timbal baliknya gerakan partai dan massa ke arah tujuan yang pasti dari lemah-lembut bertingkat sampai pada suatu ketika berkesempatan menunjukkan dan mempergunakan kekuatannya: rawe-rawe rantas malang-malang putung”? Hanya massa aksi yang teratur yang dapat mendatangkan perubahan yang radikal bagi massa yang terhisap dan tertindas.
PERTANYAAN:
1. Apakah perbedaan antara puts dan anarki?
2. Bagaimana pendirian saudara terhadap parlementarisme?
3. Bagaimana kedudukan massa dalam massa aksi?
4. Siapakah yang dapat menolong massa?
5.Tahukah saudara syarat-syarat yang dibutuhkan dalam susunan massa aksi yang teratur?
6. Apa sebab saudara menolak puts dan anarki?
7. Apa yang dimaksud dengan oposisi?
8. Apa yang patut diperhatikan dalam oposisi?
9. Cukupkah kita berpuas diri dengan program yang sama?
10. Bagaimana pendirian saudara terhadap peristiwa Madiun?
11. Coba adakanlah pemandangan sekitar massa aksi yang teratur !
I. PERTENTANGAN POKOK
1. Didalam abad XX ini berlaku pertentangan pokok antara modal dan buruh. Pertentangan tersebut pada dasarnya adalah perebutan mengenai nilai lebih. Dengan mempermainkan kebodohan buruh, bersenjatakan alat pemaksa yang bernama negara, serta mempergunakan badan modal sebagai perahu dan benteng, kaum pemodal menghisap nilai lebih sebanyak-banyaknya dari tenaga buruh dengan jalan:
1. Membayar upah buruh serendah-rendahnya.
2. Memperpanjang waktu kerja.
3. Memperbaiki alat-alat produksi.
Sebaliknya kaum buruh yang menanggung kemiskinan, mencoba memperbaiki nasibnya dengan mengurangi nilai lebih dari tangan kapitalis dengan jalan:
1. Menuntut membayar upah setinggi-tingginya.
2. Menuntut jam kerja sependek-pendeknya.
3. Memusuhi kemajuan teknologi yang banyak meningkatkan jumlah pengangguran. (inilah sasaran aksi buruh sebelum menemukan pokok pikiran sosialisme).
II. SENJATA DAN PENGALAMAN KLAS BURUH
1. Dalam perjuangan perbaikan nasib, kaum buruh mempunyai senjata yakni yang bernama organisasi. Organisasi ini bernama Serikat Buruh. Dalam menjalankan perbaikan nasib dengan Serikat Buruh, kaum buruh lambat laun memperoleh pengalaman yang dapat disimpulkan seperti di bawah ini ;
1. Kenaikan upah selalu diiringi oleh kenaikan harga kebutuhan sehari-hari.
2. Tuntutan memperpendek jam kerja disambut oleh pemodal dengan perbaikan alat-alat produksi yang dapat meningkatkan jumlah pengangguran.
3. Memusuhi kemajuan teknologi dengan merusak mesin yang meningkatkan jumlah pengangguran dan didalam prakteknya berhadapan dengan alat kekerasan negara (polisi,tentara dll.) yang tidak mungkin dihadapi oleh gerombolan buruh dan kekuatan kaum buruh itu sendiri.
2. Pengalaman dalam pergerakan perbaikan nasib, mengajarkan kepada kaum buruh, bahwa sesungguhnya tidaklah cukup bagi buruh hanya sekedar menuntut perbaikan nasib. Di samping berjuang untuk perbaikan nasib, kaum buruh perlu bergerak maju ke arah perubahan nasib. Perjuangan untuk perubahan nasib pada akhirnya melahirkan senjata baru selain Serikat Buruh yaitu Partai Klas Buruh.
III. SERIKAT BURUH DAN KLAS BURUH
Untuk memperoleh pedoman ke arah konsolidasi organisasi kaum buruh Indonesia perlu adanya kepastian yakni:
1.Tentang posisi perjuangan perbaikan nasib dalam usaha untuk perubahan nasib.
2. Tentang persamaan, perbedaan dan hubungan Serikat Buruh dan Partai klas buruh.
Dengan bahan kepastian tersebut dapat disusun rencana-rencana praktis ke arah konsolidasi kaum buruh Indonesia.
IV. PERBAIKAN NASIB DAN PERUBAHAN NASIB.
1. Perjuangan untuk perbaikan nasib terbatas kepada nasib buruh dalam lingkaran masyarakat kapitalis.Sebaik apapun nasib buruh dalam masyarakat kapitalis, kaum buruh tidak akan pernah berkuasa atas hasil pekerjaannya dan kaum buruh tidak pula berkuasa atas nilai lebih yang diperas dari tenaganya. Sebaik apapun nasib buruh dalam masyarakat kapitalis, kaum buruh tidak akan hidup tenteram, karena tetap terancam akan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari yang tidak seimbang dengan kenaikan upah. Dan tetap teracam bahaya pengangguran, bahaya perang dan lain-lain.
2. Sebaliknya, perubahan nasib tidak didapat dalam masyarakat kapitalis. Perubahan nasib hanya dapat diperoleh di atas liang kubur masyarakat kapitalis. Untuk dapat merobohkan masyarakat kapitalis sangat dibutuhkan kesadaran massa buruh. Itulah sebabnya setiap ketimpangan dalam masyarakat kapitalis, yang selalu menimpa nasib buruh, perlu digunakan sebagai latihan menambah kesadaran buruh, serta sebagai saluran untuk memperkaya pengalaman buruh. Demikianlah perjuangan perbaikan nasib tidak boleh dipandang sebagai soal yang terpisah, melainkan harus dipahami dan dilakukan sebagai bagian dari perjuangan perubahan nasib.
V. PERSAMAAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN PARTAI KLAS BURUH.
A. Baik Serikat Buruh maupun Partai klas buruh kedua-duanya adalah alat perjuangan klas buruh, artinya, kedua-duanya adalah alat untuk mencapai tujuan buruh. Demikian Serikat Buruh dan Partai klas buruh tetap ada dan perlu dipertahankan selama masih dibutuhkan oleh kaum buruh. Jalanya Partai klas buruh dan Serikat Buruh pasang surut sepadan dengan perkembangan kaum buruh. Begitulah badan yang menamakan diri sebagai Serikat Buruh atau Partai klas buruh, tetapi tidak memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan kaum buruh, sudah pasti akan mendapatkan hukuman yang setimpal dari amarah kekuatan kaum buruh. Badan-badan semacam itu patut disinyalir oleh kaum buruh karena badan-badan tersebut bersemboyan buruh tidak lain hanya untuk memukul kaum buruh. Serikat Buruh dan Partai klas buruh yang bunglon itulah yang perlu dilenyapkan dari muka bumi ini.
Sebaliknya, kita tidak cukup memandang Serikat Buruh dan Partai klas buruh sebagai alat perjuangan kaum buruh. Baik Serikat Buruh maupun Partai klas buruh kedua-duanya adalah tempat perjuangan kaum buruh, artinya, kedua-duanya adalah tempat bagi buruh untuk berjuang guna mencapai tujuan kaum buruh. Jelasnya dalam Serikat Buruh dan Partai klas buruh bukanlah pengurus semata-mata yang membanting tulang. Pekerjaan dalam Serikat Buruh dan Partai klas buruh seluruhnya menjadi tanggungan menolak pendapat bahwa Serikat Buruh dan Partai klas buruh, pengurus dan bukan pengurus semata-mata ialah pembagian pekerjaan, bukan pemborongan pekerjaaan. Kebiasaan memandang Serikat Buruh dan Partai klas buruh semata-mata sebagai alat perjuangan kaum buruh di samping alat juga menjadi tempat perjuangan kaum buruh mudah menimbulkan penyakit sentralisme yang tidak sehat seperti:
1. Pasrah kepada pengurus.
2. Memborong semua pekerjaan.
Sentralisme yang tidak sehat ini perlu diberantas karena kita sama-sama mengerti, bahwa dasar organisasi kita memang tidak lain dari pada demokrasi sentralisme, pemusatan yang demokrasi dan demokrasi yang terpusat.
C. Sebagai alat dan tempat perjuangan kaum buruh, Serikat Buruh dan Partai kaum buruh menuju masyarakat baru. Arti keduannya tidak condong pada masyarakat kapitalisme dan keduannya bekerja menggalang persiapan untuk menyongsong lahirnya masyarakat baru. Demikianlah Serikat Buruh dan Partai kaum buruh yang mengharapkan perubahan nasib dalam lingkaran masyarakat kapitalis ini sesungguhnya adalah alat kapitalis untuk menipu dan menimbulkan salah tanggapan dikalangan kaum buruh.
VI. PERBEDAAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN PARTAI KLAS BURUH.
A. Mengetahui persamaan antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh bukan patut dijadikan alasan untuk mempersamakan Serikat Buruh dan Partai kaum buruh ataupun sebaliknya. Mempersamakan Serikat Buruh dan Partai kaum buruh dalam prakteknya mempersulit kita dalam menghimpun massa buruh. Begitupun sebaliknya mempersamakan Partai kaum buruh dan Serikat Buruh dalam prakteknya mempercair Partai kaum buruh.
B. Di samping memperhatikan dan mencari persamaan antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh, perlu juga ditarik garis perbedaan antara Partai kaum buruh dan Serikat Buruh. Bertolak dari adanya perbedaan antara kedua hal tersebut dan juga persamaan yang sering kita jumpai antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh dalam prakteknya akan melahirkan pemahaman yang keliru antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh yang akan melemahkan kekuatan kaum buruh.
C. Perlu diperhatikan perbedaaan antara Serikat Buruh dan Partai klas buruh:
1. Serikat Buruh adalah alat perjuangan sederhana kaum buruh, sedangkan Partai kaum buruh adalah alat perjuangan yang sempurna dari kaum buruh.
Hal ini dapat dimengerti karena Partai kaum buruh dilahirkan didalam perjuangan yang sudah jauh meningkat. Partai kaum buruh lebih gesit dan mobile dari Serikat Buruh. Baik legal maupun illegal Paratai kaum buruh tidak pernah menghentikan kegiatannya. Tidak demikian halnya Serikat Buruh, Serikat Buruh tidak dapat dengan segera mengambil keputusan yang tepat, dan Serikat Buruh sesuai dengan sifatnya tidak dapat bergerak secara illegal, Serikat Buruh ini bergerak dalam suasana legal.
Kesempurnaan dari Partai kaum buruh bukan berarti sebagai alasan untuk meniadakan peranan Serikat Buruh. Partai kaum buruh dengan tidak ada Serikat Buruh sama halnya dengan Jenderal tanpa Prajurit.
2. Serikat Buruh adalah organisasi yang longgar bagi perjuangan kaum buruh, sedangkan Partai kaum buruh adalah organisasi yang ketat bagi perjuangan kaum buruh. Jelasnya Serikat Buruh adalah organisasi massa buruh untuk mengadukan nasibnya mengenai persoalan-persoalan normatif dalam kesehariannya seperti:
1. Pemecatan terhadap kawan sepekerjaan
2. Jaminan mengenai perawatan terhadap buruh yang sedang sakit.
3. Mengenai pensiun
4. dan banyak lagi yang lainnya.
Partai kaum buruh adalah organisasi untuk mengadukan nasib buruh mengenai persoalan yang lebih besar seperti:
1. Pembentukan Pemerintahan Rakyat.
2. Pembubaran perlemen yang tidak mewakili kehendak rakyat mayoritas.
3. Penyitaan modal para penjajah.
4. Dan banyak lagi yang lainnya.
3. Serikat Buruh mengutamakan kepada kesamaan dalam kesimpulan, sedangkan Partai kaum buruh mengutamakan kepada kesatuan dalam cara berpikir.
Bagi Serikat Buruh persoalannya hanya pada asalkan massa buruh mau berkumpul dan bergerak menolak dasar-dasar dari masyarakat sekarang sebagai tingkatan yang mutlak untuk menuju masyarakat baru. Sebaliknya Partai kaum buruh tidak cukup pada kesimpulan sepakat atau tidak dengan masyarakat baru. Partai kaum buruh berkepentingan:
1. Kritik terhadap masyarakat sekarang dengan mempergunakan cara berpikir tertentu.
2. Cara tertentu untuk melaksanakan program.
Dengan demikian dapat dimengerti bila azas Serikat Buruh jauh lebih longgar dari pada azas Partai kaum buruh. Maka, Serikat Buruh (yang menuju masyarakat baru) sebenarnya cukup berazaskan sosialisme. Sebaliknya Partai kaum buruh (yang juga menuju masyarakat baru) berazas Marxisme-Leninisme.
VII. HUBUNGAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN PARTAI KLAS BURUH.
Sudah diketahui persamaan dan perbedaan antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh, dan sudah diketahui pula hubungan antara perjuangan nasib dan perjuangan perubahan nasib. Dengan ini dapat dimengerti juga apa hubungannya antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh.
A. Serikat Buruh mengumpulkan massa buruh. Partai kaum buruh mengumpulkan pimpinan massa buruh.
Tiap buruh dalam lingkaran pekerjaan dapat masuk sebagai anggota Serikat Buruh.
Begitulah Serikat Buruh menghimpun massa buruh. Sebaliknya, tidak semua buruh dapat diterima dalam Partai kaum buruh. Ketentuan dan syarat-syarat keanggotaan dalam Partai jauh lebih berat dari pada dalam Serikat Buruh. Ringkasnya, hanya pimpinan massa buruh dapat diterima dalam Partai kaum buruh.
B. Serikat Buruh terbatas kepada pemusatan kaum buruh. Partai kaum buruh sebaliknya meliputi persekutuan revolusioner antara buruh dan tani. Di sini tampak pembagian pekerjaan yang lebih luas antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh. Untuk mendapatkan kemenangan akhir kaum buruh harus ada keberanian kerjasama dengan semua golongan rakyat tertindas pada umumnya, para petani miskin dan buruh tani pada khususnya. Dengan tidak ada bantuan semua golongan rakyat umumnya, khususnya para tani miskin dan buruh tani, tidak mungkin bagi buruh merobohkan masyarakat kapitalis yang sudah usang ini. Partai kaum buruh menjadi alat dan tempat kaum buruh untuk mendatangkan bantuan dari golongan tertindas lainnya, terutama tani miskin dan buruh tani. Lebih dari itu Partai kaum buruh menempatkan kaum buruh sebagai pemimpin persekutuan revolusioner buruh dan tani. Malahan Partai kaum buruh menempatkan kaum buruh sebagai pemimpin persekutuan nasional anti modal penjajah.
C. Serikat Buruh adalah sebuah cabang dalam susunan massa aksi. Partai kaum buruh adalah pimpinan dari berbagai cabang susunan massa aksi. Singkatnya, Partai kaum buruh adalah pimpinan dalam susunan massa aksi yang teratur. Suatu ketika massa menggerumuni orang-orang berpengaruh. Orang-orang berpengaruh ini memimpin Serikat Buruh, Serikat Tani, Pasukan bersenjata, persatuan wanita, rukun-rukun kampung, dan lain-lain. Partai kaum buruh melandaskan adannya kesatuan ideologi dan cara berpikir antara orang yang berpengaruh. Partai kaum buruh merupakan himpunan orang-orang berpengaruh yang dengan azas Marxisme-Leninisme, mencampur perlu membuktikan kecakapannya untuk mengkoordinir dan itu merupakan inisiatif orang-orang berpengaruh yang dikerumuni oleh massa. Demikian Partai kaum buruh memegang peranan sebagai pelopor dalam susunan massa aksi.
PERTANYAAN:
1. Apakah Perbedaan antara Serikat Buruh dan Partai klas buruh?
2. Apakah persamaan antara Serikat Buruh dan Partai klas buruh?
3. Bagaimana kedudukan Serikat Buruh dan Partai klas buruh dalam susunan massa aksi?
Sudah diketahui bahwa, massa rakyat bukannya obyek (sasaran) semata-mata. Massa rakyat juga merupakan subyek (pribadi) yang bersifat menentukan. Sebagai pribadi yang bersifat menentukan itu massa rakyat bergerak dimedan usaha ke arah perbaikan dan perubahan nasib. Kepahitan yang dialami massa rakyat sehari-hari perlahan mengepalkan tinju rakyat dan sesuai dengan pengalaman yang ada padanya yang akhirnya bangunlah rakyat itu.
Putra-putra rakyat yang dapat membela dan menulis, berkesempatan dengan modal kesungguhan mempelajari keadaan dan pengalaman orang banyak didalam dan diluar negeri. Kesempatan yang ada dipergunakan dengan modal kesungguhan ini akhirnya mengundang tanggungjawab di antara putra-putra rakyat yang maju untuk beserta secara aktif menyempurnakan bangunan massa rakyat yang makin meluas. Di sinilah massa rakyat sebagai subyek perjuangan berangsur-angsur juga menjadi obyek perjuangan. Massa rakyat sebagai subyek bangun dan massa rakyat sebagai obyek yang dibangunkan. Massa rakyat bangun dan dibangunkan. Kebangkitan massa rakyat dan usaha yang menyempurnakan kebangkitan massa ini dalam pertumbuhan dan pelaksanaannya melahirkan tempat dan perjuangan rakyat seperti rukun belajar, partai, dan negara.
I. RUKUN BELAJAR.
Dalam rukun belajar, berkumpul putra-putra rakyat yang maju. Dalam rukun belajar orang memahamkan persoalan. Tukar pikiran dalam rukun belajar melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak mengikat. Orang boleh setuju, orang boleh tidak setuju. Dalam rukun belajar tidaklah ada disiplin untuk melaksanakan persoalan.
II. SERIKAT
Pokok-pokok pikiran yang diperoleh dari rukun belajar cepat atau lambat akan meningkatkan nilai tanggung jawab di antara putra rakyat yang paling maju. Akhirnya timbul kesadaran di antara putra-putra rakyat yang maju, bahwa sesungguhnya tidak cukup bagi mereka sekedar hidup dengan sewaktu-waktu secara iseng mengupas keadaan dunia. Kepincangan-kepincangan dunia ada tidaklah cukup untuk dikupas. Kepincangan-kepincangan dunia itu harus diakhiri, dunia harus dirubah.
Untuk merubah dunia, pokok-pokok pikiran yang sudah diperoleh itu perlu dipertemukan dengan tenaga massa. Demikian lahir serikat sebagai alat dan tempat untuk melaksanakan soal. Begitu lahir Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia (SOBRI), Serikat Tani Indonesia (SAKTI), Persatuan Tenaga Perjuangan (PTP), Angkatan Wanita Sadar (AWAS), dan sebagainya. Tukar pikiran dalam serikat melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang mengikat. Suara minoritas harus tunduk pada suara mayoritas. Dalam serikat ada disiplin untuk melaksanakan soal. Rukun belajar mengkaji soal. Serikat mengkaji dan melaksanakan soal.
III. PARTAI
Orang boleh setuju. Persetujuan orang boleh didengar. Persetujuan orang masih perlu dibuktikan dalam praktek. Dalam hal ini, praktek itu bukan omong. Dalam hal ini praktek ialah pelaksanaan. Di sini banyak kita jumpai “ya” yang berarti belum. Di sini banyak kita jumpai “belum” yang berarti tidak. Dalam serikat terbukti, bahwa tidak semua anggota bersungguh-sungguh dalam melaksanakan soal. Medan pelaksanaan dalam tubuh serikat membagi tenaga-tenaga dalam serikat pada garis besarnya dalam dua daftar, aktivis dan bukan aktivis.
Para aktivis dalam serikat, siang dan malam memikirkan cara-cara yang tepat untuk melaksanakan soal. Dalam medan pelaksanaan dalam tubuh serikat cepat atau lambat dirasa perlu adanya saling mengerti di antara para aktivis. Para aktivis yang sepaham mulai saling mencari. Pengalaman akhirnya membuktikan, bahwa persatuan di antara para aktivis yang sepaham itu dalam prakteknya belum menjamin kelancaran arah dan garis serikat. Dalam lingkaran aktivis, persamaan paham harus beserta persatuan haluan.
Para aktivis yang sepaham dan sehaluan ini merupakan tenaga pilihan dari dalam serikat. Demi kelancaran jalan dari para aktivis yang sepaham dan sehaluan ini dirasa perlu adanya ikatan yang disiplin. Demikian dari dalam serikat lahir setia kawan di antara para aktivis-aktivis yang sepaham dan sehaluan yang diatur dalam kesatuan yang berdisiplin yang disebut fraksi.
Fraksi merupakan markas yang mempertemukan pokok pikiran yang revolusioner dengan tenaga massa dalam lingkaran satu serikat. Fraksi melaksanakan pimpinan revolusioner dalam satu serikat. Di atas dasar massa aksi yang teratur pekerjaan fraksi dalam satu serikat perlu dipertemukan dengan pekerjaan fraksi dalam serikat lain. Jumlah dan pemusatan dari fraksi-fraksi inilah yang disebut partai. Partai semacam inilah yang bukan partai biasa. Partai semacam inilah yang dikenal orang sebagai partai model baru. Partai semacam ini adalah yang merupakan markas yang mempertemukan pokok pikiran revolusioner dengan tenaga massa dalam satu daerah. Partai semacam inilah dapat menjadi pusat pimpinan massa aksi yang teratur.
IV. NEGARA
Perbandingan kekuatan nasional dan internasional pada suatu ketika membuka kemungkinan bagi rakyat untuk membangun organisasi raksasa yang dikenal orang sebagai negara. Bila serikat hanya beranggota massa dalam lingkaran yang terbatas, maka negara beranggota segenap penduduk (kecuali bukan warga negara) dalam daerah yang luas. Serikat mempunyai pengurus. Negara pun mempunyai pengurus. Adapun pengurus negara inilah yang disebut pemerintah. Pemerintah dikawal dengan alat-alat negara, yakni tentara, polisi, dan pegawai-pegawai negeri. Dengan terbentuknya pemerintah rakyat dengan negara rakyat, partai memperoleh sumber moril dan materiil yang sangat besar untuk mengaktivir massa. Dengan terbentuknya pemerintahan rakyat dan negara rakyat partai memperoleh kekuasaaan untuk menempatkan semua musuh-musuh rakyat diluar hukum.
PERTANYAAN:
1. Apakah bedanya antara rukun belajar dan serikat?
2. Di antara rukun belajar, serikat, partai, dan negara, instansi manakah yang tertinggi?
3. Di antara rukun belajar, serikat, partai, dan negara, instansi manakah yang terbesar?
4. Peranan apakah yang diambil oleh fraksi dalam serikat?
5. Apakah bedanya antara partai biasa dengan partai model baru?
I. JAMINAN ARAH SERIKAT BURUH HARUS ADA.
1. Penggerutuan dikalangan buruh merata. Penggerutuan tersebut kian hari kian meningkat. Dalam jumlah penggerutuan buruh ini terpendam kekuatan revolusioner ke arah masyarakat baru. Usaha untuk menyalurkan penggerutuan buruh tersebut hingga dapat diperoleh kekuatan revolusioner itu perlu dijalankan. Sebagai langkah pertama, buruh yang banyak menggerutu perlu dihimpun dalam suatu organisasi yang banyak dikenal sebagai Serikat Buruh. Demikian dimana-mana tumbuh serikat-serikat buruh sebagai jamur dimusim hujan.
2. Sudah diketahui bahwa, serikat-serikat buruh dibangun bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai salah satu alat penggali kekuatan revolusioner kerah masyarakat baru. Begitulah persoalannya bukan hanya asal membangun serikat-serikat buruh, tetapi persolannya adalah bagaimana selanjutnya membangun dan memimpin serikat-serikat buruh. Patut dijaga, bahwa arah, sikap, dan haluan serikat-serikat buruh tersebut benar-benar bergerak dan digerakkan ke arah masyarakat baru. Sungguh merupakan penyakit yang menular dan membahayakan bila kawan yang bersikap gemar membangun serikat-serikat buruh, tetapi bersikap malas, ceroboh, dan gegabah mentelantarkan pemeliharaan mutlak dari serikat-serikat buruh yang sudah dibangun itu.
II. UKURAN TANGGUNG JAWAB DALAM REVOLUSI.
Di sini terasa, sedikitnya tenaga yang benar-benar dapat dipertanggung jawabkan. Tetapi kekurangan tenaga-tenaga pimpinan tidak boleh dijadikan alasan untuk menunda-nunda pertumbuhan dari bawah. Malahan kekurangan tenaga ini hendaklah menjadi cambuk bagi kita semua untuk bersikap lebih giat mempergunakan segala keuletan yang ada pada kita guna menampung dan menjaring pertumbuhan-pertumbuhan yang timbul dari bawah. Di bawah debu dan sampah penindasan dan penghisapan, dalam ruang kemiskinan dan suasana penggerutuan buruh, disanalah terpendam calon-calon kader dan pemimpin buruh. Kegiatan, keuletan, keikhlasan, dan kejujuran dari tenaga-tenaga revolusioner (yang masih terbatas itu) dalam membuka saluran untuk meningkatkan calon-calon kader dan pimpinan buruh yang masih terpendam patut dijunjung tinggi sebagai ukuran dan tanggung jawab revolusi.
