Penerbit: Yayasan “Pembaruan”, Jakarta, 1963.
Pada tanggal 29 Juni 1963 Menteri/ Wakil Ketua MPRS/Ketua CC PKI D. N. Aidit memberikan ceramah di hadapan para mahasiswa Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) atas permintaan Mayor Jendral Sudirman, pemimpin sekolah tersebut. Ceramah itu bertemakan Front Nasional dan Pertahanan dan diberi judul Pertahanan Nasional Harus Tunduk Pada Strategi umum Revolusi Indonesia. Di dalam ceramah itu dijelaskan kesatuan pertahanan nasional dengan front nasional dalam memenangkan Revolusi Indonesia dan, oleh sebab itu, pertahanan nasional harus tunduk pada strategi umum Revolusi Indonesia. Ditegaskan pula betapa pentingnya persatuan Dwitunggal Rakyat dan Angkatan Bersenjata, terutama untuk menjamin terlaksananya pertahanan Rakyat sebagai yang dirumuskan dalam Ketetapan MPRS no. II /1960.
Mengingat pentingnya isi ceramah tersebut maka dengan seizin penceramah kami bukukan ceramah itu dengan nama “PKI dan Angkatan Darat (SESKOAD)”. Semoga penerbitan ini dapat lebih lanjut memperkokoh persatuan nasional Revolusioner berporoskan NASAKOM dan khususnya lebih memperkuat persatuan Dwitunggal Rakyat dan Angkatan Bersenjata dalam perjuangan menyelesaikan Revolusi Indonesia.
PENERBIT
Juli 1963.
------------------
Pertama-tama izinkanlah saya untuk mengucapkan diperbanyak terimakasih atas undangan yang telah disampaikan kepada saya untuk memberi ceramah di hadapan saudara-saudara. Saya yakin, kita sama-sama merasa gembira bahwa di negeri kita, bisa terjadi peristiwa yang semacam ini, yaitu bahwa saya sebagai Komunis, dan malahan sebagai Ketua Comite Centralnya, disamping sebagai seorang menteri, diminta untuk memberikan ceramah di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat. Peristiwa semacam ini menandai ciri yang khusus daripada keadaan politik di negeri kita, membedakan Indonesia kita, misalnya, dengan negeri-negeri SEATO. Ini juga membuktikan bahwa sudah terdapat dasar yang kuat untuk mempersatukan seluruh potensi Rakyat, termasuk mereka yang terorganisasi di dalam partai-partai politik dan mereka yang menjadi anggota Angkatan Bersenjata RI.
TRADISI PERSATUAN SUDAH LAMA
Hal ini sebetulnya tidak perlu mengherankan. Tradisi persatuan semua aliran Revolusioner sudah dipupuk oleh bangsa kita sejak sebelum negeri kita merdeka, dan dasar-dasar yang lebih kuat sudah kita letakkan di hari-hari Revolusi Agustus 1945. Kitapun telah mengembangkan dasar-dasar ini dan terus akan mengembangkannya. Berkali-kali dalam sejarah Republik kita, terjadi kerjasama yang erat antara Angkatan Bersenjata dengan Rakyat, baik untuk menghadapi musuh dari luar maupun untuk menghadapi musuh dari dalam, sehingga semakin kokoh dasar-dasar persatuan ini. Kerjasama erat itu selalu menghasilkan kemenangan-kemenangan gemilang bagi perjuangan Revolusioner di negeri kita. Sebaliknya, setiap waktu kerjasama itu terganggu, maka perjuangan Revolusioner di negeri kita mengalami kegagalan dan kemunduran.
Sesudah Manipol lahir dalam tahun 1959, maka kerjasama ini telah mendapat bentuk-bentuk baru, yaitu di dalam berbagai lembaga negara dan pula di dalam organisasi Front Nasional. Saya sendiri sebagai seorang Komunis sudah biasa bekerjasama dengan wakil-wakil Angkatan Bersenjata di dalam Pimpinan MPRS, di dalam DPA, di dalam Musyawarah Pimpinan Negara, di dalam Front Nasional dan di berbagai Panitia Negara. Perkembangan-perkembangan semacam ini sangat menguntungkan negeri kita, baik untuk perjuangan tingkat ini maupun bagi hari depan Revolusi kita.
Oleh karena itu, saya sambut dengan gembira kesempatan untuk mengemukakan pendapat PKI di muka SESKOAD ini tentang sesuatu hal yang saya anggap penting sekali. Dengan kejadian ini, dari empat Angkatan Bersenjata kita, saya telah diminta berbicara mengemukakan pendapat-pendapat kaum Komunis di hadapan tiga Angkatan, yaitu Angkatan Kepolisian, Angkatan Udara dan sekarang Angkatan Darat.
Tema “Front nasional dan Pertahanan” memang sewajarnya dibahas di dalam SESKOAD. Front Nasional adalah kancahnya pertahanan sedangkan pertahanan yang sejalan dengan front nasional adalah syarat bagi perkembangan lebih lanjut dari front nasional. Hanya jika dua elemen ini mencapai penyesuaian yang lengkap serta saling mendukung, dapatlah Revolusi kita mencapai kemenangannya.
SOAL PERTAHANAN SOAL SELURUH RAKYAT
Tema “Front Nasional dan Pertahanan” juga harus diperhatikan oleh seluruh rakyat, yaitu terutama oleh front nasional sendiri, sebagai hal yang amat pokok. tidak dapat dibiarkan kalau masalah pertahanan hanya diperhatikan dan dibahas oleh Angkatan Bersenjata, seperti halnya tidak dapat dibiarkan kalau masalah front nasional hanya diperhatikan dan dibahas oleh partai-partai politik atau organisasi-organisasi massa. Kita harus bergembira bahwa di negeri kita makin lama makin hilang fikiran yang menghadap-hadapkan sipil dengan militer, Rakyat dengan tentara, dan makin menang fikiran yang ingin mengintegrasikan sipil dengan militer, Rakyat dengan tentara, tanpa mengaburkan pembagian pekerjaan di kalangan Rakyat.
Mudah-mudahan, melalui ceramah-ceramah semacam ini kita bersama-sama dapat membantu dalam mencapai integrasi yang lebih lengkap antara front nasional, yang tugasnya ialah untuk menghimpun seluruh potensi Rakyat dalam kesatuan aksi dengan alat-alat negara yang bertanggungjawab atas pertahanan negeri kita.
Sebelum saya melanjutkan pembicaraan masalah ini, adalah perlu kiranya untuk memberi sedikir penjelasan tentang istilah front nasional itu sendiri. Front nasional bisa diartikan sebagai organisasi seperti yang telah didirikan di negeri kita sejak 1960, yaitu yang bernama Front Nasional di mana sudah terhimpun 20 juta anggota dari partai-partai politik, organisasi massa, Angkatan Bersenjata serta perseorangan.
Istilah front nasional juga bisa diartikan sebagai konsentrasi kekuatan Rakyat atau front persatuan nasional. Kalau seluruh Rakyat menjalankan perjuangan bersama untuk mencapai sesuatu tujuan, untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945, itu sudah merupakan kesatuan aksi yang dijalankan dalam rangka front persatuan nasional sekalipun tanpa bentuk suatu organisasi yang bernama Front Nasional seperti yang kita miliki sekarang ini.
Dalam ceramah ini saya mempergunakan istilah front nasional dalam arti yang luas dengan sepenuhnya mengingat pengalaman-pengalaman yang sangat kaya yang kita peroleh dalam mendirikan organisai Front Nasional dan dalam memperkembangkannya sehingga telah menjadi suatu kekuatan yang dapat memegang peranan yang menentukan dalam perkembangan-perkembangan lebih lanjut di negeri kita.
