PKI dan MPRS

1961


Sumber: PKI dan MPRS. Djakarta: Jajasan "Pembaruan", 1961. Scan Booklet


ISI

Kata Pengantar

D.N. Aidit – Putusan-putusan MPRS harus dilaksanakan dengan tenaga-tenaga anti-imperialisme dan anti-feodalisme yang lebih konsekuen Putusan-putusan MPRS yang harus dilaksanakan

Nyoto – Alasan-alasan Golongan Komunis memperkuat Manipol dan Perperinciannya sebagai Garis-garis Besar dari pada Haluan Negara

Ir. Sakirman – Syarat-syarat pokok pelaksanaan pembangunan

Njono – Soal kesejahteraaan dalam Sidang MPRS

Asmu – Land reform dan Industrialisasi adalah loro-loroning atunggal

Nursuhud – Perbedaan pokok “rencana pembangunan” PRRI-Permesta dengan garis-garis pola pembangunan MPRS

Karel Supit – Ketetapan-ketetapan MPRS senjata baru untuk melawan musuh-musuh Rakyat

J.P. Rissi – Hapuskan sisa-sisa kekuasaan swapraja dan alat-alat negara yang anti Rakyat

Umar Lesteluhu – Bebaskan Irian Barat dan lenyapkan sisa-sisa feodalisme

Menser Tanggap Peleng – Melaksanakan Demokrasi-Terpimpin atas dasar musyawarah

Ny. Suharti Suwarto – Pola pembangunan dan kaum wanita .

Sukatno – Harapan kita sekarang tertuju pada pelaksanaan yang konsekuen dari keputusan-keputusan MPRS

Ketetapan MPRS RI No. I/MPRS/1960

Ketetapan MPRS RI No. II/MPRS/1960

-----------------------------------------------------------------------

KATA PENGANTAR

Sidang pertama Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia yang berlangsung di kota Bandung pada akhir tahun 1960 telah mencapai hasil-hasil yang gemilang berkat adanya kerjasama yang baik antara golongan-golongan politik Nasionalis, Agama dan Komunis, dan antara golongan-golongan politik dengan golongan-golongan karya baik sipil maupun militer. Dua ketetapan, yaitu ketetapan tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dan Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama, sudah dan akan memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan politik Rakyat Indonesia sebagai garis besar politik bersama dan program bersama untuk menyelesaikan revolusi nasionalis-demokratis Indonesia sebagai sesuatu yang mutlak untuk menuju ke masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

Dua ketetapan bersejarah tersebut diambil oleh MPRS dengan suara bulat. Golongan politik Nasionalis, Agama, dan Komunis serta semua golongan karya memberikan suara persetujuannya dengan tepuk tangan yang gemuruh, sesudah masing-masing memberikan alasan-alasannya.

Saya sangat gembira dengan penerbitan brosur ini, karena dengan ini menjadi terpakukanlah untuk selama-lamanya dan secara menyeluruh alasan-alasan kaum Komunis menyetujui kedua ketetapan MPRS tersebut. Kaum Komunis tidak hanya telah ambil bagian yang sangat giat dalam semua sidang MPRS, tetapi juga telah mengemukakan banyak pikiran yang realistis sehingga sangat membantu dalam mempercepat sidang-sidang MPRS dan dalam mengambil keputusan-keputusan yang tepat sesuai dengan tugas sejarah Rakyat Indonesia dalam tingkat perjuangan sekarang ini.

Ketua

Comite Central

Partai Komunis Indonesia

D.N. Aidit

Jakarta, 22 Januari 1961

---------------------------------------

Putusan-putusan MPRS harus dilaksanakan dengan tenaga-tenaga anti-imperialisme dan anti-feodalisme yang lebih konsekuen

D.N. Aidit

Pada tanggal 7 Desember 1960 MPRS telah menutup sidangnya yang pertama setelah majelis tertinggi Rakyat Indonesia ini mengambil suatu ketetapan penting yaitu tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dan Garis-garis Besar Pola Pembangunan.

Dengan adanya ketetapan pertama menjadi diresmikan oleh lembaga negara tertinggi garis perjuangan Rakyat Indonesia dalam melikuidasi imperialisme dan sisa-sisa feodalisme, dalam membangun kehidupan nasionalnya yang berhari depan. Sosialisme, dalam pelaksanaan politik luar negeri yang anti-imperialisme dan untuk perdamaian dunia, dan dalam mewujudkan kekuasaan politik gotong royong dari pada Rakyat Indonesia yang berjuang.

Dengan adanya ketetapan nomor dua, maka untuk pertama kalinya Rakyat Indonesia lewat majelis tertingginya merumuskan program bersama mengenai bidang kehidupan yang bersifat material maupun kultural. Saya berpendapat bahwa program bersama ini, baik yang dimuat dalam ketetapan nomor dua maupun yang dimuat dalam lampiran-lampirannya adalah mencerminkan semangat anti-imperialisme dan anti-feodalisme yang kuat dari Rakyat Indonesia, semangat ingin membina hidup baru yang modern dan progresif.