III. VAKSENTRAL.
Dalam keadaan seperti yang di atas perlu dipikirkan usaha untuk memimpin serikat-serikat buruh sebanyak-banyaknya dengan tenaga pimpinan yang sudah diakui sangat terbatas itu. Jarak antara serikat-serikat buruh dan tenaga pimpinan serikat-serikat buruh perlu diperdekat dengan jalan pemusatan. Begitulah diperoleh bentuk organisasi yang lazim disebut Vaksentral. Lebih jauh Vaksentral ini merupakan medan persesuaian usaha dari tenaga-tenaga pimpinan Serikat Buruh, demikianlah lambat-laun Vaksentral dapat meningkat menjadi pemusatan aksi. Jelasnya Vaksentral adalah:
1. Pemusatan dari massa buruh di segala lapangan.
2. Pemusatan dari pimpinan serikat-serikat buruh.
3. Pemusatan dari aksi serikat-serikat buruh.
Tiga macam pemusatan yang ada pada Vaksentral itu langsung atau tidak langsung menjadi suatu medan latihan dan penyaringan kader-kader dan calon kader, pimpinan serta calon pimpinan kaum buruh. Demikian Vaksentral pun menjadi dan dijadikan alat penambahan kader dan pimpinan kaum buruh. Ada faedahnya bila disajikan ulasan lebih jauh mengenai masing-masing titik disekitar Vaksentral.
IV. VAKSENTRAL SEBAGAI PEMUSATAN MASSA BURUH.
1. Perlu diperingatkan, bahwa Vaksentral itu adalah himpunan serikat-serikat buruh. Begitulah pangkalan massa Vaksentral ada pada serikat-serikat buruh. Dari sudut pandang ini pemusatan massa dalam Vaksentral perlu diartikan sebagai jembatan pertemuan antara massa Serikat Buruh satu dengan Serikat Buruh lainnya. Pertemuan ini hanya mungkin bila serikat-serikat buruh yang tergabung dalam Vaksentral itu benar-benar menyadari betapa pentingnya pertemuan massa buruh di segala lapangan yang lambat-laun dapat disalurkan sebagai pemusatan tenaga-tenaga massa yang teratur. Kesadaran tersebut dapat diharapkan dari masing-masing Serikat Buruh bila serikat-serikat buruh benar-benar menjalankan tugas sejarahnya ialah berjuang untuk lingkungan sekerja yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan kaum buruh umumnya, malahan dalam tingkatan terakhir akan dirasakan bahwa dengan tidak adanya kekuatan kaum buruh seutuhnya, tuntutan selingkungan dapatlah dianggap sepi sebagai angin lalu belaka. Jelasnya dengan ketertiadaan kesadaran dari serikat-serikat buruh untuk menghubungkan massanya lewat Vaksentral tidak mungkin Vaksentral dapat benar-benar menjadi pemusatan massa buruh.
2. Tidak ada penyakit yang lebih besar yang dapat menyerang Vaksentral dari pada sikap Serikat Buruh yang menyembunyikan massanya masing-masing kepada vaksentralnya sendiri. Sikap tersebut berakibat mengisolir Vaksentral dari massa buruh yang sama halnya dengan melumpuhkan vaksentrak dari dalam. Padahal sudah diketahui oleh masing-masing Serikat Buruh, bahwa Vaksentral dibangunkan bukan untuk melemahkan kaum buruh, melainkan untuk menambah kekuatan kaum buruh. Dan sikap dari Serikat Buruh yang langsung ataupun tidak langsung melamahkan vaksentralnya sendiri dan sesungguhnya tidak lain hanya melemahkan kekuatan kaum buruh, kaum buruh yang menurut keyakinan patut menjadi sasaran pembelaan itu.
3. Sungguh menyedihkan sikap serikat-serikat yang dalam Kongres berebut jumlah suara dengan “menyulap” jumlah anggota sebesar-besarnya, padahal pada waktu pemungutan kontribusi (iuran) banyak serikat-serikat buruh yang sebaliknya dengan menunjukkan jumlah anggota yang sekecil-kecilnya. Malahan ada yang berterang-terangan menolak memberikan daftar atau jumlah anggota, karena kuatir dapat diketahui oleh Vaksentral kekuatan dari Serikat Buruh yang bersangkutan. Korupsi atau kecurigaan semacam itu sungguh memukul kaum buruh sendiri. Vaksentral dibangun dengan keyakinan dapat menambah kekuatan kaum buruh, padahal korupsi atau kecurigaan semacam itu yang sengaja ditunjukkan kepada vaksentralnya sendiri, semata-mata hanya melumpuhkan kekuatan kaum buruh.
4. Main sulap lebih dan main sulap kurang, karena pada dasarnya mencurigai Vaksentral yang dibentuknya sendiri itu dapat menimbulkan bahaya yang seringkali tidak terduga. Laporan palsu mudah menimbulkan salah perhitungan yang membahayakan. Karena laporan palsu Vaksentral dapat terjebak dalam oportunisme atau avonturir yang merugikan kaum buruh. Jangan menipu diri sendiri.
5. Sebagai pemusatan massa buruh dari segala lapangan Vaksentral perlu memiliki bahan-bahan laporan yang kongkrit. Laporan sulapan patut dihindari. Dibutuhkan bahan-bahan yang jelas mengenai keadaan organisasi Serikat Buruh sebenarnya. Tingkatan kesanggupan massa buruh perlu diketahui dengan pasti oleh vaksentralnya dari masing-masing Serikat Buruh yang tergabung dalam vaksentral. Bahan-bahan yang disajikan hendaklah benar-benar merupakan bahan klas. Bahan-bahan perseorangan patut dihindari. Pedoman bahwa buruh bergerak sebagai klas, tidak sebagai orang patut dilaksanakan dalam praktek. Karena kekurangan laporan klas, dengan mudah pengurus Vaksentral tenggelam dalam angan-angannya sendiri, angan-angan perseorangan yang kurang, malahan mungkin tidak ada hubunganya sama sekali dengan kenyataan yang berlaku dalam masyarakat.
6. a. Adanya SOBSI setuju dengan Linggarjati dan Renville itu adalah sulapan angan-angan perseorangan yang berkesempatan dan diberi kesempatan merajalela dalam SOBSI, karena SOBSI sengaja atau tidak sengaja menghindari perundingan dengan massa buruh.
b. Adanya Almarhum Haryono, ketua SOBSI dengan semangat menyala-nyala memihak kepada “MADIUN” dengan membawa nama SOBSI, tetapi tidak beserta massa SOBSI sesungguhnya adalah satu bukti tidak mengertinya Haryono mengenai tingkatan kesanggupan massa buruh dalam kalangan SOBSI.
c. Adanya SOBSI main paksa kepada buruh untuk mengakui Amir Syarifudin yang banyak mengkhianati buruh itu sebagai pahlawan buruh, adalah suatu kekilafan besar yang timbul karena sikap menenggelamkan diri dalam angan-angan pengurus, angan-angan perseorangan yang justru tidak dapat diterima oleh kaum buruh.
7. Dengan ketiga contoh di atas dapat diketahui betapa beratnya sebagai Vaksentral penyakit main sulap kurang atau sulap lebih, main beres, model di tangan saja, jual beli anak kita, dan lain-lain. Sesungguhnya permintaan bahan aneka warna yang diajukan oleh Vaksentral kepada serikat-serikat buruh, anggota Vaksentral, patut dilayani sebagaimana mestinya, karen bahan tersebut benar-benar menjadi lantai sepanjang sikap dan haluan Vaksentral yang bergerak dengan kekuatan yang berlipat sebagai jumlah kekuatan Serikat Buruh ke arah masyarakat baru.
8. Keadaan Vaksentral tidak ubahnya dengan Serikat Buruh. Vaksentral ada atau ditiadakan, vaksentral berdiri atau tidak berdiri. Dan sekali berdiri Vaksentral perlu dijaga, bahwa arah, sikap, dan haluan Vaksentral benar-benar merupakan jaminan, bahwa Vaksentral tersebut benar-benar bergerak ke arah masyarakat baru. Sungguh merupakan penyakit yang menular dan membahayakan, bila ada Serikat Buruh yang gemar membangun Vaksentral, tetapi bersikap malas, ceroboh, dan gegabah mentelantarkan pemeliharaan mutlak dari Vaksentral yang sudah dibangun tersebut.
V. VAKSENTRAL SEBAGAI PEMUSATAN PIMPINAN SERIKAT-SERIKAT BURUH.
1. Keadaan masyarakat sekarang begitu rupa, hingga kecerdasan dan ketegasan klas buruh belum merata. Kenyataan ini sudah sama-sama diketahui dan kita rasakan bersama. Dengan mudah kita ambil contoh keadaan buruh Pemerintah. Buruh Pemerintah kecerdasannya patut dibanggakan. Bisa dikatakan tidak ada yang buta huruf dikalangan buruh pemerintah. Tetapi ketegasan klas dari buruh pemerintah jauh dari sempurna . Malahan ketegasan klas dari buruh pemerintah pada umumnya amat mengecewakan. Sebaliknya buruh pabrik, tambang, perkebunan, dan lain-lain kecerdasannya tidaklah seperti buruh pemerintah. Banyak di antara buruh ini buta huruf, tetapi walaupun buta huruf mereka tidak buta klas. Ketegasan klas mereka jauh lebih tinggi dari ketegasan klas buruh pemerintah.
2. Adapun yang kita butuhkan dalam pimpinan klas buruh ialah kecerdasan dan ketegasan klas. Dimana kecerdasan dan ketegasan klas itu berkumpul, disanalah kita dapat membanggakan adanya kesadaran klas. Inilah yang belum banyak terdapat di antara kita. Barisan pimpinan klas buruh Indonesia masih tipis sekali. Begitulah tenaga-tenaga pimpinan klas buruh belum cukup terbagi rata dikalangan serikat-serikat buruh. Ada serikat-serikat buruh yang beruntung memiliki jumlah tenaga pimpinan yang agak menggembirakan, sedangkan ada pula Serikat Buruh ga pimpinan yang agak menggembirakan, sedangkan ada pula Serikat Buruh yang banyak mengeluh karena merasa tidak mempunyai pimpinan yang cakap.
3. Bila di atas sudah dikemukakan perlunya kesadaran dari serikat-serikat buruh anggota Vaksentral untuk menghubungkan massanya dengan massa yang lain, massa buruh dalam lingkungan Vaksentral, maka kesadaran dari serikat-serikat buruh itu dibutuhkan untuk tidak merahasiakan dan memonopoli tenaga-tenaganya yang cakap. Serikat-serikat buruh anggota Vaksentral harus memberi kesempatan kepada sebagian tenaga-tenaganya yang cakap untuk memimpin serikat-serikat buruh lain dengan perantaraan Vaksentral. Begitulah dapat ditutup sekedar kekurangan tenga pimpinan yang ada.
4. Sudah tentu kita bukan bermaksud untuk memeras tenaga pimpinan kat-serikat buruh lain dengan perantaraan Vaksentral. Begitulah dapat ditutup sekedar kekurangan tenga pimpinan yang ada.
4. Sudah tentu kita bukan bermaksud untuk memeras tenaga pimpinan yang terbatas itu terus-menerus sampai tidak dapat diperas lagi. Kita bekerja dengan kelanjutan yang tertentu. Kita tidak bekerja sekali pukul. Demikianlah Vaksentral sebagai pemusatan tenaga pimpinan. Serikat Buruh perlu mencari dan mempergunakan kesempatan untuk menambah tenaga Serikat Buruh. Calon-calon kader dan pimpinan buruh patut dicari dari kalangan serikat-serikat buruh anggota Vaksentral.
5. Masing-masing Serikat Buruh hendaknya membagi angggotanya dalam lima golongan:
a. Tenaga-tenaga pokok
Tenaga ini banyak inisiatif (usaha) serta cukup memiliki kegiatan bekerja.
b. Tenaga-tenaga pembantu
Tenaga ini kurang inisiatifnya, tetapi cukuplah ada kegiatan bekerja dan rajin minta tugas yang tertentu.
c. Tenaga setengah pembantu
Tenaga ini kurang inisiatifnya dan tidak rajin memnta tugas, tetapi selalu bersikap solider, bilamana menerima instruksi yang tertentu.
d. Tenaga biasa
Tenaga ini kurang inisiatif, tidak begitu ringan tenaga dan gerak-geriknya masih dalam tingkatan masa bodoh.
e. Tenaga tanda tanya
Tenaga ini perlu diselidiki lebih jauh, untuk apakah sebenarnya ia masuk Serikat Buruh. Gerak-geriknya lebih banyak mengacaukan, dari pada membawa perbaikan organisasi Serikat Buruh.
Kewajiban Vaksentral ialah meningkatkan masing-masing golongan yang sekiranya masih dapat menerima perbaikan itu. Demikianlah Vaksentral dapat melakukan tugasnya menambah barisan kader dan pimpinan bagi Serikat Buruh.
6. Tak mengherankan, bila serikat-serikat buruh yang memiliki lebih banyak tenaga-tenaga kader dan pimpinan itu dalam Vaksentral menjadi anggota terkemuka dan pekerjaan Vaksentral pada permulaan sudah tentu berpusat kepada anggota Vaksentral tersebut. Tanggung jawabyagn berat sudah tentu tidak patut ditolak sebagai beban, melainkan harus diterima sebagai tugas kehormatan.
VI. VAKSENTRAL SEBAGAI PEMUSATAN AKSI.
1. Vaksentral sebagai pemusatan massa dan pimpinan Serikat Buruh sudah tentu bertugas menjalankan pemusatan aksi Serikat Buruh. Makin berpusat aksi Serikat Buruh itu, makin teratur aksi tersebut makin berbahaya bagi lawan klas buruh. Maka tidak ada bahaya yang ditakuti oleh modal dan para pembantunya dari pada pemusatan aksi serikat-serikat buruh itu. Dengan jalan pemusatan, aksi serikat-serikat buruh dapat dibagi dalam beberapa tingkatan:
1. Aksi dalam suatu perusahaan (pabrik).
2. Aksi dalam suatu lapangan perusahaan yang sejenis.
3. Aksi dalam lapangan perusahaan yang bersifat sama.
4. Aksi umum.
2. Pemusatan aksi ini harus dilaksanakan dengan penuh kebijaksanaan. Timbal balik antara pikiran pimpinan dan kesanggupan tenaga massa harus benar-benar diperhitungkan. Pemusatan pikiran pimpinan yang semata-mata tidak disertai pemusatan tenaga massa tidak cukup. Pemusatan semacam itu sama halnya dengan pemusatan aksi tidak aksi alias bukan aksi. Demikian pemusatan yang digalang itu hendaknya tetap bergerak di atas dasar demokrasi yang benar-benar meninjau suara dan kesanggupan dari bawah. Di sini terasa, betapa pentingnya pemusatan yang demokratis itu.
3. Dalam tiap-tiap aksi perlu dipikirkan:
1. Tuntutan yang tepat dan jelas dari aksi.
2. Waktu yang tepat untuk beraksi.
3. Cara yang tepat untuk menjalankan aksi.
VII. VAKSENTRAL MENJADIKAN BAHAN TENAGA BAGI PARTAI KLAS BURUH.
Dalam usaha pemusatan massa, pimpinan dan aksi, Vaksentral serta serikat-serikat buruh akan memperolah pengalaman, bahwa tenaga pimpinan dalam serikat-serikat buruh dan Vaksentral itu tidak cukup bertemu dan mencari persesuaian dalam Serikat Buruh dan Vaksentral. Hubungan para pimpinan Serikat Buruh dan Vaksentral tersebut harus meningkat dalam bentuk yang lebih erat dan tinggi, hingga lebih lancarlah gerak langkah pemusatan dalam Vaksentral. Bentuk pemusatan pimpinan yang lebih tinggi yang dimaksud tidak lain dari pada Partai klas buruh. Jelasnya setelah cukup tertatih dan tersaring dalam Serikat Buruh dan Vaksentral tenaga-tenaga pokok yang paling maju dapat meningkat menjadi anggota Partai klas buruh.
VIII. SIKAP NON VAKSENTRAL TIDAK DAPAT DIBENARKAN.
Jalan Vaksentral perlu ditempuh. Dalam tingkat perjuangan sekarang, dimana kegentingan nasional dan internasional sudah jauh meningkat, dimana benar-benar dibutuhkan pemusatan massa, pimpinan dan aksi, sudah tentu sikap non-vaksentral tidak mungkin dapat dibenarkan. Sikap non-vaksentral berarti memisahkan diri dan menyendiri (sektaris).
1. Bila Serikat Buruh tersebut lemah, maka sikap memisahkan diri dan menyendiri itu, berarti merugikan Serikat Buruh itu sendiri, karena sikap tersebut tidak lain dari pada menolak bantuan dari pimpinan Serikat Buruh lain.
2. Bila Serikat Buruh tersebut kuat, maka sikap memisahkan diri dan menyendiri itu berarti merugikan klas buruh, karena sikap tersebut sama halnya dengan menolak memberi bantuan dan pimpinan serikat-serikat buruh lain.
XI. SUSUNAN HORIZONTAL DALAM VAKSENTRAL.
Vaksentral membuka perhubungan yang luas antara Serikat Buruh. Bukankah ditiap Kabupaten disusun cabang Vaksentral? Dalam Cabang Vaksentral tersebut bertemu serikat-serikat buruh dari segala macam jenis perusahaan. Susunan dimana berbagai serikat-serikat buruh dapat berhubungan, lazim disebut susunan horizontal. Dalam susunan horizontal ini dapat bertemu serikat-serikat buruh yang sejenis dalam satu Kabupaten dan di lain Kabupaten. Begitulah dalam Vaksentral terdapat jalan untuk menyusun serikat-serikat buruh yang sejenis dalam susunan yang merupakan kesatuan dari bawah sampai atas dengan pusat tertentu. Demikianlah susunan horizontal itu dapat dijadikan saluran untuk menggalang kesatuan Serikat Buruh yang lazim disebut Serikat Buruh Vertikal. Semuanya ini sudah tentu akan membawa perbaikan dalam organisasi buruh.
PERTANYAAN:
1. Apa perlunya dibangun Vaksentral?
2. Mengapa sikap non-vaksentral tidak dapat dibenarkan?
3. Apa faedahnya tukar laporan dan memberi laporan kepada Vaksentral?
I. Persekutuan nasional anti modal penjajah.
1. Bersenjatakan Serikat Buruh dan Partai klas buruh, klas buruh terjun dalam perlawanan anti modal. Dalam perlawanan tersebut klas buruh perlu bekerja bersama dengan golongan manapun juga yang sekiranya merasa dirugikan oleh pemusatan modal. Pelaksanaan dari pendirian ini membawa klas buruh Indonesia dalam gelanggang persekutuan nasional anti modal penjajah. Gerak-gerik persekutuan nasional ini harus dipandang sebagai bagian dari usaha ke arah perubahan nasib klas buruh.
2. Klas buruh Indonesia di masa yang lalu menyerahkan pimpinan persekutuan nasional anti modal penjajah kepada borjuis nasional. Hal ini berarti bahwa klas buruh Indonesia di masa yang lalu menyerahkan nasibnya kepada borjuis nasional. Sudah menjadi kenyataan sejarah yang tidak mungkin disembunyikan, bahwa borjuis nasional kita tidak pecus untuk memimpin persekutuan nasional anti modal penjajah. Di bawah kepemimpinan borjuis, kaum buruh Indonesia terus menerus terpaksa dan dipaksa mengorbankan kepentingan dan kebutuhannya guna persekutuan nasional yang pada akhirnya terbukti anasional, karena ternyata menjadi embel-embel modal penjajah yang justru menjadi lawan persekutuan nasional.
3. Pengalaman pahit di masa lalu, mengajarkan kepada kaum buruh Indonesia untuk merubah sikapnya. Kaum buruh Indonesia tidak perlu mengorbankan kepentingan dan kebutuhannya guna kepentingan nasional yang terbukti anasional. Kaum buruh Indonesia harus tampil ke depan dan bergerak menggantikan pimpinan persekutuan nasional anti modal penjajah. Persekutuan nasional anti modal penjajah harus menjadi alat dan tempat bagi kaum buruh Indonesia ke arah perubahan nasibnya. Di sinilah sangat terasa kebutuhan orang akan Partai kaum buruh. Partai kaum buruh diperlukan sebagai alat dan tempat jaminan yang mendudukkan kaum buruh, tidak hanya sebagai pemimpin dalam persekutuan revolusioner buruh dan tani, melainkan sebagai pimpinan dalam persekutuan nasional anti modal penjajah. Jelaslah yang dimaksud dengan persekutuan nasional anti modal penjajah dalam gerak dan susunannya tidak boleh lain dari pada persekutuan nasional Jelaslah yang dimaksud dengan persekutuan nasional anti modal penjajah dalam gerak dan susunannya tidak boleh lain dari pada persekutuan nasional yang mengutamakan kepentingan dan kebutuhan rakyat, persekutuan nasional yang mengandung kemerdekaan rakyat alias persekutuan (front) kemerdekaan rakyat.
4. CATATAN:
A. Persekutuan nasional anti modal penjajah lazim disebut front nasional, malahan banyak disebut sebagai partai. Sudah tentu partai semacam itu bukanlah partai klas buruh, melainkan partai biasa atau yang lebih tepat front nasional kepentingan dan kebutuhan rakyat, persekutuan nasional yang mengandung kemerdekaan rakyat alias persekutuan (front) kemerdekaan rakyat.
4. CATATAN:
A. Persekutuan nasional anti modal penjajah lazim disebut front nasional, malahan banyak disebut sebagai partai. Sudah tentu partai semacam itu bukanlah partai klas buruh, melainkan partai biasa atau yang lebih tepat front nasional yang memakai nama partai. Sebagaimana halnya dengan front nasional begitu pula halnya dengan partai biasa, kedua-duanya adalah persoalan pimpinan.
B. Orang masuk partai seperti PNI, masyumi, dan lain-lain itu ada kebebasan penuh untuk membawa watak klasnya masing-masing. Tidaklah demikian halnya bila orang masuk ke dalam partai klas buruh. Semua orang dari klas manapun juga dapat diterima sebagai anggota klas buruh asalkan:
a. Menempatkan klas buruh sebagai pimpinan dalam persekutuan buruh dan tani.
b. Menempatkan klas buruh sebagai pimpinan dalam persekutuan nasional.
c. Ada kemampuan untuk membuang watak klas yang lain dengan mengutamakan kepada watak perjuangan klas buruh sebagai klas pekerja yang berkepentingan merebut nilai lebih dari tangan kapitalis dengan kekuatan massa rakyat.
C. Kalau nama kesatuan tentara suka disebut dengan nama komandannya, seperti misalnya Brigade Slamet Riyadi, begitulah partai yang menempatkan klas buruh sebagai komandan dari klas-klas lain, tidak aneh kiranya kalau disebut sebagai Partai klas buruh.
D. Perbedaan pokok antara partai klas buruh dan partai biasa (atau lebih tepat front nasional yang memakai nama partai) ialah dalam susunannya. Dapat pula dimengerti kalau disiplin Partai klas buruh jauh lebih berat dari pada disiplin partai biasa.
E. Partai biasa pada hakekatnya berguna dalam aksi-aksi parlementer di masa damai, tetapi partai semacam itu jauh berantakan di tengah kepentingan. Partai klas buruh seperti Partai ACOMA disusun sebagai pimpinan dalam massa aksi.
II. PROSES KECAKAPAN DAN KEGIATAN KLAS BURUH.
1. Sebagaimana dengan perubahan nasib kaum buruh tidak begitu saja jatuh dari atas langit, tidak mendadak dan secara kebetulan kaum buruh Indonesia dapat meningkat menjadi kaum pemimpin. Kaum buruh Indonesia perlu mengalami proses lama dan proses itulah yang menggembleng dan memberi kecakapan dan kegiatan kepada kaum buruh Indonesia untuk tampil ke depan sebagai pemimpin.
2. Klas buruh Indonesia tidak mungkin dipercaya oleh kaum tani, bila kaum buruh Indonesia tidak memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan kaum tani. Kaum buruh Indonesia tidak mungkin diterima sebagai pemimpin persekutuan revolusioner antara buruh dan tani sebelum kaum buruh Indonesia dapat membuktikan hasil yang nyata bagi kaum tani dan itu bukan mulut besar, bukan lagak, bukan gramafon yang melagukan kaum buruh sebagai kaum pemimpin yang dibutuhkan oleh kaum tani, melainkan dengan tegas dan nyata kaum tani misalnya kaum tani menantikan pembagian tanah. Ringkasnya kaum tani ingin melihat praktek revolusioner dari kaum buruh Indonesia.
3. Kaum buruh Indonesia tidak mungkin dipercaya oleh segenap lapisan nasional, apabila kaum buruh Indonesia tidak dapat membuktikan sikap yang secara nasional dapat dimengerti dan diterima oleh segenap lapisan nasional. Kaum buruh Indonesia akan dapat diterima sebagai persekutuan nasional anti modal penjajah, apabila dalam teori dan praktek kaum buruh Indonesia berada digaris depan dalam perjuangan membela kepentingan dan kebutuhan nusa dan bangsa. Jelasnya kaum buruh Indonesia harus dapat merebut produksi dan distribusi tanah airnya dan harus dapat mempergunakan kekayaan tanah airnya untuk kemakmuran nasional.
III. PROSES KESATUAN ORGANISASI KLAS BURUH.
1. Sesungguhnya usaha konsolidasi organisasi kaum buruh, tidak lain dari bayangan yang berlaku dalam pertumbuhan kaum buruh itu sendiri. Konsolidasi organisasi yang tidak merupakan bayangan dari perluasan kesadaran dikalangan buruh, pasti merupakan perdebatan dan pertikaian semata-mata karena skema.