Ceramah ini akan saya bagi dalam dua bagian, pertama mengenai Pertahanan dan Revolusi Indonesia, dan kedua mengenai Pertahanan dan Tugas-tugas Internasional Revolusi Indonesia.
Segala soal politik dan sosial yang mau kita bahas, haruslah kita bahas dalam hubungan dengan Revolusi Indonesia. Cara lain, cara yang terpisah dari Revolusi Indonesia, adalah tidak tepat. Pendirian semacam ini lebih-lebih berlaku bagi pembahasan soal seperti pertahanan, karena tugas pertahanan ialah justru untuk menyelamatkan dan mensukseskan Revolusi Indonesia. Dan jika kita mau membahas dalam hubungan dengan Revolusi Indonesia, maka kita harus memberikan perhatian yang istimewa pada soal front nasional, karena Revolusi Indonesia adalah Revolusinya seluruh Rakyat yang anti-imperialis dan anti feodal, dan kekuatan Revolusi yang memang beranekawarna itu hanya akan bisa berkembang jika terdapat front nasional yang jaya.
Dengan demikian, front nasional dan pertahanan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, kedua-duanya mempunyai tugas pokok untuk mengabdikan diri kepada Revolusi kita.
Adalah tidak mungkin sama sekali untuk membangun pertahanan nasional jika kekuatan-kekuatan Rakyat terpecah, dan oleh karena itu, front nasional merupakan potensi utama untuk pertahanan nasional. Lebih dari itu, dapat kita katakan bahwa pertahanan nasional tidak bisa kuat kalau front nasional tidak kuat. Pengalaman perjuangan Rakyat Indonesia sejak tahun 1945 membuktikan kebenaran prinsip ini. Pada awal Revolusi Agustus kita, kita banyak mengalami kesukaran-kesukaran dan kemunduran-kemunduran yang pada pokoknya disebabkan karena front nasional kurang kuat atau malahan tidak kuat, walaupun semangat berjuang Angkatan Bersenjata serta seluruh Rakyat kita bukan main besarnya.
Jika dikatakan front nasional kurang kuat atau malahan tidak kuat, ini tidak berarti bahwa waktu itu belum ada sesuatu yang berbentuk front nasional secara organisasi. Dalam masa Revolusi Agustus kita, sudah berkali-kali dapat dibentuk organisasi yang berbentuk front nasional, tapi organisasi-organisasi itu hanya mencapai kerjasama di pusat atau di antara para pemimpin dan tidak berhasil dalam mempersatukan seluruh potensi Rakyat secara riil.
PERTAHANAN NASIONAL HARUS TUNDUK PADA STRATEGI UMUM REVOLUSI INDONESIA
Kalau saya katakan bahwa pertahanan nasional dan front nasional merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, maka ini berarti bahwa pertahanan nasional harus menjadi satu bagian yang tak terpisahkan pula daripada perjuangan nasional Rakyat kita secara keseluruhannya, atau dengan kata lain, pertahanan nasional harus tunduk pada strategi umum Revolusi Indonesia. Prinsip ini harus berlaku bagi seluruh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Dengan demikian, maka bukan hanya seluruh Angkatan Bersenjata negeri kita harus dipersatukan dengan satu doktrin, yaitu doktirn daripada Revolusi Indonesia, tetapi juga seluruh Rakyat Indonesia harus dipersatukan dengan satu doktrin yang sama.
Strategi umum daripada Revolusi Indonesia sudah dirumuskan secara lengkap di dalam Manifesto Politik Republik Indonesia dengan pedoman-pedoman pelaksanaannya seperti yang telah ditetapkan oleh MPRS di dalam dua Sidang Plenonya yang diadakan dalam bulan November-Desember 1960 dan dalam bulan Mei 1963. Rakyat Indonesia benar-benar beruntung sekali sudah mempunyai satu pegangan resmi yang merupakan doktrin negara dan yang didukung oleh segenap golongan Revolusioner tanpa perkecualian.
Manipol menetapkan dengan sangat jelas bahwa tahap Revolusi Indonesia sekarang adalah tahap revolusi nasional dan demokratis, yaitu nasional karena “menentang imperialisme dan kolonialisme’, serta demokratis karena “menentang keterbelakangan feodal dan menentang otokrasi atau kediktatoran, baik militer maupun perseorangan”. (Tubapi, hal. 84).
Dengan ditetapkannya sifat nasional dan demokratis dari Revolusi kita, maka sekaligus menjadi jelas pula kekuatan-kekuatan sosial daripada Revolusi kita. Dalam Manipol jelas dikatakan bahwa kita harus melakukan “konsentrasi kekuatan nasional”, yaitu “kekuatan seluruh Rakyat Indonesia, kekuatan seluruh bangsa yang menentang imperialisme-kolonialisme”. Menentang imperialisme dan kolonialisme dengan sendirinya berarti juga menentang feodalisme, karena feodalisme adalah basis sosial daripada imperialisme-kolonialisme. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa: “Dengan tidak mengurangi arti dari kelas-kelas dan golongan-golongan lain, sebagaimana sudah sering ditekan-tekankan oleh Presiden Soekarno, kaum buruh dan kaum tani, baik karena vitalnya maupun karena sangat banyak jumlahnya, harus menjadi kekuatan pokok dalam Revolusi dan harus menjadi soko-guru masyarakat adil dan makmur di Indonesia”. (Tubapi, hal. 82).
TENTARA KITA ADALAH TENTARA KAUM TANI BERSENJATA
Mengapa dikatakan, bahwa kaum buruh dan kaum tani adalah kekuatan pokok dalam Revolusi? Ada orang secara keliru mengira, bahwa ini ditujukan untuk secara dibikin-bikin, ini adalah objektif, ini menentukan orientasi kita dan ini ada hubungannya dengan hari depan revolusi kita.
Kaum buruh menjadi kekuatan pokok Revolusi oleh karena mereka, berhubung dengan kedudukan sosialnya, adalah yang paling konsekuen berjuang untuk Sosialisme, yaitu masyarakat yang bersih dari penghisapan atas manusia oleh manusia. Oleh karena kaum buruh paling konsekuen berjuang untuk Sosialisme, artinya klas ini tidak akan berhenti berjuang sebelum hapus segala bentuk penghisapan, maka mereka juga paling konsekuen berjuang melawan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme untuk menyelesaikan tahap Revolusi sekarang, yaitu tahap nasional dan demokratis yang mutlak harus diselesaikan sebelum dapat memulai dengan membangun Sosialisme. Sosialisme tidak mungkin dibangun di negara yang tidak merdeka penuh.
Kaum tani menjadi kekuatan pokok Revolusi oleh karena mereka meliputi mayoritet yang terbesar sekali dari Rakyat dan yang tertindas dari sisa-sisa feodalisme. Oleh karenanya, hakekat daripada Revolusi kita pada tahap sekarang ini adalah Revolusi agraria yang bertujuan membebaskan kaum tani dari penghisapan feodal. Dengan demikian menjadi jelas pula hakekat daripada tentara kita, yaitu kaum tani bersenjata, mereka adalah anak kaum tani atau masih ada hubungan keluarga yang dekat dengan kaum tani.