Perumusan ketetapan nomor dua tentang “land reform” (perubahan tanah) adalah baik, pokoknya sistem tuan tanah harus hapus dan tanah hanya untuk mereka yang menggarap.

Perumusan-perumusan tentang perekonomian pada umumnya adalah baik, cukup disadari tentang pentingnya dan utamanya peranan sektor negara di bidang industri, distribusi, impor-ekspor, perhubungan, dsb.

Semangat anti-imperialisme begitu kuatnya di dalam MPRS sehingga usaha sementara orang untuk mencantumkan “penanaman modal asing” dalam rangka pembiayaan pola dalam salah satu dokumen MPRS menjadi gagal sama sekali. Soal “penanaman modal asing” sangat tidak populer di kalangan anggota-anggota MPRS pada umumnya. Ini sepenuhnya sesuai dengan Amanat Penderitaan Rakyat.

Dalam ketetapan nomor dua juga dicantumkan tentang agama menjadi mata pelajaran di SR sampai dengan Universitas-Universitas Negeri dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak ikut serta apabila wali murid atau murid dewasa menyatakan keberatannya. Kaum Komunis menerima perumusan ini, yang dijadikan syarat mutlak dari pihak Islam, karena perumusan ini masih tetap menjamin kesukarelaan dalam soal agama. Ini adalah toleransi yang realistis baik dari pihak Komunis maupun dari pihak nasionalis, dan kaum rasionalis lainnya.

Pendeknya dengan ketetapan nomor satu dan nomor dua MPRS telah menciptakan iklim politik yang baik, yang harus dipelihara dan dikembangkan. Iklim politik semacam ini tidak pernah didapat oleh Rakyat Indonesia dalam sepuluh tahun belakangan ini.

MPRS sebagai majelis tertinggi Rakyat Indonesia telah merumuskan program garis besar dan program terpencil untuk melikuidasi imperialisme dan feodalisme dari permukaan bumi Indonesia sebagai syarat mutlak untuk masyarakat sosialis di kelak kemudian hari. Program ini tidak mugkin dilaksanakan oleh orang-orang yang bersikap banci terhadap imperialisme dan feodalisme, orang-orang yang hanya separuh-separuh melawan imperialisme dan feodalisme. Program ini hanya dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang kuat bersemangat anti-imperialisme dan anti-feodalisme dan oleh orang-orang yang benar-benar bercita-cita Sosialisme, bercita-cita hapusnya penghisapan atas manusia oleh manusia.

Banyak orang bertanya tentang apa sebabnya MPRS bisa bekerja cepat dan tepat. Saya berpendapat, bahwa ini dimungkinkan pertama-tama karena tepatnya Presiden Sukarno menunjuk pimpinan MPRS, yaitu NASAKOM yang dipadu dengan karya (sipil dan militer). Kemudian pimpinan MPRS ini menjalankan kebijaksanaan sesuai dengan kebijaksanaan Presiden Sukarno ini. Dengan ini banyak purbasangka dan kontradiksi-kontradiksi yang tak perlu dapat dihindari.

Komposisi pimpinan MPRS dan cara kerja MPRS adalah model bagi Republik Indonesia untuk bisa bekerja cepat dan tepat. Apalagi untuk pelaksanaan Garis-garis Besar Pola Pembangunan, model ini harus benar-benar dicontoh. Jika tidak, maka tidak ada satu soal penting dan pokok yang dapat diselesaikan secara cepat dan tepat di Indonesia.

Bandung, 8 Desember 1960

-----------------------------

 

Alasan-alasan Golongan Komunis memperkuat Manipol dan Perperinciannya sebagai Garis-garis Besar dari pada Haluan Negara

Njoto

Saudara Ketua dan pimpinan sidang yang terhormat, Majelis yang mulia.

Jalan perjuangan sesuatu bangsa tidak pernah mudah. Begitupun jalan perjuangan bangsa kita mencapai suatu Indonesia yang merdeka penuh, bersatu, demokratis, adil dan makmur.

Sudah selang 15 tahun lebih sejak Revolusi Agustus 1945 yang abadi itu mengobrak-abrik kehidupan lama dan mendirikan di atas reruntuhannya kehidupan baru. Berapa banyak pengorbanan yang telah diberikan, berapa besar keikhlasan Rakyat kita dalam perjuangan yang besar itu, namun banyak masih idam-idaman kita yang tinggal idam-idaman. Politik “pecah belah dan kuasai” kaum imperialis masih berhasil memisahkan Irian barat dari pulau-pulau saudaranya, modal monopoli asing masih menguasai sebagian dari hidup perekonomian kita, juga invasi “kultur” imperialis yang merusak seperti candu, masih belum berakhir. Presiden Sukarno tahu berterima kasih ketika beliau di dalam “Amanat Negara”nya mengenang jasa-jasa pemimpin-pemimpin politik yang patriotik dari dulu hingga sekarang, dan mengenang pula jasa prajurit-prajurit kita, resmi maupun tak resmi, yang punya andil dalam perjuangan mendirikan dan mempertahankan Republik.