2. Patut disadari bahwa teori sekeliling organisasi kaum buruh sudah terlebih dulu tersusun dan tersaji secara lengkap. Tentu, dengan ini kaum buruh Indonesia memperoleh keuntungan dari luar negeri. Kaum Buruh Indonesia bisa dikatakan sudah tersedia ukuran dan batas tertentu sebelum Indonesia memulai usahanya. Tetapi tidak sedikit pula Indonesia menanggung kerugian akibat sajian yang sudah serba beres.
3. Sudah kita alami bersama, banyak penyelewengan yang berlaku di bawah selimut dalil yang tersedia dan serba beres. Memberantas penyelewengan tentu lebih berat dari pada memberantas penyelewengan dengan dalil yang sewajarnya, secara terbuka sesuai dengan proses pertumbuhannya. Penyelewengan di bawah dalil yang serba beres, akhirnya pun dapat diatasi, tetapi patut dimengerti bahwa kekuatan untuk memberantas penyelewengan tidak semata-mata terletak didalam kebenaran dalil, melainkan dari pengalaman kaum buruh Indonesia guna memberantas penyelewengan tidak lain dari dalil-dalil yang diperas dari pengalaman kaum buruh Indonesia itu sendiri.
4. Kini terlihat bahwa proses kesatuan organisasi Indonesia bukanlah proses skema melainkan proses dari pertumbuhan dalam tubuh kaum buruh Indonesia. Begitu usaha ke arah kesatuan organisasi kaum buruh tidak boleh dipandang sebagai usaha pengumpulan atau peringkasan skema, melainkan suatu proses pergulatan kaum buruh Indonesia. Kesatuan organisasi kaum buruh bukanlah hasil pat-pat gulipat, bukan ciptaan keramat satu, dua, tiga terus jadi. melainkan hasil perjuangan tangkas, lugas, tegas serta tanpa bimbang dan ragu berdasarkan kepentingan dan kebutuhan serta kekuatan kaum buruh Indonesia.
IV. GARIS DEMARKASI ANTARA KAWAN DAN LAWAN.
1. Memang ada faedahnya ketika suatu saat kita ditujukan perhatian kita kepada tenaga-tenaga yang kita anggap sebagai tenaga potensi revolusioner dikalangan buruh.
2. Dengan tenaga tersebut ada faedahnya kita memajukan usul dan ajakan praktis untuk mempercepat proses kesatuan organisasi kaum buruh Indonesia. Ada baiknya kita mengharapkan kejujuran dan kecerdasan mereka. Tetapi kalau akhirnya maksud baik kita ini hanya mendapat perlakuan yang tidak layak, bila usul kita yang dengan segala kejujuran disusun dan diajukan itu hanya dibalas dengan makian, tuduhan dan fitnaan, maka sesungguhnya tidak patut semua itu kita tutup menjadi persoalan kamar antara kita. Kita harus mengerti besar faedahnya bila semua tadi segera kita laporkan kepada kaum buruh dan tani Indonesia. Bukankah kaum buruh dan tani itulah yang berdaulat?
3. Sesungguhnya makin keras mereka memaki, makin keras mereka mendakwa, makin meluaslah niat dan makin dekatlah mereka pada liang kuburnya. Garis demarkasi mana kawan dan mana lawan harus ditarik dengan tegas. Jangan sekali-kali sampai terjadi seperti yang sudah terjadi sebelumnya. lawan dicium oleh kaum buruh, sedangkan kawan justru dihukum. Dengan tegas kaum buruh Indonesia harus menggantung lawannya dan kaum buruh Indonesia harus menjunjung kawannya.
V. JANGAN SALAH MENAFSIRKAN KEKERUHAN DEWASA INI.
1. Sadarlah, hukum kemajuan berdasarkan pertentangan. Dalam pertentangan mati-matian antar modal dan buruh jangan sampai kita diribetkan oleh kekeruhan yang tampak bergolak. Sekarang hanya berlaku pertentangan pokok antara modal dan buruh. Dan dalam hal ini, janganlah kita dibingungkan oleh nama, merek, makian, dan lain-lain. Pisahkan yang prinsip dan mana yang tidak prinsip. Jagalah bahwa tiap tuduhan dan makian itu harus beserta alasan yang jelas. Lihatlah diri kita bekerja dengan alasan yang cukup prinsip. Terjunlah dalam kekusutan ini, carilah pangkal, pilihlah pihak. Kita berada di pihak buruh.
2. Dan sesungguhnya kekusutan yang nampak bergulat dewasa ini patutlah disambut dengan gembira, karena dalam kekusutan tersebut tersimpan dan terpendam benih-benih tenaga perlawanan kaum buruh, tenaga yang sudah lama kita nanti-nantikan. Sambutlah datangnya tenaga itu dengan gembira. Kekeruhan dewasa ini harus ditafsirkan sebagai:
1. Percobaan yang terakhir bagi para pengkhianat buruh untuk mempertahankan diri.
2. Pertumbuhan tenaga dari kaum buruh yang bergerak sebagai daya pembaharuan di segala lapangan.
VI. KENYATAAN ORGANISASI BURUH INDONESIA SEKARANG.
1. Marilah kita sadari, bahwa kita berada dalam masa perubahan antara masa pengalaman dan masa persiapan aksi. Dalam masa peralihan ini patut diketahui bahwa kaum buruh Indonesia belum berhasil mencapai kesatuan dalam organisasinya. Bagi kongres kita sekarang ini jelasnya kita belum mencapai:
1. Kesatuan Serikat Buruh dalam satu lapangan perusahaan.
2. Kesatuan Vaksentral revolusioner untuk seluruh Indonesia.
3. Kesatuan partai klas buruh.
Dengan bahan tersebut kita perlu:
1. Menempatkan kaum buruh dalam pimpinan persekutuan revolusioner antara buruh dan tani.
2. Menempatkan kaum buruh dalam pimpinan persekutuan nasional revolusioner anti modal penjajah.
Tidak ada jalan lain sebelum kesatuan organisasi buruh Indonesia tercapai guna menjalani situasi nasional dan internasional perlulah digalang kesatuan-kesatuan aksi di segala lapangan mengenai persoalan yang praktis yang perlu dihadapi bersama oleh kaum buruh Indonesia.
PERTANYAAN:
1. Apa yang dikandung dalam kekeruhan dewasa ini?
2. Bagaimana sikap buruh terhadap perjuangan nasional kita?
3. Apa yang harus diusahakan oleh buruh Indonesia untuk dapat diterima sebagai pimpinan persekutuan buruh dan tani?
4. Apa yang harus diusahakan oleh buruh Indonesia untuk dapat diterima sebagai pimpinan persekutuan nasional?
5. Apa sebab di Indonesia berlaku perang dalil yang amat ruwet?
6. Apakah partai itu?
7. Apakah perbedaan antara partai dan front?
I. Dalam menempuh politik yang berdasarkan pertentangan klas, maka dikalangan buruh seringkali timbul pertanyaan: “Dapatkah kita klas buruh hidup tanpa klas kapitalis?”
Kepada segenap kawan buruh perlu diperingatkan bahwa sesungguhnya buruh tidaklah hidup dari kapitalis, melainkan sebaliknya. Kapitalis hidup dari buruh. Kalau memang buruh hidup dari klas kapitalis, sudah tentu klas buruh tidak dapat lepas dari klas kapitalis, tetapi karena klas kapitalis menjadi lintah darat yang menghisap darah buruh sudah tentu klas buruh berkepentingan membuang lintah darat kapitalis itu sejauh-jauhnya. Dengan sendirinya klas buruh dapat hidup tanpa klas kapitalis. Cobalah pikirkan: “Hubungan antara klas kapitalis dan klas buruh tidak ubahnya dengan hubungan kusir sado dengan kudanya. Sang kusir mempunyai sado, tetapi sado tidak dapat ditarik dengan tanpa kuda. Sehari kuda tarik sado ke sana kemari. Ia menghasilkan misalnya dua puluh rupiah. Tambal sulam (slijtage) sado misalnya Rp. 2,50. Sang kuda tidak menerima dua puluh rupiah dipotong dua setengah rupiah, jadi sama dengan tujuh belas setengah rupiah, melainkan sang kuda hanya menerima misalnya tiga rupiah ialah harga rumput, tetes, dedak, dan lain-lain. Rumput, tetes, dedak, dan lain-lain ialah bahan sumber tenaga sang kuda buat keesokan harinya. Demikianlah sang kuda tidak menerima hasil pekerjaanya. Nilai hasil pekerjaan dipotong dengan nilai tenaga, merupakan nilai lebih yang jatuh masuk kekantong sang kusir. Sang kusir hidup dari nilai lebih di atas tenaga sang kuda. Demikianlah kapitalis hidup dari nilai lebih di atas tenaga buruh”.
Kesimpulan, dengan contoh sederhana ini memang bukan buruh yang membutuhkan klas kapitalis, malahan klas kapitalislah yang membutuhkan klas buruh. Tanpa klas buruh, klas kapitalis tidak dapat hidup, tetapi sebaliknya tanpa klas kapitalis klas buruh dapat hidup. Malahan hidup klas buruh akan menjadi makmur, karena tidak perlu melepaskan nilai lebih kepada kapitalis. Nilai lebih ini di tangan klas buruh sebagian dapat dipergunakan untuk meningkatkan nilai hidup kaum pekerja atau lebih jelas kaum yang bekerja dan sebagian lagi dapat dipergunakan untuk bangunan-bangunan masyarakat, seperti taman bacaan, rumah sakit, sekolah-sekolah gratis, rumah-rumah buruh yang memenuhi syarat-syarat kesehatan, perumahan baru, dan lain-lain.
II. Masih juga ada pertanyaan: “Dapatkah nanti klas buruh memimpin dan menyelenggarakan modal dan semua perusahaan yang direbut dari tangan kapitalis itu?”
Jawab: Tentu dapat. Bukankah klas kapitalis sendiri membagi buruhnya dalam dua bagian, buruh otak dan buruh kasar? Sudah tentu buruh otak yang cukup kesadaran klasnya nanti pasti dapat diserahi memimpin dan menyelenggarakan modal dan semua perusahaan yang direbut dari tangan kapitalis. Dan jangan kira, bahwa kapitalis itu dapat menjalankan sendiri perusahaan yang dimilikinya.
Untuk memimpin perusahaannya, kapitalis membeli tenaga otak. Dan percayalah bahwa banyaknya di antara kapitalis yang otaknya lebih tumpul dari pada hidung bekiak, kasut buruh.
III. Ada lagi pertanyaan: “Bagaimana dan apa yang mesti dipimpin dan diselenggarakan, kalau habis pertandingan penghabisan klas buruh hanya mewarisi kerusakan dan kehancuran semata-mata?
Jawab: Di atas reruntuhan masyarakat kapitalis itu kita bangun masyarakat baru.
IV. Ada yang bertanya: “Apa modal kita untuk membangun semua di atas reruntuhan masyarakat kapitalis ini?”
Jawab:
1. Kita masih mempunyai hutan-hutan dengan hasilnya. Hasil kehutanan ini masih dapat kita jual untuk kita tukarkan dengan mesin-mesin yang kita butuhkan.
2. Kita masih mempunyai rakyat yang rajin bercocok tanam. Kita kuasai ekpor hasil bumi rakyat ini dengan mengambil keuntungan pantas untuk dapat didatangkan mesin-mesin yang kita butuhkan dari luar negeri.
3. Kita sedikit banyak masih dapat mengoper sisa-sisa kekayaan kapitalis berupa perusahaan-perusahaan dan gudang-gudang yang belum rusak atau hancur.
4. Bila perlu setelah dipertimbangkan masak-masak kita dapat mencari alat-alat produksi dengan jalan pinjam dari negeri sahabat.
Dengan diperoleh mesin-mesin untuk menggali kekayaan bumi Indonesia maka diperoleh bahan untuk membangun industri berat di Indonesia. Tenaga manusia di Indonesia memang sudah sumbernya, kecerdasan otak Indonesia dengan adanya kesempatan baru tidak perlu mengecewakan. Kekurangan tenaga yang cakap dapat diatasi dengan jalan pendidikan gratis yang terbuka bagi semua pemuda beserta pembawaannya masing-masing dan kekurangan-kekurangan lain dapat diusahakan dengan mendatangkan pekerja-pekerja dan tenaga pengajar yang cakap dari negeri sahabat.
I. Lama sebelum kita, Karl Marx seorang guru besar dari kaum pekerja telah memajukan bebrapa pokok pikiran yang hingga saat ini masih ramai dipersoalkan orang. Adapun pada dasarnya Karl Marx memajukan empat pokok pikiran:
1. Perjuangan klas
2. Sosialisme Komunisme
3. Revolusi
4. Diktatur proletar
Kemampuan Karl Marx dalam merinci empat pokok pikiran di atas menempatkan Karl Marx dalam barisan pemikir yang berkaliber besar. Nama Karl Marx dikenal diseluruh dunia. Dengan filsafatnya materialisme dialektika Karl Marx memberi warna yang khusus kepada ajarannya yang tidak lain dimaksud sebagai obor perjuangan kaum pekerja. Begitulah ajaran Marx dengan warnanya yang khusus itu selanjutnya dikenal sebagai Marxisme.
II. Pelaksanaan Marxisme dalam zaman imperialisme (kapitalisme kolonial) melahirkan Leninisme. Lenin, bapak dari pada Leninisme, pada dasarnya memajukan tiga pokok pikiran baru:
1. Kemungkinan lahirnya sosialisme di negeri terbelakang dimana mata rantai imperialisme putus.
2. Diktatur proletar harus dilaksanakan dalam bentuk persekutuan revolusioner buruh dan tani di bawah pimpinan kaum buruh.
3. Partai model baru.
III. Selanjutnya Stalin sebagai pelaksana Marxisme dan Leninisme di Rusia dalam kesibukan perang tanding melawan kontra revolusi yang datang dari luar dan dalam negeri memajukan tiga pokok pikiran:
1. Sosialisme dalam satu negeri dengan basis industri negara yang mendahulukan industri berat.
2. Mekanisasi di lapangan pertanian sebagai jaminan pimpinan buruh dalam persekutuan revolusioner buruh dan tani.
3. Pembersihan dalam partai.
IV. Di samping nama-nama Marx, Lenin, Stalin yang memancarkan ajarannya serta merebut basis kekuatan Eropa, belakangan muncul Mao Tse Tung yang mengajar dan merebut basis kekuatan dari Asia. Dalam perang tanding melawan feodalisme, imperialisme, dan barisan komprador, Mao Tse Tung sebagai pelaksana Marxisme dan Leninisme di Tiongkok memajukan dua pokok pikiran:
1. Perebutan kekuasaan dari luar kota.
2. Diktatur demokrasi rakyat.
V. Massa rakyat diluar negeri dalam usahanya ke arah perbaikan dan perubahan nasib telah melahirkan para pemikir dan pemimpin yang berpikir dan bekerja dengan mempergunakan pokok-pokok pikiran di atas. Pokok-pokok pikiran di atas sudah dikaji sekedar dalam bab-bab dimuka risalah ini tanpa menyebut secara langsung nama-nama Marx, Lenin, Stalin, dan Mao Tse Tung. Bahwa pokok-pokok pikiran di atas juga berpengaruh ditanah air kita, dapat pula kita selami, lebih-lebih kalau diingat, bahwa pokok-pokok pikiran tersebut bukanlah jatuh dari langit, melainkan hidup dan dihidupkan dari dalam pertumbuhan massa rakyat yang berjuang mati-matian melawan penindasan dan penghisapan yang serupa? Juga Marxisme Leninisme itu berlaku untuk Indonesia, hanya saja perincian pelaksanaan dari Marxisme Leninisme itu di Indonesia sebagian besar tergantung dari kita rakyat Indonesia sendiri.
VI. Indonesia dalam perjuangannya yang melawan feodalisme dan imperialisme dalam sejarah pula telah melahirkan beberapa pemikir dan pemimpinnya. Adapun para pemikir dan pemimpin-pemimpin Indonesia dalam kenyataannya belum sampai berhasil menumbangkan kekuasaan feodalisme dan imperialisme, sekali-kali tidak boleh dijadikan alasan untuk meniadakan pimpinan dalam perjuangan melawan feodalisme dan imperialisme dan sekali-sekali tidak boleh dijadikan sebab untuk menutup riwayat berpikir bagi putra-putri Indonesia. Baiklah kita perhatikan beberapa pokok pikiran yang telah dimajukan oleh pemuka-pemuka bangsa kita.
A. SURO SENTIKO alias SURO SAMIN dengan ajarannya yang dikenal dengan Saminisme.
Suro Sentiko alias Suro Samin dari Blora, Jawa Tengah pada akhir abad 19 memajukan persaudaraan kuno (komunisme kuno) sebagai ideologi perlawanan terhadap feodalisme dan imperialisme. Pada hakekatnya Suro Samin menolak semua pertumbuhan baru. Suro Samin bersikeras untuk mempertahankan yang ada dan praktis memisahkan diri dari kemajuan teknik dan administrasi modern. Dalam keasliannya ia dan para pengikutnya pura-pura tidak tahu dan tidak mau tahu terhadap semua semua peraturan yang dipandang melanggar kebiasaan. Bagitulah aksi SAMIN pada umumnya bersikap negatif dan disana-sini meletus sebagai pemberontakan-pemberontakan setempat yang merupakan gerak sekarat dari masyarakat komunisme kuno. SAMINISME mengandung perlawanan, tetapi tidak menyalurkan Indonesia dalam gelanggang kemajuan.
B. Ir. SUKARNO bermula dengan Marhenisme
Ir. Sukarno memajukan Marhaenisme sebagai lawan tandingan feodalisme dan imperialisme. Marhaen ialah borjuis bangkrut, ningrat sekarat, tetapi belum proletar. Jelas Marhaen ialah warga miskin. Oleh Ir. Sukarno sebagai bapak Marhaenisme, selanjutnya kaum Marhaen ditafsirkan sebagai semua lapisan yang terdesak dan tertindas oleh imperialisme. Dengan ini feodalisme dan imperialisme tersebut harus dilawan dengan demokrasi Marhaen. Dengan ini orang lalu menyamakan Marhenisme Sukarno ini dengan demokrasi rakyat Mao Tse Tung.
Demokrasi rakyat Mao Tse Tung mengandung ketegasan yang menempatkan kaum pekerja sebagai klas pimpinan dari demokrasi rakyat. Marhaenisme Sukarno tidak tegas dan tidak mengandung penetapan klas tertentu sebagai pimpinan dalam demokrasi Marhaen itu. Marhaenisme mengakui adanya beberapa klas, tetapi Marhenisme menolak pertentangan klas sebagai dasar perjuangan. Dengan ini walaupun ada sementara orang yang hendak menafsirkan Marhaenisme itu sebagai (jalan) sosialisme Indonesia, tetapi karena Marhaenisme menolak dasar pertentangan klas dan tidak menempatkan klas tertentu sebagai klas pimpinan dalam demokrasi Marhaen itu, maka dengan mudah pula Marhaenisme itu menyeleweng sebagai ideologi borjuis komprador yang mempergunakan rakyat dan warga miskin sebagai kerbau suara untuk mengesahkan penanaman modal asing di Indonesia. Marhaenisme karena kekaburannya tidak dapat dijadikan suluh pimpinan bagi daya dan kemajuan Indonesia.
C. Ir. SUKARNO kemudian muncul dengan Pancasila.
Republik Indonesia menjadi milik bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam golongan, aliran, dan pahamnya. Untuk dapat meliputi semua golongan, maka dihimpunlah semua aliran itu menjadi satu. Demikianlah lahir Pancasila yang diajukan oleh Ir. Sukarno sebagai ideologi Negara Republik Indonesia. Dengan adanya Pancasila itu dikira sudah dapat memuaskan semua golongan, hingga tidak perlu ada kekacauan. Padahal tidak demikian kenyataannya. Walaupun ada Pancasila masih tetap kacau keadaan negeri kita. Apa sebabnya? Tidak lain karena bangsa Indonesia yang satu, bulat dan utuh itu sudah lama tidak ada. Bangsa Indonesia sebagaimana halnya dengan bangsa-bangsa lain sudah terpecah dalam beberapa golongan ekonomi, dalam beberapa klas.
Sudah nyata bahwa paham itu bukanlah persoalan yang tersendiri. Paham itu langsung ataupun tidak langsung ada hubungannya dengan kepentingan dan kebutuhan ekonomi tertentu. Dengan begitu kita tidak boleh puas hanya karena sudah berhasil menjumlah semua aliran dan paham yang ada. Tetapi kecakapan menghitung itu (bacalah seni hitung) harus pula disertai keberanian memihak kepada golongan ekonomi mayoritas di negeri ini. Pancasila yang menolak kenyataan adanya pertentangan klas dalam lingkaran bangsa Indonesia sendiri tidak mungkin membawa keamanan dan bahagia bagi massa rakyat yang jumlahnya berjuta-juta. Persoalannya bukan semata-mata melaksanakan Pancasila, tetapi persoalannya ialah menempatkan Pancasila itu di atas kepentingan dan kebutuhan massa rakyat, sebagai golongan ekonomi yang mayoritas. Pancasila harus ditempatkan di atas dasar revolusi. Keberanian untuk menendang kaum feodal, komprador, dan semua musuh-musuh rakyat keluar perumahan dan pagar Pancasila harus ada pada kita. Tanpa keberanian tersebut Pancasila pasti merosot menjadi pancasial. Sial, lima sial, lima kali sial.
D. Drs. Moh. HATTA:
Drs. Moh. Hatta mengajukan kolektivisme. Kapitalisme kolonial yang berpusat dikota hendak dilawan dengan kolektivisme dari desa.
Drs. Moh. Hatta (sebaliknya dengan Suro Samin) mempertemukan persaudaraan kuno didesa dengan teknik dan administrasi dari kota. Dalam hal ini Drs. Moh. Hatta adalah jauh lebih maju dari pada Suro Samin. Masyarakat persaudaraan kuno dengan ini hendak dimodernkan.
Semangat persaudaraan kuno disalurkan dalam bentuk koperasi sebagai saluran pengumpulan modal rakyat, sedikit demi sedikit. Kolektivisme Hatta menempatkan koperasi sebagai senjata yang dipandang utama untuk menandingi monopoli modal asing. Begitulah Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai bapak koperasi Indonesia.
Orang lalu menempatkan nama Drs. Moh. Hatta di samping Lenin atau Stalin. Bukankah Lenin dan Stalin pun menyinggung soal kolektivisme dan koperasi? Dalam hal ini patut diketahui perbedaannya. Kolektivisme dan koperasi model Lenin dan Stalin menerima dasar revolusi, sedangkan kolektivisme dan koperasi model Hatta menolak dasar revolusi. Kolektivisme Lenin dan Stalin berpangkal pada perindustrian dan pertanian, negara dan koperasi model Lenin dan Stalin menjadi bagian dari pada basis perindustrian dan pertanian negara. Kolektivisme dan koperasi model Lenin dan Stalin dibangun di atas reruntuhan feodalisme dan kapitalisme.
Kolektivisme dan koperasi Hatta menolak revolusi dan dibangun di samping feodalisme dan kapitalisme kolonial. Dalam prakteknya dengan sendirinya kolektivisme dan koperasi semacam itu membangun jembatan antara kapitalisme kolonial di satu pihak dengan massa rakyat di lain pihak. Akibatnya kolektivisme dan koperasi Hatta menjadi lampiran dari kapitalisme kolonial. Kolektivisme dan koperasi yang menolak dasar revolusi tidak mungkin menjadi senjata untuk menandingi monopoli modal asing. Hanya kolektivisme dan koperasi di atas dasar revolusi yang dapat dijadikan saluran dan benteng perlawanan terhadap monopoli modal asing yang dikenal sebagai kapitalisme kolonial.
E. MUSO dikenal dengan aksi berontaknya.
Revolusi ialah pemindahan kekuasaan dari tangan golongan ekonomi yang satu ketangan golongan ekonomi lain, dari klas yang satu ke klas yang lain. Jelasnya dalam revolusi itu bukanlah orang atau gerombolan semata-mata yang bergerak, melainkan klas yang membawa massa rakyat. Tetapi tidak demikian halnya dengan Muso. Muso mempersamakan revolusi dengan pemberontakan biasa yang kurang ada hubungannya dengan massa rakyat. Begitulah Muso dengan PKInya berontak dalam peristiwa tahun 1926 dan peristiwa Madiun tahun 1948. Dalam kedua pemberontakan itu bukanlah massa rakyat berontak di bawah pimpinan partai, melainkan partai berontak dengan tanpa beserta massa. Pada saatnya massa benar-benar berontak seperti halnya dalam revolusi Agustus 1945 pengikut-pengikut Muso (bacalah PKI) justru mempersalahkan massa dan tidak membenarkan pertumbuhan yang ada dikalangan massa. Ketika massa belum bergerak PKI berteriak “ayo”, diwaktu massa benar-benar bergerak PKI justru berseru “jangan”. Muso dan PKInya dalam sejarah ternyata salah mempergunakan dasar revolusi dan terlalu banyak main-main dengan istilah revolusioner yang tidak pada tempatnya. PKI ternyata besar mulut diwaktu aman dan ragu serta pengkhianat dalam keadaan genting.