Kaum buruh dan kaum tani adalah soko-guru Revolusi, pendorong maju Revolusi bersama-sama dengan Rakyat pekerja lainnya. Tanpa kaum buruh dan kaum tani tidak mungkin samasekali untuk membangun masyarakat apapun. Ya, tanpa kaum buruh dan kaum tani tidak mungkin ada masyarakat. Bayangkanlah betapa rupanya kita yang berkumpul dalam ruangan ini, jika tidak ada kaum tani dan kaum buruh yang memproduksi bahan pangan dan pakaian! Dasar masyarakat, yaitu penciptaan kekayaan materiil, adalah hasil ciptaan kaum buruh dan tani. Merekalah yang menghasilkan sandang-pangan, menghasilkan segala apa yang memungkinkan kita hidup. Sudah tentu kita tidak boleh meremehkan peranan golongan-golongan lain dalam masyarakat, misalnya kaum kerajinan tangan, intelektuil, pegawai negeri, anggota angkatan bersenjata dsb.
PANCASILA ALAT PEMERSATU DAN PROGRESIF
Dengan ditetapkannya sifat serta kekuatan-kekuatan sosial Revolusi Indonesia seperti demikian, maka menjadi jelas pula betapa penting peranan persatuan nasion atau front persatuan nasional sebagai syarat mutlak untuk kemenangan Revolusi kita. Dalam hubungan inilah maka penting peranan azas atau dasar negara kita seperti yang telah digali oleh Presiden Sukarno, yaitu Panca Sila. Panca Sila merupakan alat pemersatu dan dengan demikian merupakan alat yang sangat penting dalam menggalang front persatuan nasional untuk menjamin terlaksananya tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya, Menerima Panca Sila sebagai alat pemersatu berarti menerima adanya perbedaan-perbedaan, karena kalau tiada perbedaan tidaklah diperlukan alat pemersatu.
Saya perlu menekankan hal ini, karena kadang-kadang ternyata bahwa hal ini kurang difahami atau malahan tidak difahami sama sekali sehingga Panca Sila diusahakan untuk dipergunakan bukan sebagai alat pemersatu, tetapi bahkan sebaliknya sebagai alat pemecah belah.
Usaha untuk mempergunakan Panca Sila sebagai alat pemecah belah biasanya mengambil bentuk mencopoti salah-satu Sila dan mengatakan Sila itu sebagai sila yang “terpenting” atau “urat tunggang”nya Panca Sila. Padahal sudah jelas sejelas-jelasnya bahwa istilah Panca Sila itu sendiri justru dipergunakan karena semua Sila adalah sama derajat, sama penting. Istilah seperti “tri-Program”, “Sapta Dharma” dan “Dasa Sila” menunjukkan bahwa bagian-bagian daripada masing-masing konsep itu membentuk satu kesatuan yang tidak boleh dicopoti atau dipreteli.
Soal itu berulangkali ditegaskan oleh Presiden Soekarno. Sejak semula, yaitu dalam pidato bersejarah yang diucapkan pada tanggal 1 Juni 1945, Presiden Soekarno sudah menekankan bahwa Panca Sila dapat diperas menjadi tiga, yaitu Trisila, dan malahan menjadi satu, yaitu Eka Sila. Dan apakah itu? Seperti dikatakan oleh Presiden, “semua untuk semua” atau “gotong-royong”. Dan gotong-royong itu apa? Seperti juga dijelaskan oleh Presiden Sukarno: “Gotong-royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, Holopis kuntul baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Rojong!” (Tubapi, hal. 38).
Tidak hanya itu. Panca Sila adalah alat pemersatu daripada aliran-aliran pokok yang hidup di dalam masyarakat kita yang oleh Presiden Sukarno dirumuskan dalam istilah NASAKOM. Jika sekarang sering diusahakan untuk mempergunakan Panca Sila guna melawan gagasan NASAKOM, maka hal yang demikian sangat berlawanan dengan konsepsi Panca Sila. Hal ini telah dengan tegas sekali dijelaskan oleh Presiden Sukarno di dalam pidatonya pada tanggal 17 Agustus 1961, yaitu pidato Resopim di mana dikatakan sebagai berikut:
“Panca Sila adalah alat pemersatu! Panca Sila bukan alat pemecah-belah! Dengan Panca Sila, kita juga mempersatukan tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu. Jadi jangan mempergunakan Panca Sila untuk mengadudomba antara kita dengan kita. Jangan mempergunakan Panca Sila untuk memecah-belah Nasakom, mempertentangkan kaum nasionalis dengan kaum agama, kaum agama dengan komunis, kaum nasionalis dengan kaum komunis. Siapa yang main-main dengan Panca Sila untuk maksud-maksud pengadudombaan itu, -ia adalah orang yang samasekali tak mengerti Panca Sila, atau orang yang durhaka kepada Panca Sila, atau orang yang .... kepalanya sinting!”
Demikianlah penjelasan-penjelasan Presiden Sukarno tentang Panca Sila sebagai alat pemersatu, sebagai alat pemersatu seluruh kekuatan Rakyat, sebagai alat pemersatu aliran-aliran pokok di dalam masyarakat Indonesia, sebagai alat pemersatu daripada kegotongroyongan nasional yang berporoskan NASAKOM. Dengan penjelasan-penjelasan ini, menjadi jelas pula bahwa front persatuan nasional di negeri kita memang didasarkan dan disemen oleh NASAKOM dengan Panca Sila sebagai alat pemersatunya.
Ada sementara orang yang Komunisto-phobi berkata: Kaum Komunis tidak mungkin menerima Panca Sila karena mereka berfilsafat materialisme, sebagai materialis mereka tidak mungkin menerima Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Tentang ini pernah saya jawab sebagai berikut:
“Tuan Komunisto-phobi rupanya tuan pura-pura lupa bahwa dalam Panca Sila tidak hanya ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dan kami tidak setuju main ‘urat tunggang’ seperti Hamka, yang mengatakan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah urat tunggang Panca Sila. Sebab, kalau demikian kaum nasionalis dapat pula mengatakan bahwa sila Kebangsaan adalah urat tunggang Panca Sila, dan kaum Komunis dapat pula mengatakan bahwa sila Keadilan Sosial adalah urat tunggang Panca Sila. Kalau sudah demikian apalagi artinya Panca Sila sebagai alat pemersatu? Oleh karena itu kaum Komunis menentag pemretelan atau pemisahan satu-satu daripada sila-sila Panca Sila. Kalau setuju Panca Sila terimalah sebagai kesatuan, dan jika demikian ia tidak bisa lain daripada alat pemersatu atau Eka Sila Gotong Rojong.
“Tuan Komunisto-phobi berbicara tentang kaum Komunis yang berfilsafat materialisme. Pertama-tama saya bertanya, apakah tuan Komunisto-phobi bukannya berusaha mengetahui apa isi kata-kata itu dalam usahanya menyerang kaum Komunis. Oleh karena itu mari saya bacakan beberapa kalimat dari buku pelajaran buat kader-bawahan PKI sbb.:
“’Masalah terpokok dari segala persoalan filsafat ialah masalah hubungan antara keadaan dan fikiran. Masalah hubungan antara keadaan dan fikiran adalah pertama-tama masalah manakah yang primer. Manakah yang ada lebih dahulu dan yang menentukan antara keadaan dan fikiran’.”
“Mengenai masalah terpokok dalam filsafat ini terdapat dua pandangan pokok, yaitu idealisme dan materialisme”.
“Pandangan atau pokok fikiran dan cara menerangkan atau memahamkan segala sesuatu yang bertolak dari fikiran atau ide adalah idealisme. Idealisme berpendapat bahwa ide primer atau menentukan, sedangkan materi sekunder atau ditentukan.”
