MIA > Bahasa Indonesia > Karya Marxis > Trotsky
Pelajaran-Pelajaran Revolusi Oktober ditulis pada 1924 sebagai pendahuluan untuk volume kumpulan tulisan-tulisan Trotsky dari 1917. Karya ini diterbitkan dalam bahasa Inggris di majalah Komunis Internasional, Imprecorr, pada Februari 1925.
Penerjemah: Ted Sprague (7 November 2014) dari “The Lessons of October”, Trotsky Internet Archive.
Kita berhasil dalam Revolusi Oktober, tetapi Revolusi Oktober belumlah terlalu berhasil dalam pers kita. Sampai sekarang kita masih belum memiliki sebuah karya yang memberikan gambaran yang komprehensif mengenai pemberontakan Oktober dan memberikan penekanan pada aspek-aspek politik dan organisasinya yang paling penting. Lebih parah lagi, bahkan materi-materi langsung yang sudah ada – termasuk sejumlah dokumen yang paling penting – yang berhubungan langsung dengan berbagai detil persiapan revolusi ini, atau mengenai revolusi itu sendiri, belumlah diterbitkan. Banyak dokumen dan materi mengenai sejarah revolusi pra-Oktober atau sejarah partai pra-Oktober yang telah diterbitkan. Kita juga telah menerbitkan banyak materi dan dokumen mengenai periode pasca-Oktober. Tetapi Revolusi Oktober itu sendiri mendapatkan perhatian yang jauh lebih kecil. Setelah berhasil memenangkan revolusi ini, kita tampaknya menyimpulkan bahwa kita tidak perlu lagi mengulanginya. Sepertinya kita berpikir bahwa mempelajari Revolusi Oktober – kondisi-kondisi aktual dari persiapan langsung untuk Revolusi ini, pencapaiannya yang sesungguhnya, dan kerja untuk mengkonsolidasi Revolusi ini pada minggu-minggu pertama – tidak akan memberikan kita manfaat segera dan langsung untuk tugas-tugas pembangunan di masa depan yang tidak bisa lagi ditunda.
Akan tetapi pendekatan semacam ini – walaupun mungkin ini setengah-sadar – sangatlah keliru, dan bahkan sempit dan nasionalistis. Kita sendiri mungkin tidak akan pernah harus mengulangi lagi pengalaman Revolusi Oktober, tetapi ini sama sekali tidak berarti bahwa tidak ada yang dapat kita pelajari dari pengalaman itu. Kita adalah bagian dari Internasional [Komunis Internasional[1] – Ed.], dan kaum buruh di negeri-negeri lain masihlah dihadapi dengan solusi terhadap masalah “Revolusi Oktober” mereka sendiri. Tahun lalu kita telah mendapatkan bukti yang cukup bahwa partai-partai Komunis yang paling maju di Barat tidak hanya gagal menyerap pengalaman Revolusi Oktober kita tetapi juga sama sekali tidak mengetahui fakta-fakta aktual Revolusi Oktober.
Jelas, mungkin akan ada keberatan bahwa mustahil bagi kita untuk mempelajari Revolusi Oktober atau bahkan menerbitkan dokumen-dokumen mengenai Revolusi Oktober tanpa risiko membangkitkan kembali polemik-polemik lama. Tetapi pendekatan seperti ini sangatlah remeh. Polemik-polemik pada 1917 sungguh sangatlah dalam, dan ini sama sekali bukanlah sebuah kebetulan. Tetapi tidak ada yang lebih remeh daripada usaha untuk menggunakan polemik-polemik ini, setelah selang beberapa tahun, sebagai senjata untuk menyerang mereka-mereka yang saat itu keliru. Akan tetapi bahkan lebih tidak bisa diterima kalau kita bungkam saja mengenai problem-problem Revolusi Oktober yang paling penting ini, yang memiliki signifikansi internasional, hanya karena sejumlah pertimbangan pribadi yang remeh temeh.
Tahun lalu kita menderita dua kekalahan telak di Bulgaria. Pertama, partai [Partai Komunis Bulgaria – Ed.] gagal mendayagunakan sebuah momen yang luar biasa baik untuk aksi revolusioner karena pertimbangan yang fatalistik dan doktriner. (Momen tersebut adalah kebangkitan kaum tani setelah kudeta Tsankov pada bulan Juni.)[2] Lalu, Partai Komunis Bulgaria berusaha untuk membuat kesalahan ini menjadi hal yang baik, dengan mengobarkan insureksi September[3] tanpa membuat persiapan-persiapan politik atau organisasi yang diperlukan. Revolusi Bulgaria seharusnya menjadi pembukaan untuk Revolusi Jerman. Malangnya, pembukaan Revolusi Bulgaria yang buruk ini mengakibatkan kelanjutan revolusi yang bahkan lebih buruk di Jerman. Pada akhir tahun lalu, kita saksikan di Jerman sebuah demonstrasi klasik bagaimana kita dapat gagal menggunakan situasi revolusioner yang sungguh-sungguh luar biasa dan begitu penting dalam sejarah dunia[4]. Namun, sekali lagi, pengalaman Bulgaria dan Jerman tahun lalu belum mendapatkan perhatian dan analisa konkret yang memadai. Penulis risalah ini telah menulis sebuah gambaran umum mengenai perkembangan peristiwa-peristiwa di Jerman tahun lalu. Semua yang telah berlangsung di sana sejak saat itu telah mengikuti alur dari gambaran umum ini secara parsial dan secara keseluruhan. Tidak ada satu pun orang yang bahkan berusaha untuk mengedepankan penjelasan lain. Tetapi kita membutuhkan lebih dari sebuah gambaran umum. Kita harus memiliki sebuah gambaran yang konkret, yang penuh dengan data-data faktual, dari perkembangan di Jerman tahun lalu. Yang kita butuhkan adalah sebuah analisa yang akan menyediakan penjelasan yang konkret akan sebab musabab kekalahan historis yang paling kejam ini.
Akan tetapi, kita akan menemui kesulitan untuk berbicara mengenai analisa peristiwa-peristiwa di Bulgaria dan Jerman kalau kita belum, sampai sekarang, memberikan gambaran yang detil secara politik dan organisasional mengenai Revolusi Oktober. Kita belum pernah membuat jelas bagi diri kita sendiri apa yang telah kita capai dan bagaimana kita mencapainya. Setelah Revolusi Oktober, dalam kegembiraan kemenangan, tampaknya peristiwa-peristiwa di Eropa akan berkembang dengan sendirinya dan, terlebih lagi, dalam periode yang sangat singkat sehingga tidak menyisakan waktu untuk asimilasi teoritis dari pelajaran-pelajaran Revolusi Oktober.
Tetapi peristiwa-peristiwa telah membuktikan bahwa tanpa sebuah partai yang mampu memimpin revolusi proletariat, revolusi itu sendiri menjadi mustahil. Kaum proletariat tidak dapat merebut kekuasaan dengan sebuah pemberontakan yang spontan. Bahkan di Jerman yang sangat terindustrialisasi dan sangat berbudaya, pemberontakan rakyat pekerja yang spontan – pada November 1918 – hanya berhasil menyerahkan kekuasaan ke tangan kaum borjuasi. Satu kelas yang berpunya mampu merebut kekuasaan dari satu kelas berpunya lainnya karena kelas ini mampu mendasarkan dirinya pada kekayaan, pada tingkat kebudayaannya, dan pada koneksi-koneksinya yang tak terhitung dengan aparatus negara yang lama. Tetapi tidak ada hal lain yang bisa melayani kelas proletariat selain partainya sendiri.
Hanya pada pertengahan tahun 1921 kerja yang utuh untuk membangun partai-partai Komunis benar-benar dimulai (di bawah slogan “Menangkan Massa”, “Front Persatuan”, dsb.). Masalah-masalah Revolusi Oktober surut ke belakang dan, pada saat yang sama, pembelajaran Revolusi Oktober juga mundur ke latar belakang. Tahun lalu kita menemui diri kita sekali lagi berhadap-hadapan dengan masalah-masalah revolusi proletariat. Sudah waktunya kita mengumpulkan semua dokumen, mencetak semua materi yang ada, dan mempelajari mereka!
Tentu saja kita sangatlah sadar bahwa setiap bangsa, setiap kelas, dan bahkan setiap partai belajar terutama dari pukulan-pukulan keras pengalaman mereka sendiri. Tetapi ini sama sekali tidak berarti bahwa pengalaman dari bangsa-bangsa lain, kelas-kelas lain, dan partai-partai lain tidaklah penting. Bila saja saat itu kita gagal mempelajari Revolusi Prancis, revolusi 1848, dan Komune Paris, kita tidak akan pernah bisa mencapai Revolusi Oktober, walaupun kita melalui pengalaman tahun 1905[5]. Dan kita melalui pengalaman “nasional” kita sendiri ini dengan mendasarkan diri kita pada kesimpulan revolusi-revolusi yang lampau, dan dengan demikian memperpanjang alur historis mereka. Setelah itu, seluruh periode kontra-revolusi [periode 1907-1910 setelah kegagalan Revolusi 1905, Ed.] digunakan untuk mempelajari pelajaran-pelajaran yang diperoleh dan kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari tahun 1905.
Namun sekarang kita tidak melakukan ini dengan Revolusi 1917 -- bahkan tidak seper sepuluhnya. Tentu saja sekarang kita tidak sedang melalui tahun-tahun reaksi atau berada dalam pengasingan. Di pihak lain, kekuatan dan sumber daya yang kita miliki sekarang tidaklah sebanding dengan yang kita miliki selama tahun-tahun penuh kesulitan itu. Yang hanya perlu kita lakukan adalah mengajukan dengan jelas dan sederhana tugas mempelajari Revolusi Oktober, dalam skala partai dan dalam skala internasional secara keseluruhan. Seluruh partai, dan terutama generasi-generasinya yang lebih muda, harus mempelajari dan menyerap tahap demi tahap pengalaman Revolusi Oktober, yang telah menyediakan ujian yang paling agung, tak terbantahkan dan final terhadap masa lalu dan membuka lebar pintu ke masa depan. Pelajaran Jerman tahun lalu bukan hanya merupakan sebuah pengingat tetapi juga sebuah peringatan keras.
Sebuah keberatan akan diajukan bahwa bahkan pengetahuan yang paling lengkap mengenai jalannya Revolusi Oktober tidak akan menjamin kemenangan bagi partai Jerman kita. Tetapi cara berpikir filistin seperti ini tidak akan membawa kita ke mana-mana. Jelas, hanya dengan mempelajari Revolusi Oktober tidaklah cukup untuk memastikan kemenangan di negeri-negeri lain; tetapi bisa ada situasi di mana semua prasyarat revolusi telah lengkap, namun tidak ada kepemimpinan partai yang dapat melihat ke depan dan berpendirian tegas, yang memiliki pemahaman akan hukum-hukum dan metode-metode revolusi. Inilah situasi yang ada di Jerman tahun lalu. Situasi yang serupa dapat terulang kembali di negeri-negeri lain. Tetapi, untuk mempelajari hukum-hukum dan metode-metode revolusi, tidak ada, sampai saat ini, sumber yang lebih penting dan lebih mendalam daripada pengalaman Oktober kita. Para pemimpin partai-partai Komunis Eropa yang gagal menyerap sejarah Revolusi Oktober dengan mempelajarinya secara kritis dan cermat akan menjadi seperti seperti komandan yang mempersiapkan perang-perang baru di bawah kondisi-kondisi modern tetapi gagal mempelajari pengalaman strategi, taktik, dan teknik dari perang imperialis sebelumnya. Komandan seperti ini niscaya akan menyebabkan kekalahan bagi pasukannya di masa depan.
Instrumen fundamental dari revolusi proletarian adalah partai. Berdasarkan pengalaman kita – bahkan dengan hanya mengambil satu tahun, dari Februari 1917 hingga Februari 1918 – dan berdasarkan pengalaman tambahan di Finlandia, Hungaria, Italia, Bulgaria, dan Jerman, kita dapat mengajukan sebuah hukum yang hampir kekal bahwa sebuah krisis di dalam partai niscaya akan terjadi pada periode transisi dari aktivitas persiapan revolusioner ke perjuangan perebutan kekuasaan. Secara umum, krisis terjadi di dalam partai setiap kali ia harus melakukan sebuah belokan tajam yang serius, entah sebelum mengambil belokan atau sebagai konsekuensinya. Penjelasan untuk ini dapat ditemukan di dalam fakta bahwa setiap periode perkembangan partai memiliki karakter-karakter uniknya sendiri dan membutuhkan kebiasaan-kebiasaan dan metode-metode kerja yang spesifik. Sebuah belokan taktis berarti kurang lebih perpecahan dari kebiasaan-kebiasaan dan metode-metode kerja lama. Inilah akar langsung dan paling segera dari friksi-friksi dan krisis-krisis internal partai.
“Sering kali,” tulis Lenin pada Juli 1914, “ketika sejarah mengambil belokan tajam, bahkan partai-partai yang progresif tidak mampu beradaptasi pada situasi yang baru ini dan mengulang slogan-slogan yang sebelumnya tepat tetapi sekarang telah kehilangan semua maknanya – kehilangan semua makna ini dengan “tiba-tiba” seperti halnya belokan tajam di dalam sejarah adalah ‘tiba-tiba’.” (Lenin, On Slogan, 1917)
Oleh karenanya bahaya dapat timbul bila belokan ini terlalu tajam dan terlalu tiba-tiba, dan bila dalam periode yang sebelumnya terlalu banyak elemen-elemen inersia dan konservatisme telah terakumulasi di dalam badan-badan kepemimpinan partai, maka partai ini akan menjadi tidak mampu memenuhi kepemimpinannya pada momen yang paling penting dan kritis itu, kepemimpinan yang telah ia persiapkan untuk dirinya selama bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun. Partai akan tercabik-cabik oleh krisis, dan gerakan akan melewati partai ini – dan bergerak menuju ke kekalahan.
Sebuah partai revolusioner berada di bawah tekanan dari kekuatan-kekuatan politik lain. Di setiap tahapan perkembangannya, partai mengelaborasi metode-metodenya sendiri untuk menetralkan dan melawan tekanan ini. Pada saat belokan taktis, dan pengelompokan dan friksi internal yang merupakan konsekuensi dari belokan ini, kekuatan partai untuk melawan tekanan ini menjadi lemah. Dari sini selalu ada kemungkinan bahwa pengelompokan-pengelompokan internal di dalam partai, yang berasal dari perlunya mengambil belokan dalam taktik, dapat berkembang jauh melampaui titik berangkat kontroversi awal dan menjadi penunjang untuk berbagai tendensi kelas. Dalam kata lain: partai yang ketinggalan di belakang tugas-tugas historis kelasnya sendiri akan menjadi, atau berisiko menjadi, alat tidak-langsung dari kelas-kelas lain.
Bila apa yang telah kita paparkan di atas benar untuk setiap belokan serius dalam taktik, maka ia akan jauh lebih benar untuk belokan serius dalam strategi. Ketika kita berbicara mengenai taktik dalam politik, dengan menggunakan analogi ilmu militer, maksud kita adalah seni untuk melaksanakan operasi-operasi yang terpisah. Dengan strategi, maksud kita adalah seni penaklukan, yakni perebutan kekuasaan. Sebelum perang, secara umum kita tidak membuat perbedaan ini. Selama periode Internasional Kedua[6] kita membatasi diri kita sendiri hanya pada konsepsi taktik-taktik sosial demokratik[7]. Ini pun bukan sebuah kebetulan. Sosial demokrasi menggunakan taktik-taktik parlementer, taktik-taktik serikat buruh, taktik-taktik munisipal, taktik-taktik koperasi, dan sebagainya. Tetapi masalah menggabungkan semua kekuatan dan sumber daya – berbagai pasukan yang ada – untuk mengalahkan sang musuh tidak pernah sungguh-sungguh dikedepankan selama epos Internasional Kedua, di mana tugas-tugas praktis untuk merebut kekuasaan tidak pernah dibicarakan. Revolusi 1905 adalah revolusi pertama yang mengajukan masalah fundamental atau strategi perjuangan proletariat. Oleh karenanya ini memberikan keunggulan besar bagi kaum sosial demokrat revolusioner Rusia, yakni kaum Bolshevik[8]. Epos besar strategi revolusioner dimulai pada 1917, pertama di Rusia dan kemudian di seluruh Eropa. Strategi tentunya tidak menihilkan taktik. Masalah gerakan serikat buruh, aktivitas parlementer, dan sebagainya, tidak lenyap, tetapi mereka sekarang dipenuhi dengan sebuah makna baru sebagai metode-metode subordinat untuk perjuangan perebutan kekuasaan. Taktik adalah subordinat terhadap strategi.
Bila belokan taktik biasanya mengakibatkan friksi internal di dalam partai, bisa kita bayangkan betapa dalam dan dahsyat friksi yang dihasilkan oleh belokan strategi! Dan belokan yang paling tajam adalah belokan partai revolusioner dari kerja persiapan dan propaganda, atau organisasi dan agitasi, ke perjuangan perebutan kekuasaan yang segera, ke pemberontakan bersenjata melawan kaum borjuasi. Elemen-elemen di dalam partai yang tidak tegas, skeptis, konsiliasionis, siap berkapitulasi – pendek kata, elemen-elemen Menshevik[9] – semua ini muncul ke permukaan sebagai oposisi terhadap pemberontakan, mencari-cari teori untuk membenarkan oposisi mereka, dan mereka menemukan teori ini siap-jadi di dalam gudang persenjataan kaum oportunis yang merupakan musuh mereka kemarin. Kita akan punya kesempatan untuk menyaksikan fenomena ini lebih dari sekali di masa depan.
Pemilahan dan ujian akhir terhadap persenjataan partai untuk perjuangan yang menentukan ini terjadi selama periode Februari hingga Oktober [1917], di atas basis kerja agitasi dan organisasi yang paling luas di antara massa. Selama dan setelah Oktober senjata-senjata ini diuji di dalam bara api aksi-aksi historis yang kolosal. Untuk melakukan sekarang, beberapa tahun setelah Revolusi Oktober, sebuah peninjauan terhadap berbagai sudut pandang mengenai revolusi secara umum, dan Revolusi Oktober khususnya, dan dalam melakukan ini menghindari pengalaman 1917, adalah menyibukkan diri dengan skolastisisme yang tandus. Peninjauan macam ini jelas bukanlah sebuah analisa politik Marxis. Ini seperti bercekcok mengenai keunggulan berbagai gaya berenang sementara kita dengan keras kepala menolak untuk memalingkan mata kita ke sungai di mana para perenang sedang mempraktekkan gaya berenang ini. Tidak ada ujian yang lebih baik untuk teori-teori revolusi daripada verifikasi bagaimana teori-teori ini berfungsi selama revolusi itu sendiri, seperti halnya gaya berenang hanya dapat diuji ketika sang perenang meloncat ke dalam air.
Jalannya dan hasil Revolusi Oktober menghantarkan sebuah pukulan keras terhadap parodi skolastik Marxisme yang sangatlah tersebar luas di antara kaum sosial demokrat Rusia, yang dimulai sebagian oleh Kelompok Emansipasi Buruh[10] dan menemukan ekspresi penuhnya di antara kaum Menshevik. Esensi dari pseudo-Marxisme ini adalah pemelintiran terhadap konsepsi kondisional dan terbatas Marx bahwa “sebuah negeri yang lebih berkembang secara industrial hanya menunjukkan, kepada negeri yang lebih kurang berkembang, gambaran dari masa depannya sendiri” menjadi sebuah hukum yang absolut dan supra-historis (menggunakan ujaran Marx sendiri). Dan kemudian, merumuskan taktik partai proletariat berdasarkan hukum tersebut. Formulasi seperti ini secara alami tidak mengikutsertakan bahkan diskusi mengenai perjuangan kaum proletariat Rusia untuk merebut kekuasaan sebelum negeri-negeri yang jauh lebih maju telah membuat “preseden”.
Tentu saja tidak dapat dibantah bahwa setiap negeri yang terbelakang menemukan sejumlah ciri-ciri dari masa depannya di dalam sejarah negeri-negeri yang maju, tetapi tidak akan bisa ada pengulangan perkembangan secara keseluruhan. Sebaliknya, semakin ekonomi kapitalis memiliki karakter global, maka semakin unik jadinya perkembangan di negeri-negeri yang terbelakang, yang niscaya menggabungkan elemen-elemen dari keterbelakangan mereka dengan pencapaian-pencapaian paling mutakhir dari perkembangan kapitalis. Dalam pendahuluannya untuk “Perang Tani di Jerman”, Engels menulis: “Pada titik tertentu, yang tidak harus muncul bersamaan dan pada tahapan perkembangan yang sama di mana-mana, [kaum borjuasi] mulai mencatat bahwa dirinya yang kedua ini [kaum proletariat] telah menjadi lebih besar daripada dirinya.”
Alur perkembangan sejarah telah memaksa kaum borjuasi Rusia untuk menyaksikan ini jauh lebih awal dan jauh lebih utuh daripada kaum borjuasi di negeri-negeri lainnya. Lenin, bahkan sebelum tahun 1905, memberikan ekspresi untuk perkembangan revolusi Rusia yang unik ini dalam formula “kediktatoran demokratik dari proletariat dan kaum tani”. Formula ini, dalam dirinya sendiri, seperti yang ditunjukkan oleh perkembangan di masa depan, hanya memiliki makna sebagai sebuah tahapan menuju kediktatoran proletariat sosialis yang didukung oleh kaum tani. Formulasi Lenin terhadap masalah ini, yang sepenuhnya revolusioner dan dinamis, sepenuhnya dan secara tak terdamaikan bertentangan dengan formula kaum Menshevik, di mana menurut mereka Rusia hanya bisa mengulang sejarah bangsa-bangsa maju, dengan kaum borjuasi berkuasa dan kaum sosial demokrat sebagai oposisi. Namun sejumlah lingkaran di dalam partai kita memberikan penekanan bukan pada kediktatoran proletariat dan kaum tani yang ada di dalam formula Lenin, tetapi pada karakter demokratiknya sebagai sesuatu yang bertentangan dengan karakter sosialisnya. Dan, sekali lagi, ini hanya dapat berarti bahwa di Rusia, sebuah negeri yang terbelakang, hanya revolusi demokratik yang bisa terjadi. Revolusi sosialis harus dimulai di Barat; dan kita hanya bisa mengambil jalan ke sosialisme setelah Inggris, Prancis, dan Jerman. Tetapi formulasi seperti ini niscaya akan tergelincir ke Menshevisme, dan ini sepenuhnya terungkap pada 1917 ketika tugas-tugas revolusi dihadapkan di depan mata kita, bukan sebagai prognosis tetapi sebagai aksi yang menentukan.
Di bawah kondisi-kondisi aktual revolusi, memegang posisi mendukung demokrasi, yang bila didorong ke kesimpulan logisnya – menentang sosialisme sebagai “prematur” – berarti, di dalam politik, bergeser dari posisi proletariat ke posisi borjuis-kecil. Ini berarti menyebrang ke posisi sayap kiri revolusi nasional.
Revolusi Februari, bila dipertimbangkan secara terpisah, adalah sebuah revolusi borjuis. Tetapi sebagai sebuah revolusi borjuis ia tiba terlalu terlambat dan tidak memiliki kestabilan sama sekali. Tercabik-cabik oleh kontradiksi-kontradiksi yang dengan segera menemukan ekspresinya di dalam kekuasaan ganda, ia memiliki dua pilihan: berubah menjadi pendahuluan langsung untuk revolusi proletariat; atau melempar Rusia kembali ke eksistensi semi-koloninya, di bawah semacam rejim borjuis oligarkis. Oleh karenanya, periode yang menyusul Revolusi Februari dapat dilihat dari dua sudut pandang: sebuah periode konsolidasi, perkembangan, atau penuntasan revolusi “demokratik”; atau sebuah periode persiapan untuk revolusi proletariat. Sudut pandang yang pertama dipegang tidak hanya oleh kaum Menshevik dan kaum Sosial Revolusioner (SR)[1]] tetapi juga oleh beberapa lapisan tertentu dari kepemimpinan partai kita, dengan perbedaan ini: yang belakangan ini sungguh-sungguh mencoba untuk mendorong revolusi demokratik sejauh mungkin ke kiri. Tetapi metodenya sungguh sama – “memberikan tekanan” pada kaum borjuasi penguasa, sebuah “tekanan” yang diperhitungkan sedemikian rupa agar tetap berada dalam kerangka rejim demokrasi borjuasi. Bila kebijakan ini yang menang, maka perkembangan revolusi sudah pasti akan melewati kepala partai kita, dan pada akhirnya insureksi massa buruh dan tani akan berlangsung tanpa kepemimpinan partai; dalam kata lain, kita akan menyaksikan pengulangan Hari-hari Juli[12] dalam skala kolosal, yakni kali ini bukan sebagai sebuah episode tetapi sebagai sebuah bencana.
Sangatlah jelas bahwa konsekuensi segera dari bencana seperti ini adalah kehancuran partai kita. Ini menyediakan kita dengan sebuah penggaris ukur seberapa dalam perbedaan opini kita pada saat itu.