F. TAN MALAKA.
Tan Malaka menganjurkan dasar massa aksi yang teratur. Massa di sini perlu ditolong dengan kekuatan massa itu sendiri. Dalam massa aksi yang teratur, massa harus bergerak dan digerakkan. Untuk itu dipandang sangat perlu adanya front perlawanan secara massal, adanya persatuan perjuangan. Dalam usaha persatuan ini, dalam usaha pembentukan front ini Tan Malaka meninggalkan pengalaman yang berguna, bahwa persatuan itu harus beserta kesatuan sebagai pelopor. Bila Muso dan kawan-kawannya terlalu menonjolkan kesatuan dan terlalu meremehkan peranan persatuan dengan tindakan-tindakannya yang melecehkan pertumbuhan yang sehat diluar kesatuannya, maka Tan Malaka sangat cinta kepada persatuan tetapi kurang menyediakan waktu untuk menggalang kesatuan yang berakibat mentelantarkan kesatuan.
Massa aksi yang teratur jelasnya di samping front perlawanan yang merupakan persatuan perjuangan secara massal itu benar-benar membutuhkan partai kesatuan sebagai partai pimpinan, partai model baru, sebagai jumlah dan pemusatan fraksi-fraksi revolusioner dari aktivitas massa yang sepaham dan sehaluan.
G. Dan lain-lain
VII. Andaikan Marx dan Lenin tidak ada, akhirnya pengalaman massa rakyat Indonesia diataspun dalam kelanjutannya pasti juga akan menemukan pokok-pokok pikiran yang diajukan oleh Marx dan Lenin itu. Karena Marx dan Lenin dengan mempergunakan bahan sekitar di masa hidupnya telah memajukan pokok-pokok pikiran yang pada akhirnya menurut pertumbuhan yang sewajarnya juga akan diketemukan di Indonesia, maka sudah selayaknya kalau Marx dan Lenin pun sepanjang sopan santun ilmu menjadi bahan tutur yang mengandung penghargaan dimedan perjuangan rakyat Indonesia.
Nama Edison sebagai penemu listrik dihargai oleh orang diseluruh dunia. Indonesia pun banyak menghargai Edison itu. Dalam hal ini patut dicatat, bahwa para simpatisan Edison dengan bebas dapat bergerak dengan tidak ada resiko dituduh sebagai agen asing. Maka hendaklah nama Marx dan Lenin dihargai pada tempatnya dan hendak pula dibuang sejauh-jauhnya obrolan murahan yang dengan mudah menghukum kaum Marxis-Leninis Indonesia sebagai agen asing.
Teori-teori yang dipancarkan oleh Marx dan Lenin memberi bahan-bahan petunjuk yang menambah kecakapan putra Indonesia dalam menjalankan tugas ditanah airnya, untuk keluhuran bangsanya, untuk kemakmuran rakyatnya. Dalam hal ini hendaklah diadakan perbedaan yang jelas antara penggemar Marxisme-Leninisme dan pejuang Marxisme Leninisme. Membaca buku Marxisme-Leninisme dan menghafal dalil Marxisme-Leninisme belum berarti berjuang melaksanakan Marxisme-Leninisme di Indonesia. Lebih-lebih kegiatan yang mempropagandakan Marxisme-Leninisme, tetapi melaksanakan praktek yang bertentangan dengan dasar-dasar Marxisme-Leninisme justru akan merusak nama baik komunisme.
ISI PATRIOTISME
Sesungguhnya imperialisme sudah cukup dikenal kejahatannya, karena membuat Indonesia sebagai:
1. Sumber bahan dan tenaga yang murah.
2. Pasar yang menguntungkan modal asing.
3. Basis angkatan perang yang menakut-nakuti dan membunuh rakyat.
Kejahatan ini tidak kurang-kurang mencelakakan rakyat kita dan lambat laun “mendidik” rakyat itu menjadi patriot, pecinta dan pembela tanah airnya yang kaya raya ini. Akhirnya sesudah tahun 1945 Indonesia tidak dapat lagi dihadapi oleh imperialisme dengan cara-cara yang lama. Imperialisme perlu merubah haluannya dan dimata imperialis, Indonesia perlu dijebak dengan penjajahan model baru. Pemerintahan nasional diakui, tetapi tiga titik isi imperialisme yang jahat itu, sampai sekarang masih tetap berlaku didaerah kepulauan ini.
Dirasa benar, bahwa tidak kurang dan tidak lebih dari pada pelaksanaan penjajahan dalam bentuknya yang baru, bila kita membatasi usaha kita kepada kebanggaan membangun Republik Indonesia dengan bahasa serta bendera kebangsaan dan pemerintah nasional, tetapi menutup mata dan sengaja memulihkan tiga titik isi imperialisme yang memeras dan menindas rakyat itu. Begitu pula sumpah sehidup semati dengan rakyat, tetapi menjalankan atau mendukung politik yang menambah kesuburan tiga titik isi imperialisme tersebut benar-benar patut disinyalir sebagai pengkhianat rakyat, pengkhianat model baru.
Jelasnya imperialis yang menempuh haluan baru itu perlu dihadapi dengan semangat patriotisme yang mengandung syarat-syarat baru pula. Bila patriotisme Indonesia dizaman Hindia Belanda dan Hindia Jepang mengutamakan kepada titik pembentukan pemerintah bangsa sendiri, maka patriotisme sesudah tahun 1945 sungguh-sungguh membutuhkan ketegasan isi dari bentuk nasional yang menjadi idaman itu. Patriotisme yang keluar dalam bentuk nasional itu perlu beserta isi yang seratus delapan puluh derajat berlawanan dengan tiga titik isi imperialisme yang sangat jahanam adanya.
Patriotisme sesudah tahun 1945 tidak boleh dipandang sebagai “kesenian” yang semata-mata mengutamakan susunan pujaan terhadap Ibu Pertiwi dalam sajak, suara dan lukisan serta patung dan monumen-monumen yang mengagumkan. Patriotisme sesudah tahun 1945 benar-benar mengandung syarat-syarat yang lebih berat, mengandung konsekuensi yang sanggup berhantam secara prinsipil dan konsekuen dengan imperialisme yang bagaimanapun juga tetap berhajat memaksakan tiga titik isinya yang amat beracun tersebut. Patriotisme sesudah tahun 1945 tegas menuntut tanggung jawab kepada putra Indonesia untuk merebut isi, yang sudah tentu akan mengguncang imperialisme ialah modal yang sudah internasional itu.
Kalau imperialisme mengandung tiga titik yang merugikan rakyat di atas, maka patriotisme harus mengandung:
1. Jejak perebutan sumber bahan dan tenaga dari tangan penjajah.
2. Jejak perebutan pasar Indonesia dari tangan modal penjajah.
3. Jejak yang melenyapkan basis angkatan perang penjajahan didaerah kepulauan Indonesia.
Imperialisme model baru perlu dihadapi dengan patriotisme yang dengan penuh ketegasan mengutamakan tiga jejak di atas:
GARIS PENJAJAHAN
Pemindahan sumber bahan dan tenaga pasar dari tangan modal penjajah (imperialis) ketangan nasional dan persoalan pengusiran angkatan perang asing tidak mungkin dipandang sebagai persoalan timbang terima dalam proses perundingan ramah tamah ataupun proses jual beli dengan imperialis. Semurah-murahnya imperialis dan seramah-ramahnya imperialis ia tidak akan melepaskan begitu saja tiga titik isi perutnya yang sudah disinyalir di atas. Lagi sekaya-kayanya patriot Indonesia, patriot kita tidak akan cukup kekayaannya untuk membeli milik Indonesia itu. Proses perundingan dan jual beli dalam lingkaran maklumat November, Linggarjati, Renville dan KMB sudah cukup pemindahan kekuasaan ekonomi dan politik ketangan bangsa Indonesia itu.
Garis maklumat November, Linggarjati, Renville dan KMB yang memulihkan kembali kekuasaan modal penjajah sudah jelas merupakan garis penjajahan dalam bentuknya yang baru. Begitulah menamakan diri sebagai patriot, tetapi tetap ngotot berdiri di atas garis penjajahan, sudah tentu patut dicatat sebagai suatu keganjilan kalau bukan penipuan.
JALAN KEMERDEKAAN
Jalan lain telah ditunjukkan oleh:
1. Kongres Pemuda tahun 1945
2. Kongres Persatuan Perjuangan tahun 1946
Kongres Pemuda memberi saran untuk menempuh jalan yang tegas memutuskan hubungan dengan imperialisme dengan resolusinya yang dikenal tidak membenarkan adanya usaha pemerintah Hindia Belanda. Kongres Persatuan Perjuangan memberi isi yang lebih tegas kepada resolusi Kongres Pemuda. Kongres Persatuan Perjuangan menunjukkan program minimum yang terkenal itu. Diantaranya yang terpenting berbunyi:
1. Berunding atas pengakuan kemerdekaan 100%.
2. Menyita dan menyelenggarakan perindustrian musuh.
3. Menyita dan menyelenggarakan pertanian musuh.
Atap politik kemerdekaan 100% disarankan dengan lantai ekonomi nasional yang modal besarnya hanya dapat dicapai dengan jalan penyitaan (milik musuh). Lebih dari itu Persatuan Perjuangan menegaskan, bahwa tidak sembarangan pemerintah dan tentara yang mampu melaksanakan program tersebut. Dalam program minimum disebut dua titik yang lain yang amat penting ialah:
1. Pemerintah rakyat.
2. Tentara rakyat.
Jelasnya Kongres Persatuan Perjuangan berpendapat, bahwa usaha pemindahan sumber bahan dan tenaga serta pasar dari tangan modal penjajah ketangan nasional dan persolan pengusiran angkatan perang asing bukanlah soal timbang terima, melainkan persoalan pergulatan yang hanya dapat ditempuh dengan kekerasan rakyat melalui jalan penyitaan di bawah pimpinan pemerintahan rakyat yang dikawal oleh tentara rakyat.
Bila di masa proklamasi ada alasan bagi kita untuk menempuh jalan penyitaan dengan adanya pelanggaran kedaulatan Republik Indonesia oleh tentara Inggris Belanda, maka sepanjang politik Persatuan Perjuangan pendudukan Belanda disekitar wilayah Republik Indonesia di Irian sekarang cukup memberi alasan untuk mengulangi jalan penyitaan tersebut. Kapankah jalan ini ditempuh oleh pemerintahan kita? Jalan ini ialah jalan kemerdekaan, jalan patriot yang pasti berakar dikalangan rakyat mayoritas. Kabinet dan formatur siapapun, dengan bentuk apapun yang memang menempuh jalan ini dapat disebut sebagai pemerintahan rakyat yang membela rakyat dengan kekuatan rakyat. Dimana pemerintah rakyat semacam itu sudah berdiri, disanalah kita berhenti beroposisi untuk memperkuat pemerintahan rakyat yang menjadi idaman kita itu.
PROKLAMASI KEMERDEKAAN BANGSA INDONESIA.
Adalah dua persoalan yang penting dalam proklamasi kemerdekaan kita:
1. Persoalan pemindahan kekuasaan.
2. Persoalan kebijaksanaan.
Justru sekitar dua persoalan ini didapatlah persimpangan jalan yang menimbulkan pertentangan besar dalam tubuh kebangsaan Indonesia. Setengahnya menafsirkan pemindahan kekuasaan tersebut sebagai persoalan timbang terima di antara bangsa Indonesia di satu pihak dengan Belanda di pihak lain dalam perundingan ramah tamah dalam suasana persaudaraan dengan mempergunakan apa yang mereka namakan akal sehat. Sebaliknya, Kongres Pemuda yang pertama dan Persatuan Perjuangan menafsirkan pemindahan kekuasaan tersebut sebagai persoalan pergulatan, persoalan perebutan kekuasaan dari tangan Belanda dan para pembantunya dalam satu revolusi kemerdekaan.
Dengan ini selanjutnya dijumpai persimpangan jalan dalam hal kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang satu hendak mencapai sinthesis sebagai kompromis antara revolusi dan kontra revolusi, sedangkan Kongres Pemuda yang pertama dan Persatuan Perjuangan menempuh kebijaksanaan yang hendak mencapai sinthesis sebagai hasil perjuangan rakyat.
PENJAJAHAN DALAM BENTUK YANG BARU
Kabinet yang pertama hingga kabinet yang sekarang memandang pemindahan kekuasaan dari tangan asing ketangan Indonesia itu semata-mata sebagai persoalan timbang terima dalam suasana persaudaraan dengan imperialis. Kabinet yang pertama hingga kabinet yang sekarang melakukan kebijaksanaan yang menyulap sinthesis dari dalam kompromis antara revolusi dan kontra revolusi. Garis timbang terima dan kompromis ini mencapai puncaknya dalam “peristiwa 27 Desember 1949” yang banyak diperkenalkan sebagai “penyerahan kedaulatan”. Hakekatnya apa yang dinamakan “penyerahan kedaulatan” itu tidak lebih dari penyerahan bendera tanpa sumber-sumber kemakmuran Indonesia alias penjajahan dalam bentuk yang baru. Peristiwa Desember bukanlah kemenangan perjuangan bangsa Indonesia. Peristiwa 27 Desember ialah kemenangan imperialis, kemenangan modal penjajah yang internasional.
BAHAN KEBINGUNGAN
Peristiwa 27 Desember mengantarkan kenyataan yang makin hari makin menggelisahkan orang banyak. Kegelisahan ini bercampur kebingungan, karena malapetaka Peristiwa 27 Desember menimpa kalangan yang luas di negeri ini dengan menutup semboyan dan alasan yang indah serta muluk-muluk. Manis yang dilaporkan, jadamlah yang disiramkan, merdu suara yang didengar, tetapi jauh berbeda yang dialami dalam pergaulan dan hidup sehari-hari.
Kemerdekaan ............................. tidak nikmat dan hikmatnya.
Persatuan ................................... tidak dimengerti faedahnya.
Kesadaran .................................. tidak diketahui batasnya.
Batu loncatan ............................. Sengaja disembunyikan siapa yang meloncatinya.
Belum selesai ............................. Kapan berakhirnya?
Banyak, banyak lagi, begitulah seterusnya. Saran dan kenyataan adalah jauh berbeda, malahan nampak bertentangan adanya. Orang bingung dan merasa kurang mampu untuk menarik perbedaan yang jelas mana yang sesungguhnya, mana yang palsu. Mas dan tembaga, batu hitam dan bartu gombong bercampur. Garis demarkasi antara kawan dan lawan tidak ada. Musuh dipeluk, dicium, kawan justru dilabrak, dihantam. Apakah ini yang dinamakan mengurangi korban?
KEMBALI PADA POKOK PERSOALAN
Di tengah-tengah suasana yang membingungkan ini patut kita bertanya kepada pribadi kita masing-masing. “Sesungguhnya untuk apakah kita selama ini berjuang?” Kita berjuang untuk merebut sumber-sumber kemakmuran dari tangan kekuasaan asing. Perebutan tersebut hanya mungkin dilakukan dengan kekerasan dengan mempergunakan kekuatan massa rakyat. Tidak ada jalan lain. Justru jalan inilah yang ditinggalkan selama ini hingga proklamasi kemerdekaan berakhir dengan penjajahan dalam bentuk yang baru.
Adanya penjajahan dalam bentuk yang baru perlu disinyalir. Penjajahan dalam bentuk yang baru perlu dilawan. Kebohongan agen-agen penjajah model baru perlu dibongkar dan ditelanjangi habis-habisan. Kekejaman agen-agen penjajah model baru perlu dihadapi. Kegiatan rakyat di masa Hindia Belanda dan Hindia Jepang dalam perlawanan penjajahan model lama perlu kembali disusun dan ditingkatkan dalam pertandingan penghabisan lawan penjajahan model baru. Patriotisme model lama perlu ditingkatkan dalam bentuk patriotisme model baru.
Kalau di masa yang lalu patriotisme (model lama) sudah melahirkan banyak putra-putri Indonesia yang sanggup menentang penderitaan dalam buruan, tiang gantungan dan penjara, maka dalam perjuangan anti penjajahan model baru juga dinantikan semangat patriotisme model baru yang tidak boleh mundur menghadapi reaksi yang tidak segan-segan main tangkap, main siksa, dalam penjara, main culik dan main tembak. Patriot di masa lalu patut dihargai pada tempatnya, tetapi patriotisme di masa yang lalu tidak lagi cukup menjadi jaminan dalam tingkat perjuangan sekarang. Jelasnya keadaan sekarang tidak dapat ditolong dengan tanda jasa “dulu patriot”. Ibu pertiwi sekarang memanggil patriot-patriot model baru dengan semangat patriotismeyang mengandung syarat-syarat baru.
KETEGASAN WARNA
Bila penjajah modedel lama dengan tidak langsung melahirkan kesadaran dikalangan rakyat, bahwa ia sebagai rakyat juga mempunyai kepentingan atas tanah airnya, maka penjajahan model baru lambat laun mambangkitkan kesadaran rakyat menuntut adanya pemerintah nasional yang benar-benar mengutamakan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Demikianlah bila patriotisme model lama menitik beratkan kepada bentuk pemerintah nasional semata-mata, maka patriotisme model baru mengutamakan kepada isi dari pada bentuk nasional yang diidamkan itu. Selaras dengan perkembangan baru dikalangan massa rakyat yang menuntut adanya pemerintah nasional yang benar-benar mengutamakan kepentingan dan kebutuhan rakyat, maka patriotisme model baru ialah patriotisme yang dapat membawa massa rakyat, patriotisme yang membela kepentingan dan kebutuhan rakyat. Jelasnya patriotisme model lama belum mengandung warna yang tertentu, sedangkan patriotisme model baru menuntut adanya ketegasan warna, warna rakyat.
Patriotisme tanpa warna rakyat dalam tingkat perjuangan sekarang tidak mungkin dapat berakar secara luas dikalangan massa rakyat. Patriotisme tanpa warna rakyat dalam tingkat perjuangan sekarang tidak akan mungkin dapat menjadi lawan tandingan dari penjajahan model baru. Patriotisme tanpa warna rakyat dalam tingkat perjuangan sekarang dalam pertumbuhannya pasti membelok menjadi ideologi komprador yang membela kepentingan dan kebutuhan modal penjajah.
KETEGASAN NASIONAL
Perpecahan dalam tubuh kebangsaan Indonesia sudah menjadi kenyataan. Dalam keadaan yang serba sulit seperti sekarang ini orang banyak rindu dan menginginkan adanya kembali keutuhan bangsa. Terdengar lagu “asmara” perdamaian nasional. Persesuaian dicari, tetapi patut disayangkan bahwa perindu keutuhan bangsa dan para penyanyi perdamaian nasional tidak mampu meloloskan diri dari disiplin komprador. Malahan perindu dan penyanyi itu tidak malu-malu dengan rayuan rindu dan nyanyian tersebut justru mencoba memperluas barisan komprador. Menghadapi kegiatan ini benar-benar dibutuhkan kewaspadaan.
Sesungguhnya perdamaian nasional tidak dapat dicapai dengan mancairkan program nasional. Dengan pencairan tersebut akhirnya bukan perdamaian, melainkan kekaburan nasional yang diperoleh. Dengan kekaburan nasional tidak mungkin dapat disalurkan kekuatan nasional. Kekaburan nasional ialah alamat kuburan nasional.
Keadaan sekarang hanya dapat diatasi dengan meninggalkan orang-orang yang tidak lagi berkesanggupan. Ketegasan untuk mengisolir anasir-anasir komprador dari segala lapangan harus ada. Ketegasan inilah yang patut dimiliki oleh tiap orang yang menamakan diri sebagai patriot. Perdamaian nasional harus dicapai dengan menambah ketegasan nasional.
Kepada
Yth. Saudara Isa Anshary sekawan d/a
Dewan Pimpinan Pusat Masyumi
di Jakarta
Sadar !
Kiranya saudara setengah heran membuka surat ini. harapan saya janganlah gusar. Saya menulis surat ini dengan maksud baik. Begitulah dapat diselami sebagaimana mestinya. Saya menghampiri saudara sebagai manusia biasa. Begitulah rasa manusiaku banyak berbicara.
Saya banyak mengikuti berita-berita operasi saudara. Saya memperhatikan saran-saran saudara agar orang tidak menjadi Islam kepalang, Islam setengah-setengah, Islam kepala dua dan lain-lain. Pada pokoknya saudara menghendaki ketegasan gagasan Islam. Demikian saudara menghendaki negara Islam dan semuanya serba Islam. Adalah hak dari saudara untuk menyebarkan pendapat itu dan dalam hal ini terimalah salam dan hormat saya.
Hanya saja dengan perantaraan surat ini, saya ingin bertanya, apakah ketegasan Islam itu sekarang perlu dilaksanakan dengan jalan yang bermusuhan dengan nasionalisme dan komunisme? Saya mengajukan pertanyaan ini justru karena saya mendapatkan kepastian dari para pejuang Islam, bahwa Islam tidaklah memikirkan akhirat semata-mata, bahwa Islam juga berjuang untuk kebahagiaan di dunia ini maka, bukankah semestinya kalau Islam dalam usahanya itu perlu mengakui beberapa kenyataan-kenyataan di dunia ini sebagai pangkal perhitungan yang mutlak?!
Kiranya saudara sependapat dengan saya, bahwa antara mengupas paham dan melaksanakan paham adalah dua hal yang tidak dapat disamakan. Dalam mengupas paham memang diperlukan perbedaan-perbedaan yang jelas antara paham yang satu dengan paham yang lain. Akan tetapi demi pelaksanaan paham kiranya dibutuhkan kebijaksanaan menghimpun persamaan dengan berbagai lain paham sebagai pangkal kekuatan untuk menghadapi musuh bersama. Jelasnya demi pelaksanaan paham keikhlasan untuk membagi peranan dengan berbagai golongan lain dalam keadaan yang sejurus perlu ada.
Saudara putra Indonesia yang berhaluan Islam. Saudara sudah tentu hendak melaksanakan ajaran-ajaran Islam di Indonesia. Begitulah demi pelaksanaan Islam di Indonesia, maka sebagai titik permulaan langkah perlu kiranya diakui, bahwa di samping Islam juga ada paham-paham yang lain, yang berpengaruh dikalangan massa rakyat Indonesia. Dan betapa besar hajatnya masing-masing golongan untuk melaksanakan pahamnya namun mereka semua itu tidak dapat berbuat sesuatu tanpa bantuan massa rakyat. Jelasnya dalam hal ini massa rakyat bukanlah obyek melainkan subyek.
Saudara Isa Anshary, sebagai subyek massa rakyat Indonesia sekarang menghadapi bahaya kelebihan penduduk, pengangguran, dan kelaparan. Massa rakyat berjuang melawan kelebihan penduduk, pengangguran, dan kelaparan. Kiranya baik ajaran Islam, nasionalisme maupun komunisme, berkepentingan untuk massa rakyat melawan kelebihan penduduk, pengangguran, dan kelaparan yang menimpa massa rakyat itu. Sesungguhnya apa perlunya Islamisme, nasionalisme, dan komunisme itu. Tetapi demi pelaksanaan soal yang menyinggung massa rakyat, perbedaan itu agaknya kurang tepat kalau dijadikan ahan agitasi utama yang berakibat memecah kekuatan massa rakyat. Dengan ini derita massa rakyat tidak berkurang, justru akan bertambah. Demi pelaksanaan cita yang bermaksud baik, massa rakyat sebagai subyek perlu diperkuat. Untuk itu pengaruh Islamisme, nasionalisme, komunisme perlu dikerahkan untuk melawan bahaya kelebihan penduduk, pengangguran, dan kelaparan.
Sumber sebab kesengsaraan rakyat perlu dicari. Kritik terhadap masyarakat sekarang perlu dirumuskan. Konsepsi masyarakat baru perlu disusun. Dan selanjutnya persoalan dalam menempuh jalan dari sekarang ke yang akan datang perlu dipecahkan. Begitulah lahir partai-partai yang bergelar Islam seperti Masyumi, PSII, Perti, dan lain-lain. Kitapun kenal partai-partai dengan nama nasionalisme seperti PNI, PRN, PIR, dan lain-lain. Selanjutnya kita kenal partai-partai yang bergelar komunisme seperti partai Acoma dan PKI.
Dalam hal ini saudara Isa Anshary, pengalaman saudara sekawan dengan PNI bukanlah suatu alasan untuk menyerang kaum kebangsaan. Begitulah pengalaman pahit dari saudara sekarang dengan PKI, kiranya belum boleh saudara jadikan alasan untuk menyerang komunisme. Partai Nasional Indonesia dan nasionalisme patut ditinjau sebagai dua persoalan. PKI dan komunisme dalam kenyataannya memang dualah adanya.
Agaknya tidak ada bedanya dengan orang yang bernama Untung padahal hidupnya ialah termasuk orang yang paling sial. Ada orang yang menamakan dirinya Budiman padahal ialah seorang yang paling kikir dan jahat. Jelasnya gelar dan nama belum menjamin isi kenyataan.
Kiranya saudara akan menjadi orang yang pertama yang menangkis kalau ada orang yang menyamaratakan Masyumi, PSII, atau Partai Islam yang lain dengan D.I Kartosuwiryo. Hal ini dapat dimengerti kerena Masyumi dan Nahdatul Ulama saja misalnya sudah tidak sepaham mengenai kebinet Ali – Wongso. Padahal kedua partai itu dikenal sebagai partai Islam. Kekecewaan orang terhadap partai yang mempergunakan nama Islam tentu tidak dapat saudara benarkan untuk dijadikan alasan untuk menyerang Islamisme secara frontal. Demikian kekecewaan saudara terhadap PNI dan PKI yang dimana-mana oleh (rombongan) saudara dipergunakan sebagai suatu alasan dan kesempatan untuk menyerang secara frontal nasionalisme dan komunisme sungguh membutuhkan peninjauan kembali.