“Sebaliknya pandangan atau pokok fikiran dan cara menerangkan atau memahamkan segala sesuatu yang bertolak dari keadaan kongkrit, dari materi adalah materialisme. Materialisme adalah pandangan dunia yang bertolak dari kenyataan objektif.” (Pengantar Filsafat Marxis. Depagitprop CC PKI. 1962. Halaman 9-10).
“Jadi, saya ulangi, materialisme adalah pandangan dunia yang bertolak dari kenyataan obyektif, tidak bertolak dari fikiran atau ide subyektif. Sekarang bagaimana dengan 5 sila daripada Panca Sila? Apakah 5 sila itu merupakan kenyataan obyektif darimana kaum Komunis bertitiktolak dalam melakukan segala kegiatannya, di samping masih ada kenyataan-kenyataan obyektif lainnya? Dengan pasti dapat saya jawab, bahwa 5 sila daripada Panca Sila adalah kenyataan-kenyataan obyektif.
“Tidak dapat dibantah bahwa dilihat dari keadaan masyarakat Indonesia dan proses perkembangan sejarah Indonesia, pengaruh agama adalah besar di Indonesia, dan satu kenyataan obyektif bahwa dilihat dari segi keagamaan mayoritet dari pada kaum agama di Indonesia menganut faham Ketuhanan Yang Maha Esa atau monotheisme (ber-Tuhan satu) dan bukan Polyteisme (ber-Tuhan lebih dari satu).
“Sekarang bagaimana dengan sila-sila lain, yaitu sila peri-kemanusiaan atau internasionalisme, sila kebangsaan atau nasionalisme/patriotisme, sila keRakyatan atau demokrasi dan sila keadilan sosial atau Sosialisme? Adanya sila-sila ini adalah kenyataan-kenyataan obyektif yang terdapat dalam tubuh nasion Indonesia. Tidak bisa lain, sebagai nasion yang terjajah dan tertindas, yang diperlakukan dengan tanpa perikemanusiaan, tanpa keadilan dan secara otokrasi kolonial dan feodal, pada bangsa demikian secara obyektif timbul perjuangan, untuk mencapai masyarakat baru dimana berlaku norma-norma perikemanusiaan, dimana diindahkan hak-haknya sebagai nasion, dimana ada demokrasi dan keadilan sosial.
“Jadi, 5 sila dari Panca Sila adalah kenyataan-kenyataan obyektif yang kalau kaum Komunis dan siapa saja mau sukses dalam pekerjaannya di Indonesia harus menerimanya dan mengindahkannya. Oleh karena itu kaum Komunis tidak hanya tidak menentang Panca Sila, malahan justru sebagai materialis yang bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan obyektif kaum Komunis bisa menerima Panca Sila dan memperjuangkan pelaksanaannya sebagai alat pemersatu segenap potensi nasional yang revolusioner.
“Yang ditentang oleh kaum Komunis bukanlah Panca Sila, tetapi perbuatan orang-orang yang mau memreteli Panca Sila dan mau menjadikannya sebagai alat pemecah-belah persatuan nasional. Kaum Komunis mengakui bahwa dengan menerima Panca Sila dimana salah satu silanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa berarti tidak diperbolehkan adanya propaganda anti-agama di Indonesia. Ini kami terima oleh karena kaum Komunis memang tidak mempunyai kepentingan untuk melakukan propaganda semacam itu. Tetapi sebaliknya, kaum Komunis juga menuntut bahwa dengan adanya sila-sila lain, di Indonesia tidak boleh dilakukan paksaan beragama, karena ini tidak sesuai dengan rasa perikemanusiaan, rasa kebangsaan, tidak sesuai dengan demokrasi dan keadilan.
“Pada waktu Rakyat Indonesia belum memiliki program bersama yang berupa Manipol, banyak orang yang suka berbicara tentang Panca Sila sebagai ‘wadah’ dan tentang isi wadah ini dikatakan terserah kepada Rakyat Indoensia. Sekarang sesudah kita mempunyai Manipol, saya berpendapat, kalau toh mau berbicara tentang Panca Sila sebagai ‘wadah’, isi daripada wadah itu tidak boleh lain daripada Manipol, jadi tidak boleh lain daripada isi progresif dan Revolusioner. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bung Karno dalam pidato “Tahun Kemenangan’ bahwa salahsatu dari 9 wejangan adalah ‘Panca Sila dan progresivisme’. Dengan penegasan ini jelaslah, bahwa Panca Sila, disamping merupakan alat pemersatu segenap potensi nasional, juga harus progresif”. (brosur Kursus Rakyat no. 3 Patriotisme dan Internasionalisme, penebitan Departemen Agitprop CC PKI Jakarta 1962, halaman 41, 42, 43, 44). Jadi jelaslah, bahwa inti Panca Sila adalah toleransi revolusioner, agar atas dasar ini semua kekuatan revolusioner dapat dicakup dan dimobilisasi. Hal ini tidak boleh dilupakan kalau kita mau menjadikan Panca Sila alat pemersatu yang militan dan berguna bagi Revolusi Indonesia.
Di samping menjadi alat pemersatu. Panca Sila adalah gagasan progresif. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dari ucapan Presiden Sukarno di dalam pidatonya pada tanggal 17 Agustus, 1962, Tahun Kemenangan, dimana Bung Karno menyebut, “Panca Sila dan progresivisme” sebagai salah satu dari Sembilan Wejangan. Pada pokoknya wejangan “Panca Sila dan progresivisme” berarti bahwa Panca Sila merupakan alat untuk memenangkan revolusi yang bersifat nasional dan demokratis, yang bersifat anti-imperialis dan anti-feodal serta berperspektif Sosialisme. Panca Sila sama sekali tidak boleh dipakai untuk maksud-maksud reaksioner dan kontra-revolusioner.
STRATEGI UMUM DAN POLITIK PERTAHANAN
Selanjutnya, kalau kita mau mengerti benar-benar Revolusi Indonesia, kita harus memahami benar-benar tentang dua tahap Revolusi Indonesia. Tidak memahami ini sama dengan tidak memahami Revolusi Indonesia. Kita harus memahami dan meyakini benar-benar bahwa Revolusi Indonesia mempunyai dua tahap, Tahap pertama ialah tahap nasional dan demokratis, dan tahap kedua ialah tahap Sosialis. Soal ini ditegaskan dalam pidato Bung Karno “Djarek” yang diucapkan pada tanggal 17 Agustus, 1960, dan dikembangkan lebih lanjut dalam hubungan dengan membicarakan strategi dasar ekonomi Indonesia, seperti yang ditetapkan di dalam Deklarasi Ekonomi (Dekon). Di situ dinyatakan bahwa: “Perlu disadari dan difahami bahwa strategi dasar ekonomi Indonesia tidak dapat dipisahkan dari strategi umum Revolusi Indonesia”, dan bahwa “Menurut strategi dasar ekonomi Indonesia, maka dalah tahap pertama kita harus menciptakan suasana ekonomi yang bersifat nasional dan demokratis, yang bersih dari sisa-sisa imperialisme dan bersih dari sisa-sisa feodalisme. Tahap pertama adalah persiapan untuk tahap kedua, yaitu tahap ekonomi Sosialis Indonesia, ekonomi tanpa penghisapan manusia oleh manusia, tanpa ‘exploitation de l’homme par l’homme’” (Dekon Pasal 3). Juga dinyatakan dengan tegas bahwa “Kita sekarang sedang berada dalam tahap pertama Revolusi kita”. (Dekon pasal 4).