Pengaruh kaum Menshevik dan kaum SR pada periode pertama revolusi bukanlah suatu kebetulan. Ini merefleksikan dominasi massa borjuis kecil – terutama kaum tani – di dalam populasi, dan ketidakdewasaan revolusi itu sendiri. Justru ketidakdewasaan ini, di tengah situasi-situasi yang teramat unik yang muncul dari peperangan [Perang Dunia I – Ed.], yang menempatkan kepemimpinan di tangan kaum revolusioner borjuis kecil, atau setidaknya penampakan kepemimpinan, yang berakhir pada ini: mereka mempertahankan hak historis kelas borjuasi untuk memegang kekuasaan. Tetapi ini bukan berarti bahwa Revolusi Rusia hanya dapat mengambil jalan seperti yang terjadi pada Februari sampai Oktober 1917. Perkembangan revolusi seperti ini mengalir tidak hanya dari relasi antar kelas-kelas tetapi juga dari situasi-situasi temporer yang diciptakan oleh peperangan. Karena peperangan ini, kaum tani terorganisir dan tersenjatai di dalam angkatan bersenjata dalam jumlah jutaan. Sebelum kaum proletariat berhasil mengorganisir dirinya di bawah panjinya sendiri dan mengambil kepemimpinan terhadap massa pedesaan, kaum revolusioner borjuis-kecil menemukan dukungan alami dari tentara tani, yang sedang memberontak terhadap peperangan. Dengan dukungan dari tentara yang berjuta-juta ini, yang mana semuanya bergantung, kaum revolusioner borjuis-kecil menekan kaum buruh dan menarik mereka ke bawah kepemimpinannya di dalam periode pertama ini.
Bahwa revolusi di Rusia dapat saja mengambil jalan yang berbeda di atas fondasi-fondasi kelas yang sama dengan sangat baik ditunjukkan oleh peristiwa-peristiwa tepat sebelum perang. Pada Juli 1914 Petrograd sedang terguncang oleh pemogokan-pemogokan revolusioner. Situasi sudah bergerak demikian jauh sampai terjadi pertumpahan darah terbuka di jalan-jalan. Kepemimpinan gerakan ini ada di tangan organisasi bawah tanah dan pers legal partai kita. Pengaruh Bolshevisme tumbuh dengan perjuangan langsung melawan likuidasionisme dan partai-partai borjuis kecil secara umum. Pertumbuhan gerakan ini terutama akan berarti pertumbuhan Partai Bolshevik. Soviet-soviet deputi buruh pada 1914 – bila perkembangan ini mencapai tahapan soviet – kemungkinan besar akan menjadi Bolshevik sejak awal. Kebangkitan di desa-desa akan berlangsung di bawah kepemimpinan langsung atau tidak langsung dari soviet-soviet kota, yang dipimpin oleh kaum Bolshevik. Ini tidak berarti bahwa kaum SR akan segera lenyap dari desa-desa. Tidak. Kemungkinan besar tahap awal dari revolusi kaum tani akan berlangsung di bawah panji kaum Narodnik [kaum populis]. Tetapi dengan perkembangan peristiwa seperti yang telah kita gambarkan, kaum Narodnik sendiri akan terpaksa mendorong sayap kiri mereka ke depan, guna membentuk aliansi dengan soviet-soviet Bolshevik di kota-kota.
Tentu saja, hasil segera dari insureksi ini akan tergantung, bahkan di dalam kasus seperti ini, terutama pada suasana hati dan aksi tentara, yang terikat pada kaum tani. Mustahil dan bahkan tidak berguna untuk menerka sekarang apakah perkembangan 1914-15 akan berakhir pada kemenangan bila saja tidak ada perang yang menghasilkan hubungan yang baru dan dahsyat dalam rantai perkembangan. Akan tetapi bukti yang besar dapat dikemukakan bahwa bila revolusi yang menang bergulir dalam alur perkembangan yang dimulai dengan peristiwa-peristiwa Juli 1914, maka penumbangan monarki Tsar akan, kemungkinan besar, berarti perebutan kekuasaan oleh soviet-soviet buruh revolusioner, dan soviet-soviet ini, melalui medium kaum Narodnik kiri, akan (sejak awal!) menarik massa tani ke dalam lingkaran mereka.
Perang [Dunia I] menginterupsi gerakan revolusioner yang sedang bergulir ini. Perang ini awalnya mengerem perkembangan ini dan kemudian mempercepatnya secara luar biasa. Melalui medium tentara yang berjuta-juta, perang ini menciptakan sebuah basis yang sangatlah unik, secara sosial dan organisasional, bagi partai-partai borjuis-kecil. Karena keunikan kaum tani terletak justru pada kenyataan bahwa kendati jumlah mereka yang besar sangatlah sulit untuk membentuk kaum tani menjadi basis yang terorganisir, bahkan ketika mereka dipenuhi dengan semangat revolusioner. Mengangkat diri mereka di atas pundak organisasi yang telah jadi, yakni tentara tani, partai-partai borjuis kecil membuat kaum proletariat terpesona dan mengaburkan mata mereka dengan defensisme.[13]
Inilah mengapa Lenin segera menentang dengan keras slogan lama “kediktatoran demokratik proletariat dan kaum tani,” yang di bawah situasi yang baru ini berarti mengubah Partai Bolshevik menjadi sayap kiri blok defensis. Bagi Lenin tugas utama adalah memimpin kaum pelopor proletariat keluar dari rawa defensisme. Hanya dengan demikian maka kaum proletariat dapat menjadi titik tolak di mana massa pekerja di pedesaan dapat berkumpul. Tetapi apa yang harus menjadi sikap kita terhadap revolusi demokratik, atau terhadap kediktatoran proletariat dan kaum tani? Lenin sangatlah bengis dalam mengecam “Kaum Bolshevik Tua” yang “lebih dari sekali telah memainkan peran yang begitu menyedihkan dalam sejarah Partai kita dengan mengulang-ulang sejumlah formula yang dengan tanpa berpikir telah dihafal mati, alih-alih mempelajari fitur-fitur spesifik dari realitas yang baru dan hidup ... Apakah realitas ini telah dipertimbangkan oleh formula Bolshevik Tua dari Kamerad Kamenev, yang mengatakan bahwa ‘revolusi borjuis-demokratik belumlah tuntas’?” “Tidak,” jawab Lenin, “Formula ini telah usang. Formula ini sudah tidak ada gunanya. Ia telah mati. Dan tidak ada gunanya menghidupkannya kembali.” (Lenin, Letters of Tactics, 1917)
Jelasnya, Lenin kadang-kadang mengatakan bahwa soviet-soviet deputi buruh, tentara, dan tani pada periode pertama Revolusi Oktober, pada tingkatan tertentu, memang mengejawantahkan kediktatoran demokratik proletariat dan kaum tani. Dan ini benar sepanjang soviet-soviet ini mengejawantahkan kekuasaan secara umum. Tetapi, seperti yang dijelaskan oleh Lenin lagi dan lagi, soviet-soviet pada periode Februari hanya mewujudkan setengah-kekuasaan (demi-power). Soviet-soviet ini menopang kekuasaan kelas borjuasi sementara memberikan “tekanan” semi-oposisi terhadapnya. Dan justru posisi yang di tengah-tengah ini yang tidak mengizinkan mereka untuk melampaui kerangka koalisi demokratik antara buruh, tani, dan tentara. Dalam bentuk kekuasaannya ini, koalisi ini cenderung ke kediktatoran sampai pada tingkatan di mana ia tidak mengandalkan relasi-relasi pemerintah yang teregulasi tetapi mengandalkan angkatan bersenjata dan pengawasan revolusioner langsung. Akan tetapi, bentuk kekuasaan ini masihlah jauh dari kediktatoran yang sesungguhnya.
Ketidakstabilan soviet-soviet konsiliasionis justru adalah akibat dari kekaburan demokratik dari koalisi setengah-kekuasaan (demi-power) buruh, tani, dan tentara. Soviet harus lenyap sepenuhnya atau merebut kekuasaan ke tangan mereka. Tetapi mereka dapat merebut kekuasaan bukan dalam kapasitas koalisi demokratik buruh dan tani yang diwakili oleh berbagai partai, tetapi hanya sebagai kediktatoran proletariat yang dipimpin oleh sebuah partai tunggal dan menarik ke sekitarnya massa tani, dimulai dari seksi semi-proletarnya. Dalam kata lain, sebuah koalisi demokratik buruh dan tani hanya dapat mengambil bentuk sebagai sebuah bentuk kekuasaan yang belum-dewasa yang tidak mampu merebut kekuasaan yang sesungguhnya – ia hanya dapat mengambil bentuk sebuah sebuah tendensi dan bukan sebagai sebuah fakta yang konkret. Setiap gerakan maju untuk merebut kekuasaan secara tak-terelakkan harus menghancurkan cangkang demokratik, menghadapkan mayoritas kaum tani dengan keharusan mengikuti kaum proletariat, memberikan kaum proletariat sebuah kesempatan untuk mewujudkan kediktatoran kelas, dan oleh karenanya meletakkan dalam agenda – bersama dengan demokratisasi relasi-relasi sosial yang utuh dan teramat radikal – sebuah invasi negara buruh yang murni sosialis ke dalam ranah hak properti kapitalis. Di bawah kondisi seperti ini, siapa pun yang terus berpegang pada formula “kediktatoran demokratik” pada kenyataannya menolak kekuasaan dan memimpin revolusi ke jalan buntu.
Pertanyaan kontroversial yang fundamental yang menjadi pusat dari semua ini adalah: apakah kita harus berjuang untuk merebut kekuasaan atau tidak? Apakah kita harus mengambil kekuasaan atau tidak? Ini sendiri sudah merupakan bukti yang cukup bahwa kita tidak sedang berbicara mengenai perbedaan opini yang episodik tetapi mengenai dua tendensi yang sangatlah berbeda secara prinsipil. Tendensi yang pertama adalah tendensi proletarian dan mengarah pada revolusi dunia. Tendensi yang lain adalah tendensi “demokratik”, atau borjuis-kecil, dan mengarah, pada analisa terakhir, subordinasi kebijakan-kebijakan proletariat pada syarat-syarat masyarakat borjuis dalam proses reformasi. Kedua tendensi ini berseteru mengenai setiap masalah penting yang muncul selama tahun 1917. Justru pada epos revolusioner – yakni, epos di mana kapital partai yang telah terkumpul ini digunakan secara langsung – maka niscaya akan terungkap perbedaan-perbedaan ini. Kedua tendensi ini, dalam tingkatan dan modifikasi yang berbeda, akan sekali lagi memanifestasikan diri mereka selama periode revolusioner di setiap negeri. Bila dengan Bolshevisme – dan kita tekankan di sini aspek-aspek esensialnya – maksud kita adalah pelatihan, penempaan, dan organisasi pelopor proletariat yang memungkinkan mereka untuk merebut kekuasaan, dengan senjata di tangannya; dan bila dengan sosial demokrasi kita artikan menerima aktivitas oposisi reformis dalam kerangka masyarakat borjuis dan adaptasi pada legalitas masyarakat borjuis – yakni melatih massa untuk menjadi terilusi dengan kesakralan negara borjuasi; maka, tentunya, sangatlah jelas bahwa bahkan di dalam Partai Komunis itu sendiri, yang tidak lahir lengkap-dan-jadi dari sejarah, perjuangan antara tendensi sosial demokrasi dan Bolshevisme pasti akan mengungkapkan dirinya dalam bentuk yang paling jelas, terbuka, dan tak-terkamuflase selama periode revolusioner yang segera ketika masalah kekuasaan dikedepankan secara langsung.
Masalah perebutan kekuasaan diletakkan di hadapan partai hanya setelah 4 April, yakni setelah kehadiran Lenin di Petrograd. Bahkan setelah momen itu, garis politik partai tidaklah lantas mengambil karakter yang tunggal dan tak-terbelah, yang tidak ditentang oleh siapa pun. Kendati keputusan konferensi April 1917, oposisi terhadap garis revolusioner – kadang-kadang tersembunyi, kadang-kadang terbuka – dapat ditemui di seluruh periode persiapan.
Mempelajari polemik-polemik yang terjadi dari Revolusi Februari sampai ke konsolidasi Revolusi Oktober bukan hanya sesuatu yang mengandung signifikansi teori yang besar, tetapi juga signifikansi praktek. Pada 1910 Lenin berbicara mengenai polemik di Kongres Partai Kedua pada 1903 sebagai “antisipasi”, yakni peringatan awal. Sangatlah penting untuk mencari sumber dari polemik-polemik ini, yakni pada 1903, atau bahkan lebih awal, katakanlah diawali dengan “Ekonomisme”[14]. Tetapi pembelajaran ini akan memiliki makna hanya bila ia mencapai kesimpulan logisnya dan bila ia mencakup periode di mana polemik-polemik ini ditaruh pada ujian yang menentukan, dalam kata lain, periode Oktober.
Kita tidak dapat, karena keterbatasan pendahuluan ini, mengupas secara detil semua tahapan dari perjuangan ini. Tetapi kita harus setidaknya secara parsial mengisi kekurangan yang memalukan di dalam literatur kita dalam kaitannya dengan periode yang paling penting di dalam perkembangan partai kita.
Seperti yang telah dikatakan, polemik-polemik ini berkisar di sekitar masalah kekuasaan. Berbicara secara umum, ini adalah ujian di mana karakter partai revolusioner (dan juga partai-partai lain) ditentukan.
Ada hubungan yang dalam antara masalah kekuasaan dan masalah perang yang dikedepankan dan diputuskan di dalam periode ini. Kami akan mempertimbangkan masalah-masalah ini secara kronologis, dengan mengambil titik-titik waktu yang penting: posisi partai dan pers partai pada periode pertama setelah penumbangan Tsarisme dan sebelum kehadiran Lenin; polemik di seputar tesis Lenin; Konferensi April; masa setelah Hari-hari Juli; periode Kornilov; Konferensi Demokratik dan Pra-Parlemen; masalah pemberontakan bersenjata dan perebutan kekuasaan (September sampai Oktober); dan masalah pemerintahan sosialis “homogen”.
Kami percaya pembelajaran polemik-polemik ini akan memungkinkan kita menarik kesimpulan yang penting untuk partai-partai lain di Komunis Internasional.
Penumbangan Tsarisme pada Februari 1917 tentu saja merupakan sebuah langkah maju yang besar. Tetapi bila melihat Revolusi Februari di dalam batasan Revolusi Februari saja, atau dalam kata lain tidak melihatnya sebagai sebuah langkah menuju Revolusi Oktober, maka ia tidak memiliki makna lebih daripada ini: bahwa Rusia sedang mendekati sebuah republik borjuis, katakanlah seperti Prancis. Partai-partai revolusioner borjuis-kecil menganggap revolusi Februari bukan sebagai revolusi borjuis atau sebuah langkah menuju revolusi sosialis, tetapi sebagai semacam entitas “demokratik” yang mencukupi dirinya sendiri. Dan dengan cara ini mereka membangun ideologi defensisme revolusioner. Mereka sedang mempertahankan bukan kekuasaan sebuah kelas tetapi “revolusi” dan “demokrasi”. Tetapi bahkan di dalam partai kita sendiri dorongan revolusioner dari Februari menyebabkan pada awalnya kebingungan besar dalam perspektif politik. Pada kenyataannya, pada bulan Maret, Pravda memegang posisi yang lebih dekat pada defensisme revolusioner ketimbang pada posisi Lenin:
“Ketika suatu pasukan tentara berdiri bertentangan dengan pasukan tentara yang lain,” kita baca di salah satu artikel editorial Pravda, “tidak ada kebijakan yang lebih konyol daripada kebijakan menganjurkan agar salah satu dari mereka harus meletakkan senjata mereka dan pulang. Kebijakan seperti ini bukanlah kebijakan perdamaian, tetapi kebijakan perbudakan, sebuah kebijakan yang akan ditolak dengan penuh rasa jijik oleh rakyat bebas. Tidak. Rakyat akan tetap berdiri di pos mereka, menjawab peluru dengan peluru dan bom dengan bom. Tidak ada perdebatan di sini. Kita tidak boleh membiarkan disorganisasi apapun dari angkatan bersenjata revolusi.” (Pravda, No. 9, 15 Maret, 1917, dalam artikel “No Secret Diplomacy”)
Tidak disebutkan di sini mengenai kelas, mengenai penindas dan yang menindas; yang ada justru adalah celoteh mengenai “rakyat bebas”; tidak ada kelas-kelas yang berjuang untuk kekuasaan tetapi justru rakyat bebas “akan berdiri di pos mereka”. Gagasan-gagasan serta formula-formulanya adalah sepenuhnya defensis! Dan lagi di dalam artikel yang sama:
“Slogan kita bukanlah pekikan kosong ‘Tolak Perang!’ – yang berarti disorganisasi angkatan bersenjata revolusioner dan yang semakin hari menjadi semakin revolusioner. Slogan kita adalah untuk menekan [!] Pemerintahan Provisional agar memaksanya untuk membuat, dengan sukses, secara terbuka dan di depan mata demokrasi dunia [!], suatu usaha [!] untuk membujuk [!] semua negeri-negeri yang berperang untuk memulai negosiasi segera untuk menghentikan perang dunia. Sampai ini terjadi biarkan semua orang [!] tetap berada di posnya [!].”
Program untuk memberikan tekanan pada sebuah pemerintahan imperialis guna “membujuk”nya agark mengambil jalan yang baik adalah programnya Kautsky dan Ledebour di Jerman, Jean Longuet di Prancis, MacDonald di Inggris; tetapi ini tidak pernah menjadi program Bolshevisme. Dalam kesimpulannya, artikel ini tidak hanya menyampaikan “salam terhangatnya” untuk manifesto buruk dari Soviet Petrograd yang berjudul “To the Peoples of the World” (sebuah manifesto yang diresapi dari awal hingga akhir dengan semangat defensisme revolusioner), tetapi juga menggarisbawahi “dengan senang hati” solidaritas dari dewan editorial [Pravda] terhadap resolusi-resolusi yang secara terbuka defensis yang diadopsi di dua pertemuan di Petrograd. Dari resolusi-resolusi ini, cukup untuk mengatakan bahwa salah satunya menyatakan:
“Bila kekuatan-kekuatan demokratik di Jerman dan Austria tidak menggubris suara kami [yakni, ‘suara’ Pemerintahan Provisional dan soviet konsiliasionis – L.T.], maka kami akan mempertahankan tanah air kami sampai titik darah penghabisan kami.” (Pravda, No. 9, 15 Maret, 1917)
Artikel yang dikutip di atas bukanlah sebuah pengecualian. Sebaliknya artikel ini dengan cukup akurat mengekspresikan posisi Pravda sebelum kembalinya Lenin ke Rusia. Maka, di edisi koran Pravda yang selanjutnya, di dalam sebuah artikel berjudul “On the War”, walaupun artikel ini mengandung sejumlah kritik terhadap “Manifesto to the Peoples of the World”, tertulis: “Mustahil untuk tidak menjunjung tinggi proklamasi yang kemarin hari diterbitkan oleh Soviet Deputi Buruh dan Tentara Petrograd ke rakyat dunia, yang menyerukan kepada mereka untuk memaksa pemerintahan mereka untuk mengakhiri pembantaian ini.” (Pravda, No. 10, 16 Maret, 1917). Dan di mana jalan keluar dari perang ini harus dicari? Artikel ini memberikan jawabannya: “Jalan keluar [dari perang] adalah dengan menekan Pemerintahan Provisional dengan tuntutan agar pemerintahan ini memproklamirkan kesiapan mereka untuk memulai negosiasi perdamaian dengan segera.”
Kita dapat mengutip banyak kutipan yang serupa, yang secara tersembunyi memiliki karakter defensis dan konsiliasionis. Selama periode yang sama, dan bahkan beberapa minggu sebelumnya, Lenin, yang belum membebaskan dirinya dari kerangkeng Zurichnya, mengecam dengan keras dalam “Letters from Afar” (kebanyakan surat-surat ini tidak pernah diterbitkan Pravda) setiap tanda, sekecil apapun, yang mengandung konsesi pada defensisme dan konsiliasionisme. “Sangatlah tidak diperbolehkan,” tulis Lenin pada 9 Maret, dengan menilik peristiwa-peristiwa revolusioner yang sedang berlangsung lewat kaca buram koran-koran kapitalis, “sangatlah tidak diperbolehkan untuk menyembunyikan dari diri kita sendiri dan dari rakyat bahwa pemerintahan ini ingin melanjutkan perang imperialis, dan bahwa pemerintahan ini adalah agen kapital Inggris, bahwa ia ingin mengembalikan monarki dan memperkuat kekuasaan kaum tuan tanah dan kapitalis.” Dan lalu, pada 12 Maret, dia mengatakan: “Untuk mendesak pemerintahan ini menandatangani perdamaian demokratis adalah seperti memberikan ceramah moral pada para mucikari rumah pelacuran.” Pada saat yang sama ketika Pravda sedang menganjurkan “memberikan tekanan” kepada Pemerintahan Provisional untuk membujuk agar mengintervensi demi perdamaian “di depan mata demokrasi dunia”, Lenin menulis: “Untuk mendesak pemerintahan Guchkov-Milyukov menandatangani perjanjian perdamaian yang cepat, jujur, demokratik, dan baik adalah seperti pendeta desa yang baik mendesak para tuan tanah dan pedagang untuk ‘berjalan di jalan Tuhan’, untuk mencintai tetangga mereka dan memberi pipi yang lain.” (Lenin, Letters from Afar, 9 dan 12 Maret 1917).
Pada 4 April, sehari setelah kedatangannya ke Petrograd, Lenin dengan tegas menentang posisi Pravda dalam masalah perang dan perdamaian. Dia menulis: “Tidak boleh ada dukungan untuk Pemerintahan Provisional; kepalsuan penuh dari semua janji-janjinya harus dibuat menjadi jelas, terutama yang berkaitan dengan penolakan aneksasi. Alih-alih mengajukan ‘tuntutan’ yang membiakkan ilusi bahwa pemerintahan ini, pemerintahannya kaum kapitalis, harus berhenti menjadi pemerintahan imperialis, ilusi ini justru harus dibongkar.” (Lenin, Tugas-Tugas Kaum Proletariat dalam Revolusi Sekarang Ini, 4 April 1917) Proklamasi yang diterbitkan oleh kaum konsiliator pada 14 Maret, yang mendapatkan begitu banyak pujian dari Pravda, digambarkan oleh Lenin sebagai “buruk” dan “penuh kebingungan”. Sungguh munafik untuk menyerukan kepada bangsa-bangsa lain agar pecah dengan para bankir mereka sementara pada yang sama membentuk sebuah pemerintahan koalisi dengan para bankir dari bangsanya sendiri.
“ ‘Kaum Sentris’ semua bersumpah dan menyatakan bahwa mereka adalah Marxis dan internasionalis, bahwa mereka mendukung perdamaian, akan menggunakan segala macam ‘tekanan’ terhadap pemerintahan mereka, akan ‘menuntut’ dengan segala cara agar pemerintahan mereka harus ‘memenuhi kehendak rakyat untuk perdamaian’.” (Lenin, Tasks of the Proletariat in Our Revolution – a Draft Platform for the Proletarian Party, 28 Mei, 1917)
Tetapi di sini seseorang mungkin akan sekilas mengajukan keberatan: Apakah sebuah partai revolusioner harus menolak untuk “memberikan tekanan” kepada kaum borjuasi dan pemerintahan mereka? Tentu saja tidak. Memberikan tekanan pada sebuah pemerintahan borjuis adalah jalan ke reforma. Sebuah partai Marxis revolusioner tidak menolak reforma. Tetapi jalan ke reforma berguna dalam masalah sekunder dan bukan dalam masalah fundamental. Kekuasaan negara tidak bisa diperoleh dengan reforma. “Tekanan” tidak akan pernah membujuk kaum borjuasi untuk mengubah kebijakan mereka dalam suatu masalah yang menyangkut seluruh nasibnya. Perang ini telah menciptakan sebuah situasi revolusioner, justru karena kenyataan bahwa tidak ada lagi ruang untuk “tekanan” reforma. Hanya ada satu pilihan: entah berpihak sepenuhnya pada kaum borjuasi, atau membangkitkan massa untuk melawannya guna merebut kekuasaan dari tangannya. Dalam kasus yang pertama, kita mungkin saja bisa mendapatkan dari kaum borjuasi semacam reforma kebijakan dalam negeri, dengan syarat mendukung sepenuhnya kebijakan imperialis mereka. Untuk alasan ini reformisme sosial mentransformasi dirinya secara terbuka, dalam situasi peperangan, menjadi imperialisme sosial. Untuk alasan yang sama elemen-elemen yang sungguh-sungguh revolusioner terdorong untuk memulai pembentukan Internasional yang baru ini [Komunis Internasional].
Sudut pandang Pravda bukanlah sudut pandang proletarian dan revolusioner, tetapi defensis demokratik, walaupun terombang-ambing dalam defensismenya. Kita telah menumbangkan Tsarisme, sekarang kita harus memberikan tekanan pada pemerintahan demokratik kita. Pemerintahan ini harus mengajukan perdamaian kepada rakyat di seluruh dunia. Bila demokrasi Jerman terbukti tidak mampu memberikan tekanan kepada pemerintahannya, maka kita akan mempertahankan “tanah air kita” sampai titik darah penghabisan kita. Prospek perdamaian tidak dikedepankan sebagai sebuah tugas independen dari kelas buruh yang harus dicapainya dengan melampaui kepala Pemerintahan Provisional, karena penaklukan kekuasaan oleh proletariat tidak dikedepankan sebagai sebuah tugas praktis revolusioner. Namun kedua tugas ini saling terikat erat dan tak terpisahkan.