Saudara Isa Anshary, pengalaman nasib dalam ikatan ekonomi yang meliputi daerah yang tertentu melahirkan semangat kebangsaan yang mempermaklumkan daerah yang tertentu sebagai tanah air yang perlu dibela bersama. Saya dilahirkan dizaman penjajahan. Saya menyaksikan dan berada di tengah penderitaan rakyat. Saya merasakan penderitaan itu. Saya menyokong dan membenarkan perebutan Indonesia dari tangan penjajah. Perjuangan perebutan kemerdekaan ini yang melahirkan bangsa, lagu, dan bendera Indonesia. Perjuangan perebutan kemerdekaan ini pula yang melahirkan Republik Indonesia. Dalam menghadapi kekuasaan asing yang menyempitkan ruang hidup nasional ini perlu pengaruh nasionalisme disalurkan sebagai gaya yang membangkitkan semangat perlawanan terhadap liku-liku asing yang tidak pada tempatnya.
Dalam antara itu sepanjang jalan perlawanan mati-matian dari kaum yang menderita yang jumlahnya jutaan itu setelah melalui beberapa tingkat pengalaman, akhirnya menemukan bentuk perjuangan modern untuk mencapai masyarakat persaudaraan modern yang dirumuskan dalam komunisme. Massa rakyat yang makin hari makin terdesak di bawah garis hidup yang minimum, makin terpaksa untuk menumpahkan segenap perhatiannya dalam perjuangan perbaikan dan perubahan materi di dunia ini. Perbaikan dan perubahan materi yang merata sampai dikalangan massa rakyat lambat laun menjadi idaman orang banyak. Begitulah saja menjadi komunis, begitu banyak orang lain lagi menjadi komunis dan pengaruh komunisme (perhatian: bukan PKI) sebagai potensi tanah air perlu disalurkan dalam usaha kita bersama melawan bahaya kelebihan penduduk, pengangguran, dan kelaparan.
Saudara Isa Anshary, untuk melawan penduduk, pengangguran, dan kelaparan massa rakyat tidaklah mengadakan perbedaan antara nasionalisme, Islamisme atau komunisme. Barang siapa dapat menunjukkan jalan dan memilih cara yang tepat serta dapat merubah nasib rakyat dalam praktek ialah sesungguhnya terpandang sebagai orang baik dimata rakyat. Bila ia nasionalis, ialah nasionalis yang baik. Bila ia Islam, ialah Islam yang baik dan bila komunis, ialah komunis yang baik.
Sebenarnya nasionalisme, Islamisme, dan komunisme sebagai tiga paham yang berpengaruh di Indonesia ini sebagaimana dengan masalah-masalah lain perlu juga diselami secara akademis dan praktis. Dikalangan kader dan pimpinan memang perlu menyelami perbedaan-perbedaan yang jelas antara ketiga paham itu secara akademis. Namun, begitu kepada massa yang masih banyak buta huruf patutlah masalah tiga paham itu dipecahkan secara praktis yang menghimpun persamaan sebagai pangkal kekuatan untuk menghadapi musuh bersama. Adapun musuh kita bersama ialah imperialisme dan feodalisme yang membiarkan massa rakyat menjadi korban bahaya kelebihan penduduk, pengangguran, dan kelaparan.
Kemudian terserah dan besar harapan saya untuk menghindari sengketa di antara kita yang belum lagi diperlukan. Saya percaya, bahwa tulisan yang disampaikan dengan penuh tanggungjawab ini dapat menempatkan keriga paham yang berpengaruh itu ke dalam hubungan yang laras hingga ada kemampuan yang layak untuk menggalang kekuatan bagi kemajuan dan kebahagiaan manusia di dunia ini.
Saudara Isa Anshary, nanti dimana Irian seutuhnya, Timor Dilli, Serawak, Brunai, dan Kalimantan Utara serta Malaya sudah kita bebaskan dari tentara penjajahan, nanti dimana materi dan kebudayaan sudah cukup merata dan meningkat dikalangan massa rakyat Indonesia dan sekitarnya, disanalah nanti dalam suasana yang layak diskusi massal secara akademis sekitar nasionalisme, Islamisme, dan komunisme dapat diperluas dan diperhebat dengan tidak ada kekuatiran adanya tangan jahat yang hendak memencing ikan di air yang keruh.
Semoga berfaedah untuk tahun 1954 dan selanjutnya.
Malang, 8 Januari 1954.
Untuk kemerdekaan rakyat
ttd. IBNU PARNA.
KEKUATAN BURUH DAN TANI MENJADI KEHARUSAN
Sudah kita ketahui, bahwa perjuangan kita berdasarkan pertentangan klas. Jelasnya kita tidak percaya, bahwa perubahan nasib buruh akan dapat diperoleh dari kemakmuran kaum modal. Dari dalam pertentangan modal dan buruh lahir lingkaran kekuasaan di bawah pimpinan golongan buruh yang mendorong dan menjadi tenaga pendorong lahirnya masyarakat baru. Ketegasan dan kecerdasan golongan buruh lambat laun tumbuh dan sepadan dengan meningkatnya ketegasan dan kecerdasan itu bertambah pula kekuatan dari golongan buruh. Kemenangan-kemenangan dari pihak buruh, baik yang kecil maupun yang besar, baik insidentil maupun prinsipil, semuanya langsung atau tidak langsung adalah hasil dari pada kekuatan lingkaran yang berada di bawah pimpinan atau setidak-tidaknya di bawah pengaruh golongan buruh.
Jelasnya sudah perjuangan kita yang berdasarkan pertentangan klas wajib didasarkan kepada kekuatan lingkaran yang berada di bawah pimpinan buruh. Sesuai dengan program kita yang memperkuat persekutuan revolusioner antara buruh dan tani, maka lingkaran yang dimaksud tidak lain dari pada persekutuan antara buruh industri, tani melarat, buruh tani, dan buruh tanah atau lebih singkat persekutuan buruh dan tani. Begitulah kemenangan buruh adalah hasil dari kekuatan buruh dan tani.
Selaras dengan program kita yang mempertahankan dan memperkokoh kemerdekaan 100% dari Republik dan rakyat Indonesia, sesuai dengan proklamasi 17 Agustus 1945, maka lingkaran yang lebih luas ialah front kemerdekaan rakyat yang meliputi semua golongan yang demokratis dan progresif, yang benar-benar anti fasisme, imperialisme, dan lain-lain. Begitulah semua kemenangan buruh yang lebih jauh adalah hasil dari kejayaan persekutuan buruh dan tani dalam menggalang front kemerdekaan rakyat.
Jelasnya perjuangan kita yang berdasarkan pertentangan klas bersendi kepala kekuatan pokok ialah buruh dan tani. Begitulah kepercayaan kepada kekuatan dan perkembangan yang sehat dikalangan buruh dan tani, baik di Indonesia maupun di negeri-negeri lain harus ada pada kita. Dengan kekuatannya, buruh dan tani dibeberapa bagian dunia sudah berhasil merebut kekuasaan di atas daerah besar yang berpenduduk kurang lebih delapan ratus juta. Juga di Indonesia, dengan kekuatannya buruh dan tani akan memerintah. Apa sebab buruh dan tani di Indonesia belum cukup kuat. Kuatlah buruh dan tani dan menanglah buruh dan tani itu. Memang patut diakui ada kekuatan yang belum membawa kemenangan, karena terbukti belumlah cukup kekuatan itu, tetapi tidak ada kemenangan tanpa kekuatan.
BURUH DAN TANI SEBAGAI ALAT PERJUANGAN KITA, PERJUANGAN BURUH DAN TANI ITU SENDIRI.
Perjuangan kita bersendi kepada kekuatan buruh dan tani, artinya buruh dan tanilah yang menjadi kekuatan kita. Tegasnya buruh dan tani menjadi alat perjuangan kita. Dikatakan alat dalam perjuangan kita, karena buruh dan tani perlu bergerak dan digerakkan, menghantam dengan sasaran yang tertentu. Untuk itu harus ada keadaan yang tertentu yang menyebabkan buruh dan tani itu bergerak. Untuk itu harus ada langkah-langkah, anjuran-anjuran, pedoman dan sebagainya yang benar-benar dapat mengikat dan menggerakkan perasaan dan semangat yang memberi arah dan menambah kebangkitan buruh dan tani itu.
Pada waktu buruh dan tani meluap semangatnya dan berada dalam puncak kesanggupannya, disanalah saatnya kita mempergunakan taktik ofensif, dari demonstrasi, pemogokan sampai kepada pemindahan kekuasaan ketangan buruh dan tani. Sebaliknya, di masa kesanggupan massa buruh dan tani sedang surut, disanalah saatnya bagi kita untuk mundur selangkah, mempergunakan taktik defensif menyusun ke dalam, mengkaji persoalan dan menyebarkan paham. Kecakapan dalam mempergunakan kedua taktik tersebut pada waktu yang tepat benar-benar menjadi kunci penyusunan kekuatan buruh dan tani.
Perjuangan kita bersendi kepada kekuatan buruh dan tani, artinya buruh dan tanilah menjadi kekuatan kita. Tegasnya buruh dan tani menjadi alat perjuangan kita. Untuk dapat mempengaruhi buruh dan tani sebagai pengawal perjuangan kita, di atas segalanya ada sambungan yang erat dengan massa buruh dan tani. Mempertemukan program kita dengan tenaga buruh dan tani adalah menjadi keharusan. Semua tadi hanya dapat dicapai dengan jalan pergaulan yang sebanyak-banyaknya dengan massa buruh dan tani. Pimpinan buruh dan tani yang lebih banyak bergaul dengan borjuis dari pada buruh dan tani itu sendiri sebenarnya adalah salah satu kepincangan yang patut diawasi. Lebih-lebih pimpinan buruh dan tani yang tidak mau bergaul dengan orang pun perlu dicurigai sebagai orang gila, pelamun atau tukang mantra yang tidak berguna. Kemassa buruh dan tani, kesanalah, kemassa kita mesti pergi.
PERGAULAN DENGAN MASSA
Penyakit berbahaya yang perlu dibasmi dari kalangan kita diantaranya ialah penyakit “revolusioner sendirian”. Kawan yang terjangkiti penyakit semacam itu gemar menepuk dada, sudah tahu ini dan itu, pandai mencela ini itu, memaki kanan kiri dan sudah puas ia berbuat begitu dan anehnya agitasinya tidak ditunjukkan kepada massa, melainkan kepada kawannya sendiri. Berjam-jam kawan itu dapat berkongkoh, ngobrol tiada hentinya dan lagi terbatas di antara kawan sendiri. Kemassa ia tidak mau. Sang revolusioner sendirian menganggap massa terlalu rendah, bodoh, dan sangat hina. Bergaul dengan massa dipandang menurunkan merek, menurunkan derajat. Sang revolusioner sendirian berpendapat, bahwa memberi laporan ke massa itu adalah percuma, bertukar pikiran pada massa dianggap sia-sia, karena mustahil massa yang bodoh itu dapat mengerti keterangan-keteranganya, karena mustahil pula massa yang goblok itu dapat membantah atau mengkoreksi pendiriannya. Begitulah anggapan sang revolusioner sendirian itu.
Main revolusioner sendirian itu adalah bertentangan dengan dasar perjuangan kita. Alam pikiran semacam itu mangajak orang bersikap lepas dari massa. Padahal sudah diketahui, dengan tidak ada massa tidak mungkin kita mendapatkan kekuatan yang mutlak untuk mencapai perubahan nasib golongan rakyat mayoritas. Kalau ditinjau secara dalam penyakit revolusioner sendirian itu sebenarnya berpangkal pada kaum menengah dan atasan yang membawa watak klasnya yang “mencurigai” golongan rakyat mayoritas. Demikian kaum revolusioner sendirian itu kebanyakan (berasal) dari klas feodal dan borjuis kecil yang dalam prakteknya sangat takut kepada pengawasan (kontrol) massa. Memang makin dekat orang kepada massa, makin diawasi (dikontrol) ia oleh massa, dan sesungguhnya kontrol massa itu cepat atau lambat pasti akan menelanjangi bulat-bulat permainan pura-pura cinta kepada massa itu. Massa rela dipengaruhi untuk kepentingan dan kebutuhan massa itu sendiri, tetapi kesadaran massa akhirnya pasti dan tentu menghukum tiap-tiap permainan yang memperalat massa untuk memusuhi massa itu sendiri.
PENYAKIT PENGEKOR MASSA.
Ada penyakit lain, penyakit itu adalah penyakit “pengekor massa”. Terlalu cintanya kepada massa, terlalu “blaternya” kepada massa, tak jemu-jemu kawan kita bergaul dengan massa sampai tenggelamlah ia ke dalam massa. Kawan tersebut akhirnya menjadi massa itu sendiri, hilang akal, program, rencana, dan lain-lain sampai ia sendiri perlu dipimpin, tidak lagi memimpin. Memang dalam usaha menyusun kekuatan massa perlu benar-benar diperhatikan, bahwa mengeratkan diri kepada massa, bukanlah berarti mengekor kepada axes-exes (pertumbuhan-pertumbuhan yang merusak) dari pada penjajahan dan pemerasan dikalangan massa seperti berjudi, minum, dan lain-lain dengan alasan “untuk dapat bergaul dan diterima oleh massa”, untuk persatuan dengan massa dan lain-lain. Alasan semacam itu adalah alasan yang berakibat merusak diri dan merusak pekerjaan.
Dikatakan merusak diri, karena akibat perjudian dan minum itu kesehatan banyak terganggu dan tidak tersalah sudah berlaku pembelokan perhatian dari pekerjaan yang mulia kekesukaan yang merusak. Dikatakan merusak pekerjaan, karena berjudi dapat menghabiskan uang dan waktu, uang dan waktu yang semestinya dapat dipergunakan untuk kepentingan organisasi. Dalam mabuk rahasia-rahasia perjuangan dapat diomongkan yang sudah tentu tidak boleh dikatakan menguntungkan organisasi.
Nyata sudah melibatkan diri dalam exes-exes (pertumbuhan-pertumbuhan yang merusak) akibat dari pada penjajahan dan pemerasan dikalangan massa seperti berjudi, minum, dan lain-lain dengan alasan untuk dapat bergaul dan diterima oleh massa atau alasan semacam itu adalah langkah yang sesat yang dalam prakteknya merusak perkembangan susunan massa yang teratur. Kader dan pimpinan wajib memimpin proses dan harus senantiasa ada hubungan dengan tiap-tiap proses (pertumbuhan) yang sehat dikalangan massa. Sebaliknya, kader dan pimpinan perlu mempergunakan kebijaksanaan yang menghindari exes-exes yang sangat merugikan itu. Sebenarnya bukanlah tempat judi, minum, dan lain-lain itulah yang patut dijadikan medan pertemuan antara kader, pimpinan, dan massa, melainkan diladang, dipabrik, di rapat-rapat, di pos-pos, jalan dan lain-lain lapangan dimana massa berkumpul. Disanalah kader, pimpinan, dan massa dapat bertemu.
PERJUANGAN REVOLUSIONER.
Perjuangan kita menuntut perbaikan dan perubahan nasib buruh dan tani. Begitulah buruh dan tani menjadi alat perjuangan untuk kepentingan dan kebutuhan buruh dan tani itu sendiri. Begitulah buruh dan tani harus tahu sasaran dari pada perjuangannya. Demikian di samping melayani sehari-hari kebutuhan-kebutuhan yang langsung, perlu diperbanyak penjelasan mengenai azaz, tujuan dan program kita. Pendeknya pendidikan yang meningkatkan kecerdasan klas tidak boleh diabaikan. Lewat pendidikan ini dari dalam pergolakan perjuangan mencari sesuap nasi perlu diperhatikan adanya pertumbuhan-pertumbuhan tenaga-tenaga yang memang dengan bersungguh-sungguh menuntut perbaikan dan perubahan nasib. Tenaga-tenaga tersebut perlu ditingkatkan, hingga benar-benar dapat bangkit sebagai kader dan pimpinan yang bertanggung jawab penuh terhadap kehormatan dan kemajuan klas buruh dan tani. Tenaga-tenaga tersebut perlu ditingkatkan menjadi beroeps-revolusioner.
Yang dimaksud dengan beroeps-revolusioner tidak lain ialah kawan yang sehari-harinya memikirkan kemajuan susunan buruh dan tani dengan tidak menghitung untung rugi untuk diri pribadi sendiri, orang yang memang benar-benar hidup untuk kemajuan revolusioner. Baiklah beroeps-revolusioner ini kita Indonesiakan dengan mempergunakan gelar pejuang revolusioner. Hidup pejuang revolusioner semata-mata untuk klas buruh dan tani dan pejuang revolusionerpun hidup dari buruh dan tani.
Jumlah pejuang revolusioner dalam serikat dapat dijadikan ukuran kekuatan dari pada serikat tersebut. Dan penghargaan dari buruh dan tani terhadap organisasinya serta para pejuang revolusioner patut dijadikan ukuran kesadaran dari pada buruh dan tani.
Dengan tidak memikirkan lebih jauh kebanyakan orang lalu mudah mempermaklumkan diri sebagai pejuang revolusioner. Entah karena apa, entah sekedar berlagak, entah karena sengaja untuk menipu, pokoknya banyak orang mempermaklumkan diri sebagai pejuang revolusioner. Tetapi banyak orang-orang berlagak revolusioner itu dalam praktek gerak langkahnya tidak ubahnya seperti kerupuk kesiram hujan.
Orang-orang potongan kerupuk kesiram hujan inilah yang sebenarnya banyak merusak kepercayaan buruh dan tani terhadap organisasinya. Sampah masyarakat ini prakteknya memberatkan pejuang revolusioner. Curiganya buruh dan tani terhadap orang baru menyatakan kesanggupan memang pada tempatnya. Begitulah dibutuhkan ketabahan dan keuletan dari tenaga-tenaga pejuang revolusioner. Dan di tengah-tengah kelemahan organisasi itu kadang-kadang tampak kesedihan dalam serikat, bahwa penghargaan majikan terhadap buruhnya jauh dari sempurna, seringkali terbukti masih jauh lebih baik dari penghargaan buruh terhadap kader dan pimpinan yang memang benar-benar bersungguh-sungguh bekerja sebagai pejuang revolusioner.
Dengan ini kita patut belajar bersama untuk mengadakan perbedaan antara kawan-kawan yang benar-benar berjuang dengan kesungguhan hati dan orang-orang yang memandang perjuangan tidak kurang dan tidak lebih dari pada olahraga belaka. Bukalah pintu serikat selebar-lebarnya bagi para pejuang revolusioner dan pandanglah di atas segala serikat itu sebagai tambang yang berisi calon-calon pejuang revolusioner. Undanglah pejuang-pejuang revolusioner dan bukalah kesempatan bagi calon-calon pejuang revolusioner untuk meningkat menjadi pejuang revolusioner. Dan di samping mengerahkan pejuang-pejuang revolusioner itu hendaknya organisasipun memerlukan menjaga kesehatan dan keselamatan para pejuang-pejuang revolusioner itu. Hargailah para pejuang revolusioner.
MENGUNDANG PEJUANG-PEJUANG REVOLUSIONER
Memimpin serikat-serikat massa, seperti serikat buruh, serikat tani, dan lain-lain tidak boleh ditafsirkan sebagai mata pencaharian. Memimpin serikat-serikat tidak lain dari pada mata perjuangan. Uang saku yang diperoleh dari serikat-serikat bagi pejuang revolusioner bukanlah kemewahan yang menjadi tuntutan, melainkan suatu pemulihan tenaga sebagai keharusan agar keesokan harinya dapat meneruskan tugas perjuangan. Begitulah memimpin serikat itu tidak boleh bersikap seperti pegawai yang amat menghitung tenaganya. Ringan tenaga menjadi sifat yang utama bagi pejuang revolusioner. Dan sesungguhnya hanya pejuang revolusioner yang dapat memimpin serikat buruh, serikat tani, dan sebagainya dengan baik.
Menurut kenyataannya Indonesia masih kekurangan pejuang-pejuang revolusioner. Maka menjadi tugas yang penting bagi para pejuang revolusioner yang sudah berhasil memegang pimpinan serikat ialah menggali calon-calon pejuang revolusioner dari dalam serikat. Tingkatkanlah lebih lanjut anggota-anggota biasa yang memang menunjukkan bukti kemauan dan kegiatan. Bukalah kesempatan bagi mereka. Didiklah mereka itu. Memandang tiap-tiap pertumbuhan tenaga-tenaga baru sebagai saingan (konkuren) sungguh tidak pada tempatnya. Sambutlah tenaga-tenaga yang bangun itu sebagai tambahan tenaga dan pimpinan klas buruh dan tani.
Buanglah penyakit sok jagoan yang hendak memborong pengaruh dan semua kegiatan. Hargailah buruh dan tani sebagai manusia. Buruh dan tani bukan batu krikil, buruh dan tani bukan batu alas jalan. Buanglah “penyakit anemer krikil” yang mahir memerintah orang menumpuk krikil dalam meteran. Krikil dalam meteran tetap dalam meteran itu, bila belum ada yang mengangkut. Tetapi tidaklah demikian keadaan buruh dan tani. Buruh dan tani adalah manusia. Buruh dan tani berurat dan berdaging manusia. Buruh dan tani mempunyai perasaan dan pikiran. Bajinganlah mereka yang bersikap sok jagoan yang mengkrikilkan buruh dan tani itu.
Terpaksa di sini dipakai perkataan yang kasar untuk mensinyalir para buaya-buaya dalam serikat yang main-main sok jagoan seolah-olah nasib perjuangan buruh dan tani itu sudah berada dalam sakunya. Sungguh tidak ada perkataan yang lebih halus dari pada bajingan itu, bila yang dimaksud itu tidak lain dari pada bangsat yang mempermainkan buruh dan tani.
Coba pikirkan, dalam keadaan biasa sengaja dihalang-halangi kemajuan tenaga-tenaga yang timbul dari bawah. Dalam keadaan biasa sengaja tidak diberi kesempatan tenaga-tenaga baru menambah kecerdasan dan kecakapannya berjuang. Dalam keadaan biasa tiap-tiap pertumbuhan tenaga dipandang sebagai bahaya yang mungkin menjatuhkan kedudukanya, setidak-tidaknya mengurangi pengaruh, padahal si bangsat, bajingan yang kurang ajar itu sendiri mengetahui, bahwa ia tidak mampu menyelesaikan pergolakan buruh dan tani dengan tenaga seorang diri. Dan anehnya dalam keadaan ruwet si bangsat bajingan yang kurang ajar yang gemar main sok jagoan itu tidak malu-malu berteriak “kurang tenaga bantulah kawan, bantulah kawan”. Sungguh samber gledek orang semacam itu.
Kawan-kawan, marilah kita bersama menyusun kata sepakat untuk mengusir penyakit-penyakit sok jagoan itu dari kalangan serikat. Janganlah kita berdiam diri dan terus menerus memberi kesempatan orang-orang semacam itu merusak perkembangan revolusioner dikalangan serikat. Kembalilah kepada tugas kita yang penting untuk menambah jumlah pejuang-pejuang revolusioner dengan memandang serikat itu sebagai tambang yang berisi calon-calon revolusioner. Galilah calon-calon pejuang revolusioner dari dalam serikat. Bersikaplah lapang. Pandanglah semua kawan-kawan serikat sebagai kawan dan manusia sederajat. Hampirilah mereka itu dengan segenap kasih dan kesungguhan hatimu. Dan sambutlah tiap-tiap pertumbuhan tenaga baru sebagai tambahan tenaga bagi buruh yang dengan sendirinya memperkuat kedudukan buruh dan tani serta serikatnya. Undanglah tenaga-tenaga pejuang revolusioner sebanyak-banyaknya.
PENGARUH DAN SELANJUTNYA
Ada setengah kawan yang mengira, bahwa bila sekali berpengaruh ia akan tetap berpengaruh. Anggapan begitu adalah anggapan yang salah. Ketahuilah bahwa pengaruh itu adalah buah kegiatan yang dirasa dan dimengerti buruh dan tani. Dimana kegiatan tersebut mulai berhenti, disana pula berhenti perkembangan pengaruh itu. Memang patut diakui, bahwa lambatnya pengaruh itu meresap dikalangan massa, tetapi lambat pula hilangnya pengaruh itu dari kalangan massa. Begitulah untuk mendapatkan pengaruh terlebih dahulu harus ada kegiatan, tetapi ada kalanya massa masih terpikat kepada pengaruh akibat kegiatan yang lalu, tetapi dimana kegiatan sekarang sudah mulai merugikan buruh dan tani, maka pengaruh yang masih ada itu hanya bersifat sementara.
Pengaruh dan kegiatan tidak dapat dipisahkan. Ingin tetap berpengaruh adalah memang suatu hajat yang patut dihargai, tetapi ingin tetap berpengaruh dengan tidak memajukan kegiatan selalu adalah menipu diri. Berjuanglah dengan segenap kejujuran, kecerdasan, dan kesungguhan hatimu, dengan sendirinya pengaruh yang sudah diperoleh itu pasti dan tentu ada pada dirimu.
Keadaan kian hari kian meningkat . Begitulah perlu kita melayani keadaan itu dengan cara dan alat yang meningkat pula. Persoalan baru banyak tumbuh. Begitulah dengan tidak ada kerajinan belajar, sekali lagi belajar, tentu tidak mungkin bagi kita untuk memelihara pengaruh itu. Kegiatan saja tidak cukup. Dibutuhkan kegiatan organisasi dan kerajinan belajar.