Strategi umum Revolusi Indonesia tentu berlaku bagi seluruh kehidupan negeri kita. Ia berlaku bukan hanya untuk bidang ekonomi melainkan juga untuk bidang lain, seperti kebudayaan, hukum, pendidikan, pertahanan, dll. Seperti sudah saya tegaskan di atas, pertahanan nasional kita harus tunduk pada strategi umum revolusi Indonesia.
Strategi dasar ekonomi seperti yang ditetapkan di dalam Dekon mempunyai dua konsekuensi yang amat penting untuk dijadikan pegangan dalam setiap tindakan atau langkah pada saat ini dan selanjutnya, yaitu, pertama, bahwa tugas kita pada saat ini bukanlah untuk membangun masyarakat Sosialis melainkan untuk membangunn masyarakat nasional dan demokratis, dan kedua, bahwa, oleh karena perspektif revolusi kita adalah Sosialisme dan bukan kapitalisme, maka tidak boleh diambil tindakan dalam menjelaskan tahap pertama ini yang berlawanan dengan perspektif Sosialisme itu.
Demikian, Saudara-saudara, pokok-pokok mengenai strategi umum Revolusi Indonesia dalam hubungannya dengan pertahanan nasional kita. Saya telah sengaja membeberkan masalah ini secara agak terperinci dan dengan mempergunakan beberapa kali kutipan sebab ini semua menjadi dasar pegangan bagi kita dalam menentukan doktrin pertahanan nasional dengan front nasional.
Soal pertahanan kita telah memperoleh suatu ketegasan yang singkat tetapi juga cukup jelas di dalam ketetapan MPRS No. II/1960 di mana dikatakan sebagai berikut:
“Politik keamanan/pertahanan Republik Indonesia berlandaskan Manifesto Politik Republik Indonesia beserta perinciannya dan berpangkal pada kekuatan Rakyat dengan bertujuan menjamin keamanan/pertahanan nasional serta turut mengusahakan terselenggaranya perdamaian dunia.
“Pertahanan Negara Republik Indonesia bersifat defensif-aktif dan bersikap anti-kolonialisme dan anti-imperialisme dan berdasarkan pertahanan Rakyat semesta yang berintikan tentara sukarela dan milisi”. (Ketetapan MPRS II/1960. Bab II Pasal 4, ayat (4) dan (5)).
Juga dikatakan bahwa “Sebagai konsekuensi daripada bentuk dan sifat Keamanan/Pertahanan RI itu, maka Angkatan Perang Republik Indonesia turut serta menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi nasional dalam bidangnya masing-masing”. (Ketetapan MPRS II/1960. Lampiran A, Bab III, ayat 41).
Ketetapan MPRS ini merupakan rumusan pertahanan nasional yang memang sesuai dengan strategi umum Revolusi kita. Kalau kita renungkan secara mendalam kata-kata “bersikap anti-kolonialisme dan anti-imperialisme dan berdasarkan pertahanan Rakyat semesta yang berintikan tentara sukarela dan milisi”. Saya rasa bahwa tema ceramah ini menjadi jelas sekali. Dasar daripada pertahanan kita adalah pertahanan Rakyat semesta, atau dalam kata lain pertahanan front persatuan nasional, sedangkan tentara sukarela dan milisi merupakan intinya. Dasar dan inti merupakan satu kesatuan. Seperti halnya front nasional dan pertahanan nasional juga merupakan satu kesatuan.
Jika hal ini sudah jelas, maka perlu kita hadapi sekarang pertanyan, yaitu: apakah TNI kita mempunyai syarat yang cukup untuk menjadi inti semacam ini, yaitu untuk melaksanakan pertahanan nasional yang sepenuhnya sesuai dengan strategi umum Revolusi Indonesia, untuk menjadikan pertahanan nasional sebagai bagian yang tak terpisahkan dari front persatuan nasional? Dengan tegas saya jawab pertanyaan ini: Ya, TNI kita benar-benar mempunyai cukup syarat untuk menjalankan peranan ini, dan oleh karena itu, TNI kita adalah alat Rakyat Indonesia yang sedang berevolusi, alat daripada Revolusi Indonesia yang nasional-demokratis dan berperspektif Sosialisme.
CIRI TNI: ANTI FASIS, DEMOKRATIS, ANTI-IMPERIALIS DAN BERCITA-CITA SOSIALISME
TNI kita lahir dalam kancah perang dunia ke-II, yaitu perang anti fasis. TNI lahir dengan tugas pertamanya menyapu bersih tentara fasis Jepang dari negeri kita. Jadi, ciri kepribadian TNI yang utama yaitu anti-fasis, anti-kediktatoran, anti-otokrasi. TNI kita lahir dalam kancah Revolusi Rakyat sehingga ciri kepribadian TNI yang lain ialah kerakyatan atau demokratis. TNI kita lahir dalam kancah revolusi nasional melawan imperialisme untuk menegakkan dan mempertahankan Republik Proklamasi, yaitu kemerdekaan nasional, sehingga anti-imperialisme adalah juga ciri kepribadian TNI. Jadi, ciri kepribadian TNI adalah anti-fasis, demokratis dan anti-imperialis. Karena hari-depan Revolusi kita adalah Sosialisme, maka juga menjadi ciri kepribadian TNI: bercita-cita Sosialisme.
Oleh karena ini semua, PKI selalu menjunjung tinggi semboyan: Dwitunggal Rakyat dan Angkatan Bersenjata”. Semboyan ini berarti, bahwa Rakyat Indonesia tak dapat memenangkan Revolusinya, membela republik proklamasinya dan melengkapkan kemerdekaan nasionalnya tanpa Angkatan Bersenjata yang mengabdi kepada Rakyat dan Revolusi. Dan sebaliknya, Angkatan Bersenjata kita akan kehilangan dasar Revolusionernya, melepaskan ciri-ciri kerpribadiannya, jika tidak terus bersatu dengan Rakyat dan Revolusi.
Kebenaran semboyan ini dibuktikan dari berbagai pengalaman, terutama dalam kita menghadapi pemberontakan-pemberontakan kontra-Revolusi PRRI-Permesta, DI-TII, dan dalam menghadapi perjuangan untuk membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda. Kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam menghadapi ancaman-ancaman kontra-Revolusi ini dapat dicapai berkat kerjasama yang erat antara Angkatan Bersenjata dengan Rakyat, antara pertahanan dan front-nasional.
Dasar yang paling kokoh dalam mencapai kesatuan antara pertahanan dengan front nasional, antara angkatan perang dengan Rakyat ialah program umum Revolusi Indonesia, yaitu Manipol. Manipol meletakkan dasar-dasar bagi demokrasi terpimpin kita. Malahan Manipol merupakan unsur pimpinan itu sendiri. Sering ada salah-tafsiran tentang apa yang dimaksudkan dengan Demokrasi ‘terpimpin’. Salah tafirannya itu bisa mengambil bentuk pengertian bahwa Demokrasi Terpimpin berarti kediktatoran perseorangan atau kediktatoran militer. Anggapan ini adalah samasekali keliru dan meleset. Demokrasi Terpimpin adalah Demokrasi yang dipimpin bukan oleh satu orang atau satu angkatan atau satu golongan. Demokrasi Terpimpin adalah Demokrasi yang dipimpin oleh program umum Revolusi dan karena Revolusi kita adalah Revolusi seluruh Rakyat melawan imperialisme dan feodalisme, maka program umum itu adalah milik Rakyat dan membela serta memperjuangkan kepentingan-kepentingan Rakyat.