Pidato yang disampaikan oleh Lenin di stasiun kereta Finlandia mengenai karakter sosialis Revolusi Rusia adalah sebuah bom bagi banyak pemimpin partai. Polemik antara Lenin dan para partisan “penuntasan revolusi demokratik” dimulai sejak hari pertama.
Sebuah konflik yang tajam terjadi di seputar masalah demonstrasi April yang bersenjata, yang memajukan slogan: “Turunkan Pemerintahan Provisional!” Insiden ini menyediakan beberapa perwakilan sayap kanan dengan sebuah dalih untuk menuduh Lenin bersalah atas Blanquisme15. Penumbangan Pemerintahan Provisional, yang didukung saat itu oleh mayoritas soviet, hanya dapat dicapai dengan mengabaikan mayoritas rakyat pekerja.
Dari sudut pandang formal, tuduhan semacam ini mungkin tampak masuk akal, tetapi pada kenyataannya tidak ada setitik pun Blanquisme di dalam kebijakan April Lenin. Bagi Lenin seluruh masalah ini bergantung pada sejauh mana soviet merefleksikan mood massa yang sesungguhnya, dan apakah partai melakukan kesalahan dengan memandu dirinya dengan mayoritas soviet. Demonstrasi April[16, yang bergerak jauh lebih “ke kiri” daripada yang seharusnya, adalah semacam reconnoitering (serangan peninjauan) untuk menguji mood massa dan hubungan timbal balik antara mereka dan mayoritas soviet. Operasi peninjauan ini membawa kesimpulan bahwa sebuah periode persiapan yang panjang dibutuhkan. Dan kita saksikan bagaimana Lenin pada awal bulan Mei dengan tajam menahan para kelasi Kronstadt, yang telah bergerak terlalu jauh dan mengeluarkan deklarasi bahwa mereka tidak mengakui Pemerintahan Provisional ...
Kaum oposisi terhadap perjuangan perebutan kekuasaan memiliki pendekatan yang sama sekali berbeda dalam masalah ini. Pada Konferensi Partai April, kamerad Kamenev mengeluh:
“Pada Pravda nomor 19, sebuah resolusi pertama kali diajukan oleh kamerad-kamerad [ini jelas mengacu pada Lenin – L.T.] di mana disebutkan bahwa kita harus menumbangkan Pemerintahan Provisional. Resolusi ini muncul di koran sebelum krisis yang terakhir, dan slogan ini kemudian ditolak karena cenderung mengakibatkan disorganisasi; dan resolusi ini dianggap avonturis. Ini berarti bahwa kamerad-kamerad kita telah belajar sesuatu selama krisis ini. Resolusi yang kini diajukan [oleh Lenin – L.T.] mengulang kesalahan itu ...”
Cara memformulasikan masalah ini sangatlah signifikan. Lenin, setelah pengalaman operasi peninjauan ini [Demonstrasi April – Ed.], menarik mundur slogan penumbangan segera Pemerintahan Provisional. Tetapi dia tidak menarik mundur slogan ini untuk jeda waktu tertentu – untuk beberapa minggu atau bulan – tetapi tergantung seberapa cepat pemberontakan massa terhadap kaum konsiliasionis akan tumbuh. Kaum oposisi, sebaliknya, menganggap slogan itu sendiri sebagai sebuah kesalahan. Walaupun Lenin mengambil langkah mundur, tidak ada sedikit pun tanda bahwa dia mengubah garis politiknya. Dia tidak memulai dari fakta bahwa revolusi demokratik masih belum tuntas. Dia mendasarkan dirinya secara eksklusif pada gagasan bahwa massa pada saat itu belumlah mampu menumbangkan Pemerintahan Provisional dan, oleh karenanya, segala cara harus dilakukan untuk mempersiapkan kelas buruh untuk menumbangkan Pemerintahan Provisional di hari depan.
Seluruh Konferensi Partai April didedikasikan pada pertanyaan fundamental ini: apakah kita sedang bergerak menuju perebutan kekuasaan atas nama revolusi sosialis atau apakah kita sedang menolong (seseorang dan semua orang) untuk menuntaskan revolusi demokratik? Sayangnya, laporan Konferensi April ini masih belum diterbitkan sampai hari ini, walaupun hampir tidak ada kongres lain di dalam sejarah partai kita yang memiliki pengaruh yang demikian besar dan segera terhadap nasib revolusi kita seperti konferensi April 1917.
Posisi Lenin adalah ini: perjuangan yang keras dalam melawan defensisme dan para pendukungnya; menangkan mayoritas di soviet; tumbangkan Pemerintahan Provisional; perebutan kekuasaan melalui soviet; kebijakan perdamaian revolusioner dan program revolusi sosialis di Rusia dan revolusi internasional di luar negeri. Bertentangan dengan ini, seperti yang sudah kita ketahui, kaum oposisi memegang posisi bahwa kita harus menuntaskan revolusi demokratik dengan memberi tekanan pada Pemerintahan Provisional, dan dalam proses ini soviet akan tetap menjadi organ “kontrol” terhadap kekuasaan borjuasi. Dengan ini mengalir sikap yang bahkan lebih konsiliasionis terhadap defensisme.
Salah satu lawan Lenin melontarkan argumen seperti ini pada Konferensi April:
“Kita berbicara mengenai soviet deputi buruh dan tentara seakan-akan mereka adalah pusat organisasi dari kekuatan kita sendiri dan dari kekuasaan negara ... Nama mereka sendiri saja menunjukkan bahwa mereka adalah sebuah blok kekuatan-kekuatan borjuis kecil dan proletariat yang masih dihadapi dengan tugas-tugas demokratik borjuis yang belum tuntas. Bila revolusi borjuis demokratik telah tuntas maka blok ini tidak akan lagi eksis ... dan kaum proletariat akan meluncurkan sebuah perjuangan revolusioner melawan blok ini ... Dan, meskipun demikian, kita mengakui soviet-soviet ini sebagai pusat untuk organisasi kekuatan-kekuatan ... Sebagai konsekuensinya, revolusi borjuis belumlah tuntas, ia belumlah kadaluwarsa; dan saya yakin kita semua harus mengakui bahwa dengan penuntasan penuh dari revolusi ini, kekuasaan akan beralih ke tangan kaum proletariat.” (Dari pidato Kamerad Kamenev)
Skematisme yang menyedihkan dari argumen ini sudah cukup jelas. Karena inti dari semua permasalahan ini terletak justru pada fakta bahwa “penuntasan penuh dari revolusi ini” tidak akan pernah bisa terjadi tanpa mengubah siapa yang memegang kekuasaan. Pidato di atas mengabaikan axis kelas dari revolusi ini; ia menyimpulkan tugas partai bukan dari pengelompokan kekuatan-kekuatan kelas yang sesungguhnya tetapi dari definisi formal revolusi ini sebagai revolusi borjuis, atau sebagai revolusi borjuis demokratik. Kita harus berpartisipasi di dalam sebuah blok dengan kelas borjuis kecil dan mengontrol kekuasaan borjuasi sampai revolusi borjuis ini tuntas sepenuhnya. Pola ini jelas-jelas adalah pola Menshevik. Meniru dengan cara yang doktriner tugas-tugas revolusi dari penamaannya (sebuah revolusi “borjuis”), kita pasti akan tiba pada kebijakan mengontrol Pemerintahan Provisional dan menuntut agar Pemerintahan Provisional harus mengajukan kebijakan perdamaian tanpa aneksasi, dan seterusnya. Penuntasan revolusi demokrasi diartikan sebagai serangkaian reforma yang akan diimplementasikan melalui Majelis Konstituante! Terlebih, Partai Bolshevik diberi peran sebagai sayap kiri Majelis Konstituante.
Cara pandang seperti ini membuat slogan “Semua Kekuasaan Untuk Soviet” tidak punya arti sama sekali. Ini dengan sangat baik dan sangat konsisten dan sangat komprehensif diekspresikan pada Konferensi April oleh almarhumah Nogin[17], yang juga anggota oposisi:
“Dalam proses perkembangannya fungsi-fungsi terpenting dari soviet-soviet akan menghilang. Serangkaian fungsi-fungsi administratif akan ditransfer ke institusi-institusi munisipal, distrik, dan lainnya. Bila kita perhatikan perkembangan masa depan dari struktur negara, kita tidak dapat mengingkari bahwa Majelis Konstituante akan diselenggarakan dan setelah itu Parlemen ... Maka dari itu, mengalir dari kenyataan ini fungsi-fungsi terpenting dari soviet-soviet akan perlahan-lahan pupus. Mereka hanya akan mentransfer fungsi-fungsi mereka. Di bawah soviet yang sama ini kita tidak akan mencapai republik komune di negeri kita.”
Akhirnya, oposisi yang ketiga menyentuh permasalahan ini dari sudut pandang bahwa Rusia tidaklah siap untuk sosialisme:
“Dapatkah kita mengharapkan dukungan massa bila kita mengangkat slogan revolusi proletarian? Rusia adalah negeri yang paling borjuis kecil di Eropa. Mengharapkan simpati massa untuk revolusi sosialis adalah mustahil; dan, sebagai akibatnya, semakin partai ini memegang posisi revolusi sosialis maka semakin partai ini akan tereduksi ke peran lingkaran propaganda. Dorongan untuk revolusi sosialis harus datang dari Barat.”
Dan lagi:
“Dari mana matahari revolusi sosialis akan terbit? Saya percaya bahwa, dengan melihat semua kondisi dan tingkat kebudayaan umum kita, bukan kita yang harus memulai revolusi sosialis. Kita tidak memiliki kekuatan yang dibutuhkan untuk itu; kondisi-kondisi objektif untuk revolusi sosialis tidak ada di negeri kita. Tetapi untuk [Eropa] Barat masalah ini dikedepankan dengan cara yang sama seperti masalah penumbangan Tsarisme di negeri kita.”
Tidak semua orang yang menentang pandangan Lenin di Konferensi April menarik kesimpulan yang sama seperti Nogin – tetapi semuanya secara logis terpaksa menerima kesimpulan-kesimpulan ini beberapa bulan kemudian, sebelum Revolusi Oktober. Kita harus mengambil kepemimpinan revolusi proletarian atau kita harus menerima peran oposisi di dalam parlemen borjuis: inilah bagaimana masalah ini dihadapkan di depan partai kita. Jelas bahwa posisi yang belakangan secara esensial adalah posisi Menshevik, atau lebih tepatnya posisi yang terpaksa diisi oleh Menshevik setelah Revolusi Februari. Pada kenyataannya, kaum Menshevik selama bertahun-tahun telah mematuk seperti banyak burung pelatuk gagasan bahwa revolusi yang mendatang haruslah revolusi borjuis; bahwa pemerintahan dari revolusi borjuis ini hanya bisa melakukan tugas-tugas borjuis; bahwa sosial demokrasi tidak boleh memanggul tugas-tugas demokrasi borjuis ini dan harus tetap menjadi oposisi sementara “mendorong kaum borjuasi ke kiri”. Tema ini dikembangkan dengan kedalaman yang sangatlah membosankan oleh Martynov[18]. Dengan lahirnya revolusi borjuis pada 1917, kaum Menshevik segera menemui diri mereka sendiri di dalam kabinet pemerintahan. Dari semua posisi “prinsipil” mereka hanya tersisa satu saja kesimpulan politik, yakni kaum proletariat tidak boleh merebut kekuasaan. Tetapi cukup jelas bahwa kaum Bolshevik yang mengecam kaum Menshevik yang masuk ke dalam kabinet Pemerintahan Provisional dan pada saat yang sama menentang perebutan kekuasaan oleh proletariat pada kenyataannya sedang bergeser ke posisi Menshevik sebelum Revolusi Februari.
Revolusi menyebabkan pergeseran-pergeseran politik yang berlangsung ke dua arah: kaum reaksioner menjadi kaum Kadet[19] dan kaum Kadet menjadi kaum republiken walaupun ini tidak mereka inginkan – sebuah pergeseran ke kiri yang murni formal; kaum Sosial Revolusioner dan kaum Menshevik menjadi partai borjuasi yang berkuasa – sebuah pergeseran ke kanan. Inilah cara-cara bagaimana masyarakat borjuis mencoba membangun untuk dirinya sebuah tulang punggung yang baru untuk kekuasaan negara, stabilitas, dan ketertiban. Tetapi pada saat yang sama, sementara kaum Menshevik sedang bergeser dari posisi sosialis formal ke posisi demokrasi vulgar, sayap kanan Bolshevik sedang bergeser ke posisi sosialis formal, yakni ke posisi Menshevik tempo hari.
Pengelompokan kekuatan-kekuatan yang sama juga terjadi dalam masalah peperangan. Kaum borjuasi, kecuali beberapa kaum doktriner, terus menyanyikan nada yang sama: tolak aneksasi, tolak ganti rugi perang – terutama karena harapan untuk aneksasi sudah menjadi sangat tipis. Kaum Menshevik dan SR Zimmerwaldian[20], yang sebelumnya telah mengkritik kaum sosialis Prancis karena mereka membela tanah air borjuis mereka, mereka sendiri segera menjadi kaum defensis setelah mereka merasa telah menjadi bagian dari suatu republik borjuis. Dari posisi internasionalis yang pasif, mereka bergeser ke posisi patriotik yang aktif. Pada saat yang sama, sayap kanan Bolshevik bergeser ke posisi internasionalis yang pasif (memberi “tekanan” kepada Pemerintahan Provisional demi perdamaian yang demokratik, “tanpa aneksasi dan tanpa ganti rugi perang”). Maka pada Konferensi April formula kediktatoran demokratik proletariat dan kaum tani diremukkan secara teoritis dan politik, dan dari situ muncul dua sudut pandang yang antagonistis: sudut pandang demokratik, yang ditutup-tutupi dengan ujar-ujar sosialis; sudut pandang revolusioner, yakni sudut pandang Bolshevik dan Leninis yang sejati.
Keputusan-keputusan dari Konferensi April memberikan partai Bolshevik sebuah orientasi yang tepat, tetapi mereka tidak melikuidasi perbedaan-perbedaan pendapat di antara pemimpin partai. Sebaliknya, dengan bergulirnya peristiwa-peristiwa, perbedaan-perbedaan pendapat ini mengambil bentuk yang lebih konkret, dan mencapai ekspresinya yang paling tajam pada momen yang paling menentukan di dalam revolusi – hari-hari Oktober.
Usaha untuk mengorganisir sebuah demonstrasi pada 10 Juni (atas inisiatif Lenin) dikecam sebagai sebuah petualangan oleh kamerad-kamerad yang sebelumnya telah merasa kecewa dengan karakter demonstrasi April. Demonstrasi 10 Juni tidak terjadi karena ia dilarang oleh Kongres Soviet. Tetapi pada 18 Juni partai mendapatkan balas dendamnya. Demonstrasi di Petrograd ini, yang telah diorganisir dengan berat hati oleh kaum konsiliator, berlangsung hampir sepenuhnya di bawah slogan-slogan Bolshevik. Meskipun demikian, pemerintahan ini ingin menunjukkan kekuatannya. Dengan tanpa berpikir sama sekali pemerintahan ini memberikan perintah untuk melakukan serangan militer ofensif yang bodoh di garis depan. Ini adalah momen yang menentukan. Lenin terus memperingatkan partai agar tidak mengambil langkah-langkah yang ceroboh. Pada 21 Juni, dia menulis di Pravda: “Kamerad-kamerad, aksi demonstrasi pada titik ini tidaklah disarankan. Kita sekarang telah terdorong untuk melalui sebuah tahapan revolusi yang sepenuhnya baru.” Tetapi hari-hari Juli segera terjadi – sebuah titik penting dalam jalan menuju revolusi, serta jalan ke polemik internal partai.
Dalam gerakan Juli, momen yang menentukan datang dengan insureksi yang spontan dari massa Petrograd. Tidak diragukan lagi bahwa pada bulan Juli Lenin mempertimbangkan di dalam kepalanya pertanyaan-pertanyaan ini: Apakah waktunya sudah tiba? Apakah mood massa telah tumbuh melampaui superstruktur soviet? Apakah kita tidak berisiko terhipnotis oleh legalitas soviet, dan ketinggalan di belakang mood massa, dan terpecah dari mereka? Sangatlah mungkin kalau operasi-operasi yang murni militer dan terisolasi selama hari-hari Juli diinisiasi oleh kamerad-kamerad yang sungguh percaya bahwa mereka tidak menyimpang dari penilaian Lenin mengenai situasi hari itu. Lenin kemudian mengatakan: “Kita melakukan banyak hal-hal yang bodoh pada bulan Juli.” Tetapi yang terpenting dari hari-hari Juli adalah bahwa kita melakukan sebuah operasi peninjauan lain yang baru dan lebih luas dalam tahapan gerakan yang baru dan lebih tinggi. Kita harus menarik mundur pasukan kita, di bawah kondisi-kondisi yang sulit. Partai, sejauh ia sedang mempersiapkan insureksi dan perebutan kekuasaan, menganggap – seperti halnya Lenin juga – bahwa demonstrasi Juli hanyalah sebuah episode yang harus kita bayar mahal untuk menguji kekuatan kita sendiri dan kekuatan musuh, tetapi tidak akan mengubah garis utama dari aktivitas kita. Sebaliknya, kamerad-kamerad yang menentang kebijakan perebutan kekuasaan tidak-bisa-tidak melihat episode Juli sebagai sebuah petualangan yang merusak. Mobilisasi elemen-elemen sayap-kanan di dalam partai menjadi semakin intensif; kritik mereka menjadi semakin terbuka. Juga ada perubahan yang sama tajamnya dalam nada polemik. Lenin menulis:
“Semua rengekan ini, semua argumen ini yang mengatakan bahwa kita ‘tidak seharusnya’ berpartisipasi [di dalam demonstrasi Juli – Ed.] (guna memberikan karakter ‘damai dan terorganisir’ dari kekecewaan dan kemarahan rakyat yang sungguh sah!!), adalah pengkhianatan, bila datang dari kaum Bolshevik, atau ekspresi kaum borjuis-kecil yang biasanya penakut dan bingung.” (Lenin, Constitutional Illusions, 26 Juli 1917)
Penggunaan kata “pengkhianatan” pada momen ini memberikan gambaran yang tragis pada polemik ini. Seiring dengan berkembangnya peristiwa-peristiwa, kata “pengkhianatan” yang tidak menyenangkan ini semakin sering muncul.
Sikap oportunis terhadap masalah kekuasaan dan masalah perang ditentukan, tentu saja, oleh sikap yang sama terhadap Internasional. Kaum sayap-kanan mencoba untuk menarik partai Bolshevik ke dalam Konferensi Stockholm[21] yang diselenggarakan oleh kaum patriot-sosial. Lenin menulis pada 16 Agustus:
“Pidato kamerad Kamenev pada 6 Agustus di Komite Eksekutif Sentral mengenai Konferensi Stockholm harus ditolak oleh semua kaum Bolshevik yang setia pada partai mereka dan prinsip-prinsipnya.”
Dan lagi, merujuk pada sejumlah pernyataan bahwa sebuah panji revolusioner yang besar sedang dikibarkan di Stockholm, Lenin mengatakan:
“Ini adalah deklarasi yang tak berarti dari Chernov[22] dan Tsereteli[23]. Pernyataan tersebut adalah kebohongan yang begitu mencolok mata. Pada kenyataannya, bukan panji revolusioner yang sedang berkibar di atas Stockholm, tetapi panji transaksi-transaksi, perjanjian-perjanjian dagang sapi, amnesti untuk kaum imperialis sosial, dan negosiasi-negosiasi antara para bankir untuk membagi-bagi daerah yang telah dicaplok.” (Lenin, Kamenev’s Speech in the Central Executive Committee on the Stockholm Conference, 16 Agustus 1917)
Jalan ke Stockholm secara efektif adalah jalan ke Internasional Kedua, seperti halnya berpartisipasi di dalam Pra-Parlemen[24] adalah jalan ke republik borjuis. Lenin mendukung boikot terhadap Konferensi Stockholm, seperti halnya dia kemudian menganjurkan boikot terhadap Pra-Parlemen. Di tengah bara api perjuangan yang panas, Lenin tidak pernah lupa tugas untuk membentuk sebuah Komunis Internasional yang baru.
Sedini tanggal 10 April, Lenin telah mengusulkan mengganti nama partai. Semua keberatan terhadap nama partai yang baru dia jawab seperti ini:
“Ini adalah argumen rutinisme, argumen inersia, argumen stagnasi. ... Sudah saatnya kita tanggalkan baju yang kotor ini dan kenakan kain yang bersih.” (Lenin, Tasks of the Proletariat in Our Revolution – a Draft Program for the Proletarian Party, 10 April 1917)
Akan tetapi oposisi dari para pemimpin partai begitu kuatnya sehingga satu tahun penuh harus dilalui – selama periode itu seluruh Rusia menanggalkan baju kotor dari dominasi borjuasi – sebelum partai dapat memutuskan untuk mengambil nama yang baru, dan kembali ke tradisi Marx dan Engels. Insiden penggantian nama partai ini adalah ekspresi simbolik dari peran Lenin selama tahun 1917: selama titik balik sejarah yang paling tajam, dia meluncurkan perjuangan yang intens di dalam partai untuk melawan hari-hari yang telah berlalu demi hari-hari yang akan datang. Dan kaum oposisi, yang berada di hari-hari yang telah berlalu, yang berbaris di bawah panji “tradisi”, sering kali merasa sangat terganggu.
Peristiwa Kornilov[25], yang menciptakan pergeseran tiba-tiba di dalam situasi yang menguntungkan kita, memperlunak perbedaan-perbedaan yang ada secara sementara. Mereka diperlunak tetapi tidak hilang. Di dalam sayap kanan, sebuah tendensi muncul pada saat itu yang ingin lebih mendekat ke mayoritas soviet di atas basis mempertahankan revolusi dan, sebagian, tanah air. Reaksi Lenin terhadap tendensi ini terekspresikan di dalam suratnya ke Komite Pusat pada awal September:
“Saya percaya bahwa mereka-mereka yang menjadi tidak prinsipil adalah orang-orang yang ... tergelincir ke defensisme atau (seperti kaum Bolshevik lainnya) tergelincir ke dalam sebuah blok dengan kaum SR, tergelincir ke mendukung Pemerintahan Provisional. Sikap mereka sama sekali keliru dan tidak prinsipil. Kita akan menjadi defensis hanya setelah pemindahan kekuasaan ke tangan proletariat ... Bahkan sekarang kita tidak boleh mendukung pemerintahan Kerensky[26]. Ini adalah tidak-prinsipil. Kita mungkin akan ditanyai: apakah kita tidak akan melawan Kornilov? Tentu saja kita harus melawan Kornilov! Tetapi ini bukan hal yang sama; ada garis pemisah di sini, yang sedang dilangkahi oleh beberapa kaum Bolshevik yang tergelincir ke kompromi dan membiarkan diri mereka terseret oleh jalannya peristiwa.” (Lenin, To the Central Committee of the RSDLP, 30 Agustus 1917)
Tahapan selanjutnya di dalam perkembangan dari berbagai sudut pandang yang berbeda ini adalah Konferensi Demokratik (14-22 September) dan Pra-Parlemen yang menyusulnya (7 Oktober).[27] Tugas kaum Menshevik dan SR adalah membuat kaum Bolshevik terjerat oleh legalitas soviet dan setelah itu dengan mudah mentransformasi legalitas soviet menjadi legalitas parlemen borjuis. Kaum sayap kanan siap menerima ini. Kita sudah mengenal cara mereka menggambarkan perkembangan revolusi di masa depan: soviet akan perlahan-lahan menyerahkan fungsi-fungsi mereka ke institusi-institusi lainnya – ke Duma, Zemstvo[28], serikat buruh, dan akhirnya ke Majelis Konstituante – dan akan secara otomatis lenyap. Melalui Pra-Parlemen, kesadaran politik massa akan dialihkan dari soviet-soviet ke institusi-institusi yang “temporer” dan sekarat, ke Majelis Konstituante sebagai tugas utama dari revolusi demokratik. Sementara, kaum Bolshevik telah menjadi mayoritas di soviet-soviet Petrograd dan Moskow; pengaruh kita di angkatan bersenjata tumbuh, bukan dari hari ke hari, tetapi dari jam ke jam. Ini sudah bukan lagi masalah prognosis atau perspektif; ini secara harfiah telah menjadi masalah apa yang akan kita lakukan besok.