Demikian pula sebaliknya, sekarang tidak berpengaruh bukanlah berarti kalau tetap tidak akan berpengaruh. Kegiatan organisasi dan kerajinan belajar, suatu ketika pasti dan tentu melahirkan pengaruh itu. Mungkin sepintas lalu belum ada kesempatan yang membuka perkembangan pengaruh itu, tetapi suatu ketika dimana yang dikenal sebagai yang berpengaruh terbukti sudah tidak lagi cakap dan mulai melanggar dasar kepentingan dan kebutuhan buruh dan tani, disanalah pengaruh lama mulai surut dan mulai pasanglah pengaruh baru. Memang ada perjuangan yang tidak berpengaruh dikalangan buruh dan tan, tetapi tidak ada pengaruh dikalangan buruh dan tani dengan tidak ada perjuangan yang berdasarkan kepentingan dan kebutuhan klas buruh dan tani. Bila sampai sekarang ditanah air kita masih ada perjuangan yang merugikan buruh dan tani, pengaruh semacam itu hanya merupakan pengaruh sementara. Di atas segalanya janganlah pejuang-pejuang revolusioner kena getahnya pengaruh-pengaruh yang hanya bersifat sementara itu.
DISAMPING KETEGASAN DAN KECERDASAN DIBUTUHKAN KEULETAN.
Setiap kawan pejuang revolusioner dengan partai dan serikat-serikatnya pasti menempuh jalan yang bertingkat di bawah ini:
1. Menyusun program, jangka panjang dan jangka pendek.
2. Menarik perhatian.
3. Mendapatkan pengaruh.
4. Mempunyai kekuatan.
5. Memperoleh kemenangan yang terakhir.
Biasanya kawan kita sampai titik dua sudah mulai bimbang. Serangan, tuduhan, makian, pujian, pembalasan, dan sebagainya yang sangat bercampur mulai didengar dan menimpa dirinya. Agaknya kawan mulai bimbang. Keraguan kawan itu tidak dapat dibenarkan. Adanya serangan, makian, pujian, pembelaan, dan sebagainya patut disambut dengan lapang dada. Semuanya itu membuktikan, bahwa kawan kita sudah tidak dianggap sepi. Semuanya itu membuktikan, bahwa kawan kita mulai menjadi peranan yang tidak boleh diabaikan. Itulah perhatian yang dibutuhkan. Dengan tidak perhatian tidak diperoleh kesempatan untuk menunjukkan siapa dan apa kita, siapa dan apa partai dan serikat-serikat kita. Perhatian tersebut adalah medan kesempatan. Bukanlah pada tempatnya terjun dalam medan kesempatan tersebut dengan keraguan. Pejuang revolusioner patut terjun dalam medan kesempatan dengan gembira dan bersemangat menangkis serangan satu demi satu, membongkar makian serta tuduhan dengan pengertian dan bukti, meninjau pujian dan menghimpun pembelaan. Itulah pejuang revolusioner dan di atas segalanya pejuang revolusioner tidak cukup puas dengan maklumat-maklumat dan tutur pembelaan yang jitu dan tepat, tetapi pejuang revolusioner dengan penuh kegiatan mengawinkan maklumat dan tuntutan pembelaannya itu langsung dengan kepentingan dan kebutuhan buruh dan tani dalam susunan persekutuan buruh dan tani, karena memang maklumat dan tuntutan pembelaan pejuang revolusioner bukanlah pembelaan perseorangan, melainkan pembelaan klas, pembelaan buruh dan tani. Begitulah ketegasan dan kecerdasan sebagai panduan kegiatan masih perlu dikawal dengan keuletan.
BEBAN RUMAH TANGGA DAN PERJUANGAN.
Banyak kawan keuletannya terganggu karena keadaan rumah tangganya. Rumah kurang belanja, kurang ini, kuran itu. Sampai di sini tahu sama tahulah. Tetapi sayangnya tidak sampai di sini berhenti wabah kekurangan itu. Kepayahan rumah tangga ini lambat laun menjadi alasan untuk mengurangi kegiatan dalam perjuangan, malahan berangsur-angsur kekurangan tersebut disahkan sebagai alasan untuk meninggalkan perjuangan, pertama dengan istilah sementara untuk selanjutnya dengan diam-diam sementara tersebut disulap menjadi selamanya. Padahal kita sama-sama tahu, bahwa kita sebagai orang tidak lebih dari pada bagian kecil dari klas yang mempunyai kodrat bergerak di atas dasar kepentingan dan kebutuhan klas.
Sekiranya dapat rumah tangga pribadi buruh dipisahkan dari perjuangan buruh? Kalau rumah tangga pribadi buruh dapat dipisahkan dari perjuangan klas buruh, sekiranya dapat rumah tangga pribadi buruh memperoleh ketentraman dan kemuliaan dengan tidak ada perjuangan klas buruh? Adakah ketentraman dan kemuliaan dengan tidak ada perjuangan klas buruh? Manakah yang sebenarnya menjadi pangkal kekacauan rumah tangga pribadi buruh, pemerasan modal ataukah perjuangan buruh? Kalau perjuangan klas buruh dipandang sebagai penambah kekacauan rumah tangga pribadi yang sudah kacau itu, maka bolehlah hapusnya perjuangan buruh itu dipandang sebagai pertahanan atau tambahan ketentraman rumah tangga pribadi buruh? Patutkah kita berdiri dengan melihat dan mengupas kepincangan dunia dengan tanpa kesanggupan untuk merubah dunia yang sudah jelas kepincangannya itu? Masyarakat kita bergerak dengan arah yang tertentu dan masyarakat bergerak sebagai hasil pertentangan antara alam dan masyarakat didalam internalnya sendiri. Sepanjang jalan pertentangan, masyarakat bergerak dari masyarakat persaudaraan kuno ke persaudaraan modern. Memang hukum kemajuan berdasarkan pertentangan. Patut direnungi, bahwa makin besar kekuatan produksi bukanlah makin kurang pemerasan yang dilakukan oleh kapitalis, melainkan makin ganaslah ia, karena makin bertambahnya nilai lebih, kerja yang tak dibayar itu, malahan makin keraslah tekanan modal untuk mendesak buruh kegaris permukaan hidup yang sangat rendah. Tetapi, semuanya itu ada batasnya, adapun batas yang jelas adalah teriakan buruh “sampai di sini tuan, jangan dilanjutkan !!”. Tidak salah bila dikatakan, bahwa kapitalis melahirkan pahlawan anti kapitalisdan bahwa kapitalisme menggali liang kuburnya sendiri.
Sesungguhnya pemerasan modal ialah sumber kekacauan dan kekurangan dalam rumah tangga (pribadi) buruh. Kekacauan dan kekurangan dalam rumah tangga yang menjadi kenyataan yang umum dikalangan klas buruh menjadi sumber berkobarnya perjuangan klas buruh. Dihadapan buruh hanya terbentang jalan pengorbanan yang bersimpang dua, kekanan, buruh berkorban untuk klas kapitalis (melahirkan anak dan nilai lebih untuk kapitalis) dan kekiri ialah berkorban untuk klasnya sendiri, klas buruh (bersama anak berjuang ke arah masyarakat baru).
Tidak ada jalan pengorbanan selain dari pada itu. Dan memang dunia ini hanya bagi mereka yang sanggup berkorban.
Kita berjuang ke arah masyarakat baru. Bila kapitalis banyak bersemboyan “rugi di awal, untung dibelakang”, maka pejuang bersemboyan “berat dan susah bagi kita sekarang, tetapi bahagia dan senang anak cucu kita yang akan datang”. Maka, kekurangan dan kepahitan serta kekecewaan dalam perjuangan bagi pejuang bukanlah sebab dan tidak akan dijadikan sebab mengundurkan diri dari perjuangan. Kekurangan, kepahitan, dan kekecewaan dalam perjuangan bagi pejuang semata-mata menjadi bahan untuk dikaji, ditempuh, dan diatasi bersama.
Dalam usaha bersama untuk mengatasi kekurangan, kepahitan, dan kekecewaan dalam perjuangan ini lambat laun pasti akan lahir rasa setia kawan (solidaritas) antara kawan sepaham dan seklas yang sudah tentu melahirkan kakuatan yang sedikit banyak dapat meringankan beban rumah tangga pribadi yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan klas.
CINTA DAN PERJUANGAN
Selagi bujang orang mengeluh karena tidak mempunyai kawan hidup, tetapi setelah memperoleh kawan hidup kemudian ada lagu baru yang menyatakan asmara sial, payah, tidak bebas, dan lain-lain. Sampai di sini kita sama-sama tahu, tetapi sayangnya semuannya lalu dijadikan alasan untuk menghidari tanggungjawab, tanggungjawab dalam perjuangan. Patut disadari, bahwa buruh itu bukan batu, buruh itu ialah manusia biasa yang sudah tentu tidak terlepas dari kebutuhan hidup. Dan birahi adalah satu di antara sekian banyak kebutuhan hidup.
Kebiasaan orang memuaskan nafsu birahi dengan kekasihnya adalah sama biasanya dengan kebiasaan orang menghapuskan dahaga dengan air segelas atau minuman lain. Dikatakan biasa, karena itulah yang menjadi kebiasaan semua orang dalam keadaan sehat. Dikatakan biasa, karena itu sudah menjadi keharusan dan syarat manusia yang waras. Anehnya, hal biasa ini seringkali dibuat luar biasa, seolah-olah manusia dapat membuang birahi itu.
Hal biasa dibuat luar biasa, diluar biasakan begitu rupa sampai dipandang cukup kuat sebagai alasan untuk mengurangi, kalau tidak menghilangkan tanggungjawab dalam perjuangan. Banyak suara yang kita dengar seperti di bawah ini:
“Bila aku belum berumah tangga, tentu aku lebih aktif. Sayangnya aku sudah berumah tangga, jadi maklumlah, bila aku tidak bisa bergerak lagi”.
Padahal dalam hati kecilnya kawan pengeluh itu sendiri mengerti, bahwa adanya ia berumah tangga itu, tidak lain karena ia tidak sanggup terus menerus hidup sebagai bujangan. Nyatalah, menanggung beban bujangan dia tidak tahan dan perkawinan ditempuh sebagai jalan pembebasan dari nasib bujang. Kemudian dirasa, bahwa madu perkawinanpun berisi empedu yang perlu ditanggung kepahitannya. Nasib sang bujang pahit dibuang, nasib rumah tangga datanglah kepahitan. Dilamunkan kembali masa selagi bujang, tetapi kembali bujang kawan pengeluh itupun sanggup, karena sesungguhnya ia sudah terlanjur sayang kepada anak istri/suami.
Menempuh perjuangan dengan hidup membujang tidak tahan kawan pengeluh itu. Menempuh perjuangan dengan anak istri/suami untuk meringankan beban si pengeluh itu tidak sampai hati. Masih perlukah sekiranya kita menghabiskan waktu dan tenaga hanya untuk menarik-narik orang yang sudah mempermaklumkan diri sebagai orang yang tidak berdaya itu?
Wahai kawan marilah kita bersahaja, marilah kita berbuat sebagai manusia biasa. Marilah kita belajar berterus terang. Janganlah menipu kawan, janganlah pula menipu diri. Soal birahi adalah soal biasa. Kita manusia. Kita sama-sama mengerti. Suatu ketika dalam hidup kita, kita pasti mengalami tingkat itu. Kasih sayang kepada kawan yang akhirnya bercampur birahi dan percampuran itu yang lazim disebut orang sebagai cinta.
Cinta................sambutlah cinta itu secara biasa. Dan sudahlah menjadi hakmu sepanjang kodratmu sebagai manusia itu untuk menempuh jalan cinta itu. Dan camkanlah, bahwa Serikat Buruh itu ialah serikatnya buruh, serikatnya manusia biasa. Ketahuilah bahwa partai klas buruh itupun partainya buruh, partainya manusia biasa. Demikianlah Serikat Buruh bukanlah serikatnya para bujang, Partai klas buruhpun hanya bukanlah partainya jejaka dan perawan semata-mata. Serikat buruh dan partai klas buruh, ialah alat dan tempat perjuangan klas buruh, alat dan tempat golongan manusia biasa yang sudah tentu berkeluarga juga. Dan memang sesungguhnya keluarga buruh yang tidak terpisah dari perjuangan klas buruh, tidaklah boleh dan tidak dapat dipisahkan dari perjuangan klas buruh. Panggilan rumah tangga pribadi adalah sebagian dari panggilan klas. Dan cinta kawan kepada kekasihnya adalah sebagian pula dari cinta kawan kepada klasnya. Rumah tangga dan birahi patut dilaraskan dengan perjuangan klas sesuai dengan keadaan pribadi masing-masing.
Memang suatu kepahitan bagi klas buruh dalam masyarakat kapitalisme ini, bahwa birahi masih mengakibatkan beban, beban yang tidak dapat dihindari oleh manusia dewasayang berbadan sehat dan berontak waras. Bagi kawan-kawan yang sadar, yang paham, bahwa masyarakat baru itu tidaklah jatuh dari langit, melainkan lahir dari dalam masyarakat sekarang. Tentu mengerti bahwa, perjuangan ke arah masyarakat baru tidak terlepas dari siksaan masyarakat sekarang. Kesanggupan, keuletan dan kecakapan dalam menempuh jalan ke arah masyarakat baru di tengah samudra kepahitan dan siksaan masyarakat sekarang dengan berlaku tetap sebagai manusia, justru menjadi ukuran nilai pejuang, kader dan pimpinan buruh dan tani. Di atas segalanya jangan pernah menyendiri. Janganlah pula mengira, bahwa kamu seorang diri, berundinglah bersama kawan, bekerja dan atasilah kesulitan bersama kawan. Pasti dapat diringankan beban cinta itu. Sesungguhnya, persolanya bukan melepaskan cinta itu dari perjuangan, melainkan persoalannya adalah merapatkan cinta tersebut dengan perjuangan. Berbuatlah biasa. Karena kamu manusia biasa, kamulah berjuang. Perjuangan adalah biasa dan juga dimedan perjuangan ada tempat yang layak bagi cinta itu.
Pendeknya, bila saudara merasa lebih banyak dapat mengabdikan diri kepada buruh dan tani dengan tanpa beristri/suami, maka janganlah ragu, tempuhlah itu, sementara janganlah berkeluarga dan berjuanglah baik-baik. Bila saudara merasa tidak mungkin memperoleh ketentraman pribadi dengan tanpa beristri/suami, maka janganlah bimbang, carilah kawan hidup, berkeluargalahdan selamat berjuang, Tegasnya, ringkaslah persoalan dunia ini dalam pengabdian terhadap buruh dan tani. Ada kalanya buruh dan tani beruntung bila saudara berkeluarga, ada kalanya buruh dan tani memperoleh faedah lebih banyak dari tenaga saudara, bila saudara tidak berkeluarga. Demikianlah barang siapa memang benar-benar berjuang sebenarnya ialah kewajiban mengatur pribadinya hingga dapat membawa faedah yang sebesar-besarnya terhadap buruh dan tani. Itulah berjuang !
ALASAN YANG DICARI
Dalam pertentangan antara modal dan buruh kita berjuang di pihak buruh. Memangnya kalau ada yang bertanya tentulah kita jawab begitu. Tidaklah di antara kita yang akan berkata, bahwa ia berdiri di pihak modal. Semuanya tentu bilang bahwa ia berada di pihak buruh dan memang berjuang untuk kepentingan dan kebutuhan buruh. Namun, prakteknya tidak semua orang berteriak “hiduop buruh” itu benar-benar berjuang untuk kepentingan dan kebutuhan buruh. Pengalaman kita di serikat-serikat banyak membuktikan kepincangan itu. Untuk mempermudah gambaran baiklah contoh disusun dalam bentuk soal tanya jawab antara anggota yang diberi nama SONTOLOYO dan anggota lain yang diberi gelar HARAPAN. Kedua-duanya menjadi pengurus serikat disuatu tempat.
Sontoloyo: “Bung hendaklah diusahakan agar saya dapat kembali diterima bekerja. Keadaan pribadiku amat berantakan. Sebagai buruh non aktif saya akan berhak lebih dulu mendapat tempat dari yang lain. Dengan meninggalnya Achmad, pabrik sedang mencari pengganti. Bung sendiri tahu, bahwa saya memiliki kecakapan yang dibutuhkan. Saya rasa tidak begitu sukar untuk mengusulkan saya sebagai pengganti Achmad itu”.
Harapan: “Sebenarnya saya ini sangat segan mengusulkan barang sesuatu mengenai diri Bung itu. Sudah beberapa kali Bung tidak mau datang dirapat. Padahal kalau Bung mau banyak pula yang perlu dikerjakan didalam serikat kita”.
Sontoloyo: “Jangan marah Bung. Bagaimana saya mesti memikirkan persoalan organisasi kalau keadaan rumah tangga sangat berantakan. Sudah beberapa bulan saya tidak mempunyai mata pencaharian. Pokoknya, masih pusinglah aku bung.”
Harapan: Jadi kalau bung nanti sudah dapat kembali bekerja, dapat kiranya saudara menunjukkan kegiatan dalam serikat kita?”
Sontoloyo: “Tentu saja bung. Pokoknya asal dapat kembali bekerja.”
Diperjuangkan oleh Serikat kita hingga benar-benar Sontoloyo dapat kembali masuk pabrik, tetapi setelah bekerja beberapa bulan lamanya tidak pula tampak kegiatan yang dijanjikan itu. Kalau ada buruh tanya ini dan itu, maka selalu dijawab: “Pergilah saja ke saudara Harapan. Saya lagi repot”.
Teguran dari pengurus beberapa kali pun tidak membawa faedah yang nyata. Akhirnya Sontoloyo ditarik di depan Dewan Buruh untuk mempertanggung jawabkan keteledorannya:
Sontoloyo: “Majikan menghalang-halangi percobaan saya untuk ikut serta aktif dalam Serikat Buruh”.
Diuruslah kemudian perkara Sontoloyo ini dengan pihak majikan dan setelah dilakukan perundingan dengan pihak majikan, akhirnya Sontoloyo mendapatkan dispensasi (kelonggaran) untuk menyumbangkan tenaganya dalam Serikat Buruh dengan tidak kehilangan hak-haknya sebagai buruh.
Anehnya setelah mendapat dispensasi ragulah Sontoloyo itu untuk mempergunakan dispensasi yang sudah diperolehnya itu. Inisiatif (usaha) untuk bergerak dengan mempergunakan dispensasi tersebut tidak tampak.
Apa sebabnya? Sontoloyo sesungguhnya terlampau sayang kepada dirinya, kurang tebal kesadarannya untuk menyumbangkan tenaganya bagi kepentingan dan kebutuhan golongan rakyat mayoritas. Sontoloyo dalam hati kecilnya menimbang, bahwa dalam prakteknya mempergunakan dispensasi itu dapat berakibat:
1. Sontoloyo kurang, kalau tidak kehilangan kesempatan untuk overwerk yang berarti dengan sendirinya kekurangan kalau tidak kehilangan uang lembur.
2. Sontoloyo terpaksa bekerja untuk Serikat sampai larut malam dengan tidak ada uang lembur.
3. Sontoloyo kurang kalau tidak kehilangan kesempatan untuk mencari nama baik dihadapan majikan, sehingga kurang kalau tidak kehilangan bahan mutlak yang dapat dijadikan syarat istimewa untuk kenaikan upah dan tingkatnya.
4. Sontoloyo terpaksa tampil ke depan untuk memimpin perlawanan anti modal yang lambat laun ada kemungkinan jatuh dibenci oleh majikan.
Melihat keragu-raguan Sontoloyo kemudian Harapan jengkel. Akhirnya dengan menghapus dada Harapan berkata: “Kalau memang saudara Sontoloyo tidak sempat atau segan-segan mempergunakan dispensasi yang sudah diperoleh itu, maka baiklah tenaga disumbangkan kepada Serikat Buruh pada waktu habis bekerja”.
Sontoloyo: “Habis bekerja saya sudah capek”.
Sebelum mempunyai mata pencaharian selalu orang mengeluh “keadaan pribadi berantakan” dan kesedihan tersebut dipakai sebagai alasan untuk menghindari tugas kewajiban organisasi. Sesudah mendapatkan mata pencaharian orang memperdagangkan lagu cape, sebagai alasan untuk menjauhi tugas perjuangan. Keganjilan itu patut dicatat sebagai penyakit. Baiklah penyakit ini kita sebut penyakit Sontoloyo. Penyakit Sontoloyo perlu diberantas.
Memang persetujuan belum berarti pembelaan. Pejuang revolusioner tidak hanya memuaskan orang dengan persetujuan, tetapi pejuang revolusioner pun bersedia penuh untuk membela persetujuannya. Pejuang tidak mencari-cari alasan semata-mata untuk memuaskan orang dengan tutur kesanggupan, melainkan pejuang wajib selalu membuktikan kesanggupan tersebut dalam praktek.
Kepada kawan-kawan yang terjangkiti penyakit Sontoloyo sungguh perlu diperingatkan, bahwa lahirnya masyarakat baru bukanlah dari atas langit. Masyarakat baru lahirnya dari dalam masyarakat sekarang, dari dalam pertentangan yang ada dalam masyarakat sekarang. Barang siapa benar-benar hendak mempercepat datangnya masyarakat baru ia harus sadar, bahwa ia perlu terjun dalam pertentangan masyarakat sekarang dengan penuh ketegasan dan ia harus sadar pula, bahwa ia tidak mungkin bebas dan membebaskan diri dari kepahitan dan kepincangan masyarakat sekarang. Pejuang harus cukup memiliki ketabahan, menempuh masa perubahan yang pasti akan datang.
TIDAK GAMPANG
Indonesia berpenduduk delapan puluh juta. Sebagian besar dari penduduk Indonesia hidup dari pertanian. Memang Indonesia ialah negeri yang agraris. Di antara penduduk yang sebanyak itu terdapatlah kaum buruh yang sebagian besar bekerja diperkebunan, tambang, pabrik-pabrik, badan-badan ekspor dan impor serta pengangkutan asing. Di Indonesia berlaku kapitalisme kolonial. Kapitalisme kolonial yang melahirkan klas buruh Indonesia.
Masyarakat Indonesia asli masih dalam tingkat feodalisme, sedangkan sisa-sisa komunisme kuno masih juga dirasa pengaruhnya. Demikian klas buruh Indonesia berjuang melawan kapitalisme kolonial dan feodalisme, sedangkan angan-angan komunisme kuno belum cukup lenyap dari barisannya. Badan putra Indonesia sudah berada dalam abad dua puluh yang serba modern, sedangkan pikiran rakyat Indonesia masih berada ditepi kubur komunisme kuno dan gerak langkahnya masih mirip-mirip dengan pahlawan dizaman tengah. Betapa beratnya berjuang dengan syarat yang bercampur ini sangatlah dirasa oleh putra-putra Indonesia yang maju. Jelasnya tidak gampang untuk menggalang organisasi revolusioner di Indonesia.
SEBELUM PERANG DUNIA KEDUA.
Dengan syarat-syarat yang sudah dituturkan di atas sebelum Perang Dunia Indonesia gagal dalam menyusun tenaga. Di lapangan organisasi dijumpai kekecewaan yang menuturkan keruntuhan partai-partai revolusioner satu demi satu. Dalam menghadapi reaksi, partai-partai lama seperti PKI tidak berhasil merebut basis untuk bertahan, dan selanjutnya para pemimpinnya terpaksa hidup terlunta-lunta dalam pembuangan, baik didalam maupun diluar negeri. Karena terlalu lama terpisah dan dipisahkan dari massa rakyat, akhirnya sebagai pejuang sebagian besar para pemimpin itu “berkarat” dan luntur dalam pengasingan. Dalam antara itu nama baik mereka di masa yang lalu tetap menjadi buah bibir dikalangan massa rakyat yang makin hari makin membutuhkan pimpinan itu. Jelasnya di satu pihak kita menjumpai proses kemerosotan jenis bekas pimpinan, padahal di lain pihak disaksikan proses penambahan pengaruh bekas pemimpin. Dari sinilah lahir parasit-parasit (pasilan-pasilan) tradisi yang pada saatnya pertandingan justru mengebiri dan menimbulkan salah ukur massa rakyat.
dalam masyarakat kapitalisme kolonial, di tengah feodalisme dan komunisme kuno, pengaruh yang merata tanpa pemusatan dan pengawasan revolusioner itu, akhirnya menempatkan para jago-jago lama (veteran revolusioner) sebelum perang sebagai bola sepak dan bahan sepak bola dalam pertentangan yang berlaku di Indonesia. Para jago-jago lama berhasil tampil ke depan sebagai perintis penyebaran bibit-bibit perjuangan revolusioner di Indonesia, tetapi mereka itu tidak berhasil menggalang organisasi revolusioner sebagai badan pimpinan serta pemusatan kekuatan massa rakyat.
Kegagalan para jago lama di lapangan organisasi praktis menempatkan sang jago lama dalam kedudukan yang secara vertikal (kebawah) praktis lepas dari angkatan mudanya. Sebaliknya, jasa jago-jago lama di masa yang lalu menempatkan sang jago lama secara horizontal (merata) sebagai orang-orang berpengaruh dikalangan angkatan muda. Karena kegagalan di lapangan organisasi pengaruh horizontal itu berlaku tanpa alat dan kesempatan yang layak untuk mendiskusikan serta mempertahankan thesis dan anti-thesis yang ditinggalkan oleh para jago-jago lama itu, hingga sepanjang tradisi para jago-jago lama itu mewariskan bahan perpecahan dikalangan angkatan muda yang tidak kesemuanya sekelik dan prinsipil.