MANIPOL ADALAH JUGA DOKTRIN ANGKATAN BERSENJATA KITA
Mengenai hal ini, Presiden Sukarno di dalam pidato Resopim telah memberikan penjelasan sbb.: “Negara dan Rakyat sudah menerima Manipol dengan ketetapan MPRS-nya, maka semua warganegara harus dipimpin oleh Manipol. Rakyat sudah dipimpin oleh Manipo, militer juga harus dipimpin oleh Manipol. Bukan militer atau bedil yang memimpin Manipol tetapi Manipol yang memimpin militer dan bedil!” . Penegasan ini adalah bantahan yang paling tepat terhadap fitnahan-fitnahan kaum imperialis seakan-akan Demokrasi Terpimpin kita adalah kediktatoran perseorangan atau kediktatoran militer. Sekaligus penegasan ini menjelaskan, bahwa doktrin Angkatan Bersenjata kita, sebagai sesuatu yang tak-terpisahkan dari Revolusi kita keseluruhannya, adalah Manipol.
Teori tentang pertahanan nasional harus sesuai dengan strategi umum Revolusi Indonesia tahap sekarang, yaitu Revolusi nasional dan demokratis, sedangkan pedoman bagi tiap-tiap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia haruslah sesuai dengan teori pertahanan nasional tersebut itu. Hanyalah pertahanan yang bersifat nasional anti-imperialis dan anti-kolonial serta yang bersifat demokratis anti-feodal dapat merupakan pertahanan yang mengabdi pada Revolusi Indonesia. Demikian pula tiap-tiap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, maupun Angkatan Kepolisian tanpa kecuali seharusnya tunduk pada teori tentang pertahanan nasional tersebut.
Sebagaimana telah dikemukakan, pertahanan nasional Republik Indonesia adalah pertahanan Rakyat, yaitu pertahanan dari seluruh kekuatan front persatuan nasional atau seluruh kekuatan Rakyat Revolusioner. Sudah barang tentu pertahanan Rakyat, mempunyai ciri-ciri yang mengabdi pada Rakyat, berjuang untuk Rakyat dan terdiri dari Rakyat.
Kaum Komunis Indonesia selalu menyerukan semboyan: “Dwitunggal Rakyat dan Angkatan Bersenjata”. Semboyan ini dengan tegas menunjukkan bahwa kaum Komunis tetap menjunjung tinggi pengalaman pertahanan Rakyat selama Revolusi Agustus 1945 tentang pentingnya hubungan dan kerjasama antara Rakyat selama Revolsui Agustus 1945 tentang pentingnya hubungan dan kerjasama antara Rakyat dan Angkatan Bersenjata sebagaimana dalam kiasan sering dinyatakan “bagaikan ikan dan air”. Oleh karena itu, agar ikan dapat hidup sehat dan berkembang biak, air tidak boleh mengandung tuba atau racun. Tuba dan racun bagi persatuan nasional ialah perpecahan dan phobia-phobiaan. Satu keharusan bahwa pertahanan kita mengabdi pada Rakyat, karena tujuan pertahanan kita sesuai dengan tujuan Rakyat Indonesia. Tidak ada kepentingan lain kecuali kepentingan Rakyatlah yang harus diabdi oleh Angkatan Bersenjata kita. Jika ada kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan keinginan dan aspirasi Rakyat dalam pertahanan, maka jelaslah bahwa pertahanan nasional yang sedemikian bukanlah pertahanan Rakyat. Tidaklah mengherankan bahwa pertahanan Rakyat hanyalah dapat diciptakan, dikembangkan dan dikonsolidasi oleh Angkatan Bersenjata yang benar-benar terdiri dari elemen-elemen Rakyat dan oleh karena itu seharusnya revolusioner. Sebagai perseorangan, anggota Angkatan Bersenjata R.I pada umumnya adalah anak Rakyat, dan banyak sekali anak kaum buruh dan terutama sekali anak kaum tani, dan oleh karena itu juga harus revolusioner.
Angkatan Bersenjata adalah bagian yang tidak terpisahkan daripada kekuasaan negara demikian pula Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah bagian dari Negara Republik Indonesia. Dengan demikian sebagai alat dari kekuasaan negara Republik Indonesia, ia adalah pelaksana dari haluan negara Republik Indonesia. Mengingat bahwa haluan negara R.I adalah Manipol beserta pedoman-pedoman pelaksanaannya, maka Angkatan Bersenjata R.I tidak bisa lain adalah pelaksana-pelaksana Manipol dan pedoman-pedoamn pelaksanaannya.
Memang, sekarang Negara R.I masih terdiri dari dua aspek. Pertama aspek yang mewakili kepentingan-kepentingan Rakyat, yang bersifat anti-imperialis dan anti-feodal, dan kedua aspek yang mewakii kepentingan-kepentingan musuh-musuh Rakyat, yang bersifat anti-Rakyat. Hal ini dimungkinkan karena masih adanya kekuatan-kekuatan gelap yang setengah mati membela kepentingan musuh-muuh Rakyat. Dari sinilah pentingnya politik Presiden Sukarno mengenai Retuling aparatur negara dan prinsip “revolusi dari atas dan dari bawah” (Djarek). Meskipun kekuatan yang mewakili kepentingan-kepentingan Rakyat tiap hari makin bertambah besar, bersamaan dengan itu masih ada kekuatan-kekuatan yang berusaha membendung arus Revolusi. Sebagai alat kekuasaan negara, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai keseluruhan selaku alat kekuasaan negara yang berManipol, tergolong pada aspek yang mewakili kepentingan-kepentingan Rakyat, aspek Rakyat. Kalau ada elemen-elemen yang tidak tergolong pada aspek Rakyat dalam Angkatan Bersenjata pastilah mereka itu asing dalam Angkatan Bersenjata. Adalah tugas dari semua anggota Angkatan Bersenjata untuk benar-benar berjuang di fihak Rakyat dan melawan setiap usaha kontra-Revolusioner.
Suatu ciri lain daripada Angkatan Bersenjata serta pertahanan Republik Indonesia ialah berhubung dengan Indonesia. Indonesia termasuk negeri yang besar dilihat dari luas negerinya dan dari besarnya jumlah penduduk. Sebagai negeri kepulauan yang tidak dapat terisolasi dari dunia ramai, karena syarat-syaratnya yang tidak terbatas untuk mempunyai hubungan laut. Indonesia merupakan negeri maritim yang luas. Sejarah Indonesia juga menunjukkan bahwa pelaut-pelaut Indonesia telah mempunyai pengalaman yang kaya dalam mengarungi lautan dan mengadakan hubungan dengan negeri-negeri lain, seperti Tiongkok, India, bahkan sampai Madagaskar. Adalah wajar apabila Angkatan Bersenjata Indonesia mengembangkan segala potensinya, tidak terbatas pada Angkatan Daratnya, tetapi juga pada Angkatan Laut dan Angkatan Udaranya. Pertahanan nasional Indonesia sangat ditentukan oleh perkembangan Angkatan laut R. I. yang mampu menyatukan segala kepulauan Indonesia dan membela keutuhan wilayah Indonesia.