Tingkah laku partai-partai konsiliasionis yang sudah kering kerontang ini [Partai Menshevik dan Sosial Revolusioner – Ed.] di Konferensi Demokratik ini adalah inkarnasi dari keburukan yang remeh. Namun proposal yang kita ajukan untuk mencampakkan Konferensi Demokratik secara terbuka dan membiarkannya mati ditentang oleh sebagian faksi sayap kanan yang masih berpengaruh di jajaran kepemimpinan. Perseteruan mengenai masalah ini adalah pembukaan untuk masalah memboikot Pra-Parlemen. Pada 24 September, yakni setelah Konferensi Demokratik, Lenin menulis:
“Kaum Bolshevik seharusnya melakukan walk out dari pertemuan ini dan tidak membiarkan diri mereka terjerat oleh perangkap konferensi yang dibuat untuk mengalihkan perhatian rakyat dari masalah-masalah yang serius.” (Lenin, Heroes of Fraud and the Mistakes of the Bolsheviks, 22 September 1917)
Diskusi oleh faksi Bolshevik di Konferensi Demokratik mengenai masalah memboikot Pra-Parlemen memiliki signifikansi yang luar biasa walaupun isu ini sendiri relatif sempit. Pada kenyataannya, ini adalah usaha yang paling ekstensif dan, di permukaan, paling berhasil dari sayap kanan untuk membelokkan partai ke jalan “penuntasan revolusi demokratik”. Rupanya tidak ada notulen mengenai diskusi-diskusi ini. Tidak ada catatan. Sepengetahuan saya bahkan catatan-catatan dari sekretaris masih belum ditemukan. Para editor volume ini menemukan beberapa dokumen yang tercecer di antara dokumen-dokumen saya. Kamerad Kamenev menekankan garis argumen yang, di kemudian hari, dikembangkan ke dalam bentuk yang lebih tajam dan lebih jelas dan terwujudkan di dalam surat Kamenev dan Zinoviev yang terkenal itu (tertanggal 11 Oktober) yang ditujukan ke organisasi-organisasi partai. Formulasi yang paling prinsipil dari masalah ini dibuat oleh Nogin: memboikot Pra-Parlemen adalah seruan untuk insureksi, dalam kata lain pengulangan Hari-hari Juli. Kamerad-kamerad yang lain mendasarkan diri mereka pada pertimbangan umum akan taktik sosial-demokrasi terhadap parlemen. Tidak ada yang berani mengusulkan – begitu ujar mereka intinya – agar kita memboikot Parlemen; namun sebuah usulan diajukan agar kita memboikot sebuah institusi yang sama hanya karena ia disebut Pra-Parlemen.
Konsepsi dasar kaum sayap kanan adalah demikian: revolusi niscaya harus bergerak dari soviet menuju pembentukan parlementerisme borjuis; “Pra-Parlemen” membentuk sebuah rantai penghubung alami dalam proses ini; oleh karenanya, adalah kebodohan untuk menolak berpartisipasi di dalam Pra-Parlemen, apalagi kita biasanya siap menduduki bangku-bangku kiri di dalam Parlemen. Kita harus menuntaskan revolusi demokratik dan “mempersiapkan” revolusi sosialis. Bagaimana cara kita mempersiapkan diri kita? Dengan melalui sekolah parlementerisme borjuis; karena, kau lihat sendiri, negeri kapitalis maju menunjukkan kepada negeri kapitalis terbelakang cerminan dari masa depannya sendiri. Jatuhnya monarki Tsar dilihat sebagai sesuatu yang revolusioner – dan memang demikian – tetapi perebutan kekuasaan oleh proletariat dibayangkan dengan cara parlementer, di atas basis demokrasi yang telah sepenuhnya tuntas. Kita harus terlebih dahulu melalui banyak tahun di bawah rejim demokratik sebelum bisa bergerak dari revolusi borjuis ke revolusi proletarian. Perjuangan untuk partisipasi kita di dalam Pra-Parlemen adalah perjuangan untuk “Eropa-nisasi” gerakan kelas buruh, untuk memimpinnya secepat mungkin ke jalan “perjuangan untuk kekuasaan” yang demokratik, dalam kata lain ke jalan sosial demokrasi. Faksi kita di dalam Konferensi Demokratik, yang berjumlah seratus orang, tidaklah berbeda jauh, terutama pada saat itu, dari kongres partai. Mayoritas dari faksi tersebut menyatakan mendukung partisipasi di Pra-Parlemen. Kenyataan ini sendiri saja sudah merupakan cukup alasan untuk khawatir; dan sejak saat itu Lenin terus mengemukakan kekhawatirannya tanpa henti.
Sementara Konferensi Demokratik berlangsung, Lenin menulis:
“Akan menjadi kesalahan yang besar, dan kretinisme parlementer sepenuhnya bagi kita, bila kita menganggap Konferensi Demokratik sebagai sebuah parlemen; bahkan bila konferensi ini menyatakan dirinya sebagai parlemen yang permanen dan berdaulat dari revolusi, konferensi ini tidak akan memutuskan apapun. Kekuatan yang mengambil keputusan ada di luar, yakni di pemukiman-pemukiman kelas buruh Petrograd dan Moskow.” (Lenin, Marxism and Insurrection – a Letter to the Central Committee of the RSDLP, 13 dan 14 September 1917)
Penilaian Lenin mengenai pentingnya partisipasi atau non-partisipasi dalam Pra-Parlemen dapat dilihat dari deklarasi-deklarasinya dan terutama suratnya ke Komite Pusat tertanggal 29 September, di mana dia berbicara mengenai “kekeliruan yang begitu mencolok mata dari kaum Bolshevik karena secara memalukan memutuskan untuk berpartisipasi dalam Pra-Parlemen.” (Lenin, The Crisis Has Matured, 29 September 1917) Bagi dia keputusan ini adalah sebuah ekspresi dari ilusi demokrasi dan kebimbangan borjuis-kecil yang sama yang telah dia lawan, di mana dalam perjuangan ini dia mengembangkan dan menyempurnakan konsepsinya mengenai revolusi proletariat.
Tidaklah benar kalau harus ada jeda banyak tahun antara revolusi borjuis dan revolusi proletariat. Tidaklah benar kalau sekolah parlementerisme adalah satu-satunya sekolah, atau sekolah yang terutama atau wajib, untuk perebutan kekuasaan. Tidaklah benar kalau jalan menuju kekuasaan harus melalui demokrasi borjuis. Ini semua adalah abstraksi-abstraksi yang vulgar, pola-pola yang doktriner, dan mereka hanya memainkan satu peran politik, yakni mengikat kaki dan tangan kaum pelopor proletarian. Dengan mesin negara “demokratik” kaum pelopor proletarian diubah menjadi bayang-bayang oposisi politik kelas borjuasi, dengan mengenakan nama sosial demokrasi. Kebijakan proletariat tidaklah boleh dipandu oleh pola-pola kekanak-kanakan ini tetapi harus disesuaikan dengan fluks perjuangan kelas sesungguhnya. Tugas kita bukanlah pergi ke Pra-Parlemen tetapi mengorganisasi insureksi dan merebut kekuasaan. Yang lain akan menyusul. Lenin bahkan mengusulkan untuk menyelenggarakan kongres partai darurat, untuk mengajukan platform memboikot Pra-Parlemen. Semua surat-surat dan artikel-artikelnya menekankan satu hal: kita harus pergi, bukan ke dalam Pra-Parlemen untuk berperan sebagai buntut “revolusioner” dari kaum konsiliator, tetapi pergi keluar ke jalanan – untuk perjuangan merebut kekuasaan!
Sebuah kongres darurat ternyata tidak dibutuhkan. Tekanan yang dikerahkan oleh Lenin berhasil menggeser ke Kiri tidak hanya Komite Pusat tetapi juga faksi kita di Pra-Parlemen. Kaum Bolshevik mundur dari Pra-Parlemen pada 10 Oktober. Di Petrograd soviet berbenturan dengan pemerintah mengenai masalah perintah untuk mentransfer ke garis depan sebagian tentara yang bersimpati dengan kaum Bolshevik. Pada 16 Oktober, Komite Militer Revolusioner dibentuk, yakni organ soviet untuk insureksi. Sayap kanan partai mencoba untuk memperlambat perkembangan peristiwa-peristiwa. Perjuangan antar tendensi-tendensi di dalam partai, seperti halnya perjuangan kelas di Rusia, memasuki fase penentuannya.
Posisi kaum sayap kanan dipaparkan dengan paling baik dan paling penuh di dalam sebuah surat oleh Zinoviev dan Kamenev, yang berjudul “On the Current Situation”. Surat ini ditulis pada 11 Oktober, yakni 2 minggu sebelum insureksi, dan surat ini dikirim ke organisasi-organisasi partai yang paling penting. Surat ini dengan tegas menentang resolusi Komite Pusat untuk melaksanakan pemberontakan bersenjata. Mereka memperingatkan agar kita tidak meremehkan musuh, tetapi pada kenyataannya mereka meremehkan kekuatan revolusi dan bahkan menyangkal bahwa massa punya semangat untuk bertempur (dua minggu sebelum 25 Oktober!). Surat tersebut menyatakan:
“Kami sangatlah yakin kalau menyerukan pemberontakan bersenjata sekarang berarti mempertaruhkan semuanya dengan satu kartu tidak hanya nasib partai kita tetapi juga nasib revolusi Rusia dan revolusi internasional.”
Tetapi bila insureksi dan perebutan kekuasaan tidak boleh dilakukan, lantas apa? Jawaban di dalam surat ini juga cukup sederhana dan jelas: “Melalui tentara, melalui buruh, kita memegang pistol di kepala kelas borjuasi,” dan karena pistol ini kelas borjuasi tidak akan mampu meremukkan Majelis Konstituante.
“Peluang partai kita dalam pemilu Majelis Konstituante sangatlah baik ... Pengaruh kaum Bolshevik terus meningkat ... Dengan taktik yang tepat kita dapat memperoleh sepertiga atau lebih kursi di dalam Majelis Konstituante.”
Dengan demikian, surat ini secara terbuka menggiring kita menuju peran sebagai oposisi “berpengaruh” di dalam Majelis Konstituante borjuis. Jalan yang murni sosial demokratik ini dengan dangkal ditutup-tutupi dengan pertimbangan berikut: “Soviet-soviet, yang telah mengakar di dalam kehidupan, tidak dapat dihancurkan. Majelis Konstituante akan mampu menemukan dukungan untuk kerja revolusionernya hanya dari soviet-soviet. Majelis Konstituante plus soviet, inilah bentuk institusi negara gabungan yang ingin kita capai.” Sangatlah menarik untuk menunjukkan bahwa teori bentuk negara “gabungan” ini, yakni korelasi antara Majelis Konstituante dengan soviet, diulang kembali di Jerman satu setengah atau dua tahun kemudian oleh Rudolf Hilferding[29], yang juga menentang perebutan kekuasaan oleh proletariat. Kaum oportunis Austro-Jerman ini tidak sadar bahwa dia telah melakukan plagiat.
Surat “On the Current Situation” menolak pernyataan bahwa mayoritas rakyat Rusia sudah mendukung kita, dengan berdasarkan estimasi yang murni parlementer. Surat ini menulis:
“Di Rusia, mayoritas buruh dan sebagian besar tentara ada bersama kita. Tetapi yang lainnya tidak jelas. Kita semua yakin, misalnya, bila pemilu Majelis Konstituante dilaksanakan sekarang maka mayoritas kaum tani akan memilih SR. Apa ini? Sebuah kebetulan?”
Formulasi di atas mengandung kekeliruan yang prinsipil dan fundamental, yang mengalir dari ketidakmampuan untuk memahami bahwa kaum tani mungkin memiliki kepentingan-kepentingan revolusioner dan kehendak yang intens untuk merealisasikan mereka, tetapi tidak dapat memiliki sebuah posisi politik yang mandiri. Mereka akan memberikan suara mereka pada kelas borjuasi, dengan memilih lewat SR, atau bergabung dalam aksi dengan kelas proletariat. Di antara dua kemungkinan ini mana yang akan mewujud justru akan tergantung pada kebijakan yang kita tempuh. Bila saja kita pergi ke Pra-Parlemen guna menjadi kubu oposisi berpengaruh (“sepertiga dan bahkan lebih kursi”) di dalam Majelis Konstituante, maka kita akan secara otomatis menaruh kaum tani di dalam posisi di mana mereka akan terpaksa mencari pemenuhan kepentingan-kepentingan mereka melalui Majelis Konstituante: dan, sebagai akibatnya, mereka tidak akan melihat ke kubu oposisi tetapi ke kubu mayoritas.
Sebaliknya, perebutan kekuasaan oleh proletariat segera menciptakan kerangka revolusioner bagi perjuangan kaum tani melawan tuan tanah dan para birokrat. Untuk menggunakan ekspresi yang begitu baru di antara kita mengenai masalah ini, surat ini mengekspresikan secara bersamaan peremehan dan pelebih-lebihan (over-estimasi) kaum tani. Ia meremehkan potensi revolusioner kaum tani (di bawah kepemimpinan proletariat!) dan ia melebih-lebihkan kemandirian politik mereka. Kekeliruan ganda ini, yang melebih-lebihkan dan pada saat yang sama meremehkan kaum tani, pada gilirannya mengalir dari peremehan terhadap kelas kita sendiri dan partainya – yakni dalam kata lain mengalir dari pendekatan sosial demokratik terhadap kelas proletariat. Dan ini sama sekali tidak mengejutkan. Semua corak warna oportunisme, pada analisa terakhir, dapat direduksi ke evaluasi yang keliru mengenai kekuatan dan potensi revolusioner kelas proletariat.
Keberatan dengan perebutan kekuasaan, surat ini mencoba menakut-nakuti partai dengan prospek perang revolusioner. “Massa tentara mendukung kita bukan karena slogan perang, tetapi karena slogan perdamaian ... Bila setelah merebut kekuasaan sekarang, kita harus mencapai kesimpulan (dengan mempertimbangkan seluruh situasi dunia) bahwa kita harus mengobarkan sebuah perang revolusioner, massa tentara akan meninggalkan kita. Para tentara muda, tentu saja, akan tetap bersama kita, tetapi massa tentara akan memalingkan punggung mereka.” Cara bernalar seperti ini sangatlah instruktif. Di sini kita temui argumen untuk menandatangani perjanjian perdamaian Brest-Litovsk[30]; akan tetapi saat itu argumen yang sama digunakan untuk menentang perebutan kekuasaan. Cukup jelas kalau posisi yang diekspresikan di dalam surat “On the Current Situation” kemudian memfasilitasi penerimaan perjanjian Brest-Litovsk oleh mereka-mereka yang mendukung sudut pandang yang terekspresikan di dalam surat di atas. Kita hanya perlu mengulang di sini apa yang telah kita katakan di tempat lain, yakni bahwa kejeniusan politik Lenin terletak pada kemampuannya untuk melihat kapitulasi sementara Brest-Litovsk bukan sebagai sebuah fakta yang terisolasi tetapi hanya dengan mempertimbangkannya bersama dengan Revolusi Oktober. Ini harus selalu kita ingat.
Kelas buruh berjuang dan menjadi dewasa dengan tanpa pernah melupakan kenyataan bahwa keunggulan kekuatan ada di pihak musuh. Keunggulan ini memanifestasikan dirinya dalam kehidupan sehari-hari, di setiap langkah. Musuh kita memiliki kekayaan yang berlimpah ruah dan kekuatan negara, semua metode tekanan ideologi dan semua instrumen penindasan. Kita menjadi terbiasa pada gagasan bahwa keunggulan kekuatan ada di pihak musuh; dan kebiasaan berpikir seperti demikian ini merasuk sebagai bagian integral ke dalam seluruh kehidupan dan aktivitas partai revolusioner selama periode persiapan. Konsekuensi-konsekuensi dari aksi yang prematur atau ceroboh setiap kali menjadi pengingat yang kejam akan kekuatan musuh.
Tetapi sebuah momen tiba ketika kebiasaan melihat musuh sebagai pihak yang lebih kuat menjadi penghalang utama di dalam jalan menuju kemenangan. Kelemahan kaum borjuasi hari ini tampaknya terkedoki oleh bayang-bayang kekuatannya kemarin hari. “Kalian meremehkan kekuatan musuh!” Pekikan ini menjadi axis yang menyatukan semua elemen yang menentang pemberontakan bersenjata.
“Tetapi semua orang yang tidak hanya ingin berbicara mengenai pemberontakan,” tulis para penentang insureksi di negeri kita sendiri, dua minggu sebelum kemenangan kita, “harus dengan hati-hati menimbang-nimbang peluangnya. Dan di sini kami menganggap sebagai tugas kami untuk mengatakan bahwa pada saat ini akan menjadi teramat berbahaya kalau kita meremehkan kekuatan musuh kita dan melebih-lebihkan kekuatan kita sendiri. Kekuatan musuh kita adalah lebih besar daripada yang tampak di permukaan. Petrograd adalah penting, dan di Petrograd para musuh partai proletarian telah mengumpulkan kekuatan yang besar: 5000 kadet militer, yang dipersenjatai dengan sangat baik, terorganisir, gusar (karena posisi kelas mereka) dan mampu bertempur; juga para staf militer, pasukan-pasukan khusus gerak cepat, Cossack[31], sebagian besar garnisun, dan artileri yang cukup besar, yang telah mengambil posisi dengan formasi kipas di sekitar Petrograd. Kemudian musuh-musuh kita jelas akan mencoba, dengan bantuan Komite Eksekutif Sentral Soviet Seluruh Rusia, mendatangkan pasukan dari garis depan.” [On the Current Situation]
Dalam sebuah perang sipil, sejauh mana ini bukan masalah hanya menghitung jumlah batalion tetapi menyimpulkan perimbangan kasar akan situasi moral mereka, estimasi semacam ini tentu saja tidak akan pernah benar-benar memadai atau cukup. Bahkan Lenin memperkirakan bahwa musuh memiliki kekuatan yang kuat di Petrograd; dan dia mengusulkan agar insureksi dimulai di Moskow di mana, pikirnya, insureksi dapat dilaksanakan hampir tanpa pertumpahan darah. Kekeliruan estimasi yang parsial seperti ini sungguh tidak dapat dihindari bahkan di bawah situasi yang paling menguntungkan sekali pun, dan akan selalu lebih tepat untuk membuat rencana sesuai dengan kondisi yang lebih kurang menguntungkan. Tetapi yang menarik bagi kita dalam kasus ini adalah kenyataan bahwa kekuatan musuh dilebih-lebihkan dan semua proporsi didistorsi pada saat ketika musuh sesungguhnya sudah tidak lagi memiliki angkatan bersenjata.
Masalah ini – seperti yang dibuktikan oleh pengalaman Jerman – adalah teramat penting. Selama slogan insureksi didekati oleh para pemimpin Partai Komunis Jerman terutama, jika bukan hanya, dari sudut pandang agitasi, mereka sungguh mengabaikan masalah angkatan bersenjata yang ada di tangan musuh (Reichswehr[32], detasemen-detasemen fasis, polisi, dsb.). Tampaknya bagi mereka bahwa gelombang pasang revolusioner yang terus naik akan secara otomatis menyelesaikan masalah militer. Tetapi ketika tugas [merebut kekuasaan – Ed.] menatap mereka langsung, kamerad-kamerad yang sama ini yang sebelumnya telah memperlakukan angkatan bersenjata musuh seperti mereka tidak ada, dengan segera melompat ke ujung ekstrem yang lainnya. Mereka menaruh kepercayaan yang implisit pada semua statistik kekuatan angkatan bersenjata kaum borjuasi, dengan cermat mereka menambahkan kekuatan Reichswehr dan polisi; kemudian mereka bulatkan semua ini (setengah juta atau lebih) dan dengan demikian memperoleh sebuah kekuatan besar yang kompak yang dipersenjatai dengan lengkap dan sungguh cukup untuk melumpuhkan usaha mereka.
Tidak diragukan kalau kekuatan kontra-revolusi Jerman jauh lebih kuat dalam hal jumlah dan lebih terorganisir dan siap dibandingkan para Kornilovite dan semi-Kornilovite kita. Tetapi begitu juga kekuatan efektif revolusi Jerman. Kaum proletariat adalah mayoritas populasi di Jerman. Di negeri kita, masalah kekuasaan – setidaknya selama tahapan awal – ditentukan oleh Petrograd dan Moskow. Di Jerman, insureksi akan segera berkobar di banyak pusat-pusat proletarian besar. Di atas arena ini, kekuatan angkatan bersenjata musuh tidak akan tampak seburuk perhitungan statistik, yang diekspresikan dengan angka bulat. Bagaimanapun juga, kita harus secara kategorikal menolak kalkulasi-kalkulasi tendensius yang sebelumnya dibuat, dan sekarang masih dibuat, setelah kegagalan Revolusi Oktober Jerman [pada 1923 – Ed.], guna membenarkan kebijakan yang menyebabkan kegagalan tersebut.
Pengalaman kita di Rusia sangatlah penting dalam kaitannya dengan kegagalan revolusi di Jerman ini. Dua minggu sebelum kemenangan kita di Petrograd yang kita raih tanpa pertumpahan darah – dan kita bahkan sebenarnya bisa meraih kemenangan ini dua minggu lebih awal – para politisi partai yang berpengalaman melihat berbaris melawan kita para kadet militer, yang gusar dan mampu bertempur, pasukan-pasukan khusus gerak cepat, pasukan Cossack, sebagian besar garnisun, pasukan artileri, dalam formasi kipas, dan tentara yang akan didatangkan dari garis depan. Tetapi pada kenyataannya ini semua tidak berarti sama sekali: dalam angka bulat, jumlahnya nol. Mari kita bayangkan untuk sejenak bila saja para penentang insureksi berhasil memaksakan kebijakan mereka di dalam partai dan di dalam Komite Pusat. Peran yang dimainkan kepemimpinan ini di dalam perang sipil menjadi sangat jelas: di dalam situasi seperti ini revolusi sudah menemui ajalnya sebelum ia dimulai – kecuali jika Lenin mencari dukungan dari partai untuk melawan Komite Pusat, yang saat itu siap dia lakukan, dan sudah pasti dia akan berhasil. Tetapi, di bawah kondisi-kondisi yang serupa, tidak semua partai akan memiliki Lenin mereka sendiri ...
Tidaklah sulit untuk membayangkan bagaimana sejarah akan ditulis bila kebijakan menghindari pertempuran berhasil menang di dalam Komite Pusat. Para sejarawan resmi akan, tentu saja, menjelaskan bahwa sebuah insureksi pada Oktober 1917 sudah pasti akan menjadi kegilaan total; dan mereka akan menyajikan kepada para pembaca grafik-grafik statistik yang menakjubkan mengenai jumlah kadet militer, pasukan Cossack, pasukan gerak cepat, dan artileri, dalam formasi kipas, dan batalion tentara yang didatangkan dari garis depan. Tidak pernah diuji dalam bara api insureksi, kekuatan-kekuatan militer ini akan tampak lebih kuat daripada yang sebenarnya. Inilah pelajaran yang harus dicap bakar di dalam kesadaran setiap kaum revolusioner!
Tekanan yang terus menerus, tak-kenal-lelah, dan gencar yang dihantarkan oleh Lenin pada Komite Pusat selama September dan Oktober datang dari kekhawatiran yang terus mengganggunya kalau-kalau kita akan melewatkan momen yang menentukan ini dari genggaman kita. Semua ini omong kosong, jawab sayap kanan kita, pengaruh kita akan terus tumbuh. Siapa yang benar? Dan apa artinya kehilangan momen yang menentukan? Pertanyaan ini secara langsung melibatkan konflik yang paling tajam dan paling jelas antara estimasi Bolshevik mengenai cara dan metode revolusi dan estimasi sosial demokratik, yakni estimasi Menshevik. Estimasi Bolshevik bersifat aktif, strategis, dan praktis sepenuhnya, sementara estimasi Menshevik benar-benar dipenuhi dengan fatalisme.
Apa artinya kehilangan momen yang menentukan? Kondisi-kondisi yang paling menguntungkan untuk sebuah insureksi eksis, tentu saja, ketika pergeseran maksimum ke sisi kita telah terjadi di dalam perimbangan kekuatan. Tentu saja kita berbicara mengenai perimbangan kekuatan di dalam ranah kesadaran, yakni di dalam ranah superstruktur politik, dan bukan di dalam ranah fondasi ekonomi, yang bisa diasumsikan akan kurang lebih tidak berubah selama seluruh epos revolusioner. Di atas fondasi ekonomi yang sama, dengan divisi kelas yang sama, perimbangan kekuatan berubah menurut mood massa proletariat, sejauh mana ilusi mereka telah hancur dan pengalaman politik mereka telah tumbuh, sejauh mana kepercayaan kelas-kelas dan kelompok-kelompok yang ada di tengah terhadap kekuatan negara telah hancur, dan akhirnya sejauh mana negara borjuasi kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri.
Selama revolusi semua proses ini berlangsung dengan kecepatan kilat. Seluruh seni taktik terletak pada ini: bahwa kita mampu merenggut momen yang ada ketika kombinasi situasi-situasi menjadi paling menguntungkan bagi kita. Kudeta Kornilov sepenuhnya mempersiapkan kombinasi macam ini. Massa, yang telah kehilangan kepercayaan pada partai-partai soviet mayoritas [partai Menshevik dan Sosial Revolusioner – Ed.], melihat dengan mata mereka sendiri bahaya kontra-revolusi. Mereka tiba ke kesimpulan bahwa sekarang semuanya tergantung pada kaum Bolshevik untuk mencari jalan keluar dari situasi ini. Disintegrasi kekuasaan negara dan banjirnya kepercayaan massa yang tidak sabar dan menuntut pada partai Bolshevik tidak akan bertahan untuk waktu yang lama. Krisis ini harus diselesaikan dengan satu cara atau lain. Sekarang atau tidak sama sekali! Lenin terus mengulang ini.