AGEN-AGEN PROVOKATOR MENGUASAI GELANGGANG
Mendekati Perang Dunia Kedua, makin tambah besar dan meratalah pengaruh para jago-jago lama itu. Dalam keadaan yang sudah dikemukakan di atas, perkembangan pengaruh horizontal ini tidaklah beserta dengan kegiatan organisasi secara vertikal. Kenyataan ini membuka kemungkinan bagi imperialis dan kaki tangannya untuk menjalankan perannya dengan topeng nama dan pengaruh para jago-jago lama.
Kegiatan agen provokator ini tidak dapat diatasi serta diawasi karena tidak adanya partai yang kongkrit dan representatif. Dengan ini feodalisme dan imperialisme berkesempatan menambah perpecahan barisan rakyat Indonesia yang sudah terpecah itu.
Sesungguhnya alam telah memecah Indonesia dalam beratus, malahan beribu pulau besar dan kecil. Perpecahan alam ini telah ditambah oleh perpecahan di antara para pimpinan yang sebagian besar sudah merosot derajatnya sebagai parasit tradisi, sedangkan feodalisme dan imperialisme pun berkepentingan untuk menambah perpecahan di antara rakyat Indonesia. Begitulah sementara ada kebebasan bagi para agen provolator untuk bertindak dan berlaku “atas nama rakyat Indonesia”. Bukanlah dongeng kalau dikemukakan di sini, bahwa putusan Komintern (tahun 1935) yang menyinggung Front Demokrasi Anti Fasisme itu, di Indonesia tidaklah berada di tangan revolusioner, melainkan justru dilaksanakan di bawah pimpinan polisi rahasia Belanda. Di sinilah berlaku kesedihan dimana nama baik demokrasi dan komunisme dipersundalkan oleh manusia-manusia curang dan palsu yang dengan terang bermaksud baik terhadap rakyat.
PERLAWANAN RAKYAT
Dalam antara penderitaan rakyat di masa pendudukan Jepang tidaklah dapat diperpanjang hanya sekedar untuk memberi waktu bagi kader-kader revolusioner untuk mempersiapkan pos komandonya. Massa rakyat sebagai subyek mencari jalannya sendiri. Terlepas dari ada atau tidaknya pimpinan yang cukup berpusat, massa rakyat sebagai pribadi yang berdaulat dan bersifat menentukan terus menyalurkan hajatnya dengan caranya sendiri dan disana sini tidak dapat ditahan lagi meletusnya pemberontakan rakyat.
Menjelang akhir Perang Dunia Kedua, kebencian masyarakat Indonesia terhadap penjajahan Jepang sudah sangat memuncak. Coba renungkan, buruh mesin, buruh tanah dan tani miskin ingin merdeka dari kerja paksa ala Romusha. Tani sedang dan tani kaya ingin merdeka dari rampasan padi dan hasil buminya. Kaum ningrat ingin merdeka dari kebuasan Jepang yang tidak beradat itu. Didaerah jajahan Negeri Matahari justru kepala orang yang pada waktu kelahirannya terlebih dulu menyaksikan sinar matahari sama sekali tidak dihargai, karena setiap waktu dapar dipukul oleh dewa kacung-kacung dari Utara. Malahan para pedagang pun ingin merdeka dari belenggu peraturan aneka warna yang datang dari pihak Jepang. Dan para pelajar banyak marah, karena dilarang memelihara rambut, dipaksa gundul. Selanjutnya para intelegensia (kaum cerdik pandai) banyak menggerutu, karena dipaksa untuk memuja dewa-dewa Jepang yang sangat menggelikan. Jelasnya semua lapisan ingin merdeka dari Jepang.
Tidak mengherankan, kalau aktivis-aktivis kemerdekaan dalam keadaan di masa Jepang sudah menyerah dan Sekutu belum datang memberanikan diri untuk mempermaklumkan kemerdekaan dengan mendirikan Republik Indonesia. Dengan berdirinya Republik Indonesia lahirlah pemberontakan semesta didaerah kepulauan antara benua Asia dan Australia, Afrika, dan Amerika. Revolusi Indonesia berkobar dengan mendahului organisasi. Organisasi disusun kemudian dibelakang asap pertempuran. Kekurangan Indonesia sebelum perang menurut kenyataanya, menjadi penghalang penyusunan kekuatan revolusi yang meletus sesudah perang. Karena kekurangan ideologi dan organisasi, kekuatan massa yang bergelora itu tidak berhasil dipergunakan untuk kepentingan dan kebutuhan massa sendiri.
TRADISI ORGANISASI REVOLUSI INDONESIA.
Aktivis-aktivis kemerdekaan yang menjadi pengantar pembukaan revolusi Indonesia tidak berhasil memimpin revolusi selanjutnya. Roda revolusi lepas dari tangannya justru menggilas putranya. Aktivis-aktivis kemerdekaan yang belum berhasil menggalang partai yang memenuhi syarat-syarat pimpinan revolusi sudah terlalu siang berhadapan dengan para jago-jago lama sebelum perang yang sebagai burung gelatik beterbangan pulang ketanah air. Para jago-jago lama itu ternyata tidak mengurangi, malah justru memberatkan beban para aktivis kemerdekaan yang sudah bersungguh-sungguh itu. Dari beserta menyempurnakan ideologi dan organisasi revolusi rakyat, sebagian besar dari angkatan lama yang sudah berkarat dan luntur dalam pengasingan itu malahan menambah perpecahan dengan kocek-kocek basi yang tidak berguna. Kedatangan mereka bukanlah menambah serta memperbaharui tradisi revolusioner perjuangan rakyat Indonesia, tetapi mereka datang sebagai parasit tradisi seolah-olah jasa di masa lalu sudah cukup dijadikan jaminan untuk memimpin rakyat selanjutnya. Tingkah para parasit tradisi inilah yang kemudian banyak mengebiri dan menimbulkan salah ukur massa rakyat yang sudah tentu sangat menguntungkan kaum penjajah dan kaki tangannya.
PERJUANGAN KLAS DI INDONESIA.
Kapitalisme modal melahirkan klas buruh Indonesia. Klas buruh Indonesia sebagai anti-thesis dari kapitalisme kolonial, mengandung tenaga perlawanan terhadap kapitalisme kolonial. Dalam usaha perlawanan ini klas buruh Indonesia bertemu dengan berbagai klas yang dirugikan oleh kapitalisme kolonial. Dalam barisan ini terhitung juga borjuis nasional. Lain dengan borjuis beberapa negeri tetangga, borjuis nasional Indonesia tidak besar. Dan kalau dibandingkan dengan kapitalis-kapitalis asing borjuis Indonesia terhitung borjuis kecil. Walaupun demikian sebelum Perang Dunia Kedua borjuis nasional Indonesia agaknya lebih banyak memilih tenaga-tenaga yang cakap dan militan dari klas buruh. Begitulah perjuangan anti kapitalisme kolonial di Indonesia sebelum Perang Dunia Kedua berada di bawah pimpinan borjuis nasional. Organisasi-organisasi rakyat sebelum Perang Dunia Kedua praktis dikuasai oleh borjuis nasional. Baik partai-partai yang berhaluan nasionalis, maupun keagamaan ataupun komunis semuanya praktis berada di bawah pengaruh borjuis nasional.
Revolusi Agustus 1945 menempatkan borjuis nasional yang masih kecil itu di antara dua api. Disebelah kanan borjuis nasional berhadapan dengan pendaratan tentara penjajah yang berkepentingan merebut kembali pabrik-pabrik, tambang-tambang, dan kebun miliknya yang lain, yang sudah dirampas oleh rakyat Indonesia. Disebelah kiri borjuis nasional berhadapan dengan massa rakyat yang ingin meneruskan revolusi secara konsekuen. Dalam sejarah, borjuis nasional menyeberang dan mempergunakan perbawa pemerintah nasional dan nama baiknya sebelum perang untuk memimpin gerakan penyeberangan dengan bendera kebangsaan, keagamaan, dan komunisme.
Sementara massa rakyat dapat tertipu dan walaupun para aktivis-aktivis kemerdekaan dengan segala kejujuran dan sekuat tenaga memperingatkan akan kekeliruan dari gerakan penyeberangan itu, namun massa rakyat yang sedang dimabuk negara baru, yang karena kekurangan ideologi dan organisasibelum ada kemampuan untuk mengadakan perbedaan antara pemerintah dan republik dengan secara keliru menghukum semua gerakan yang menentang politik pemerintah sebagai gerakan anti Republik. Massa rakyat rupanya masih membutuhkan pengalaman untuk dapat membenarkan suara para aktivis kemerdekaan yang sebagian besar karena umur dan sejarah belum cukup dikenal oleh rakyat. Begitulah berlaku penangkapan dan pembunuhan nasionalis oleh “nasionalis”, Islam oleh “Islam”, dan komunis oleh “komunis”. Kesemuanya ini sudah tentu memperdalam dan memperluas perpecahan organisasi rakyat di Indonesia.
Setelah kapitalisme kolonial kembali menjadi kenyataan, dimana lapisan yang luas di antara bangsa Indonesia benar-benar kembali merasakan penindasan dan penghisapan seperti halnya dengan keadaan sebelum Perang Dunia Kedua. Maka, disanalah mulai tumbuh kesadaran betapa khianatnya gerakan penyeberangan yang diusahakan oleh borjuis nasional yang bimbang dan ragu itu. Kuburan aktivis-aktivis kemerdekaan mulai dicari orang dan kawan-kawan aktivis kemerdekaan mulai dipanggil orang. Dari bawah sampah dan lumpur mulai menampakkan diri para aktivis kemerdekaan memenuhi panggilan untuk selanjutnya berangsur-angsur mengoper pimpinan susunan rakyat kembali.
CATATAN SEJARAH
Pada pokoknya perang organisasi di Indonesia lahir dengan mendahului pertumbuhan dikalangan massa rakyat. Sebelum perang, organisasi di Indonesia disusun dari atas. Usaha ini mengalami kegagalannya. Begitu sekalipun sebelum perang banyak partai yang menamakan diri sebagai pelopor, tetapi dalam kenyataannya, pada waktu pendaratan Jepang 1942 dan diwaktu penyerahan Jepang 1945, tidak tampak secuil pun dari pelopor-pelopor yang dengan nyata memimpin perlawanan rakyat. Malahan revolusi Indonesia membuktikan bahwa justru tenaga-tenaga yang baru menetas dari telur yang satu sama lain belum mengenal dan bergabung, yang membuktikan lebih banyak kegiatan, walaupun angkatan muda ini pun tidak berhasil memimpin revolusi selanjutnya. Semuanya memberi pelajaran kepada kita rakyat Indonesia, bahwa yang dinamakan pelopor itu, bukanlah sekali-kali ia atau golongan yang menamakan diri sebagai pelopor, melainkan ia atau golongan yang benar-benar mempraktekkan pekerjaan pelopor itu. Barang siapa berdiri di tengah-tengah gelora massa dan berhasil membuktikan praktek-praktek pimpinan kepada massa yang bergelora itu, ialah yang sesungguhnya pelopor yang sangat dibutuhkan.
Sesudah Perang Dunia Kedua di tengah gelora revolusi, dalam penyusunan organisasi terlihat dua pertumbuhan yang bersimpang. Disatu pihak tampak kegiatan gabungan antara angkatan perang imperialis dengan sisa-sisa birokrasi dan mata-mata Hindia-Belanda serta parasit-parasit tradisi dari barisan jago-jago lama untuk menggalang partai-partai dan serikat-serikat di atas dasar perjuangan parlementer yang sengaja disediakan sebagai backing yang legal dari kaum komprador dan opportunis yang duduk dalam pemerintahan. Dilain pihak ada kegiatan dari para aktivis kemerdekaan untuk menggalang kesatuan garis perlawanan dari dalam jumlah semua kesatuan yang bergerak dalam koordinasi perlawanan rakyat di atas dasar massa aksi.
Gabungan antara angkatan perang imperialis dengan sisa-sisa birokrasi dan mata-mata Hindia-Belanda dengan backing parasit tradisi berhasil membentuk pemerintahan likuidator yang mengembalikan kekuatan modal asing dalam daerah kepulauan Indonesia. Sebaliknya kegiatan para aktivis-aktivis kemerdekaan melahirkan himpunan perlawanan dengan nama Persatuan Perjuangan yang disahkan dalam kongresnya di Solo pada tanggal 15 – 16 Januari 1946 dengan program minimumnya yang dikenal:
1. Berunding atas pengakuan kemerdekaan seratus persen.
2. Pemerintahan rakyat.
3. Tentara rakyat.
4. Melucuti senjata Jepang.
5. Mengurus tawanan Eropa.
6. Menyita perindustrian musuh.
7. Menyita pertanian musuh.
Karena kekurangan-kekurangan di masa sebelum perang sebagaimana halnya yang sudah dikemukakan di atas, akhirnya golongan massa aksi terguling. Gabungan angkatan perang imperialis dengan sisa-sisa birokrasi dan mata-mata Hindia-Belanda, serta para parasit tradisi kemudian berhasil membubarkan Persatuan Perjuangan dari dalam pada bulan April 1946. Dengan ini hilanglah persatuan perlawanan rakyat. Dengan ini cairlah perjuangan rakyat. Dengan ini ada kebebasan penuh bagi kapitalis kolonial untuk kembali merajalela didaerah kepulauan Indonesia.
LAHIRNYA ACOMA.
Menghadapi bencana ini ternyata partai-partai lama seperti PKI tidak berdaya. PKI dalam kelemahanya, malahan dengan terang-terangan bersekongkol dengan imperialis dengan sikap-sikapnya yang mati-matian membela pemerintah penanaman modal asing dan tindakanya secara aktif menjadi mata-mata imperialis dan pengkhianat perjuangan bangsa dan rakyat Indonesia yang berjumlah delapan puluh juta. Sebaliknya, golongan lain dari angkatan lama yang berada diluar formasi PKI secara organisasi tidak dapat dibuktikan usahanya. Sudah diketahui pula, bahwa organisasi setia kawan internasional “Komunis Internasional (Komintern)” sudah lama bubar pada tahun 1943. Kekosongan ini mengandung tanggung jawab dikalangan angkatan muda non-PKI untuk meneruskan tradisi revolusioner perjuangan rakyat Indonesia. Untuk ini dibutuhkan alat dan tempat. Demikianlah pada tanggal 10 Juni 1946 lahir Angkatan Communis Muda dengan singkatan ACOMA, di bawah pimpinan kawan IBNU PARNA.
ACOMA ini dilahirkan sebagai ikatan kader proletar muda dari kaum pekerja di lapangan perindustrian dan pertanian, serta pemerintah dan peralatannya, ikatan kader-kader yang sepakat hendak meneruskan tradisi revolusioner perjuangan rakyat Indonesia di atas dasar massa aksi. Menilik bahan umur para pengasuhnya ACOMA pada waktu lahirnya dikenal orang sebagai organisasi pemuda. Padahal, menilik susunan dan gerak langkahnya pada waktu lahirnya, ACOMA sudah menjalankan tugas partai dengan tidak menamakan diri sebagai partai. Dalam usahanya ACOMA mempergunakan saluran yang memungkinkan untuk mengantarkan programnya. Begitulah ACOMA memasuki, baik gelanggang pemuda, maupun medan kepartaian Indonesia. Di lapangan pemuda ACOMA menggalang Kongres Nasional Indonesia Muda (KNI Muda) dan sepanjang pelaksanaan tugas partai, ACOMA mengambil peranan dalam menentukan garis politik badan-badan front anti imperialis sesudah Persatuan Perjuangan seperti Gerakan Revolusi Rakyat (GRR).
Perjuangan ACOMA dikenal dalam perlawanannya terhadap Linggarjati – Renville. Dan tidak ada golongan yang lebih ditakuti oleh kaum Linggarjati – Renville selain ACOMA. Berjuta-juta uang ditaburkan oleh kaum Linggarjati – Renville untuk menghancurkan perjuangan ACOMA dan pengaruhnya. Dengan ini kegiatan ACOMA tidak menjadi berkurang, melainkan nama ACOMA justru berkumandang diseluruh nusantara. Kalau ACOMA di masa itu tidak berhasil menghalang-halangi pembelokan yang diusahakan oleh kaum Linggarjati – Renville itu perlu dimengerti, bahwa bila kaum Linggarjati – Renville berhasil memaksakan Linggarjati – Renville yang melikuidir kemerdekaan rakyat, maka semuanya itu bukanlah karena keulungan partai-partai Linggarjati – Renville seperti PKI, tetapi semuanya itu karena kerendahan PKI dalam membuntut dan membonceng kepada imperialisme. Politik “ngawula” dari PKI dapat memperoleh pengaruh, karena massa rakyat masih membutuhkan pengalaman politik dan sepadan dengan penambahan pengalaman dari massa itu, massa rakyat berangsur-angsur mendukung garis perjuangan ACOMA yang sesungguhnya berdiri di atas garis massa rakyat itu.
Lambat laun dikalangan pengaruh partai-partai lamapun mulai ramai dipersoalkan ACOMA sebagai pemusatan dan perlawanan massa rakyat. Berangsur-angsur pertumbuhan yang sehat meninggalkan partai-partai lama untuk selanjutnya menghampiri dan memperkuat perjuangan ACOMA. Di sinilah bahan-bahan formil yang dapat meragukan peranan ACOMA sebagai partai perlu diproklamirkan.
HALAL BIHALAL PKI
Menyaksikan pertumbuhan di atas PKI tiba-tiba dengan mendadak mengakui kesalahan dan secara formilnya merubah haluan politik yang berkelanjutan dengan pernyataan anti KMB yang menjadi sambungan semata-mata dari Linggarjati – Renville itu. Melayani perkembangan ini demi kejernihan pertumbuhan yang sehat dikalangan sayap kaum buruh dan rakyat pekerja, maka ACOMA menawarkan perundingan bersama untuk meninjau kemungkinan pemusatan tenaga-tenaga komunis yang banyak berpisah itu. Usaha ini dilaksanakan oleh ACOMA dengan mengundang PKI dalam konferensi “Hajat Persatuan” yang diadakan di Jogja, hingga tiga kali. Konferensi Persatuan I diadakan pada tanggal 25 Oktober 1950, Konferensi Persatuan II pada tanggal 23 sampai dengan 24 November 1950 dan Konferensi Persatuan II pada tanggal 24 Desember 1950. PKI menolak menghadiri Konferensi Persatuan ini dan secara ceroboh melemparkan tuduhan yang bukan-bukan. Dengan gagalnya Konferensi yang mengandung hajat persatuan ini maka terbongkarlah kepalsuan PKI, bahwa pengakuan kesalahan PKI itu hanya siasat halal bihalal belaka.
BUKAN SOAL TIMBANG TERIMA.
Pertumbuhan massa aksi dari bawah yang kian hari kian mengerti kepalsuan, kecerobohan dan pengkhianatan yang berlaku selama ini sudah tentu dipandang sebagai bahaya oleh pemimpin-pemimpin curang yang tidak tahu malu yang berkomplot dalam PKI itu. Untuk bertahan, mereka mempergunakan birokrasi untuk memalsukan demokrasi sentralisme. Untuk bertahan mereka sengaja main skeptisme untuk memotong dan merusak pertumbuhan yang sehat diluar lingkaranya. Untuk bertahan mereka justru merangkul anasir-anasir reaksioner dengan mencoret pertentangan klas sebagai dasar perjuangan. Untuk bertahan mereka mengakui kesalahan dengan tidak mengakui kebenaran orang. Itulah sebabnya bahwa usaha persatuan dan kesatuan selalu dipandang sebagai kesempatan yang akan memberi perhitungan yang terakhir kepada mereka manusia-manusia penipu dan pembohong itu. Sebelum mati berkalang tanah tidak pula segan-segan mereka menghabiskan nafasnya dengan terus menerus melemparkan tuduhan dan fitnahan palsu. Para aktivis kemerdekaan tahu, bahwa makin keras mereka memaki, makin dekatlah mereka pada liang kuburannya. Mendekati liang kubur, untuk bertahan mereka akhirnya meneruskan tradisi PKI yang sudah, ialah memuliakan “politik ngawula” dengan mengorbankan dasar-dasar yang prinsipil untuk selanjutnya memberi massa kepada borjuis komprador dengan berbelit yang sehidup semati dengan pemerintah penanaman modal asing.
TITIK KELANJUTAN.
Nyatalah proses kesatuan organisasi Indonesia bukanlah proses skema, melainkan proses dari pertumbuhan dari dalam tubuh klas buruh dan rakyat pekerja Indonesia sendiri. Begitulah usaha ke arah kesatuan organisasi klas buruh dan rakyat pekerja Indonesia tidak boleh dipandang sebagai usaha pengumpulan atau peringkasan skema, melainkan suatu proses pergulatan yang tidak lepas dari pergulatan klas buruh dan rakyat pekerja Indonesia sendiri. Kesatuan organisasi klas buruh dan rakyat pekerja bukanlah hasil pat-pat gulipat, bukan ciptaan kramat, satu, dua, tiga langsung jadi, melainkan hasil perjuangan yang tangkas ligat dan tidak bimbang, ragu, berdasarkan kepentingan dan kebutuhan serta kekuatan klas buruh dan rakyat pekerja.
Berdasarkan semua kenyataan beserta pertimbangan di atas, untuk menghindari kekaburan organisasi,maka ACOMA yang secara riilnya dari mulai lahirnya, praktis menjalankan tugas partai itu perlu juga memiliki ketegasan formil, hingga hilanglah sifat “amfibi” yang diragukan orang itu. Kaum amfibi dan kaum ragu prakteknya melumpuhkan organisasi ACOMA dari dalam perlu disingkirkan. Beberapa orang, antaranya Sidik Kertapati menolak kejernihan ini dan demi kelancaran usaha selanjutnya ACOMA menjatuhkan hukuman royemen atas pribadi Sidik Kertapati. Ketegasan partai ditempuh. Gelar Angkatan Communis Muda disempurnakan menjadi Angkatan Communis Indonesia, tetap dengan singkatan ACOMA. Kesemuanya ini dinyatakan dalam resolusi yang diumumkan kemudian pada tanggal 8 Agustus 1952. Ketegasan status partai yang ditempuh oleh ACOMA ini sesungguhnya tidak lain dari pada usaha yang memformilkan barang yang dalam kenyataannya sudah lama berlaku.
USAHA KERTAPATI YANG SUDAH DIROYIR DARI ACOMA.
Sidik Kertapati yang sudah diroyir dari ACOMA itu bertindak menentang golongan terbanyak dengan mencoba secara perseorangan menyerobot nama ACOMA dengan status yang amat kabur dengan mempertahankan nama Angkatan Communis Muda. Dikatakan kabur, karena dipandang sebagai sebagai organisasi pemuda, usaha Kertapati itu sudahlah tidak mungkin karena sifat-sifat pemuda menilik bahan umurnya sudah tidak ada. Dikatakan sebagai organisasi massa biasa pun tidak mungkin, karena sifat massal tidaklah ada pada usaha itu. Dikatakan partai a priori sudah ditolaknya. Kekaburannya status semacam itulah yang ditawarkan dan dibela oleh Kertapati.
Dengan kekaburan status yang ditawarkan dan dibela oleh Kertapati itu semua pemusatan pertumbuhan sekitar pasti mengalami keruntuhan dan penyelewengan semata-mata. Di sinilah Kertapati dalam prakteknya merusak tradisi revolusioner dari ACOMA. Di sinilah Kertapati semata-mata bertugas untuk mengacaukan Partai ACOMA guna kepentingan golongan-golongan lain yang secara revolusioner tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun, begitu pengacuan Kertapati untuk kepentingan golongan lain itu tidak perlu dikwatirkan, karena kekaburan status yang ditawarkan dan dibelanya itu mempunyai dasar yang kuat, malahan mengandung bahan-bahan keruntuhan yang pasti dan tentu akan melikuidasi usaha Kertapati itu sendiri.
PARTAI ACOMA
Menghadapi ketegasan status partai ACOMA, PKI sementara merasa dapat mempergunakan usaha Kertapati sebagai instansi yang dapat menyalurkan hajat PKI yang melikuidir Partai ACOMA. Kalau dalam sejarah terbukti, bahwa gotong-royong PKI dengan imperialis tidak berhasil merobohkan ACOMA, maka perlu kiranya diberitahukan kepada PKI, bahwa instansi Kertapati yang dipergunakan itu hanya terdiri dari segelintir orang royiran yang dari awal sudah sibuk mencari jalan dan akal untuk membubarkan diri.
Lain dari pada itu, ada golongan tertentu yang berpendapat, bahwa modal pangkal Partai ACOMA sungguhkurang cukup memiliki perkembangan-perkembangan sejarah yang memadai. Dengan ini mereka hendak berkata, bahwa status partai yang ditempuh oleh ACOMA itu sangatlah gegabah. Kepada mereka baiklah diperingatkan bahwa:
1, Andaikan mereka merasa memiliki modal pangkal sejarah yang memadai, maka sikap yang serupa dengan sapi dikebiri yang tidak lagi berguna bagi kelanjutan sejarah, patut disesalkan sebagai parasit tradisi yang perlu ditiadakan.
2. Andaikan mereka merasa memiliki modal pangkal sejarah yang memadai, maka sikap yang mempergunakan pangkal sejarah yang cukup hanya untuk mengkhianati perjuangan rakyat sungguh tidak boleh dibiarkan.