Indonesia tidak hanya merupakan negeri maritim yang luas, tetapi merupakan negeri yang memerlukan jaring hubungan yang luas pula, yang tidak semata-mata disebabkan oleh luasnya hubungan udara, tapi lebih-lebih oleh luasnya hubungan udara di atas negeri yang bersifat kepulauan. Kalau dikatakan bahwa laut antar-pulau telah menghubungkan wilayah Indonesia, maka tidaklah kurang pentingnya jika dikatakan bahwa hubungan udara yang mampu menghubungkan kepulauan Indonesia sampai ke daerah-daerah pedalaman. Maka itu peranan Angkatan Udara R.I adalah penting sekali dalam soal pertahanan nasional Indonesia dan khususnya dalam membela keutuhan wilayah Republik Indonesia. Tetapi adalah keliru jika kita meremehkan pertahanan di darat, karena kaum imperialis ingin berkuasa atas tanah air kita bukannya di laut atau di udara, tetapi di daratan di mana terdapat kekayaan alam kita yang terbesar dan terdapat Rakyat yang dapat mereka eksploitasi.
Dengan demikian maka adalah juga ciri dari Angkatan Bersenjata R. I. ialah kesatuan dan koordinasi efektif dari empat Angkatan, termasuk Angkatan Kepolisian, dengan tidak bertitikberat pada salah satu angkatan, yaitu kesatuan dan koordinasi efektif antara Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian. Usaha untuk meletakkan titik berat pada salah satu angkatan saja, tidak akan dapat memainkan peranan sebagai alat kekuasaan yang bnar-benar sesuai dengan kekhususan negeri kepulauan Indonesia.
Di dalam bagian kedua ini saya ingin memberi beberapa penjelasan mengenai tugas-tugas internasional Revolusi Indonesia dalam hubungannya dengan pertahanan nasional kita. Titik tolak kita yng pertama dalam membahas masalah ini ialah Manipol yang menetapkan tiga kerangka Revolusi Indonesia di mana kerangka ketiga berbunyi sebagai berikut:
“Pembentukan satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara di dunia, terutama sekali dengan negara Asia-Afrika, atas dasar hormat-menghormati satu sama lain, dan atas dasar bekerjasama membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan kolonialisme, menuju kepada Perdamaian Dunia yang sempurna”. (Tubapi, hal 81).
Titik tolak kita yang kedua ialah pidato presiden Sukarno di muka sidang Umum PBB tahun 1960 serta Perincian Garis Besar politik luarnegeri R. I. yang telah ditetapkan oleh DPA dalam bulan Januari 1960 dan juga telah disahkan oleh MPRS dimana dinyatakan sebagai berikut:
“Rakyat Indonesia berjuang dengan menggalang persatuan Nasional anti-imperialisme-kolonialisme di dalam negeri, sebagai bagian daripada perjuangan untuk kepentingan ummat manusia di dunia. Pengabdian kepada perjuangan kemerdekaan Nasional yang penuh itu tidak dapat dipisah-pisahkan dengan kerjasama internasional anti-imperialisme-kolonialisme”. (Tubapi, hal 258).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan ini, maka seperti halnya musuh Revolusi Indonesia adalah imperialisme, demikian pula tugas internasional Revolusi Indonesia pada pokoknya adalah tugas untuk mengambil bagian yang aktif dalam perjuangan anti-imperialis, anti-kolonialis dan anti-neo-kolonialis. Tugas ini mempunyai dua segi yang masing-masing mempengaruhi pertahanan nasional kita. Di satu fihak berarti, bahwa pertahanan nasional harus bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan anti-imperialis di seluruh dunia atau front internasional anti-imperialis dan cinta damai. Di pihak lain, berarti bahwa pertahanan nasional kita harus selalu siap untuk membela tanah air kita terhadap serangan-serangan kaum imperialis.
ANGKATAN BERSENJATA KITA ADALAH BAGIAN DARI THE NEW EMERGING FORCES
Seperti sudah berulangkali ditekankan oleh Presiden Sukarno sejak pidatonya yang diucapkan di muka Konferensi Kepala-kepala Negara-negara Non-Aligned yang diadakan di Beograd, bulan September 1961, Indonesia telah menempatkan diri di dalam kekuatan “The new emerging forces” yang sedang berkonfrontasi dengan “The old established forces”. Di dalam “The new emerging forces” termasuk negara-negara baru merdeka yang anti-imperialis dan anti-kolonial, negara-negara kubu sosialis serta kekuatan-kekuatan progresif lainnya yang terdapat di seluruh dunia. Penegasan ini berarti, bahwa setiap kemenangan yang dicapai oleh gerakan-gerakan atau negara-negara yang termasuk di dalam “The new emerging forces” adalah kemenangan bagi Revolusi kita sendiri, seperti halnya kemenangan-kemenangan yang dicapai dalam proses perkembangan Revolusi kita juga merupakan kemenangan bagi seluruh kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh itu.
Dewasa ini kaum imperialis sedunia yang dikepalai oleh kaum imperialis Amerika Serikat sedang melancarkan agresi dan intervensi terutama terhadap negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Di Vietnam Selatan, perang yang tak dinyatakan sedang dikobarkkan oleh kaum imperialis AS. Mereka juga sepenuhnya bertanggungjawab terhadap pertentangan-pertentangan baru yang timbul di Laos sehingga negeri itu diancam lagi oleh perang dalam negeri. Kuba, yaitu negara bebas pertama di benua Amerika, juga menghadapi ancaman-ancaman terus menerus dari kaum imperialis Amerika Serikat.
Semua perjuangan ini mendapat sokongan penuh dari Rakayt Indonesia seperti halnya Revolusi Agustus 1945 dan perjuangan Rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari kekuasaan kolonialis Belanda juga telah sepenuhnya disokong dan dibantu oleh kekuatan-kekuatan “The new emerging forces” di seluruh dunia.
Sama halnya dengan Revolusi Indonesia, yang musuh nomor satu dan musuh paling berbahayanya adalah imperialisme AS, bagi kekuatan-kekuatan di seluruh dunia yang berjuang melawan imperialisme dan kolonialisme, imperialisme AS juga merupakan musuh nomor satu dan musuh paling berbahaya.
Angkatan Perang Republik Indonesia, sesuai dengan tugas Revolusinya yang anti-imperialis, juga menyokong kerjasama erat dan saling mendukung di antara Rakyat Indonesia dengan Rakyat-rakyat lain yang termasuk di dalam “The new emerging forces”. Dengan mengambil sikap yang demikian, maka hubungan antara pertahanan nasional dengan front nasional tentu menjadi semakin erat dan kuat.
Dalam hubungan ini, saya ingin menyebut masalah Konggo dimana angkatan perang kita telah mengambil bagian yang aktif dengan jalan mengirimkan beberapa kali pasukan Garuda. Perjuangan Rakyat Konggo untuk kemerdekaan nasional di bawah pimpinan pahlawan Patrice Lumumba dalam tahun 1961 telah mencapai berbagai kemenangan. Dan sewaktu kaum imperialis Belgia mengadakan agresi terhadap negara merdeka Konggo yang baru berdiri itu, maka negeri kita dengan tepat memutuskan untuk mengirimkan pasukan-pasukan agar ikut membela perjuangan anti-imperialis Rakya Konggo itu. Tetapi, setelah pembunuhan Patrice Lumumba, maka makin lama Konggo makin menjadi panggung perkelahian antara kaum kolonialis Belgia yang didukung oleh kaum imperialis Inggris dan Perancis di satu pihak sedangkan di pihak lain kaum imperialis AS sedang berusaha keras untuk menguasai negeri yang sangat kaya akan bahan-bahan pelikan itu.