Kaum sayap kanan membantah:
“Akan menjadi ketidakbenaran sejarah yang serius bila kita memformulasikan masalah transfer kekuasaan ke tangan partai proletariat seperti ini: sekarang atau tidak sama sekali. Tidak. Partai proletariat akan tumbuh. Programnya akan menjadi dikenal oleh massa yang semakin luas ... Dan hanya ada satu cara bagaimana partai proletariat ini dapat menginterupsi keberhasilannya, yakni bila di bawah kondisi-kondisi sekarang partai ini mencoba memulai sebuah insureksi ... Kami utarakan peringatan kami terhadap kebijakan yang berbahaya ini.” [On the Current Situation]
Optimisme yang fatalistik ini layak dipelajari dengan seksama. Tidak ada yang nasional atau personal mengenai ini. Tahun lalu kita telah saksikan tendensi yang sama di Jerman. Fatalisme pasif ini sebenarnya hanyalah kedok untuk menutupi kebimbangan dan bahkan ketidakmampuan untuk beraksi. Ia menutupi dirinya dengan prognosis yang menyejukkan bahwa kita sedang tumbuh menjadi semakin berpengaruh. Seiring berjalannya waktu, kekuatan kita akan terus tumbuh. Sungguh sebuah delusi yang buruk! Kekuatan sebuah partai revolusioner hanya tumbuh sampai pada momen tertentu, setelah itu proses ini dapat berbalik sepenuhnya. Harapan massa berubah menjadi kekecewaan sebagai akibat dari kepasifan partai, sementara musuh pulih dari kepanikannya dan mengambil peluang dari kekecewaan massa ini. Kita saksikan titik balik menentukan seperti ini di Jerman pada Oktober 1923. Kita tidaklah begitu jauh dari titik balik yang serupa di Rusia pada musim gugur 1917. Penundaan selama beberapa minggu saat itu mungkin sudah cukup untuk mengubah seluruh situasi. Lenin benar saat itu: sekarang atau tidak sama sekali!
“Tetapi pertanyaan yang menentukan adalah” – dan di sini para penentang insureksi mengedepankan argumen mereka yang terakhir dan yang paling kuat – “apakah sentimen di antara kaum buruh dan tentara di ibukota sedemikian rupa sehingga mereka melihat jalan keselamatan mereka hanya lewat pertempuran di jalanan dan mereka tidak sabar untuk turun ke jalan-jalan? Tidak. Tidak ada sentimen seperti ini ... Bila di antara massa besar rakyat miskin di ibukota ada sentimen militan yang membara untuk turun ke jalan-jalan, ini mungkin akan menjadi jaminan bahwa pemberontakan yang mereka inisiasi akan menarik organisasi-organisasi terbesar (serikat kereta api, serikat pekerja pos dan telegraf, dsb.), di mana pengaruh partai kita lemah. Tetapi karena tidak ada sentimen seperti ini bahkan di pabrik-pabrik dan barak-barak, kita akan menipu diri kita sendiri bila kita merancang rencana kita berdasarkan ini.” [On the Current Situation]
Baris-baris yang ditulis pada 11 Oktober ini menjadi sangat signifikan dan relevan ketika kita mengingat bahwa para kamerad pimpinan Partai Komunis Jerman, dalam usaha mereka untuk menjelaskan mengapa mereka mundur tahun lalu tanpa menghantarkan pukulan, menekankan secara khusus keragu-raguan massa untuk berjuang. Tetapi inti dari masalah ini terletak pada kenyataan bahwa keberhasilan dari sebuah insureksi, secara umum, akan menjadi paling terjamin ketika massa telah memiliki pengalaman yang cukup untuk tidak begitu saja melemparkan diri mereka ke dalam perjuangan tetapi menunggu dan menuntut sebuah kepemimpinan yang tegas dan mampu. Pada Oktober 1917, massa kerja pekerja, atau setidaknya lapisan terdepan mereka, telah mencapai keyakinan yang solid – di atas basis pengalaman demonstrasi April, Hari-hari Juli, dan peristiwa Kornilov – bahwa mereka tidak lagi membutuhkan demonstrasi-demonstrasi terpisah atau operasi peninjauan, dan sekarang yang dibutuhkan adalah insureksi yang tegas untuk merebut kekuasaan. Seiring dengan ini mood massa menjadi semakin terkonsentrasi, semakin kritis, dan semakin dalam.
Transisi dari mood yang spontan, penuh ilusi, dan penuh euforia ke kerangka berpikir yang lebih kritis dan sadar niscaya berarti ada titik jeda di dalam kontinuitas revolusioner. Krisis progresif dari mood massa seperti ini hanya bisa ditanggulangi dengan kebijakan partai yang tepat, dalam kata lain, terutama kesiapan dan kemampuan partai untuk memimpin pemberontakan proletariat. Di pihak lain, sebuah partai yang melakukan agitasi revolusioner yang berkepanjangan, memisahkan massa dari pengaruh kaum konsiliasionis, dan kemudian, setelah kepercayaan diri massa telah dibangkitkan ke tingkat yang paling tinggi, mulai bimbang, berdebat mengenai hal-hal yang remeh temeh, membendung massa dan mengulur-ulur waktu – partai seperti ini melumpuhkan aktivitas massa, menabur kekecewaan dan perpecahan di antara massa, dan membawa keruntuhan pada revolusi. Kemudian partai seperti ini menyediakan dirinya sebuah alasan yang siap-saji – setelah kegagalan ini – bahwa massa tidak cukup aktif. Inilah jalan yang ingin ditempuh oleh surat “On the Current Situation”. Untungnya, partai kita di bawah kepemimpinan Lenin dengan tegas mampu melikuidasi mood seperti ini di antara para pemimpin partai. Karena ini saja partai mampu memimpin revolusi ke kemenangan.
Kita telah menjelaskan watak dari masalah-masalah politik yang berkaitan dengan Revolusi Oktober, dan kita telah berusaha untuk memperjelas inti dari polemik-polemik yang muncul; dan sekarang kita tinggal merunut secara singkat momen-momen perjuangan internal partai yang paling penting selama minggu-minggu terakhir yang menentukan ini.
Resolusi untuk pemberontakan bersenjata diadopsi oleh Komite Pusat pada 10 Oktober. Pada 11 Oktober, surat “On the Current Situation”, yang dianalisa di atas, dikirim ke organisasi-organisasi partai yang paling penting. Pada 18 Oktober, yakni satu minggu sebelum revolusi, koran Novaya Zhizh menerbitkan surat Kamenev:
“Tidak hanya kamerad Zinoviev dan saya, tetapi juga sejumlah kamerad yang berpikiran praktis berpendapat bahwa untuk mengambil inisiasi pemberontakan bersenjata pada saat ini dengan perimbangan kekuatan yang ada, secara terpisah dari dan beberapa hari sebelum Kongres Soviet, adalah langkah yang tidak bisa diterima yang akan membawa kehancuran bagi kaum proletariat dan revolusi.” [Novaya Zhizn, No.156, 18 Oktober 1917]
Pada 25 Oktober kekuasaan direbut di Petrograd dan pemerintahan Soviet dibentuk.
Pada 4 November, sejumlah anggota partai mundur dari Komite Pusat partai dan Dewan Komisar Rakyat, dan mengeluarkan sebuah ultimatum menuntut dibentuknya sebuah pemerintahan koalisi yang terdiri dari semua partai-partai soviet. “Kalau tidak,” tulis mereka, “satu-satunya cara yang tersisa adalah mempertahankan sebuah pemerintahan yang murni Bolshevik dengan cara teror politik.”[33]
Dan di dokumen yang lain, yang diterbitkan pada saat yang sama:
“Kita tidak dapat mengambil tanggung jawab atas kebijakan Komite Pusat yang keliru ini, yang telah diadopsi berlawanan dengan kehendak mayoritas besar kaum proletariat dan tentara yang menginginkan perhentian pertumpahan darah secepat mungkin di antara berbagai seksi demokrasi yang berbeda. Untuk alasan ini kami mundur dari pos-pos kami di Komite Pusat supaya kami dapat mengekspresikan secara terbuka opini-opini kami kepada massa buruh dan tentara dan menyerukan kepada mereka untuk mendukung slogan kami: ‘Hidup Pemerintahan dari Semua Partai-partai Soviet!’ ‘Konsiliasi Segera Berdasarkan Basis ini!’” [The October Revolution, Archives of the Revolution 1917, pp.407-10]
Dengan demikian, mereka-mereka yang telah menentang insureksi bersenjata dan menuduh perebutan kekuasaan sebagai sebuah petualangan, menuntut, setelah kemenangan insureksi, agar kekuasaan dikembalikan ke partai-partai yang sebelumnya harus dilawan oleh kaum proletariat guna merebut kekuasaan. Dan mengapa Partai Bolshevik yang telah menang berkewajiban mengembalikan kekuasaan kepada kaum Menshevik dan SR? (Dan justru restorasi kekuasaan inilah yang menjadi pertanyaan di sini!) Kaum oposisi menjawab:
“Kami menganggap bahwa pembentukan sebuah pemerintahan semacam ini adalah sesuatu yang diperlukan untuk mencegah lebih banyak pertumpahan darah, bencana kelaparan yang mengancam, peremukan revolusi oleh Kaledin[34] dan sekutu-sekutunya; dan untuk memastikan penyelenggaraan Majelis Konstituante dan pelaksanaan program perdamaian yang diadopsi oleh Kongres Deputi Tentara dan Buruh Seluruh Rusia.” [Ibid., pp.407-10]
Dalam kata lain, permasalahannya adalah membersihkan jalan menuju parlementerisme borjuis melalui pintu soviet. Revolusi telah menolak untuk melalui Pra-Parlemen, dan harus membuka jalannya sendiri melalui Revolusi Oktober; oleh karenanya tugas kita, seperti yang diformulasikan oleh kaum oposisi, adalah menyelamatkan revolusi dari kediktatoran, dengan bantuan kaum Menshevik dan SR, dengan mengalihkannya ke jalan rejim borjuis. Yang menjadi inti persoalan di sini adalah likuidasi Revolusi Oktober – tidak lebih, tidak kurang. Jelas, tidak boleh ada konsiliasi sama sekali di bawah kondisi seperti ini.
Esok harinya, pada 5 November, sebuah surat yang lain, dengan garis argumen yang sama, diterbitkan.
“Saya tidak bisa, atas nama disiplin partai, terus diam ketika di hadapan akal sehat dan gerakan spontan massa kaum Marxis menolak untuk mempertimbangkan kondisi-kondisi objektif yang menuntut kita, di bawah ancaman sebuah bencana, untuk berkonsiliasi dengan semua partai sosialis ... Saya tidak dapat, atas nama disiplin partai, tunduk pada kultus individual, dan mengorbankan konsiliasi politik dengan semua partai sosialis yang setuju dengan tuntutan-tuntutan dasar kita, dengan mengikutsertakan individu ini atau itu di dalam kabinet, dan saya juga tidak ingin untuk alasan itu memperpanjang pertumpahan darah ini barang satu menit pun.” [Rabochaya Gazeta, No.204, 5 Nov 1917]
Penulis surat ini (Lazovsky) mengakhiri surat ini dengan menyatakan bahwa ada urgensi untuk menyelenggarakan sebuah kongres partai darurat yang akan menentukan pertanyaan “apakah Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia (Bolshevik) akan tetap menjadi sebuah partai kelas buruh Marxis atau ia akhirnya akan mengadopsi sebuah jalan yang tidak ada kesamaan sama sekali dengan Marxisme revolusioner.” [Ibid.]
Situasi tampaknya sangat tidak ada harapan. Tidak hanya kaum borjuasi dan kaum tuan tanah, tidak hanya apa-yang-disebut kubu “demokrasi revolusioner” yang masih memegang kendali badan-badan kepemimpinan dari banyak organisasi (Komite Pusat Sentral Buruh Kereta Seluruh Rusia [Vikzhel], komite-komite tentara, para pegawai negeri, dan sebagainya) tetapi juga sejumlah anggota partai kita yang paling berpengaruh, anggota-anggota Komite Pusat dan Dewan Komisar Rakyat, sangatlah bising dalam mengutuk secara publik usaha partai untuk tetap mempertahankan kekuasaan guna menjalankan programnya. Situasi ini tampaknya tidak ada harapan hanya jika ia dilihat dari permukaannya saja. Apa yang tersisa? Untuk tunduk pada tuntutan kaum oposisi berarti melikuidasi Revolusi Oktober. Kalau demikian, kita seharusnya tidak meluncurkan revolusi ini sejak awal. Hanya satu jalan yang tersisa: untuk terus maju ke depan, dengan bersandarkan pada kehendak revolusioner massa.
Pada 7 November, Pravda menerbitkan deklarasi yang tegas dari Komite Pusat partai kita, yang ditulis oleh Lenin, dan yang diresapi sepenuhnya dengan semangat revolusioner yang riil, yang diekspresikan dengan formulasi-formulasi yang jelas, sederhana, dan tidak keliru, dan ditujukan pada anggota-anggota biasa partai:
“Sungguh memalukan mereka-mereka yang hatinya lemah, mereka-mereka yang bimbang dan ragu, mereka-mereka yang membiarkan diri mereka terintimidasi oleh kaum borjuasi atau yang telah tunduk pada teriakan-teriakan para pendukung langsung atau tidak langsung mereka! Tidak ada sedikit pun keraguan di antara massa buruh dan tentara Petrograd, Moskow, dan tempat-tempat lain. Partai kita berdiri dengan tegas dan kuat, sebagai satu kesatuan, untuk mempertahankan kekuasaan Soviet, untuk mempertahankan kepentingan semua rakyat pekerja, dan terutama kaum buruh dan kaum tani miskin.” (Lenin, From the Central Committee of the RSDLP(B) to All Party Members and to All the Working Classes of Russia, 5-6 November 1917)
Krisis partai yang teramat akut ini berhasil dilalui. Akan tetapi perjuangan internal partai tidak berhenti. Garis-garis perseteruan masihlah sama. Tetapi signifikansi politiknya telah memudar. Kita menemukan bukti yang paling menarik dari ini di sebuah laporan yang dibuat oleh Uritsky pada sebuah sesi Komite Petrograd partai kita pada 12 Desember, mengenai topik penyelenggaraan Majelis Konstituante.
“Polemik-polemik di dalam partai kita bukanlah suatu hal yang baru. Ini adalah tendensi yang sama yang memanifestasikan dirinya sebelumnya pada saat insureksi. Sejumlah kamerad sekarang berpendapat bahwa Majelis Konstituante adalah pencapaian paling tinggi atau mahkota dari revolusi. Mereka mendasarkan posisi mereka pada etiket. Mereka berkata bahwa kita tidak boleh bertindak tanpa menghiraukan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh pihak lain, dan seterusnya. Mereka keberatan kalau kaum Bolshevik, sebagai anggota Majelis Konstituante, menentukan tanggal penyelenggaraannya, perimbangan kekuatan di dalamnya, dan seterusnya. Mereka melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang murni formal, dan sama sekali menghiraukan kenyataan bahwa tindakan kaum Bolshevik ini [mengendalikan Majelis Konstituante – Ed.] hanyalah sebuah refleksi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar Majelis Konstituante. dan dengan pertimbangan ini kita mampu menggariskan sikap kita terhadap Majelis Konstituante ... Pada saat ini sudut pandang kita adalah kita berjuang untuk kepentingan proletariat dan tani miskin, sementara segelintir kamerad berpikir bahwa kita sedang memenuhi sebuah revolusi borjuis yang harus dimahkotai dengan Majelis Konstituante.”
Pembubaran Majelis Konstituante dapat dianggap sebagai peristiwa yang menutup tidak hanya sebuah bab besar di dalam sejarah Rusia, tetapi juga bab yang sama pentingnya di dalam sejarah partai kita. Dengan menyelesaikan friksi internal ini, partai proletariat tidak hanya merebut kekuasaan tetapi juga mampu mempertahankannya.
Pada September, sementara Konferensi Demokratik sedang berlangsung, Lenin menuntut agar kita segera memulai dengan pemberontakan.
“Untuk memperlakukan pemberontakan dengan cara Marxis, yakni sebagai sebuah seni, kita harus pada saat yang sama, tanpa kehilangan waktu sedikit pun, mengorganisir markas-markas detasemen pemberontak, mendistribusikan kekuatan-kekuatan kita, memindahkan resimen-resimen yang dapat diandalkan ke titik-titik yang paling penting, mengepung Teater Alexandrinsky, menduduki Benteng Peter dan Paul, menangkap Staf Jenderal dan pemerintah, dan bergerak melawan para perwira kadet dan Savage Division[35], yakni detasemen-detasemen yang merasa lebih baik mati daripada membiarkan musuh menduduki poin-poin strategis kota. Kita harus memobilisasi para buruh bersenjata dan menyerukan kepada mereka untuk berjuang sampai akhir, menduduki kantor telegraf dan telepon segera, memindahkan markas-markas insureksi kita ke kantor telepon pusat dan menghubungkannya lewat telepon dengan semua pabrik, semua resimen, semua titik-titik pertempuran bersenjata, dsb. Tentu saja, semua ini hanya contoh, hanya untuk mengilustrasikan kenyataan bahwa sekarang kita tidak mungkin bisa tetap loyal pada Marxisme, tetap loyal pada revolusi bila kita tidak memperlakukan pemberontakan sebagai sebuah seni.” (Lenin, Marxism and Insurrection, 13-14 September 1917)
Formulasi di atas mensyaratkan persiapan dan pemenuhan pemberontakan dilakukan melalui saluran-saluran partai dan atas nama partai, dan kemudian disahkan lewat kemenangan Kongres Soviet. Komite Pusat tidak mengadopsi usulan ini. Pemberontakan akan dipimpin ke saluran-saluran soviet dan dihubungkan di dalam agitasi kita dengan Kongres Soviet Kedua. Penjelasan yang detil mengenai perbedaan pendapat ini akan memperjelas bahwa masalah ini bukanlah masalah prinsipil tetapi adalah isu teknik yang sangat penting secara praktis.
Kita sudah menunjukkan bagaimana Lenin sangat khawatir akan penundaan pemberontakan ini. Melihat kebimbangan di antara para pemimpin partai, sebuah agitasi yang secara formal menghubungkan insureksi dengan Kongres Soviet bagi Lenin adalah sebuah penundaan yang tidak bisa diterima, sebuah konsesi kepada mereka-mereka yang tidak tegas, sebuah kehilangan waktu karena kebimbangan, dan sebuah kejahatan besar. Lenin terus mengulang-ulang gagasan ini sejak akhir September.
“Ada sebuah tendensi, atau sebuah opini, di dalam Komite Pusat kita dan di antara para pemimpin partai kita,” tulisnya pada 29 September, “yang memilih menunggu sampai Kongres Soviet, dan menentang perebutan kekuasaan dengan segera, menentang pemberontakan dengan segera. Tendensi ini, atau pendapat ini, harus diatasi.” (Lenin, The Crisis Has Matured 29 September 1917)
Pada awal Oktober, Lenin menulis: “Menunda adalah kriminal. Menunggu Kongres Soviet adalah permainan formalitas yang kekanak-kanakan, sebuah permainan formalitas yang memalukan, dan sebuah pengkhianatan terhadap revolusi.” (Lenin, Letter to the Central Committee, the Moscow and Petrograd Committees and the Bolshevik Members of the Petrograd and Moscow Soviets, 1 Oktober 1917)
Pada tesisnya untuk Konferensi Petrograd pada 8 Oktober, Lenin mengatakan:
“Kita harus melawan ilusi-ilusi dan harapan-harapan konstitusional terhadap Kongres Soviet, dan mencampakkan prasangka bahwa kita sungguh-sungguh harus ‘menunggu’ diselenggarakannya Kongres Soviet.” (Lenin, Theses for a Report at the October 8 Conference of the Petrograd Organization, also for a Resolution and Instructions to Those Elected to the Party Congress, 29 September – 4 October 1917)
Dan terakhir, pada 24 Oktober, Lenin menulis:
“Sekarang sudah benar-benar jelas bahwa penundaan pemberontakan akan menjadi fatal ... Sejarah tidak akan memaafkan kaum revolusioner yang menunda-nunda ketika mereka bisa menang hari ini (dan mereka pasti akan menang hari ini), sementara mereka berisiko kehilangan banyak di esok hari, dan bahkan mereka berisiko kehilangan semuanya.” (Lenin, Letter to Central Committee Members, 24 Oktober 1917)
Semua surat ini, setiap kalimat yang ditempa oleh paron revolusi, memiliki nilai yang luar biasa karena mereka mengkarakterkan Lenin dan memberikan estimasi mengenai situasi pada saat itu. Suasana hati yang terutama meresapi semua surat ini adalah: kegeraman, protes, dan kemarahan terhadap sikap yang fatalistik, menunda-nunda, sosial-demokratik, Menshevik terhadap revolusi, seakan-akan revolusi adalah sebuah film yang tidak akan pernah habis. Bila waktu, secara umum, adalah faktor yang terutama di dalam politik, maka waktu menjadi seratus kali lebih penting pada waktu perang dan revolusi. Tidaklah mungkin memenuhi esok hari semua yang bisa dilakukan hari ini. Memberontak dengan senjata di tangan, membuat musuh kelabakan, merebut kekuasaan, semua ini dapat dicapai hari ini, tetapi esok hari mungkin sudah mustahil.
Tetapi merebut kekuasaan berarti mengubah jalannya sejarah. Apakah sungguh-sungguh benar kalau sebuah peristiwa yang begitu bersejarah seperti ini dapat bersandar pada jeda waktu 24 jam? Ya, ia dapat. Ketika segalanya telah mencapai titik pemberontakan bersenjata, peristiwa tidak lagi diukur dengan penggaris ukur panjang politik, tetapi oleh penggaris ukur pendek perang. Kehilangan beberapa minggu, beberapa hari, dan kadang-kadang bahkan satu hari, di bawah kondisi-kondisi tertentu adalah sama saja dengan menyerah dalam revolusi. Kalau saja Lenin tidak terus membunyikan peringatannya, kalau saja tidak ada semua tekanan dan kritik darinya, kalau saja bukan karena ketidakpercayaan revolusionernya yang intens dan bersemangat, partai kita mungkin akan gagal mengorientasikan garis depannya pada momen yang menentukan, karena oposisi di antara jajaran kepemimpinan partai sangatlah kuat, dan staf memainkan peran besar di dalam semua perang, termasuk perang sipil.
Akan tetapi, pada saat yang sama, cukup jelas bahwa mempersiapkan dan meluncurkan pemberontakan di bawah kedok mempersiapkan Kongres Soviet Kedua dan di bawah slogan melindunginya adalah sebuah keuntungan yang tidak dapat diukur bagi kita. Sejak kita, sebagai Soviet Petrograd, menolak perintah Kerensky untuk mentransfer dua pertiga garnisun kita ke garis depan, kita sebenarnya telah memasuki pemberontakan bersenjata. Lenin, yang tidak ada di Petrograd saat itu, tidak dapat meninjau secara penuh signifikansi dari fakta ini. Yang saya ingat, dia tidak menyebut fakta ini di satu pun surat-suratnya selama periode ini. Akan tetapi hasil dari insureksi 25 Oktober setidaknya sudah tiga perempat selesai, bila tidak lebih, ketika kita menentang perintah untuk mentransfer garnisun Petrograd; membentuk Komite Militer Revolusioner (16 Oktober); memilih komisar-komisar kita sendiri di semua divisi dan institusi militer; dan dengan demikian mengisolasi tidak hanya Staf Jenderal di area Petrograd, tetapi juga pemerintah. Pada kenyataannya, di sini sebuah insureksi bersenjata telah terjadi – sebuah insureksi yang bersenjata tetapi tanpa pertumpahan darah dari resimen-resimen Petrograd melawan Pemerintahan Provisional – di bawah kepemimpinan Komite Militer Revolusioner dan di bawah slogan mempersiapkan perlindungan Kongres Soviet Kedua, yang akan menentukan nasib akhir dari kekuasaan negara.
Lenin mengusulkan agar pemberontakan dimulai di Moskow, di mana, menurut asumsinya, kita dapat meraih sebuah kemenangan tanpa pertumpahan darah. Usulan ini mengalir dari kenyataan bahwa karena dia bersembunyi di bawah tanah Lenin tidak punya kesempatan untuk mengkaji perubahan radikal yang telah terjadi tidak hanya di dalam mood tetapi juga di dalam relasi-relasi organisasional di antara para tentara bawahan serta hierarki angkatan bersenjata setelah pemberontakan “damai” garnisun di Petrograd pada pertengahan Oktober. Seketika resimen-resimen Petrograd, di bawah instruksi Komite Militer Revolusioner, menolak untuk meninggalkan kota, kita telah memiliki sebuah insureksi yang berhasil di ibu kota, yang hanya secara tipis ditutupi permukaannya oleh sisa-sisa bentuk negara demokratik borjuis. Pemberontakan 25 Oktober hanyalah bersifat suplementer atau tambahan. Inilah mengapa pemberontakan tersebut begitu mudah. Di Moskow, sebaliknya, perjuangannya lebih panjang dan lebih berdarah-darah, walaupun di Petrograd kekuasaan Dewan Komisar Rakyat telah dibentuk. Cukup jelas kalau saja insureksi dimulai di Moskow, sebelum penumbangan di Petrograd, maka insureksi ini akan berlangsung bahkan lebih lama, dengan hasil yang jauh lebih meragukan. Kegagalan di Moskow pasti akan memberi pengaruh yang sangat buruk pada Petrograd. Tentu saja kemenangan dengan cara seperti ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Tetapi bagaimana peristiwa-peristiwa ini terjadi ternyata jauh lebih irit, lebih baik, dan jauh lebih berhasil.