3. Andaikan mereka merasa belum memiliki pangkal sejarah yang memadai, maka usaha persatuan tanpa usaha pembentukan persatuan tidak mungkin membawa faedah yang diinginkan.
4. Tidak ada garis panjang ataupun pendek yang tidak bermula dengan satu titik.
5. Etika jasa di masa lalu yang tergurat dalam sejarah belum boleh dijadikan jaminan kwalitas yang dibutuhkan sekarang.
Kemudian terserahlah kepada kaum buruh dan rakyat pekerja Indonesia.
TANDA GAMBAR SEMAR
Dalam pemilihan umum yang akan dilangsungkan nanti Partai ACOMA muncul dengan tanda gambar Semar. Dipilih tanda gambar Semar, karena watak SEMAR itu banyak terkandung dalam sejarah pertumbuhan Partai ACOMA.
“Bukankah Semar itu penolong pada waktunya? Bukankah Semar itu pembela pada tempatnya? Memang Semar pribadi yang bersedia menyerahkan mandat kepada siapapun asal memang mampu dan berkesanggupan membela kebenaran massa rakyat. Tetapi bukankah Semar pula yang tampil ke depan, bila memang tidak ada lagi orang yang mampu dan berkesanggupan? Sesungguhnya Semar pribadi kejujuran rakyat yang lebih mengutamakan prinsip dari pada posisi. Semarlah manusia jelata yang maha ksatria dan maha dewa.”
PENUTUP
Kiranya sudah cukup banyak diuraikan mengenai latar belakang berdirinya Partai ACOMA. Sebagai penutup mungkin ada faedahnya kalau ditambahkan di sini sebagai catatan, bahwa angkatan perang imperialis dengan sisa-sisa birokrasi dan mata-mata Hindia-Belanda, dengan backing para parasit tradisi yang sudah banyak dikemukakan di atas tidak hanya membatasi serangannya dimedan perjuangan dalam negeri, tetapi diluar negeri pun mereka itu tidak ada habis-habisnya dalam usaha untuk menjelek-jelekkan nama baik kaum revolusioner di Indonesia. Usaha dilakukan untuk memisahkan petumbuhan revolusioner di Indonesia dengan kekuatan-kekuatan revolusioner diluar negeri. Dengan ini dapat disimpulkan, bahwa pengkhianatan yang dipelopori oleh PKI di Indonesia ini, tidak hanya merusak basis Indonesia secara nasional, tetapi juga secara internasional. Perlawanan rakyat anti penindasan dan penghisapan seluruh dunia dengan ini dirugikan, lebih-lebih kalau diingat, bahwa Indonesia yang kaya raya ini merupakan bagian yang penting dari pada revolusi dunia.
Sudah selayakya kalau dinasehatkan kepada kawan-kawan diluar negeri untuk bersikap hati-hati sekali dalam menyinggung masalah Indonesia. Indonesia formasi-informasi yang diperoleh dari sumber-sumber yang sesat perlu ditinjau kembali. Kebiasaan untuk merelay dan ikut menuduh dan mandakwah, bersikap serba tahu dengan tidak mengerti persoalan yang sesungguhnya tentang Indonesia perlu diakhiri. Lebih bijaksana kiranya kalau kawan-kawan diluar negeri menyerahkan persoalan Indonesia kepada para aktivis-aktivis kemerdekaan Indonesia itu sendiri. Pandangan keruwetan dan pertentangan yang berlaku di Indonesia antara Partai ACOMA dan PKI sebagai persoalan internal Indonesia. Barang siapa menguasai basis Indonesia di atas garis massa rakyat secara nasional dan Internasional, itulah golongan yang perlu dihargai. Perlu ditekankan, bahwa para aktivis kemerdekaan yang tergabung didalam dan diluar Partai ACOMA dalam keadaaan bagaimanapun juga tetap dengan tulus ikhlas meneruskan tugasnya dan mereka inilah yang dipanggil untuk menyelesaikan internal Indonesia. Di Indonesia kita berlomba berebut jasa terhadap massa rakyat. Orang boleh berteriak dan mengaku begini begitu, sejarahlah nanti yang akan menjadi hakim.
Disahkan dalam sidang
Konferensi Komite Pusat Lengkap
Partai “Angkatan Communis Indonesia (ACOMA)”
(Tanggal 16 – 19 Mei 1954)
MEMBENTUK PEMERINTAHAN RAKYAT
Rakyat Indonesia bangun dan dibangunkan, dan sekali bangun tidak ada kekuasaan di dunia ini yang dapat merampas hak rakyat Indonesia untuk berjuang mati-matian ke arah perbaikan nasib dan perubahan nasibnya. Dalam usaha ini rakyat Indonesia berhadapan dengan tiga musuh tiga rangkai:
1. Di lapangan politik, rakyat Indonesia berhadapan dengan pemerintah yang tidak berdiri di pihak rakyat.
2. Di lapangan ekonomi, rakyat Indonesia berhadapan dengan modal internasional yang memeras dan menindas.
3. Di lapangan sosial, rakyat Indonesia berhadapan dengan kebodohannya sendiri yang benar-benar banyak mengganggu.
Angkatan Communis Indonesia, sebagai partai yang berdiri di pihak rakyat, sudah sewajarnya menempatkan diri dihadapan musuh rakyat Indonesia yang tiga rangkai itu.
1. Jelasnya ACOMA menjalankan oposisi terhadap pemerintah manapun dan apapun yang tidak berdiri di pihak rakyat.
2. Jelasnya ACOMA dengan ini dalam sejarah menempatkan diri dibaris depan perlawanan anti modal internasional yang lebih dikenal sebagai imperialisme itu.
3. ACOMA dalam geraknya terlebih dulu sudah dapat mengkirakan beberapa kemungkinan yang dapat timbul sebagai akibat salah paham sementara dari pihak rakyat yang memang benar-benar masih membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk dapat mengetahui partai dan golongan manakah yang sungguh-sungguh berdiri di pihak rakyat.
ACOMA percaya kepada kekuatan rakyat dan bersama rakyat ACOMA berkeyakinan dapat melumpuhkan dan mengakhiri kekuasaan yang memusuhi rakyat. Dan ACOMA tidak akan berhenti menjalankan oposisinya sebelum pemerintah rakyat benar-benar ada didaerah kepulauan Indonesia. Menilik musuh tiga rangkai yang dihadapi oleh rakyat Indonesia, maka pemerintah rakyat ialah pemerintah nasional yang:
1. Keluar, tegas anti imperialisme.
2. Kedalam, tegas anti feodalisme dan kolonialisme.
Ketegasan sikap anti imperialisme dibutuhkan, karena imperialisme ialah modal penjajah yang internasional. Imperialisme perlu dibasmi dari daratan, lautan, dan udara segenap kepulauan Indonesia, karena imperialisme membuat Indonesia menjadi:
1. Sumber bahan dan tenaga dengan mengorbankan kepentingan dan kebutuhan rakyat.
2. Pasar yang merugikan rakyat.
3. Basis angkatan perang yang menakut-nakuti dan membunuh rakyat.
Ketegasan sikap anti feodalisme dibutuhkan, karena feodalisme memang politis dan ekonomis tidak demokratis. Feodalisme perlu dilenyapkan, karena feodalisme yang tidak demokratis melahirkan kepincangan sosial yang menutup kemajuan rakyat dan memupuk kebodohan rakyat Indonesia.
Ketegasan sikap anti kolonialisme dibutuhkan, karena kolonialisme menghambat perkembangan nasional di segala lapangan. Kolonialisme ialah laku kapitalisme kolonial yang sengaja mengembangkan rasa rendah, penyakit serba tidak bisa, memperbanyak barisan penjilat dan komprador dan lain-lain lagi yang secara teratur mensabot pembangunan nasional.
Semua ketegasan sikap di atas tidak cukup dinyatakan dalam maklumat. Semua ketegasan di atas perlu dibuktikan dalam praktek. Dan pemerintah nasional dari kabinet pertama hingga kabinet sekarang tidak ada satupun yang membuktikan ketegasan itu. Pemerintah rakyat ialah pemerintahan nasional yang benar-benar mempraktekkan ketegasan yang dibutuhkan itu. Jelasnya Indonesia belum pernah mempunyai pemerintah rakyat, pemerintah rakyat menjadi tuntutan yang pertama dari oposisi rakyat. Tanpa pemerintah rakyat tidak mungkin berlaku politik yang menguntungkan rakyat di negeri ini.
MEREBUT SUMBER BAHAN DAN TENAGA RAKYAT DARI TANGAN MODAL PENJAJAH.
Modal penjajah membuat Indonesia menjadi sumber bahan dan tenaga. Perampasan bahan-bahan dan tenaga rakyat Indonesia untuk kepentingan modal penjajah itulah menjadi sumber sebab kemelaratan rakyat Indonesia. Membiarkan atau dengan sengaja memberi kesempatan modal penjajah (kembali) merajalela menguras bahan-bahan Indonesia serta merampok tenaga rakyat adalah sama halnya dengan mempersetujui kemelaratan rakyat Indonesia. ACOMA yang berdiri di pihak rakyat tentu tidak dapat membenarkan tindakan dari siapapun yang memang merugikan rakyat.
Pabrik-pabrik, tambang-tambang, kebun-kebun modal penjajah harus dijadikan milik negara untuk dapat dipergunakan sebaik-baiknya guna kepentingan dan kebutuhan rakyat. Tenaga rakyat Indonesia yang berjuta-juta harus dikerahkan untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat Indonesia sendiri. Hak modal penjajah untuk menanamkan modalnya di Indonesia ini harus ditiadakan. Impian untuk mendesak kekuasaan modal penjajah secara berangsur-angsur dengan jalan membeli perusahaan-perusahaan asing yang dipandang perlu adalah omong kosong. Indonesia tidak mempunyai modal partikulir nasional yang berarti. Pemerintah nasionalpun yang dengan sengaja telah mengembalikan kekuasaan modal penjajah di Indonesia ini sudah tentu tidak bebas dari disiplin modal penjajah. Pemerintah nasional yang sudah terlibat dalam kekuasaan modal penjajah, hingga praktis tidak berkuasa atas perekonomian Indonesia, pemerintah nasional yang malah mendapatkan “mahkotanya” dari tangan modal penjajah, hingga secara nasional sebenarnya tidak berdaya dan tentu kecuali tidak mampu, juga tidak akan memberanikan diri bersikap kurang sopan dengan coba-coba “hendak membeli” perusahaan-perusahaan “juragan besar” yang sangat disegani itu.
Hak modal penjajah untuk menanamkan modalnya di Indonesia ini harus ditiadakan. Perjuangan yang menuntut pembatalan dari pada hak modal penjajah untuk menanamkan modalnya di Indonesia sungguh merupakan perjuangan yang tidak ringan. Pemerintah Maklumat November dan KMB tidak mungkin mengadakan penghapusan hak itu. Dalam keadaan yang tertutup ini semua persoalan sesungguhnya sudah lama kembali di tangan rakyat. Kepada rakyatlah sekarang tergantung ketentuan sikap lebih jauh.
Patut dicatat, bahwa hak modal penjajah untuk menanam modalnya di Indonesia diperoleh dengan jalan kekuatan yang merebut hak tersebut dari tangan rakyat Indonesia. Untuk itu modal penjajah telah mengorbankan segala. Bahwa modal penjajah akan melepaskan hak itu kembali dengan suka rela secara berangsur-angsur adalah bohong, dusta besar semata-mata. Revolusi Agustus cukup memberi bahan kepada rakyat, bahwa modal penjajah tidak akan begitu saja melepaskan hak-hak yang sudah pernah diperoleh itu.
Tidak ada jalan hak-hak modal penjajah hanya dapat ditiadakan dengan jalan kekuatan rakyat. Sumber bahan Indonesia dan tenaga rakyat harus direbut dari tangan modal penjajah dengan jalan kekuatan rakyat. ACOMA percaya kepada kekuatan rakyat dan kemenangan yang terakhir pasti akan berada di pihak rakyat.
MEREBUT PASAR INDONESIA DARI TANGAN MODAL PENJAJAH.
Sebagai sumber bahan dan tenaga modal penjajah, Indonesia harus menjanjikan bahan-bahan dan tenaga manusia semurah-murahnya. Sebaliknya sebagai pasar modal penjajah, Indonesia harus membeli semahal-mahalnya. Keganjilan ini sungguh bertentangan dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia menuntut dapatlah bahan-bahan, tanah airnya, serta tenaganya dihargai secara layak dan sebaliknya rakyat Indonesia berkepentingan untuk mendapatkan barang-barang yang diperlukan itu dengan segera serta semurah-murahnya. Nyata sudah persimpangan jalan antara modal penjajah di satu pihak dan rakyat Indonesia di lain pihak, sudah terang tidak dapat ditutup-tutupi lagi. Sana mau ke sana, sini mau kesini. Tidak ada jalan lagi, pertumbuhan tidak dapat dihindari.
Dengan ini rakyat Indonesia berkepentingan untuk:
1. Merebut bank-bank penjajah.
2. Merebut kekuasaan ekspor dan impor dari tangan modal penjajah.
3. Membangun industri berat sebagai jalan pembebasan dari belenggu modal penjajah.
4. Membanjiri pasar Indonesia dengan barang-barang hasil industri sendiri.
Kepentingan rakyat Indonesia ini hanya dapat terbela dengan kekuatannya, kekuatan rakyat Indonesia. Penyusunan tenaga rakyat secara langsung memang benar-benar dibutuhkan. Dilaporkan, bahwa ACOMA bergerak dalam usaha penyusunan tenaga rakyat itu, dan ACOMA menjadi pelopor, bila ACOMA dapat membuktikan kemampuannya untuk menyalurkan pertumbuhan tenaga rakyat, hingga benar-benar rakyat berhasil merebut apa yang harus direbut dari tangan modal penjajah dan mempertahankan semua yang sudah berhasil direbut itu. ACOMA yang menunduk kepada kontrol rakyat, ACOMA yang ada keberanian, kecerdasan, dan keuletan untuk berdiri di pihak rakyat dengan kekuatan rakyat sudah pasti akan lulus dalam melakukan tugas sejarah yang sangat berat itu.
MELENYAPKAN BASIS ANGKATAN PERANG PENJAJAHAN DI DAERAH KEPULAUAN INDONESIA.
Untuk mengawal modalnya didaerah kepulauan kita, modal penjajah yang berhasilmemegang monopoli ekonomi di negeri ini sungguh berkepentingan menempatkan angkatan perangnya didaerah kepulauan Indonesia. Kecuali menjadi sumber bahan dan tenaga serta pasar modal penjajah, Indonesia pun menjadi basis angkatan perang penjajah. Lenyapnya basis angkatan perang penjajahpun menjadi persoalan pokok bagi kemakmuran dan keamanan rakyat Indonesia. Pura-pura tidak tahu akan kenyataan ini sesungguhnya tidak lain dari pada bentuk pengkhianatan yang halus terhadap perjuangan rakyat yang patut disinyalir kejahatannya. Maka adanya tentara penjajah didaerah Republik Indonesia (bekas Hindia-Belanda) tentu tetap akan membahayakan rakyat Indonesia. Demikianlah persoalan Irian Barat tetap menjadi tuntutan nasional yang perlu dibela dengan sungguh-sungguh.
Tidak itu saja, sebagai putra Indonesia yang mengutamakan kepentingan rakyat terbanyak, perlu juga disadari, bahwa adanya tentara penjajah di Irian-Timur, Timor-Dilli, Serawak, Brunei dan Kalimantan Utara akan tetap pula akan menjadi ancaman bagi kemakmuran dan keamanan rakyat Indonesia. Pembebasan Irian-Timur, Timor-Dilli, Serawak, Brunei dan Kalimantan Utara dari tentara penjajah, juga menjadi persoalan pokok bagi perjuangan rakyat Indonesia. Penggabungan Irian-Timur, Timor-Dilli, Serawak, Brunei dan Kalimantan Utara dalam wilayah Republik Indonesia patut dipuji sebagai usaha rakyat yang patut disalurkan dan disambut dengan gembira. Malahan aliran rakyat Malaya yang berkeinginan keras untuk menggabung ke dalam wilayah Republik Indonesia patut disambut sebagai tambahan kekuatan perlawanan rakyat.
MENGGALANG ANGKATAN PERANG RAKYAT.
Bila pemerasan modal penjajah dikawal dengan angkatan perang penjajah, demikianlah cita-cita rakyat yang menolak pemerasan itu perlu juga dikawal dengan angkatan perang rakyat. Angkatan perang rakyat tidak mau diperalat modal penjajah. Mengawal modal penjajah sungguh haramlah bagi angkatan perang rakyat. Angkatan perang rakyat ialah angkatan perang yang berdiri di pihak rakyat, angkatan perang yang mengawal cita-cita perjuangan rakyat.
MELENYAPKAN SARANG-SARANG REAKSI KONTRA REVOLUSI.
Kapitalisme kolonial di Indonesia adalah kapitalisme asing yang merajalela di tengah-tengah masyarakat feodal yang merana. Feodalisme Indonesia mempertahankan hidupnya dengan bertindak dan berlaku sebagai werek kapitalisme asing itu. Demikianlah bagi rakyat Indonesia feodalisme dan imperialisme itu sudah beberapa abad berada dalam satu front yang memusuhi rakyat. Maka, perjuangan anti imperialisme di Indonesia harus beserta ketegasan anti feodalisme.
Bersikap ragu menghadapi feodalisme dalam perjuangan anti imperialis dalam prakteknya di Indonesia sama halnya dengan menjanjikan sarang-sarang persembunyian dan pengunduran yang subur sekali bagi reaksi dan kontra revolusi. Di Indonesia gerakan rakyat yang merebut kekuasaan dari tangan imperialis harus beserta pula gerakan rakyat yang langsung menerjang dan mengobrak-abrik feodalisme. Perebutan sumber bahan dan tenaga rakyat serta pasar Indonesia dari tangan modal penjajah dan perjuangan yang melenyapkan basis angkatan perang penjajah dan perjuangan yang melenyapkan basis angkatan perang penjajah didaerah kepulauan kita harus pula beserta usaha yang:
1. Melenyapkan klas tuan tanah.
2. Menghilangkan kedudukan raja, sultan dan lain-lain.
3. Meniadakan swapraja.
Ketegasan sikap yang melenyapkan sisa feodal di atas, tentu akan menjadi penggugah klas yang dapat menjadi sumber dan basis kebangkitan nasional yang tak terhingga dikalangan golongan rakyat terbanyak, karena bukankah feodalisme itu yang berabad-abad menutup mata rakyat serta menindas pikiran rakyat.
Kegembiraan massa yang terbanyak dan semangat rakyat yang menyala-nyala itu, dapat dipelihara dan disalurkan sebagai basis kebangkitan nasional di segala lapangan, yang sudah tentu tidak akan memberi tempat lagi bagi kolonialisme di Indonesia. Dengan adanya kebangkitan nasional yang luas dapat dengan mudah kaum komprador (borjuis yang mau menjadi begundal penjajah) dipisahkan dari massa, hingga hilang dan lenyap semua peranan imperialis yang dimainkan lewat para komprador itu.
PEMBANGUNAN RAKYAT.
Di atas reruntuhan masyarakat kapitalisme kolonial dimulailah pembangunan rakyat. Segala yang sudah direbut dari tangan kekuasaan modal penjajah dan feodalisme perlu dipertahankan dan diselenggarakan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat. Hal ini hanya mungkin, bila titik berat dari pada pembangunan didasarkan kepada:
1. Perindustrian negara.
2. Pertanian negara.
Dalam lingkaran pengaruh dan pimpinan peridustrian negara dan pertanian negara, sebelum produksi nasional dapat dibanggakan, maka dapat dihimpun inisiatif perseorangan dari:
1. Borjuis nasional (bukan komprador) untuk bergerak secara aktif membangun perusahaan-perusahaan yang dapat menambah produksi nasional.
2. Tani melarat dan buruh tanah lewat pembagian tanah dengan pedoman “tanah cukup, bagi mereka yang mengerjakan”.
Dengan titik permulaan di atas Indonesia berangsur-angsur meningkat ke sosialisme yang akan berakhir dengan terbentuknya masyarakat modern yang diatur secara komunis, dimana orang bekerja menurut bakat dan kecakapannya dan menerima menurut kebutuhannya.
MENINGKAT DAN MENYEMPURNAKAN KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN RAKYAT.
Dalam suasana pembangunan rakyat pasti akan menjadi subur dan lacarlah perkembangan kebudayaan rakyat. Perimbangan antara produksi dan distribusi dikejar dengan jalan mekanisasi di segala lapangan. Begitulah dasar dari pada kebudayaan dan pendidikan rakyat wajib diletakkan kepada keharusan mekanisasi itu. Dengan adanya kemajuan mekanisasi itu secara berangsur-angsur akan hilang dengan sendirinya semua takhayul dan mistik seribu satu yang banyak menyesatkan dan menjerumuskan rakyat. Jelasnya kebudayaan dan pendidikan rakyat menjadi sempurna sepadan dengan kemajuan mekanisasi dalam pembangunan rakyat yang menempuh beberapa tingkat yang pada intinya memilih bentuk yang kolektif.
MENGUTAMAKAN KERJA SAMA YANG SEERAT-ERATNYA DENGAN SEMUA PEMERINTAH RAKYAT SELURUH DUNIA.
Dalam usaha ke arah idaman rakyat, maka ACOMA berpendapat, bahwa pemerintah nasional Indonesia akan lebih cepat dapat mengantarkan cita-cita rakyatnya, bila pemerintah nasional tersebut memiliki cukup ketegasan nasional dan internasional yang berdiri di pihak rakyat. Pemerintah nasional yang memiliki ketegasan tersebut sudah dilaporkan di atas sebagai pemerintah rakyat.
Dalam usaha penyusunan kekuatan nasional dan internasional pemerintah rakyat Indonesia wajib memandang pemerintah rakyat di negeri lain sebagai kawan sewajarnya. Dengan pemerintah rakyat di negeri lain, patut diusahakan koordinasi di lapangan politik dan ekonomi internasional. Begitulah Indonesia dapat berdiri kukuh kuat di atas kekuatan rakyat, secara nasional dan internasional. Memang kerja sama yang seerat-eratnya dengan semua pemerintah rakyat diseluruh dunia benar-benar perlu diutamakan.
Hal ini tidak berarti kalau Indonesia harus menolak perhubungan dengan negeri-negeri dimana rakyat belum lagi menjadi pemerintah. Indonesia wajib menerima hubungan dengan negeri manapun dalam pergaulan internasional yang sederajat, di atas dasar saling menghargai batas-batas daerah, serta kemerdekaan nasional, dengan tidak mengorbankan kepentingan dan kebutuhan rakyat.
MELAWAN FASISME DUNIA.
Di atas dasar kepentingan dan kebutuhan rakyat, kita bertahan. Di atas dasar ini lingkaran-lingkaran pemerintah rakyat seluruh dunia menghadapi lingkaran lain yang memusuhi kepentingan dan kebutuhan rakyat. Adapun kekuatan yang memusuhi rakyat itu dalam tingkat sekarang sudah meningkat menjadi fasisme model baru.
Rakyat Indonesia, sudah merasakan betapa keji dan kejamnya fasisme. Perampasan kasar dan semata-mata sekitar bahan-bahan milik rakyat dan tenaga rakyat merajalela. Usaha rakyat dikungkung. Organisasi rakyat dilarang. Rakyat Indonesia sudah tentu tidak akan mengharapkan berulangnya kekuasaan fasis yang seperti yang lalu. Rakyat Indonesia menolak fasisme. Dan fasisme yang ditolak oleh rakyat Indonesia itu sudah muncul kembali dalam bentuknya yang baru dan malahan sudah terang-terangan mulai bergerak merampas kemerdekaan buruh dan rakyat pekerja.
Lewat Renville, KMB dan MSA dengan liku-likunya yang lain, fasisme model baru yang berpusat di Amerika berangsur-angsur menguasai Indonesia. Demikianlah tiap patriot yang dengan segala kejujuran membela tanah air Indonesia, tentu ia berhadapan dengan fasisme Amerika. Mencintai Indonesia dengan tidak melawan fasisme Amerika adalah ganjil. ACOMA menyaksikan keganjilan tersebut dan ACOMA melaporkan, bahwa keganjilan tadi perlu segera dirombak, karena justru keganjilan itu yang kini banyak merugikan Indonesia.
MELAKSANAKAN PEDOMAN KERJA.
Nyata sudah, bahwa sungguh tidak ringan kewajiban kita dan sudah cukup banyak dan beratlah program ACOMA. Untuk melaksanakan program tersebut ACOMA harus cukup dikenal dan dimengerti oleh massa. Pengalaman dari massa harus cukup menjadi bahan bagi massa itu sendiri untuk membenarkan program tersebut. Demikianlah ACOMA dan massa menetapkan kemenangan yang terakhir di pihak rakyat. Untuk itu kita harus bekerja, belajar, dan di tengah-tengah kesibukan tersebut kita harus ada keberanian mengoreksi dan keikhlasan dikoreksi dan di atas segala kita harus rajin mengadakan koreksi pribadi. Untuk semuanya itu itu PEDOMAN KERJA ACOMA harus dilaksanakan.
Malang, 20 September 1952
Untuk Kemerdekaan Rakyat,
KOMITE PUSAT
ANGKATAN COMMUNIS INDONESIA
(ACOMA)