Dalam keadaan demikian, sudah tidak ada dasar anti-imperialis lagi bagi peranan Pasukan Garuda di Konggo sehingga seharusnya sudah ditarik sesuai dengan kedudukan Indonesia sebagai salah satu negeri “The new emerging forces”. Oleh karena itu saya menyambut baik apa yang pernah diterangkan oleh Jendral Yani, bahwa pasukan Garuda akan ditarik dari Konggo. Tak dapat dibiarkkan angkatan perang kita terlibat dalam sengketa antar imperialis, karena tugas internasionalnya adalah melawan imperialisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme dimanapun di dunia ini.
Seperti telah saya katakan di atas, segi kedua daripada tugas internasional Revolusi kita sejauh mengenai pertahanan nasional, ialah supaya kita selalu siap untuk membela tanah air dari serangan-serangan kaum imperialis. Hal ini tetap menjadi suatu hal yang aktuil bagi pertahanan nasional kita. Republik Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera sehingga dengan demikian menempati posisi geografis yang sangat strategis. Kaum imperialis sudah sejak lama dan terus-menerus berusaha menyeret kita ke dalam blok-blok militer yang telah lama mereka bangun di daerah di dunia ini, terutama SEATO. Tetapi berkat perjuangan serta kewaspadaan Rakyat Indonesia, maka setiap usaha yang demikian selalu mengalami kegagalan. Bahkan Indonesia telah dapat berpegang teguh kepada tradisi-tradisinya yang anti-imperialis, terutama dalam memperkembangkan kerjasama yang erat antara negara-negara Asia-Afrika atas dasar Dasa Sila Bandung yang anti-imperialisme dan anti-kolonialisme.
Tetapi negeri kita masih dikelilingi oleh negara-negara SEATO dan kaum imperialis, terutama kaum imperialis AS, tidak pernah menghentikan usahanya untuk menyeret Indonesia ke dalam blok-blok militernya. Acara yang paling tepat untuk menolak usaha-usaha yang demikian ialah terus-menerus menggalang front persatuan inernasional anti-imperialis dengan kekuatan-kekuatan anti-imperialis di seluruh dunia.
Usaha neo-kolonialis untuk mendirikan Federasi Malaysia di perbatasan negeri kita juga merupakan ancaman yang berbahaya sekali terhadap kemerdekaan nasional kita. Perjuangan Rakyat Kalimantan Utara disamping merupakan perjuangan heroik untuk membela kemerdekaan nasional Kalimanta Utara yang telah diproklamasikan pada tanggal 8 Desember, 1962, juga merupakan perjuangan yang langsung membantu Republik kita dalam hubungan dengan membela kemerdekaan nasional kita sendiri. Ini merupakan contoh yang jelas sekali dari hubungan erat antara tugas internasionnal Revolusi Indonesia yang bersifat anti-imperialis dengan pertahanan nasional kita sendiri yang pada pokoknya bertugas untuk membela kemerdekaan nasional kita dari serangan-serangan kaum imperialis.
TOLAK MASUK SEATO BAIK DARI PINTU MUKA MAUPUN PINTU BELAKANG
Dalam hubungan ini, saya merasa perlu menyinggung usaha-usaha yang sedang dijalankan untuk mendirikan apa yang dinamakan Konfederasi Maphilindo. Dasar satu-satunya yang kuat bagi bentuk kerjasama antara negeri kita dengan negeri-negeri lain, termasuk pula negeri-negeri tetangga kita, ialah dasar-dasar anti-imperialisme dan anti-kolonialisme. Hal ini sudah ditetapkan di dalam kerangka ketiga Manipol yang saya kutip di atas. Hal ini juga sudah merupakan segi utama dari pada politik luar negeri RI, terutama sejak Konferensi A-A yang berlangsung di Bandung dalam tahun 1955. Sampai sekarang kita belum mengetahui sampai kemana prinsip-prinsip Bandung diindahkan dalam hubungan dengan Maphilindo. Yang kita ketahui, Malaya, salah satu calon pesertanya, sepenuhnya menjalankan politik kaum imperialis Inggris, di samping kaum imperialis AS juga sedang berusaha untuk menyingkirkan kaum imperialis Inggris dari negeri itu. Sedangkan Philipina, calon peserta lainnya, sudah dikenal sebagai negara anggota SEATO berdasarkan fakta-fakta ini, maka beralasan benar timbulnya kekhawatiran-kekhawatiran di negeri kita, bahwa Maphilindo itu akan menjadi anak kandungnya SEATO atau neef-nya ASA. Jika demikian halnya, maka seandainya RI masuk ke dalam Konferensi Maphilinndo itu bisa berarti bahwa apa yang telah kita tolak, yaitu untuk masuk SEATO ataupun untuk masuk ASA akhirnya akan dilaksanakan pula lewat jalan lain. Usaha-usaha untuk menyeret negeri kita ke dalam blok-blok itu melalui pintu muka telah gagal. Hendaknya jangan kita secara sadar atau tidak masuk dari pintu belakang. Ini saya kemukakan supaya kita lebih waspada.
Jika kaum imperialis, terutama kaum imperialis AS yang sekarang merupakan musuh nomor satu Rakyat Indonesia, berhasil mengepung negeri kita dengan melalui pembentukan Federasi Malaysia atau pembentukan Konfederasi Maphilindo, maka sudah dapat dipastikan bahwa tugas pertahanan nasional negeri kita dalam usaha membela diri terhadap serangan-serangan imperialis akan menjadi lebih berat lagi dan memerlukan kewaspadaan yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Sekarang saya sampai pada akhir ceramah saya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapatlah disimpulkan beberapa ciri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai berikut:
Ciri pertama: Angkatan Bersenjata R. I adalah anti-fasis, demokratis, anti-imperialis dan bercita-cita Sosialisme Indonesia. Ia alat untuk mengabdi Revolusi Indonesia, untuk mengubah masyarakat Indonesia dewasa ini menjadi masyarakat yang merdeka penuh dan demokratis sebagai landasan untuk menuju ke Sosialisme. Maka itu ia mengabdi pada Rakyat, berjuang untuk Rakyat dan terdiri dari Rakyat. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang juga anggota Front nasional berporoskan Nasakom, semestinya dipimpin oleh Program Bersama dari Revolusi Indonesia, yaitu Manipol dan pedoman-pedoman pelaksanannya. Manipol adalah juga doktrin Angkatan bersenjata kita.
Ciri kedua: Revolusi Indonesia adalah bagian dari Revolusi sosialis dunia, Revolusi untuk menciptakan dunia baru, dunia tanpa l’exploitation de l’homme par l’homme. Kekuatan Rakyat Indonesia bersama dengan kekuatan-kekuatan Rakyat Asia lainnya, Afrika dan Amerika Latin merupakan bagian yang penting dari kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh dalam melawan imperialisme dan neo-kolonialisme. Mengingat hal ini Angkatan Bersenjata R.I adalah juga alat untuk mengabdi perjuangan besar daripada kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh (the new emerging forces) melawan kekuatan lama yang masih bercokol (the old established forces), untuk memperjuangkan kemerdekaan nasional yang penuh demokrasi, Sosialisme dan perdamaian dunia.
Ciri Ketiga: kedudukan geografis Indonesia adalah khusus, karena dikelilingi oleh samudera Pasifik dan samudera Indonesia srta merupakan jembatan anatara benua Asia dan Australia dan merupakan negeri kepulauan yang luas dengan jumlah penduduk yang besar. Mengingat hal ini Angkatan Bersenjata yaitu AD, AL, AU, dan AK, dengan tidak menitikberatkan pada salah satu angkatan dan tidak melupakan arti penting Indonesia sebagai negeri maritim dan arti penting hubungan udara sebagai syarat untuk membela keutuhan wilayah dimana bersemayam nasion Indonesia.