Kita kurang lebih dapat menyinkronisasi perebutan kekuasaan dengan pembukaan Kongres Soviet Kedua hanya karena pemberontakan bersenjata yang damai dan hampir “legal” ini – setidaknya di Petrograd – sudah tiga perempat tercapai, jika bukan sembilan persepuluh. Kita merujuk pada insureksi ini sebagai “legal” dalam artian bahwa insureksi ini adalah sebuah perkembangan dari kondisi-kondisi “normal” kekuasaan ganda. Bahkan ketika kaum konsiliasionis mendominasi Soviet Petrograd, sering kali terjadi soviet mengubah atau mengamandemen keputusan-keputusan pemerintah. Ini adalah, kalau boleh dibilang, bagian dari konstitusi di bawah rejim yang oleh sejarah telah diberi nama “periode Kerensky”. Ketika kita kaum Bolshevik mengambil kekuasaan di Petrograd Soviet, kita hanya melanjutkan dan memperdalam metode kekuasaan ganda tersebut. Kita dengan sendirinya mengubah perintah untuk mentransfer pasukan ke garis depan. Dengan tindakan ini kita melaksanakan insureksi garnisun Petrograd dengan tradisi dan metode legal kekuasaan ganda. Tidak hanya itu saja. Sementara secara formal kita mengadaptasi agitasi kita mengenai kekuasaan pada pembukaan Kongres Soviet Kedua, kita mengembangkan dan memperdalam tradisi kekuasaan ganda yang sudah eksis, dan mempersiapkan kerangka legalitas soviet untuk insureksi Bolshevik dalam skala seluruh Rusia.
Kita tidak meninabobokan massa dengan ilusi-ilusi konstitusional soviet, karena di bawah slogan berjuang demi Kongres Soviet Kedua kita memenangkan ke sisi kita bayonet-bayonet dari tentara revolusioner dan mengkonsolidasikan pencapaian-pencapaian kita secara organisasional. Dan selain itu, kita berhasil, jauh lebih daripada yang kita perkirakan, menjebak musuh-musuh kita, yakni kaum konsiliasionis, ke dalam perangkap legalitas soviet. Menggunakan tipu daya di dalam politik, apalagi di dalam revolusi, adalah sesuatu yang selalu berbahaya. Kemungkinan besar kamu akan gagal menipu musuhmu, tetapi massa yang mengikutimu justru bisa-bisa yang tertipu. “Tipu daya” kita terbukti 100 persen sukses – bukan karena tipu daya ini adalah sebuah skema licik yang dirancang oleh para ahli strategi ulung yang berusaha menghindari sebuah perang sipil, tetapi karena ia secara alami datang dari disintegrasi dari rejim konsiliasionis dengan kontradiksi-kontradiksinya yang mencolok mata. Pemerintahan Provisional ingin menyingkirkan garnisun Petrograd. Para tentara tidak ingin berangkat ke garis depan. Kita memberikan ekspresi politik pada kehendak para tentara ini; kita memberikannya sebuah gol revolusioner dan sebuah kedok “legal”. Dengan ini kita mendapatkan dukungan penuh tanpa-preseden di dalam garnisun, dan mengikat para tentara ini dengan erat pada kaum buruh Petrograd. Musuh-musuh kita, sebaliknya, karena posisi mereka yang menyedihkan dan kebingungan mereka, terdorong untuk menerima kedok soviet ini sebagaimana adanya. Mereka ingin ditipu dan kita menyediakan kepada mereka kesempatan yang cukup untuk memenuhi keinginan mereka ini.
Antara kaum konsiliasionis dan kita sendiri, ada perjuangan untuk memenangkan legalitas soviet. Di dalam benak massa, soviet adalah sumber dari semua kekuasaan. Dari soviet kita dapati Kerensky, Tsereteli dan Skobelev. Tetapi kita sendiri terikat erat dengan soviet dengan slogan dasar kita: “Semua kekuasaan untuk soviet!” Kaum borjuasi mendapatkan suksesi kekuasaan mereka lewat Duma. Kaum konsiliasionis mendapatkan suksesi kekuasaan mereka lewat soviet; dan begitu juga kita. Tetapi kaum konsiliasionis berusaha mereduksi soviet menjadi bukan apa-apa; sementara kita berusaha mentransfer kekuasaan ke soviet. Kaum konsiliasionis belum bisa pecah dengan tradisi soviet, dan terburu-buru ingin menciptakan sebuah jembatan dari soviet ke parlementerisme. Dengan tujuan ini di benak mereka, mereka menyelenggarakan Konferensi Demokratik dan membentuk Pra-Parlemen. Partisipasi soviet-soviet di dalam Pra-Parlemen memberikannya semacam pengesahan untuk prosedur ini. Kaum konsiliasionis ingin menjebak revolusi dengan legalitas soviet, dan setelah menggaetnya, menyeretnya ke saluran parlementerisme borjuis.
Tetapi kita juga tertarik menggunakan legalitas soviet. Pada penutupan Konferensi Demokratik kita memaksa kaum konsiliasionis untuk berjanji menyelenggarakan Kongres Soviet Kedua. Kongres ini menaruh mereka di dalam posisi yang teramat memalukan. Di satu pihak, mereka tidak dapat menolak menyelenggarakan ini, karena kalau mereka menolaknya maka ini akan menghancurkan legalitas soviet. Di lain pihak mereka tahu bahwa kongres ini – karena komposisinya [pada saat itu kaum Bolshevik sudah mendapatkan mayoritas di banyak soviet – Ed.] – tidak akan berakhir baik bagi mereka. Sebagai akibatnya, kita semakin menekankan Kongres Soviet Kedua sebagai penguasa sesungguhnya dari bangsa ini; dan kita semakin mengadaptasi semua kerja persiapan kita pada pendukungan dan pertahanan Kongres Soviet dari usaha-usaha kontra-revolusi yang tak-terelakkan. Bila kaum konsiliasionis berusaha menggaet kita dengan legalitas soviet melalui Pra-Parlemen, maka kita memancing mereka dengan legalitas soviet yang sama – melalui Kongres Soviet Kedua.
Adalah satu hal untuk mempersiapkan sebuah pemberontakan bersenjata di bawah slogan terbuka perebutan kekuasaan oleh partai, dan satu hal yang lain untuk mempersiapkan dan meluncurkan sebuah pemberontakan bersenjata di bawah slogan membela hak Kongres Soviet. Maka, adaptasi masalah perebutan kekuasaan pada Kongres Soviet Kedua tidak melibatkan sedikit pun harapan naif bahwa kongres itu sendiri akan menyelesaikan masalah kekuasaan. Fetisisme pada bentuk soviet semacam ini sungguh asing bagi kita. Semua kerja yang diperlukan untuk merebut kekuasaan, tidak hanya kerja-kerja politik tetapi juga kerja organisasional dan kerja teknis-militer untuk perebutan kekuasaan, dilakukan dengan kecepatan penuh. Tetapi kedok legal untuk semua kerja ini selalu disediakan oleh kongres soviet yang akan datang, yang akan menuntaskan masalah kekuasaan. Setiap saat kita ada dalam posisi menyerang, sembari mempertahankan penampilan sedang dalam posisi bertahan.
Di pihak lain, Pemerintahan Provisional – bila ia mampu menetapkan pikirannya untuk mempertahankan dirinya sendiri dengan serius – harus menyerang Kongres Soviet, melarang penyelenggaraannya, dan dengan demikian menyediakan kepada musuhnya sebuah motif – yang paling berbahaya bagi pemerintah – untuk pemberontakan bersenjata. Terlebih lagi, kita tidak hanya menaruh Pemerintahan Provisional di dalam sebuah posisi politik yang tidak menguntungkan, kita juga meninabobokan pikiran mereka yang memang sudah cukup malas dan sulit bergerak. Orang-orang ini benar-benar percaya bahwa kita hanya peduli dengan parlementerisme soviet, dan dengan sebuah kongres baru yang akan mengadopsi sebuah resolusi baru – seperti resolusi-resolusi yang telah diadopsi oleh soviet-soviet Petrograd dan Moskow – dan kemudian pemerintahan ini akan mengabaikannya, dengan menggunakan Pra-Parlemen dan Majelis Konstituante yang akan datang sebagai alasan, dan dengan demikian menaruh kita di dalam sebuah posisi yang konyol.
Kita memiliki pengakuan tak terbantahkan dari Kerensky bagaimana tuan-tuan terpelajar kelas-menengah ini memang sedang berpikir seperti demikian. Dalam memoarnya, Kerensky menceritakan bagaimana, di kantornya, pada tengah malam 25 Oktober, berlangsung argumen-argumen panas antara dia sendiri, Dan[36], dan yang lainnya mengenai pemberontakan bersenjata ini, yang pada saat itu sedang berlangsung. Kerensky menulis:
“Dan menyatakan, pertama-tama, bahwa mereka lebih mengetahui apa yang sedang terjadi dibandingkan saya, dan bahwa saya telah melebih-lebihkan apa yang sedang terjadi, di bawah pengaruh ‘laporan-laporan dari ‘staf reaksioner’ saya.’ Dia kemudian memberitahu saya bahwa resolusi yang telah diadopsi oleh mayoritas soviet-soviet, yang telah begitu menyinggung ‘rasa harga diri pemerintah,’ memiliki nilai yang sangat besar, dan esensial untuk ‘menggeser mood massa’; bahwa pengaruhnya ‘sudah terasa,’ dan sekarang pengaruh propaganda Bolshevik akan ‘menurun drastis’. Di pihak lain, menurut Dan sendiri, kaum Bolshevik sendiri telah menyatakan, dalam negosiasi dengan para pemimpin mayoritas soviet, kesiapan mereka untuk ‘tunduk pada kehendak mayoritas soviet’; dan bahwa mereka siap ‘esok hari’ menggunakan semua cara untuk menumpas pemberontakan yang meledak di luar kehendak mereka dan tanpa persetujuan mereka! Kesimpulannya, setelah mengatakan bahwa kaum Bolshevik akan membubarkan staf militer mereka ‘esok hari’ (selalu esok hari!) Dan menyatakan bahwa semua kebijakan yang telah saya ambil untuk meremukkan pemberontakan ini hanya ‘membuat gusar massa’ dan bahwa dengan ikut campur saya telah ‘menghalang-halangi para perwakilan mayoritas soviet’ menuntaskan negosiasi dengan kaum Bolshevik untuk melikuidasi pemberontakan tersebut ...
“Untuk melengkapi gambaran ini, saya perlu tambahkan bahwa ketika Dan sedang memberikan kepada saya informasi yang luar biasa ini, detasemen-detasemen bersenjata ‘Pasukan Merah’ (Red Guards) sedang menduduki gedung-gedung pemerintah, satu demi satu. Dan hampir segera setelah Dan dan kamerad-kameradnya meninggalkan Istana Musim Dingin, Menteri Kartashev, dalam perjalanannya pulang dari sebuah sesi Pemerintahan Provisional, ditangkap di jalan Miliony dan dibawa langsung ke Smolny [markas pemberontakan – Ed.], tempat dimana Dan sedang melanjutkan perbincangan damainya dengan kaum Bolshevik. Saya harus mengakui bahwa kaum Bolshevik pada saat itu menggunakan energi yang besar dan juga talenta yang tidak kalah besarnya. Pada saat pemberontakan sedang berlangsung dengan kecepatan penuh, dan sementara ‘pasukan-pasukan merah’ sedang beroperasi di seluruh kota, beberapa pemimpin Bolshevik yang terutama ditugaskan untuk membuat para perwakilan ‘demokrasi revolusioner’ [para pemimpin partai-partai soviet mayoritas, yakni partai Menshevik dan Sosial Revolusioner – Ed.] melihat tetapi buta, mendengar tetapi tuli. Sepanjang malam tuan-tuan yang pintar ini berdebat tanpa akhir mengenai berbagai formula yang katanya akan menjadi basis rekonsiliasi dan pengakhiran pemberontakan. Dengan metode ‘negosiasi’ ini kaum Bolshevik meraih banyak waktu. Tetapi pasukan-pasukan tempur SR dan Menshevik tidak dimobilisasi pada waktunya. Dan, tentu saja, ini QED! [quad erat demonstrandum, telah dibuktikan]” (A. Kerensky, From Afar, hal. 197-98)
Sungguh tepat! QED! Kaum konsiliasionis, seperti yang kita lihat dari pengakuan di atas, sepenuhnya terjebak oleh pancingan legalitas soviet. Asumsi Kerensky bahwa ada beberapa kaum Bolshevik yang berpura-pura bernegosiasi dengan kaum Menshevik dan SR guna menipu mereka mengenai likuidasi insureksi pada kenyataannya tidak benar. Pada kenyataannya, kaum Bolshevik yang secara aktif berpartisipasi di dalam negosiasi-negosiasi ini adalah mereka-mereka yang sungguh menginginkan likuidasi insureksi, dan yang percaya pada formula pemerintahan sosialis yang dibentuk dengan konsiliasi semua partai-partai. Namun secara objektif kaum parlementer ini ternyata berguna bagi pemberontakan – mereka memasok, dengan ilusi mereka sendiri, ilusi para musuh. Tetapi mereka dapat memberikan pelayanan ini pada revolusi hanya karena partai, kendati semua nasihat dan peringatan mereka, tetap melanjutkan pemberontakan dengan energi yang tak berkurang dan membawanya sampai garis akhir.
Sebuah kombinasi dari kondisi-kondisi yang secara keseluruhan luar biasa – besar dan kecil – dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan dari manuver yang ekstensif dan luas ini. Di atas segalanya, dibutuhkan angkatan bersenjata yang sudah tidak ingin lagi melanjutkan perang [Perang Dunia I – Ed.]. Seluruh alur revolusi ini – terutama selama tahapan-tahapan awalnya – dari Februari hingga Oktober, seperti yang telah kita katakan, akan benar-benar berbeda bila pada momen revolusi tidak eksis di dalam bangsa ini sebuah angkatan bersenjata yang terdiri dari para petani dalam jumlah jutaan yang sudah luluh lantak dan merasa kecewa. Kondisi-kondisi ini sendiri memungkinkan keberhasilan eksperimen dengan garnisun Petrograd, yang telah menetapkan sebelumnya kemenangan Revolusi Oktober.
Tidak boleh ada pembicaraan sedikit pun untuk membuat sakral kombinasi yang unik ini ke dalam semacam hukum, yakni sebuah kombinasi unik dari insureksi yang “kering” dan hampir tak-terasa ini dengan pertahanan legalitas soviet melawan Kornilov dan pengikut-pengikutnya. Sebaliknya, kita dapat menyatakan dengan pasti bahwa pengalaman ini tidak akan pernah terulang di mana pun dalam bentuk demikian. Tetapi kita sungguh harus mempelajarinya. Ini akan meluaskan wawasan dari setiap kaum revolusioner, mengungkapkan kepadanya keberagaman dan variasi dari cara-cara dan metode-metode yang dapat digerakkan, selama tujuan revolusi tetap jelas di dalam pikiran, situasi ditinjau dengan tepat, dan ada ketetapan hati untuk membawa perjuangan ini sampai garis akhir.
Di Moskow, pemberontakan berlangsung jauh lebih lama dan mengakibatkan lebih banyak korban. Penjelasan untuk ini secara parsial dapat ditemui di dalam fakta bahwa garnisun Moskow tidak mendapatkan persiapan revolusioner yang sama seperti garnisun Petrograd, dalam kaitannya dengan pemindahan pasukan ke garis depan. Kita telah katakan, dan kita ulang lagi, bahwa pemberontakan bersenjata di Petrograd dilaksanakan dalam dua bagian: pertama, pada awal Oktober, ketika resimen-resimen Petrograd, dengan mematuhi keputusan soviet, yang sesuai dengan kehendak mereka sendiri, menolak untuk melaksanakan perintah dari pemerintah – dan mereka menolaknya tanpa mendapatkan hukuman; kedua pada 25 Oktober, ketika dibutuhkan hanya sebuah pemberontakan yang kecil dan suplementer untuk memotong tali pusat kekuasaan negara Februari. Tetapi di Moskow, pemberontakan berlangsung dalam satu tahap, dan inilah mungkin mengapa ia begitu berkepanjangan.
Tetapi ada juga alasan lain: kepemimpinan di Moskow tidak cukup tegas. Di Moskow kita saksikan sebuah ayunan dari aksi militer ke negosiasi, yang lalu disusul oleh satu ayunan lagi dari negosiasi ke aksi militer. Bila kebimbangan pemimpin, yang menular ke para bawahannya, biasanya merusak di dalam politik, maka kebimbangan yang sama menjadi sebuah bahaya fatal di bawah kondisi pemberontakan bersenjata. Kelas penguasa telah kehilangan kepercayaan pada kekuatannya sendiri (kalau tidak demikian maka tidak ada harapan untuk kemenangan sama sekali) tetapi aparatus masih ada di tangan mereka. Tugas kelas revolusioner adalah menaklukkan aparatus negara. Untuk melakukan ini, ia harus punya kepercayaan pada kekuatannya sendiri. Ketika partai telah memimpin kaum buruh ke insureksi, ia harus menarik semua kesimpulan yang dibutuhkan. À la guerre comme à la guerre (perang adalah perang). Di bawah kondisi peperangan, kebimbangan dan membuang-buang waktu lebih tidak bisa diterima dibandingkan pada periode lain. Garis ukur peperangan sangatlah pendek. Untuk menunggu, bahkan barang beberapa jam saja, adalah sama dengan mengembalikan kepercayaan diri pada kelas penguasa sementara merenggutnya dari para pemberontak. Tetapi justru inilah yang menentukan perimbangan kekuatan, yang pada gilirannya menentukan hasil akhir pemberontakan. Dari sudut pandang ini, kita harus mempelajari, selangkah demi selangkah, alur operasi-operasi militer di Moskow dalam hubungannya dengan kepemimpinan politik di sana.
Penting sekali untuk menunjukkan beberapa contoh di mana perang sipil berlangsung di bawah kondisi-kondisi yang unik; misalnya yang dirumitkan dengan elemen nasional. Pembelajaran ini, yang berdasarkan data-data faktual yang secara cermat dikaji, akan memperkaya pengetahuan kita mengenai mekanik perang sipil dan dengan demikian memfasilitasi elaborasi dari metode-metode, hukum-hukum, dan cara-cara tertentu yang memiliki karakter yang cukup umum untuk menjadi semacam “buku manual” perang sipil. Tetapi mengantisipasi kesimpulan-kesimpulan parsial dari pembelajaran macam ini, kita dapat mengatakan bahwa jalannya perang sipil di propinsi-propinsi Rusia sebagian besar telah ditentukan oleh hasil pemberontakan di Petrograd, bahkan kendati keterlambatan di Moskow. Revolusi Februari telah meretakkan aparatus negara yang lama. Pemerintahan Provisional mewariskan aparatus lama yang telah retak ini, dan tidak mampu memperbaharuinya ataupun memperkuatnya. Sebagai konsekuensinya, aparatus negara yang berfungsi antara Februari dan Oktober hanyalah sebagai sebuah relik dari inersia birokratis. Birokrasi di propinsi-propinsi telah terbiasa untuk melakukan apa yang dilakukan di Petrograd; mereka melakukan ini pada Februari, dan mengulangnya pada Oktober. Kita mempersiapkan penumbangan sebuah rejim yang belum punya waktu untuk mengkonsolidasikan diri mereka, dan ini adalah sebuah keunggulan besar bagi kita. Ketidakstabilan ekstrem dan kebimbangan dari aparatus negara Februari sangat memfasilitasi kerja kita dengan menanamkan kepercayaan diri pada massa revolusioner dan partai.
Sebuah situasi yang serupa eksis di Jerman dan Austria setelah 9 November, 1918. Di sana, akan tetapi, sosial demokrasi mengisi celah-celah keretakan dari aparatus negara dan membantunya mendirikan sebuah rejim republik borjuis; dan walaupun rejim ini tidak bisa dianggap stabil ia sudah bertahan selama enam tahun.
Sejauh negeri-negeri kapitalis lain, mereka tidak akan memiliki keuntungan ini, yakni kedekatan atau proksimitas antara revolusi borjuis dan revolusi proletariat. Februari mereka sudah lama lewat. Ya memang benar kalau di Inggris ada banyak sisa-sisa feodalisme, tetapi tidak ada dasar sama sekali untuk berbicara mengenai sebuah revolusi borjuis yang independen di Inggris. Membersihkan negeri ini dari monarki, dari para Bangsawan (Lords), dan yang lainnya, akan dicapai dengan sapuan pertama dari sapu proletariat Inggris ketika mereka tiba di tampuk kekuasaan. Revolusi-revolusi proletariat di Barat akan berurusan dengan sebuah negara borjuasi yang sudah benar-benar mapan. Tetapi ini tidak berarti bahwa mereka harus berhadapan dengan sebuah aparatus negara yang stabil; karena kemungkinan insureksi proletariat berarti bahwa proses disintegrasi aparatus negara telah mencapai tingkatan yang ekstrem. Bila di negeri kita Revolusi Oktober bergulir di dalam perjuangan melawan sebuah aparatus negara yang tidak berhasil menstabilkan dirinya setelah Februari, maka di negeri-negeri lain pemberontakan proletariat akan dihadapkan dengan sebuah aparatus negara yang ada dalam proses disintegrasi.
Kita dapat mengasumsikan sebagai sebuah hukum umum -- kita telah mengatakan ini bahkan pada Kongres Keempat Komintern [pada November 1922 -- Ed.] -- bahwa kekuatan resistensi kaum borjuasi pra-Oktober [sebelum revolusi -- Ed.] di negeri-negeri kapitalis maju secara umum akan jauh lebih besar dibandingkan negeri kita; kaum proletariat akan lebih sulit menang; tetapi, di pihak lain, perebutan kekuasaan akan segera memberikan mereka sebuah posisi yang jauh lebih stabil dan kokoh daripada yang kita raih setelah Revolusi Oktober. Di negeri kita, perang sipil meledak dengan cakupan yang sesungguhnya hanya setelah kaum proletariat merebut kekuasaan di kota-kota utama dan pusat-pusat industri, dan perang sipil ini berlangsung selama tiga tahun pertama rejim soviet. Semua indikasi menunjukkan bahwa di negeri-negeri Eropa Barat dan Pusat akan jauh lebih sulit bagi kaum proletariat untuk merebut kekuasaan, tetapi setelah perebutan kekuasaan mereka akan memiliki tangan yang lebih bebas. Tentunya pertimbangan mengenai prospek ini hanyalah hipotetikal. Banyak hal akan tergantung pada urutan terjadinya revolusi di berbagai negeri di Eropa, kemungkinan intervensi militer, kekuatan ekonomi dan militer Uni Soviet pada saat itu, dan sebagainya. Tetapi secara umum, postulat dasar yang menurut kami tak-terbantahkan ini, bahwa proses perebutan kekuasaan di Eropa dan Amerika akan menemui perlawanan yang jauh lebih serius, lebih keras kepala, dan lebih siap dari kelas-kelas penguasa dibandingkan dengan yang terjadi di Rusia – justru semakin memaksa kita untuk mempelajari insureksi bersenjata khususnya dan perang sipil secara umum sebagai sebuah seni.
Di negeri kita, pada 1905 serta 1917, soviet-soviet deputi buruh tumbuh dari gerakan itu sendiri sebagai bentuk organisasional alaminya pada sebuah tahapan perjuangan tertentu. Tetapi partai-partai [Komunis] Eropa yang muda, yang telah kurang lebih menerima soviet sebagai sebuah “doktrin” atau “prinsip”, selalu berisiko memperlakukan soviet sebagai sebuah fetis, sebagai semacam faktor yang mencukupi-dalam-dirinya-sendiri di dalam sebuah revolusi. Namun, kendati keunggulan-keunggulan besar dari soviet sebagai organ perjuangan untuk kekuasaan, bisa ada kasus di mana pemberontakan dapat berlangsung di atas basis bentuk organisasi yang berbeda (komite pabrik, serikat buruh, dsb.), dan soviet akan muncul hanya pada saat insureksi itu sendiri, atau bahkan setelah pemberontakan telah meraih kemenangan, sebagai organ kekuasaan negara.
Yang sangat berguna dari sudut pandang ini adalah perjuangan yang diluncurkan oleh Lenin setelah Hari-hari Juli dalam melawan fetisisme bentuk organisasi soviet. Sebanding dengan soviet-soviet Menshevik dan SR menjadi, pada bulan Juli, organisasi yang secara terbuka mendorong para tentara untuk menyerang dan meremukkan Bolshevik, maka sejauh itu pula gerakan revolusioner massa proletar diwajibkan dan terpaksa harus mencari jalan dan saluran baru. Lenin mengindikasikan komite-komite pabrik sebagai organisasi perjuangan kekuasaan. (Lihat, misalnya, memoar Kamerad Ordzhonikidze) Sangat mungkin sekali gerakan akan bergerak di atas garis-garis ini bila saja tidak ada usaha kudeta Kornilov, yang memaksa soviet-soviet kaum konsiliasionis untuk mempertahankan diri mereka dan memungkinkan kaum Bolshevik memberi mereka sebuah semangat revolusioner yang baru, mengikat mereka erat pada massa melalui sayap kirinya, yakni sayap Bolshevik.
Masalah ini memiliki signifikansi internasional yang penting, seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman Jerman baru-baru ini. Di Jerman soviet-soviet dibentuk beberapa kali sebagai organ insureksi tanpa berlangsungnya sebuah insureksi – dan sebagai organ kekuasaan negara tanpa kekuatan sama sekali. Ini membawa kita ke hal yang berikut ini: pada 1923, gerakan massa luas proletar dan semi-proletar mulai terkristalisasi di sekitar komite-komite pabrik, yang secara umum memenuhi semua fungsi soviet-soviet di Rusia pada periode sebelum perjuangan perebutan kekuasaan langsung. Namun, selama Agustus dan September 1923, beberapa kamerad mengajukan proposal bahwa kita harus memulai pembentukan dengan segera soviet-soviet di Jerman. Setelah diskusi yang panjang dan panas proposal ini ditolak, dan memang harus begitu. Menimbang kenyataan bahwa komite-komite pabrik telah menjadi dalam prakteknya pusat-pusat persatuan massa revolusioner, soviet hanya akan menjadi bentuk organisasi paralel, tanpa konten yang riil, selama tahap persiapan. Soviet hanya akan mengalihkan perhatian dari target-target material insureksi (angkatan bersenjata, polisi, paramiliter, rel kereta api, dsb.).
Dan, di pihak yang lain, pembentukan soviet seperti ini, sebelum insureksi dan terpisah dari tugas-tugas segera insureksi, akan berarti proklamasi terbuka “Kami ingin menyerangmu!” Pemerintah, yang terpaksa “menoleransi” komite-komite pabrik sejauh mereka telah menjadi pusat-pusat persatuan massa luas, akan memukul soviet ini sebagai organ resmi “usaha” perebutan kekuasaan. Kaum komunis lalu harus membela soviet sebagai entitas yang murni organisasional. Pertempuran akan pecah bukan untuk merebut atau mempertahankan posisi-posisi material, dan juga bukan pada waktu yang dipilih oleh kita – sebuah waktu di mana insureksi akan mengalir dari kondisi-kondisi gerakan massa; tidak, perjuangan ini akan meledak karena “panji” soviet, pada waktu yang dipilih oleh musuh kita dan dipaksakan pada kita.
Sementara, cukup jelas bahwa semua kerja persiapan untuk insureksi seharusnya bisa dilakukan dengan berhasil di bawah otoritas komite-komite pabrik, yang telah dibentuk sebagai organisasi massa dan yang terus tumbuh dalam jumlah dan kekuatan; dan bahwa ini bisa mengizinkan partai untuk menetapkan tanggal pemberontakan dengan bebas. Soviet, tentu saja, akan lahir pada tahapan tertentu. Di bawah kondisi-kondisi ini, cukup diragukan kalau soviet akan lahir sebagai organ insureksi langsung, di dalam panasnya konflik, karena risiko membentuk dua pusat revolusioner pada momen yang paling kritis. Sebuah pepatah Inggris mengatakan bahwa kita tidak boleh mengganti kuda ketika sedang menyeberangi sungai. Mungkin saja soviet akan dibentuk setelah kemenangan di semua tempat-tempat yang menentukan. Bagaimanapun juga, sebuah insureksi yang berhasil niscaya akan mengarah pada pembentukan soviet sebagai organ kekuasaan negara.
Kita tidak boleh lupa bahwa di negeri kita Rusia soviet tumbuh besar dalam “tahapan” demokratik revolusi, menjadi legal pada tahapan itu, dan kemudian diwariskan dan digunakan oleh kita. Ini tidak akan terulang di dalam revolusi-revolusi proletariat di Barat. Di sana, di dalam kebanyakan kasus, soviet akan dibentuk sebagai respons dari seruan kaum Komunis; dan oleh karenanya mereka akan dibentuk sebagai organ langsung insureksi proletariat. Tentu saja, selalu ada kemungkinan kalau disintegrasi aparatus negara borjuasi akan menjadi cukup akut sebelum kaum proletariat mampu merebut kekuasaan; ini akan menciptakan kondisi-kondisi untuk formasi soviet sebagai organ terbuka untuk persiapan insureksi. Tetapi secara umum ini bukanlah sesuatu yang sangat kecil kemungkinannya. Kemungkinan besar, soviet akan terbentuk hanya pada hari-hari akhir, sebagai organ langsung dari massa pemberontak. Akhirnya, cukup mungkin bahwa situasi seperti ini akan muncul yang mana akan membuat soviet-soviet lahir setelah insureksi sudah melewati tahapan kritisnya atau bahkan pada tahapan penutupannya sebagai organ-organ kekuasaan negara yang baru.
Semua varian ini harus selalu dipertimbangkan agar kita tidak jatuh ke dalam fetisisme organisasional, dan agar kita tidak mengubah soviet yang seharusnya adalah bentuk perjuangan yang fleksibel dan hidup menjadi sebuah “prinsip” organisasional yang dipaksakan ke dalam gerakan dari luar, sehingga mengacaukan perkembangan normalnya.
Belakangan ini ada sejumlah pembicaraan di pers kita, di mana disebutkan bahwa kita tidak ada di dalam posisi untuk mengatakan lewat saluran-saluran mana revolusi proletariat akan datang di Inggris. Apakah ini akan datang lewat Partai Komunis atau lewat serikat-serikat buruh? Formulasi seperti ini menunjukkan sebuah cara pandang sejarah yang keliru; ini sungguh-sungguh keliru dan berbahaya karena cara pandang ini menghapus pelajaran terutama dari beberapa tahun terakhir. Bila kemenangan revolusi [di Eropa Barat – Ed.] tidak tiba pada akhir perang, ini adalah karena tidak ada partai. Kesimpulan ini benar untuk Eropa secara keseluruhan. Ini dapat diperiksa secara konkret di dalam nasib dari gerakan revolusioner di berbagai negeri.
Sehubungan dengan Jerman, ini cukup jelas. Revolusi Jerman seharusnya bisa menang pada 1918 dan 1919, bila saja sebuah kepemimpinan partai yang baik telah dibangun. Kita mengalami hal yang sama pada 1917 di Finlandia[37]. Di Finlandia, gerakan revolusioner berkembang di bawah kondisi-kondisi yang sangatlah menguntungkan, di bawah sayap Rusia revolusioner dan dengan bantuan militer langsung dari Rusia. Tetapi mayoritas pemimpin partai Finlandia ternyata adalah sekumpulan sosial demokrat, dan mereka merusak revolusi ini. Pelajaran yang sama mengalir dengan jelas dari pengalaman Hungaria. Di sana, kaum komunis, bersama dengan kaum sosial demokrat kiri, tidak menaklukkan kekuasaan, tetapi diberikan oleh kaum borjuasi yang ketakutan. Revolusi Hungaria – yang jaya tanpa sebuah pertempuran dan tanpa sebuah kemenangan – sejak awal tidak memiliki sebuah kepemimpinan yang mampu berjuang. Partai Komunis Hungaria melakukan fusi dengan partai sosial demokratik, dan dengan demikian menunjukkan bahwa ia bukanlah sebuah Partai Komunis; dan, sebagai konsekuensinya, walaupun kaum buruh Hungaria telah menunjukkan semangat berjuang yang tinggi partai ini terbukti tidak mampu mempertahankan kekuasaan yang telah ia peroleh dengan begitu mudahnya.
Revolusi proletariat tidak akan dapat menang tanpa sebuah partai. Ini adalah pelajaran terutama dari dekade terakhir. Benar bahwa serikat-serikat buruh Inggris mungkin dapat menjadi tuas pengungkit yang kuat bagi revolusi proletariat; misalnya mereka mungkin dapat menggantikan soviet-soviet buruh di bawah kondisi-kondisi tertentu dan untuk periode waktu tertentu. Mereka dapat memainkan peran seperti ini, akan tetapi bukan secara terpisah dari sebuah Partai Komunis, dan tentunya bukan secara bertentangan dengan partai Komunis, tetapi hanya dengan syarat di mana pengaruh komunis menjadi pengaruh yang menentukan di dalam serikat-serikat buruh. Kita telah membayar jauh terlalu mahal untuk kesimpulan ini – sehubungan dengan peran dan pentingnya partai di dalam revolusi proletarian – untuk menyangkalnya barang sedikit saja atau bahkan meminimalisasi signifikansinya.
Kesadaran, perenungan, dan perencanaan memainkan peran yang jauh lebih besar di dalam revolusi-revolusi proletariat, dibandingkan di dalam revolusi-revolusi borjuis. Di dalam revolusi borjuis, kekuatan penggerak revolusi juga disediakan oleh massa, tetapi massa ini jauh kurang terorganisasi dan jauh kurang sadar dibandingkan dengan sekarang. Kepemimpinan tetap berada di tangan berbagai lapisan borjuasi, dan kelas borjuasi ini memiliki di tangannya kekayaan, pendidikan, dan semua keunggulan organisasional yang terhubung dengan mereka (kota-kota, universitas-universitas, pers, dsb.). Monarki yang birokratik mempertahankan diri mereka dengan serampangan, meraba-raba di dalam kegelapan dan kemudian bertindak. Kelas borjuasi menunggu waktu yang tepat ketika mereka dapat meraih keuntungan dari gerakan kelas-kelas bawah, melempar seluruh bobot sosialnya ke dalam perimbangan, dan dengan demikian merebut kekuasaan negara. Revolusi proletariat justru dibedakan oleh fakta bahwa kelas proletariat – lewat kaum pelopornya – bertindak di dalam revolusi tidak hanya sebagai kekuatan ofensif utama tetapi juga sebagai kekuatan pemandunya. Peran yang dimainkan di dalam revolusi-revolusi borjuis oleh kekuatan ekonomi kaum borjuasi, oleh pendidikannya, oleh munisipalitas-munisipalitasnya dan universitas-universitasnya adalah peran yang dapat dipenuhi di dalam revolusi proletariat hanya oleh partai proletariat.
Peran partai menjadi jauh lebih penting karena musuhnya juga telah menjadi jauh lebih sadar. Kaum borjuasi, selama berabad-abad berkuasa, telah menyempurnakan sebuah sekolah politik yang jauh lebih superior dibandingkan sekolah politik dari birokrasi monarki yang lama. Bila parlementerisme pada tingkatan tertentu telah menjadi tempat pelatihan revolusi bagi kaum proletariat, maka parlementerisme juga pada tingkatan yang jauh lebih besar adalah sekolah strategi kontra-revolusioner bagi kaum borjuasi. Pendeknya, dengan metode parlementerisme kaum borjuasi dapat melatih sosial demokrasi sedemikian rupa sehingga sosial demokrasi hari ini telah menjadi pilar pendukung utama kepemilikan pribadi. Epos revolusi sosial di Eropa, seperti yang telah ditunjukkan oleh langkah pertamanya, tidak hanya akan menjadi sebuah epos perjuangan yang sulit dan keras tetapi juga epos pertempuran-pertempuran yang terencana dan terkalkulasi – jauh lebih terencana dibandingkan pertempuran kita pada 1917.
Inilah mengapa kita membutuhkan sebuah pendekatan yang sepenuhnya berbeda dari yang sekarang ada, mengenai masalah peperangan sipil secara umum dan insureksi bersenjata khususnya. Mengikuti Lenin, kita semua terus mengulang-ulang kata-kata Marx bahwa insureksi adalah sebuah seni. Tetapi gagasan ini telah diubah menjadi sebuah frase hampa, di mana formula Marx ini tidak disertai dengan pembelajaran elemen-elemen utama dari seni perang sipil, di atas basis pengalaman luas yang telah diakumulasi selama tahun-tahun terakhir ini. Kita harus mengatakan dengan jujur bahwa pendekatan yang superfisial terhadap masalah pemberontakan bersenjata adalah sesuatu yang belum ditanggulangi oleh tradisi sosial demokrasi. Sebuah partai yang memberikan perhatian superfisial pada masalah perang sipil, dengan harapan bahwa segalanya entah bagaimana akan menyelesaikan dirinya sendiri pada momen krusial, pasti akan kandas. Kita harus menganalisa secara kolektif pengalaman perjuangan-perjuangan proletariat, dimulai dengan 1917.
Sejarah pengelompokan di dalam partai pada 1917 yang dijabarkan di atas juga merupakan sebuah bagian integral dari pengalaman perang sipil dan, kami percaya, memiliki signifikasi segera pada kebijakan-kebijakan Komunis Internasional secara keseluruhan. Kita telah mengatakan, dan kita ulangi lagi di sini, bahwa pembelajaran polemik-polemik tidak boleh dilihat sebagai sebuah serangan terhadap kamerad-kamerad yang telah menempuh kebijakan yang keliru. Tetapi pada pihak lain kita tidak boleh sama sekali menutup-nutupi bab paling penting di dalam sejarah partai kita hanya karena sejumlah anggota partai tidak mampu mengikuti langkah revolusi proletariat. Partai seyogianya dan harus mengetahui seluruh masa lalunya, sehingga mampu menilainya dengan tepat dan menaruh setiap peristiwa di tempat yang seharusnya. Tradisi dari sebuah partai revolusioner dibangun bukan dengan mengelak masa lalunya tetapi dengan memberinya kejelasan yang kritis.
Sejarah telah memberikan partai kita keunggulan-keunggulan revolusioner yang sungguh luar biasa besar dan tak ternilai. Tradisi perjuangan heroik melawan monarki tsar; tradisi pengorbanan-diri yang revolusioner karena kondisi-kondisi kerja bawah tanah; pembelajaran teoritis dan penyerapan pengalaman revolusioner umat manusia secara luas; perjuangan melawan Menshevisme, melawan Narodnik, dan melawan konsiliasionisme; pengalaman Revolusi 1905; pembelajaran teoritis dan penyerapan pengalaman Revolusi 1905 ini selama tahun-tahun kontra-revolusi [tahun-tahun reaksi 1907-1910 setelah kegagalan Revolusi 1905 – Ed.] – semua ini adalah hal-hal yang dalam totalitasnya memberikan partai kita sebuah karakter revolusioner yang luar biasa, penetrasi teoritis yang teramat dalam, dan jangkauan revolusioner yang tanpa paralel. Akan tetapi, bahkan di dalam partai ini, di antara para pemimpinnya, pada saat sebelum kita harus mengambil tindakan yang menentukan kita temui sejumlah kaum revolusioner berpengalaman, para Bolshevik Tua, yang menentang dengan keras revolusi proletariat. Kaum oposisi ini, selama periode kritis revolusi dari Februari 1917 sampai kira-kira Februari 1918, mengadopsi posisi yang secara esensi sosial-demokratik terhadap semua masalah-masalah fundamental. Dibutuhkan Lenin, dan pengaruh Lenin yang luar biasa di dalam partai, yang tanpa preseden bahkan pada saat itu, untuk menjaga partai dan revolusi dari kebingungan yang mengalir dari situasi seperti ini. Ini tidak boleh pernah dilupakan bila kita ingin partai-partai Komunis yang lain belajar dari kita.
Masalah seleksi kepemimpinan adalah teramat penting bagi partai-partai Eropa Barat. Pengalaman kegagalan Revolusi Oktober Jerman [Oktober 1923 – Ed.] adalah bukti yang mencolok untuk ini. Tetapi seleksi ini harus berlangsung lewat aksi revolusioner. Selama tahun-tahun terakhir, Jerman telah menyediakan cukup kesempatan untuk menguji para pemimpinnya di dalam momen-momen perjuangan langsung. Bila para pemimpin ini gagal dalam ujian ini, maka hal-hal yang lain tidaklah berguna. Prancis, selama periode yang sama, jauh lebih miskin dalam peristiwa-peristiwa kebangkitan revolusioner – bahkan kebangkitan revolusioner yang parsial. Tetapi bahkan di dalam kehidupan politik Prancis kita saksikan sejumlah kilatan perang sipil, yakni momen-momen ketika Komite Pusat partai dan kepemimpinan serikat buruh harus merespons masalah-masalah akut yang tidak bisa ditunda (misalnya pertemuan pada 11 Januari 1924). Pembelajaran terhadap episode-episode akut seperti ini menyediakan materi yang penting dan tak-tergantikan untuk mengevaluasi kepemimpinan partai, cara bekerja berbagai organ partai, dan tiap-tiap pemimpin partai. Bila kita mengabaikan pelajaran-pelajaran ini dan tidak menarik kesimpulan dari pelajaran-pelajaran ini, maka kita akan mengundang kekalahan yang tak-terelakkan; karena tanpa kepemimpinan partai yang mampu melihat jauh ke depan, yang tegas, yang berani, maka kemenangan revolusi proletariat adalah mustahil.
Setiap partai, bahkan partai yang paling revolusioner, niscaya akan menghasilkan konservatisme organisasionalnya sendiri; karena tanpa konservatisme organisasional maka partai tidak akan memiliki stabilitas yang dibutuhkannya. Ini adalah masalah proporsi. Di dalam sebuah partai revolusioner, dosis konservatisme yang amat dibutuhkan ini harus dikombinasikan dengan kebebasan penuh dari rutinitas, dengan inisiatif dalam orientasi dan keberanian dalam tindakan. Kualitas-kualitas ini mendapatkan ujian yang paling besarnya selama titik-titik balik sejarah. Kita telah mengutip Lenin di atas yang mengatakan bahwa bahkan partai yang paling revolusioner sekalipun, ketika ada perubahan mendadak di dalam situasi dan tugas-tugas baru muncul sebagai konsekuensi dari perubahan ini, sering kali masih menempuh garis politik kemarin dan dengan demikian menjadi, atau berisiko menjadi, rem terhadap proses revolusioner. Konservatisme dan inisiatif revolusioner menemukan ekspresi mereka yang paling terkonsentrasi di dalam organ-organ kepemimpinan partai. Sementara, partai-partai Komunis Eropa masih harus menghadapi “titik balik” mereka – yakni belokan dari kerja persiapan ke kerja perebutan kekuasaan. Belokan ini adalah yang paling menuntut, paling tidak bisa ditunda, paling membutuhkan tanggung jawab, dan paling sulit. Bila kita melewatkan momen belokan ini, maka ini akan menyebabkan sebuah kekalahan terbesar yang bisa diderita oleh partai.
Pengalaman perjuangan-perjuangan di Eropa, dan terutama di Jerman, bila dilihat dari sudut pandang pengalaman kita di Rusia, kita dapat temui dua tipe kepemimpinan yang cenderung menyeret partai ke belakang ketika pada saat itu partai harus mengambil langkah besar ke depan. Tipe kepemimpinan yang pertama: mereka biasanya cenderung hanya melihat kesulitan dan halangan di dalam jalan revolusi. Mereka mengkaji setiap situasi dengan maksud, walaupun tidak selalu secara sadar, untuk menghindari semua aksi. Marxisme di tangan mereka diubah menjadi sebuah metode untuk menyimpulkan kemustahilan dari aksi revolusioner. Spesimen yang paling murni dari tipe kepemimpinan macam ini adalah kaum Menshevik Rusia. Tetapi ini tidak hanya terbatas pada Menshevisme saja, dan pada momen kritis ia dengan tiba-tiba memanifestasikan dirinya di dalam badan-badan kepemimpinan dari partai yang paling revolusioner.
Perwakilan dari tipe kepemimpinan yang kedua dibedakan oleh pendekatan mereka yang dangkal dan agitasional. Mereka tidak pernah melihat halangan atau kesulitan apapun, dan hanya melihatnya ketika kepala mereka telah membenturnya. Mereka mengira mereka dapat menanggulangi halangan-halangan yang riil dengan frase-frase yang bombastis. Mereka cenderung merespons semua permasalahan dengan optimisme yang angkuh (“Lautan hanya sedengkul saja”). Semua ini secara tak-terelakkan berubah menjadi kebalikannya ketika waktunya tiba untuk tindakan yang menentukan. Bagi tipe kepemimpinan yang pertama, yang membuat gunung dari bukit kecil, mereka melipatgandakan sampai derajat ke-n semua kesulitan perebutan kekuasaan sehingga mereka menjadi terbiasa melihatnya seperti demikian. Bagi tipe kepemimpinan yang kedua, yakni kaum optimis yang dangkal, kesulitan-kesulitan aksi revolusioner selalu mengejutkan mereka. Selama periode kerja persiapan, tindak tanduk keduanya berbeda: yang pertama adalah seorang skeptis yang tidak bisa diandalkan dalam artian revolusioner; yang kedua, sebaliknya, mungkin tampak seperti seorang revolusioner yang fanatik. Tetapi pada momen yang menentukan, keduanya berjalan bergandengan tangan: keduanya menentang insureksi. Seluruh periode kerja persiapan hanya akan berguna kalau ia dapat membuat partai dan terutama semua organ kepemimpinannya mampu menentukan momen insureksi, dan mengambil kepemimpinan insureksi ini. Karena tugas Partai Komunis adalah perebutan kekuasaan untuk merekonstruksi masyarakat.
Belakangan ini sudah banyak yang dikatakan dan ditulis mengenai perlunya “memBolshevikkan” Komintern. Ini adalah sebuah tugas yang tidak dapat dibantah atau ditunda; dan tugas ini bahkan menjadi lebih urgen setelah pengalaman buruk Bulgaria dan Jerman tahun lalu. Bolshevisme bukanlah sebuah doktrin (yakni, tidak sekedar sebuah doktrin) tetapi adalah sebuah sistem pelatihan revolusioner untuk pemberontakan proletariat. Apa artinya memBolshevikkan partai-partai Komunis? Ini berarti melatih mereka dan menyeleksi jajaran kepemimpinannya supaya partai-partai ini tidak menyimpang ketika momen Revolusi Oktober mereka tiba. “Inilah keseluruhan dari Hegel, dan kebijaksanaan dari buku-buku, dan arti dari semua filsafat ...”
Fase awal revolusi “demokratik” berlangsung dari Revolusi Februari sampai ke krisis April, dan solusinya pada 6 Mei dengan pembentukan sebuah pemerintahan koalisi dengan partisipasi kaum Menshevik dan kaum Narodnik [Sosial Revolusioner – Ed.]. Selama fase awal ini, penulis [Leon Trotsky – Ed.] tidak berpartisipasi secara langsung, dan hanya tiba di Petrograd pada 5 Mei, sehari sebelum pembentukan pemerintahan koalisi. Tahapan pertama revolusi dan prospek-prospek revolusi telah saya ulas di dalam artikel-artikel yang ditulis di Amerika. Dalam pendapat saya, semua poin-poin utama di dalam artikel-artikel ini sepenuhnya sesuai dengan analisa revolusi yang diberikan oleh Lenin dalam “Letters for Afar”.
Sejak hari pertama saya tiba di Petrograd kerja saja dilakukan dengan koordinasi penuh dengan Komite Pusat Bolshevik. Saya mendukung sepenuhnya langkah Lenin menuju perebutan kekuasaan. Sejauh mengenai masalah tani, tidak ada setitik pun ketidaksetujuan antara Lenin dan saya sendiri. Lenin pada saat itu sedang menuntaskan tahapan pertama perjuangannya melawan kaum Bolshevik kanan dan slogan mereka “Kediktatoran Demokratik Proletariat dan Tani”. Sebelum saya bergabung secara formal ke dalam partai, saya berpartisipasi dalam mengonsepkan sejumlah resolusi dan dokumen atas nama partai. Satu-satunya pertimbangan yang menunda selama tiga bulan bergabungnya saya secara formal ke dalam partai adalah keinginan untuk mempercepat merger antara elemen-elemen terbaik organisasi Mezhrayontsi[38] dan kaum internasionalis revolusioner secara umum dengan Bolshevik. Langkah ini saya lakukan dengan persetujuan dengan Lenin.
Editor volume ini telah memberitahu saya bahwa pada salah satu artikel yang saya tulis yang mana saya mendukung unifikasi, ada sebuah rujukan mengenai “sifat klan” [gemar berkelompok sendiri – Ed.] dari organisasi Bolshevik. Beberapa orang terpelajar seperti kamerad Sorin, tentu saja, akan segera menarik kesimpulan secara langsung bahwa rujukan tersebut berakar dari perbedaan pendapat awal mengenai paragraf pertama anggaran dasar partai.[39] Saya tidak merasa perlu untuk membicarakan ini, terutama karena saya telah mengakui secara lisan dan dalam praktek kekeliruan-kekeliruan organisasional saya yang utama. Seorang pembaca yang lebih jujur akan menemukan penjelasan yang lebih sederhana dan langsung dari rujukan di atas. Ini dapat dijelaskan oleh kondisi-kondisi konkret pada saat itu. Di antara kaum buruh Mezhrayontsi, masih tersisa ketidakpercayaan yang kuat pada kebijakan-kebijakan organisasional Komite Petrograd. Argumen-argumen yang berdasarkan “sifat klan” – yang seperti biasanya pada situasi ini terdorong oleh rujukan-rujukan ke berbagai “ketidakadilan” – dapat ditemui di antara kaum Mezhrayontsi. Saya membantah argumen-argumen ini dengan cara demikian: “sifat klan”, sebagai warisan dari masa lalu, masih ada, tetapi bila kita ingin menghancurkannya maka Mezhrayontsi harus mengakhiri eksistensi terpisah mereka sendiri.
Proposal “ yang bersifat polemik” yang saya ajukan pada Kongres Soviet Pertama agar dibentuk sebuah pemerintahan dengan 12 Peshekhonov[40] telah diartikan oleh sejumlah orang, oleh Sukhanov tampaknya, bahwa saya mendukung Peshekhonov atau saya mengedepankan sebuah garis politik unik yang berbeda dari Lenin. Ini tentu saja sebuah sebuah omong kosong. Ketika partai kita menuntut agar soviet-soviet, yang dipimpin oleh Menshevik dan SR, merebut kekuasaan, ini berarti “menuntut” sebuah kabinet yang terdiri dari orang-orang seperti Peshekhonov. Pada analisa terakhir, tidak ada perbedaan fundamental antara semua Peshekhonov, Chernov, dan Dan. Mereka semuanya berguna untuk memfasilitasi pemindahan kekuasaan dari kaum borjuis ke kaum proletar. Mungkin saja Peshekhonov lebih mahir dalam ilmu statistik, dan lebih tampak seperti orang yang praktis dibandingkan Tsereteli atau Chernov. Selusin Peshekhonov berarti sebuah pemerintahan yang terdiri dari selusin perwakilan demokrasi borjuis-kecil, dan bukannya pemerintahan koalisi. Ketika massa Petrograd, yang dipimpin oleh partai kita, mengajukan slogan “Turunkan Sepuluh Menteri Kapitalis!”, mereka oleh karenanya menuntut agar pos-pos menteri ini diisi oleh kaum Menshevik dan Narodnik. “Tuan-tuan demokrat borjuis, tendang keluar kaum Kadet! Ambillah kekuasaan ke dalam tangan kalian sendiri! Bentuklah pemerintahan dengan dua belas (atau sebanyak yang kamu inginkan) Peshekhonov, dan kami berjanji kami akan menyingkirkan kalian ‘secara damai’ dari pos-pos kalian bila waktunya tiba, yang akan tiba dengan segera!” Tidak ada garis politik yang khusus di sini. Ini adalah garis yang sama seperti yang dirumuskan oleh Lenin lagi dan lagi.
Saya ingin menggarisbawahi secara empatik peringatan yang disampaikan oleh Kamerad Lentsner, editor dari buku ini. Seperti yang dia tunjukkan, mayoritas dari pidato-pidato di dalam buku ini bersumber bukan dari catatan-catatan stenografi, tetapi dari laporan-laporan dari wartawan pers kaum konsiliasionis, yang setengah bodoh dan setengah dengki. Setelah memeriksa sejumlah dokumen, saya menolak rencana awal untuk memperbaiki dan menambahi mereka. Biarkanlah mereka sebagaimana adanya. Mereka juga, dalam cara mereka sendiri, adalah dokumen-dokumen dari epos ini, walaupun bersumber “dari seberang”.
Buku ini tidak akan bisa terbit tanpa kerja yang seksama dan kompeten dari Kamerad Lentsner yang juga bertanggung jawab mengumpulkan catatan-catatan dan asisten-asistennya: Kamerad Heller, Kryzhanovsky, Rovensky, dan I. Rumer.
Saya ingin mengambil kesempatan ini untuk menyampaikan jabat erat saya pada mereka. Saya juga ingin menyampaikan terima kasih besar kepada kolaborator terdekat saya, M.S. Glazman[41], yang telah melakukan kerja yang luar biasa besar dalam mempersiapkan buku ini dan juga buku-buku saya yang lainnya. Saya akhiri baris-baris ini dengan rasa duka cita yang paling dalam atas kematian yang sungguh-sungguh tragis dari kamerad, buruh, dan individu yang luar biasa ini.
[1] Komunis Internasional (1919-1943), disebut juga Internasional Ketiga. Setelah kemenangan Revolusi Rusia pada tahun 1917 dan sementara republik Soviet masih berjuang dalam Perang Sipil, Bolshevik menyerukan kepada kaum revolusioner sedunia untuk datang ke Moskow dan membentuk sebuah organisasi internasional baru dari kaum komunis yang revolusioner. Setelah Uni Soviet sendiri mulai mengalami degenerasi, yakni setelah kematian Lenin dan pengasingan Trotsky, dan Josef Stalin duduk sebagai pemimpin, Komunis Internasional mulai mengalami degenerasi. Komunis Internasional dibubarkan oleh Stalin pada tahun 1943 untuk berkompromi dengan kekuatan Sekutu.
[2] Alexander Tsankov (1879-1959) adalah seorang politisi sayap-kanan Bulgaria. Pada 1923, dia melakukan kudeta terhadap pemerintahan Stamboliyski. Kudeta ini berhasil karena Partai Komunis Bulgaria mengambil sikap netral (atau tak-acuh) terhadap Stamboloyski dan partai taninya, alih-alih melawan usaha kudeta ini dan menggunakan momen ini untuk meraih dukungan massa.
[3] Pada September 1923, Partai Komunis Bulgaria berusaha melakukan insureksi untuk menumbangkan pemerintahan Alexander Tsankov. Insureksi ini gagal dan ribuan komunis dibantai oleh rejim Tsankov.
[4] Trotsky di sini merujuk pada kegagalan insureksi di Jerman pada Oktober 1923.
[5] Revolusi 1905 adalah revolusi di Rusia di mana untuk pertama kalinya kelas proletariat maju sebagai sebuah kelas yang sadar dan berusaha merebut kekuasaan. Dari revolusi inilah untuk pertama kalinya soviet terbentuk oleh kaum buruh Petrograd, di mana Leon Trotsky adalah presiden dari soviet pertama ini. Revolusi ini akhirnya mengalami kegagalan tetapi dari pengalaman ini kelas buruh Rusia meraih banyak pelajaran. Oleh karena inilah Revolusi 1905 kerap disebut sebagai gladi resik Revolusi 1917.
[6] Internasional Kedua dibentuk pada tahun 1881 oleh partai-partai buruh massa Eropa. Organisasi internasional ini mendasarkan dirinya pada gagasan Marxisme. Akan tetapi dalam perjalanannya, banyak para pemimpin Internasional Kedua mulai mengadopsi gagasan reformisme. Pada tahun 1914, mayoritas seksi Internasionale Kedua mendukung Perang Dunia Pertama, dan ini menandai kehancuran organisasi tersebut.
[7] Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, semua kaum revolusioner tersatukan di dalam Sosial Demokrasi, dan Sosial Demokrasi sangat dipengaruhi oleh ide-ide Marx dan Engels. Saat itu, semua kaum Marxis menyebut diri mereka Sosial Demokrat. Tetapi setelah pengkhianatan partai-partai Sosial Demokrasi yang tersatukan di Internasional Kedua di mana pada tahun 1914 mereka mendukung Perang Dunia Pertama, maka kaum Marxis revolusioner mencampakkan Sosial Demokrasi dan pecah dari Internasional Kedua.
[8] Bolshevik yang dalam bahasa Rusia artinya mayoritas, pada awalnya adalah sebuah faksi di dalam Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia. Faksi ini dibentuk pada tahun 1903 oleh Lenin untuk melawan Menshevik saat itu. Perbedaan antara mereka pada saat itu hanyalah bersifat organisasional, di mana Bolshevik menginginkan partai dengan kader-kader yang profesional dan disiplin, sedangkan Menshevik menginginkan partai yang luas dan terbuka dengan jumlah anggota sebesar-besarnya. Perbedaan awal ini ternyata hanyalah pembukaan untuk perbedaan yang lebih fundamental, yakni antara Marxisme (Bolshevik) dan reformisme (Menshevik). Pada tahun 1912, faksi Bolshevik mendeklarasikan pendirian partai Bolshevik.
[9] Menshevik, dari bahasa Rusia, artinya minoritas, adalah sayap reformis dari Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia yang memperoleh namanya dari perpecahan faksi dengan kaum Bolshevik dalam persoalan organisasional di kongres tahun 1903. Perbedaan politik yang fundamental antara kaum Menshevik dan kaum Bolshevik (yang berarti mayoritas), menjadi jelas pada tahun 1904 dan terbukti di dalam Revolusi 1905. Kaum Menshevik menganut teori 'dua tahap', di mana mereka mengajukan argumen bahwa kaum proletar harus beraliansi dengan kaum borjuis liberal dan membatasi diri dengan mendirikan republik borjuis, menunda tugas-tugas sosialis. Pada tahun 1917, menteri-menteri Menshevik menyokong Pemerintah Sementara, mendukung kebijakan imperialisnya, dan memerangi revolusi proletar. Setelah Revolusi Oktober, kaum Menshevik terang-terangan menjadi partai kontra-revolusioner.
[10] Kelompok Emansipasi Buruh adalah kelompok Marxis pertama di Rusia yang dipimpin oleh Plekhanov, bersama-sama dengan Vera Zasulich, Pavel Axelrod, Leo Deutsch, dan Vasily Ignatov. Dibentuk pada 1883 di Jenewa selama mereka dalam pengasingan, kelompok inilah yang pertama kali mengembangkan Marxisme di Rusia.
[11] Partai Sosial Revolusioner (disingkat SR), Rusia dibentuk pada tahun 1902, mewarisi banyak ide dan praktek dari Partai Kehendak Rakyat dan Narodnik. Mereka menekankan bahwa kaum tani adalah kelas yang revolusioner, bukan buruh. Partai SR menjadi pendukung Pemerintahan Provisional. Pada Oktober 1917, partai SR pecah menjadi SR Kiri dan SR Kanan. SR Kanan mendukung Pemerintahan Sementara sedangkan SR Kiri mendukung kaum Bolshevik dan perebutan kekuasaan oleh soviet.
[12] Hari-hari Juli adalah episode yang terjadi dari 16-20 Juli 1917 ketika buruh dan tentara Petrograd melakukan demonstrasi untuk menumbangkan Pemerintahan Provisional. Kaum Bolshevik menganggap bahwa demonstrasi ini terlalu prematur dan menyarankan kepada buruh untuk tidak melakukannya. Setelah tidak berhasil meyakinkan buruh untuk menunda demonstrasi ini, mereka terlibat di dalamnya untuk memberikan kepemimpinan agar demonstrasi ini tidak menjadi ladang pembantaian oleh kekuatan rejim. Demonstrasi pada hari-hari Juli ini berhasil ditumpas; banyak pemimpin Bolshevik ditangkap dan banyak yang harus bersembunyi; dan partai Bolshevik mengalami pukulan yang besar.
[13] Kaum defensis adalah mereka menyerukan dukungan terhadap Pemerintahan Provisional untuk melanjutkan perang melawan Jerman sebagai perang “untuk mempertahankan revolusi”. Setelah Februari 1917, ini juga adalah posisi dari sejumlah besar kepemimpinan Partai Bolshevik, termasuk Pravda, yang mana Stalin adalah salah satu editornya. Lenin, di pihak lain, berargumen bahwa perang ini tetap adalah perang imperialis, yang dikobarkan oleh Pemerintahan Provisional borjuis.
[14] Kaum Ekonomis berpendapat bahwa perjuangan ekonomi kelas buruh dengan sendirinya cukup untuk mengembangkan gerakan massa dan kepemimpinan revolusioner. Mereka oleh karenanya menganggap remeh pentingnya partai revolusioner.
[15] Blanquisme adalah gagasan yang diusung oleh Louis Auguste Blanqui (1805-1881) dan para pendukungnya, dimana revolusi dikobarkan lewat pemberontakan bersenjata oleh kelompok konspirator yang kecil, dan bukannya lewat aksi massa revolusioner.
[16] Demonstrasi April terjadi pada 20-21 April 1917, ketika massa buruh dan tentara Petrograd dan Moskow mendapat kabar bahwa pemerintah akan terus melanjutkan kebijakan perang dari rejim Tsar lama. Akibat dari demonstrasi ini, Pemerintahan Provisional yang pertama tumbang, dengan disingkirkannya Miliukov dan Guchkov. Pemerintahan koalisi yang pertama dibentuk dimana sejumlah pemimpin Menshevik dan Sosial Revolusioner seperti Chernov, Kerensky, Tsereteli dan Skobelev masuk ke jajaran kabinet, dan begitu juga partai borjuis liberal Kadet.
[17] Viktor Nogin (1878-1922) adalah seorang Bolshevik kelahiran Moskow. Pada 1898 dia bergabung dengan Partai Buruh Sosial Demokrasi Rusia. Dia adalah salah seorang Bolshevik “konsiliator”; pada 1910 dia berusaha mendorong faksi Bolshevik untuk bersatu kembali dengan faksi Menshevik. Selama periode Revolusi Oktober, Nogin menjabat sebagai ketua Komite Militer Revolusioner di Moskow. Dia ada di sayap kanan Bolshevik selama periode revolusi, dengan terus menganjurkan konsiliasi. Setelah kemenangan Revolusi Oktober, Nogin menganjurkan pembentukan sebuah pemerintahan koalisi dengan partai-partai “sosialis” lainnya (yakni Menshevik dan SR), yang dalam praktek berarti membentuk aliansi atau koalisi dengan partai-partai “sosialis” yang sebelumnya telah mengkhianati revolusi dan rakyat pekerja.
[18] Alexander Martynov (1865-1935) adalah kaum Menshevik sayap kanan sebelum 1917 dan untuk beberapa tahun setelah revolusi menjadi oposisi dari pemerintahan Soviet. Pendukung kuat dari teori dua tahap: bahwa pemerintahan yang sepenuhnya kapitalistik dibutuhkan untuk berjalan dahulu di Rusia sebelum Sosialisme dimungkinkan. Dia bergabung dengan Partai Komunis pada tahun 1923 dan menjadi lawan Trotsky dan Oposisi Kiri. Dia adalah arsitek utama dari teori-teori Stalinis yang digunakan untuk membenarkan subordinasi pekerja pada borjuasi “progresif” termasuk juga konsep “blok empat kelas”.
[19] Partai Kadet (Partai Demokrat Konstitusional) dibentuk pada bulan Oktober 1905. Juga dikenal sebagai “Party of the People’s Freedom”. Partai Kadet adalah partainya kaum borjuasi liberal Rusia yang menyerukan untuk mempertahankan monarki namun dengan mendirikan tatanan parlemen di seluruh Rusia. Selama Revolusi Februari 1917, Partai Kadet beberapa kali mencoba untuk menyelamatkan monarki namun gagal. Setelah Revolusi Oktober 1917, Kadet dibantu tentara Prancis, Amerika Serikat, Jepang dan Inggris menginvasi Uni Soviet. Setelah kekalahan tentara putih pada tahun 1922, kaum Kadet lari keluar negeri. Beberapa anggotanya terus membantu kaum Imperialis dalam usaha untuk menggulingkan pemerintahan Soviet.
[20] Konferensi Zimmerwald adalah konferensi yang diselenggarakan oleh kaum sosial-demokrat yang tidak mendukung Perang Dunia Pertama. Konferensi ini diselenggarakan dari 5 sampai 8 September 1915 di Zimmerwald, Swiss.
[21] Partai-partai sosialis Skandinavia mengorganisir sebuah konferensi perdamaian internasional pada musim panas 1917 dan mengundang komite eksekutif soviet-soviet. Kaum Menshevik dan SR menerima undangan ini. Kamenev mendukung gagasan ini, tetapi Lenin menentangnya dan mengatakan bahwa konferensi ini adalah sebuah manuver politik dari pemerintahan Jerman, yang bekerja melalui kaum sosialis Jerman yang merupakan bagian dari koalisi pemerintahan perang. Konferensi April Bolshevik menolak undangan ini. [Ed.]
[22] Victor Mikahilovich Chernov (1876-1952) adalah salah seorang pemimpin dan teoretikus dari Sosialis-Revolusioner. Dia adalah Menteri Pertanian di Pemerintahan Provisional dari Mei-September 1917, dimana dia memerintahkan represi terhadap para petani yang menyita tanah para tuan tanah.
[23] Irakli Tsereteli (1882-1959) adalah salah seorang pemimpin utama Menshevik. Ia adalah anggota Komite Eksekutif Soviet Petrograd pada tahun 1917. Tsereteli menjadi Menteri Pos dan Telegraf pertama dalam Pemerintahan Sementara. Setelah insiden Juli pada tahun 1917 dia menjadi Menteri Dalam Negeri, menggantikan Prince Lvov. Setelah Revolusi Oktober Tsereteli memimpin blok anti Soviet dalam Majelis Konstituante yang menolak mengakui Pemerintahan Soviet. Selama Perang Sipil Tsereteli membantu mendirikan pemerintahan Menshevik di Georgia. Setelah Stalin memimpin Tentara Merah untuk menyerang Georgia (yang kemudian dikenal sebagai Insiden Georgia), pemerintahan Menshevik digulingkan dan Tsereteli kemudian meninggalkan Rusia.
[24] Pra-Parlemen, atau Dewan Republik Provisional, adalah sebuah badan legislatif yang didirikan lewat Konferensi Demokratik pada 14-22 September 1917. Melalui badan legislatif ini, kaum Menshevik dan SR mencoba menelikung revolusi ke dalam saluran sistem parlementer borjuis.
[25] Jenderal Kornilov, yang diangkat sebagai pemimpin angkatan bersenjata oleh Pemerintahan Provisional, berusaha melakukan kudeta pada September 1917.
[26] Alexander Kerensky (1882-1970) adalah anggota sayap kanan partai Sosialis Revolusioner. Saat Revolusi Februari pecah, Kerensky dipilih menjadi wakil ketua Soviet Petrograd. Dia lalu menjabat sebagai Menteri Keadilan dalam Pemerintahan Provisional yang baru dibentuk. Pada Mei 1917, dia menjabat sebagai Menteri Peperangan. Setelah kabinet koalisi pertama runtuh pada Juli 1917, dia naik menjadi Perdana Menteri Pemerintahan Sementara sampai ia digulingkan oleh Revolusi Oktober. Setelah digulingkan, dia mengasingkan diri ke Prancis.
[27] Kaum Menshevik mencoba menyelenggarakan dan membentuk Konferensi Demokratik dan Pra-Parlemen sebagai alternatif terhadap soviet-soviet, karena pada saat itu popularitas dan dukungan mereka di dalam soviet-soviet semakin mengecil.
[28] Zemstvo adalah badan-badan pemerintah lokal di pedesaan yang dipimpin oleh kaum bangsawan Rusia, yang dibentuk pada tahun 1864.
[29] Rudolf Hilferding (1877-1941) adalah seorang teoretikus utama dari Partai Sosial Demokrasi Jerman (SPD), yang tergabung dalam mazhab Austro-Marxian. Dia meninggal di tangan Gestapo, polisi rahasia Hitler.
[30] Perjanjian Brest-Litovsk adalah sebuah pakta perdamaian antara Uni Soviet dan Jerman yang ditandatangani pada tanggal 3 Maret 1918. Dalam pakta ini, Soviet menyerahkan ke Jerman kira-kira seperempat wilayahnya, termasuk Finlandia, Polandia, Belarus, dan Ukraina. Penandatanganan perjanjian ini menimbulkan polemik di dalam partai Bolshevik. Lenin mendukung penandatanganan perjanjian tersebut, dia menekankan bahwa Jerman dapat ditaklukkan oleh kaum buruhnya sendiri dalam waktu dekat. Bukharin menentang segala bentuk perjanjian dan menganjurkan perang revolusioner melawan Jerman. Trotsky, melihat keletihan Tentara Merah, menganjurkan untuk melanjutkan perang sampai akhir, dan bila Jerman terus maju maka perjanjian tersebut ditandatangani dengan terpaksa oleh Uni Soviet “di bawah ancaman pisau bayonet”. Posisi Trotsky ini bermaksud menunjukkan kepada kaum buruh dunia dan terutama kaum buruh Jerman bahwa Soviet telah melawan imperialisme Jerman sampai akhir dan terpaksa menyerah.
[31] Cossack adalah anggota komunitas militer di Ukraina dan Rusia bagian Selatan. Mereka sering digunakan oleh pemerintah Tsar untuk merepresi gerakan rakyat, terutama pada saat Revolusi Rusia 1905. Mereka menjadi pasukan kavaleri Tsar pada saat Perang Dunia Pertama. Setelah Revolusi Oktober, mereka berpihak pada Tentara Putih dalam perjuangan untuk menumbangkan Soviet.
[32] Reichswehr adalah pasukan militer Jerman yang dibentuk oleh rejim Republik Weimar pada 1919.
[33] Keempat anggota Komite Pusat yang mundur dari posisi mereka adalah Kamenev, Zinoviev, Rykov dan Nogin. Miliutin, Teodorovich, Rykov dan Nogin berhenti dari Komisar Rakyat. Namun dalam beberapa minggu mereka menarik mundur ultimatum mereka dan meminta untuk diterima kembali ke posisi semulanya. [Ed.]
[34] Alexei Kaledin (1861-1918) adalah seorang jenderal militer Rusia yang memimpin Pasukan Putih Don Cossack dalam melawan pemerintahan Soviet yang baru saja terbentuk. Ia memimpin kekuatan kontra-revolusioner di daerah Don. Setelah menderita kekalahan militer, dia bunuh diri dengan menembak dirinya sendiri.
[35] Savage Division atau Divisi Buas adalah sebuah divisi berkuda yang dibentuk pada 1914, yang dibentuk dari elemen-elemen paling konservatif, paling reaksioner, dan paling loyal pada rejim Tsar dan Pemerintahan Provisional.
[36] Fyodor Dan (1871-1947) adalah salah seorang pemimpin utama Menshevik. Dia adalah sosial sauvinis selama Perang Dunia Pertama. Setelah Revolusi Februari 1917, dia menjadi anggota Komite Eksekutif Soviet Petrograd dan mendukung Pemerintahan Sementara. Dia menentang Revolusi Oktober. Pada tahun 1922 diusir dari Rusia karena melakukan aktivitas kontra revolusi. Dia lalu meninggal di Amerika Serikat.
[37] Pada 1917, revolusi juga menyapu Finlandia. Akan tetapi para pemimpin Sosial Demokrat di Finlandia menolak untuk merebut kekuasaan secara tegas, dan memilih jalan parlementer. Penundaan revolusi ini memberikan ruang bagi kaum kanan reaksioner untuk pulih dan memukul balik. Perang Sipil lalu berkobar pada dari Januari hingga Mei 1918, antara Tentara Putih yang mendapatkan dukungan dari imperialisme Jerman dan Tentara Merah. Kaum revolusioner Finlandia akhirnya kalah dan lebih dari 27 ribu kaum komunis dibantai (dari total populasi hanya 3 juta).
[38] Kelompok Mezhrayontsi, atau yang dikenal juga sebagai Komite Inter-Distrik, dibentuk pada tahun 1913 dan meneruskan aktivitas revolusionernya selama perang dunia. Keanggotaannya terdiri dari kaum revolusioner yang untuk berbagai alasan tidak merasa ingin bergabung dengan partainya Lenin. Mereka terdiri dari berbagai elemen: kaum Menshevik Internasionalis Kiri, kaum Vperyodis, kaum Bolshevik Konsiliator, pendukung Trotsky dan sejumlah individual-individual kiri. Dengan meledaknya Revolusi 1917, posisi mereka semakin dekat dengan Bolshevik.
Banyak dari mereka adalah kaum revolusioner yang berbakat, yang memainkan peran penting di dalam Revolusi Oktober dan menduduki posisi-posisi penting di dalam Pemerintahan Soviet. Di antara mereka adalah Lunarcharsky, Komisar Rakyat untuk Pendidikan dan Kebudayaan; Adolf Joffe, diplomat ulung Soviet; Ryazanov, pendiri Institute Marx-Engels yang tersohor itu; Pokrovsky, Manuilsky, Yurenev, dan banyak lainnya. Pada Februari 1917, mereka adalah kekuatan yang cukup signifikan dengan 4000 anggota di Petrograd. Pada Kongres Keenam Bolshevik pada Juli-Agustus 1917, kelompok ini melakukan merger dengan Bolshevik.
[39] Trotsky di sini merujuk pada episode polemik tahun 1903, ketika Partai Buruh Sosial Demokrasi Rusia pecah menjadi dua faksi, Bolshevik dan Menshevik, mengenai aturan keanggotaan partai yang termaktub dalam paragraf pertama anggaran dasar partai. Lenin dan kubunya (yang lalu disebut Bolshevik) menginginkan persyaratan keanggotaan yang lebih ketat, sementara Martov dan kubunya (yang lalu disebut Menshevik) menginginkan persyaratan keanggotaan yang lebih lepas. Selain itu juga ada perbedaan dalam usulan mengenai komposisi dewan editorial. Dalam episode tahun 1903 ini, Trotsky mendukung Martov. Tetapi sedini tahun 1904 Trotsky sudah tidak lagi berada di dalam kubu Menshevik. Kaum Stalinis, setelah kematian Lenin pada 1923, menggunakan episode ini untuk mencemarkan nama Trotsky, dengan menuduhnya sebagai bagian dari Menshevisme sejak awal.
[40] Alexey Peshekhnov adalah seorang ekonom dan ahli statistik Rusia. Dia adalah anggota Pemerintahan Provisional sebagai menteri suplai bahan makanan untuk beberapa bulan pada musim panas 1917.
[41] Mikhail Salomonovitch Glazman adalah salah satu sekretaris Trotsky yang bergabung dengan Partai Bolshevik pada 1918. Dia menemani Trotsky selama Perang Sipil. Pada 1924, dia bunuh diri karena dipecat dari partai oleh birokrasi Stalinis karena dia adalah pendukung Trotsky dan Oposisi Kiri. Dia bekerja dekat dengan Trotsky pada 1924 untuk menerbitkan “Pelajaran-pelajaran Revolusi Oktober”, yang merupakan karya polemik besar pertama dalam melawan Stalin. Karena inilah dia lalu dipecat dengan tuduhan fitnah yang tidak pernah terbukti. Akibat pemecatan ini dan juga serangan-serangan terhadap dirinya dan Trotsky, dia bunuh diri.