Salah seorang penyair kita sekali pernah berkata:

Aku cinta merdeka

karena aku kenal derita

dan dalam bait yang padat ini tersimpullah tekad merdeka bangsa kita yang diamanatkan oleh penderitaan Rakyat. Kaum Komunis Indonesia adalah sebagian dari Rakyat, yang sepenanggungan, seperjuangan, dan sehari depan dengan Rakyat itu sendiri.

Oleh sebab itu kaum Komunis Indonesia yang suaranya saya wakili menyetujui dengan tanpa cadangan sedikitpun hasil kerja Komisi Manipol, yang berpokok memperkuat Manifesto Politik RI yang sudah kuat itu beserta perperinciannya sebagai garis-garis besar daripada haluan negara, menetapkan “Amanat Pembangunan” Presiden sebagai garis-garis besar daripada haluan pembangunan dan menetapkan “Jalannya Revolusi Kita” dan “Pidato PBB” Presiden sebagai bagian-bagian yang tak terpisahkan dari Manifesto Politik.

Hanya 3 minggu sesudah Manifesto Politik diucapkan oleh Presiden Sukarno, yaitu di dalam Kongres Partainya 7 September 1959 kaum Komunis Indonesia memutuskan dalam suatu Resolusi, menganggap “Manipol RI” sebagai “dokumen penting bagi Rakyat Indonesia dalam melanjutkan revolusi nasionalnya yang belum selesai” dan berseru pada seluruh Rakyat Indonesia “untuk mempelajari dan mendiskusikan Manifesto Politik Presiden Sukarno, menjadikannya pegangan dalam membantu menyokong dan menagih pelaksanaan program Kabinet Kerja”.

Kemudian, seperti kita semua maklum, berturut-turut pada 25 September DPA memutuskan Manipol itu garis-garis besar haluan negara dan memberikan perincian atasnya, pada tanggal 10 November Presiden Sukarno menyetujui DPA beserta perperinciannya itu, pada tanggal 30 November Kabinet Kerja dan pada akhir tahun 1959 Depernas menyetujuinya pula.

Tepat yang diterangkan dalam keputusan DPA bahwa “Dengan adanya Manifesto Politik ini untuk pertama kalinya Republik Indonesia, setelah berumur 14 tahun, mengumumkan lewat Kepala Negaranya sebuah dokumen bersejarah yang menjelaskan Persoalan-persoalan Pokok dan Program Umum Revolusi yang bersifat menyeluruh”.

Pernah kita di hari-hari revolusi, yaitu pada hari kebangunan Nasional 20 Mei 1948, menyusun suatu Program Bersama yang didukung bulat oleh Nasakom dan yang ketika itu disusun di bawah pimpinan patriot besar almarhum mahaputera Ki Hadjar Dewantara. Tetapi Program Bersama ini program Rakyat semata, sedang Manipol sekarang ini ya program Rakyat, ya program partai-partai, ya program organisasi-organisasi massa, ya program Pemerintah, ya program atau garis-garis besar haluan negara.

Terlalu banyak sudah di sepanjang waktu 15 tahun lebih ini energi tersia-sia, kans-kans terbuang, bahkan jatuh pula pengorbanan-pengorbanan yang tidak perlu. Semua ini tentu harus ada akhirnya, jika kita ingin melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ketetapan akar-akarnya. Patokannya sebenarnya bersahaja: kita belajar dari kesalahan-kesalahan yang sudah-sudah, kita mencegah terulangnya kesalahan-kesalahan itu kembali, dan kita ubah kesalahan-kesalahan menjadi kebenaran-kebenaran, kegagalan-kegagalan menjadi sukses-sukses, kekalahan-kekalahan menjadi kemenangan-kemenangan.

Manifesto Politik dan Perperinciannya memberi pegangan kepada kita untuk belajar dari sejarah kita sendiri, dari penyelewengan-penyelewengan yang pernah terjadi dan dari ketepatan-ketepatan yang pernah ditempuh. Di dalam “Jalannya Revolusi Kita” Presiden Sukarno tegas mengatakan, bahwa kalau ingin tahu lebih terang apakah dasar-tujuan dan kewajiban revolusi Indonesia, kalau ingin tahu lebih terang apakah kekuatan-kekuatan sosial revolusi Indonesia, apakah sifat revolusi Indonesia, apakah hari depan revolusi Indonesia, apakah musuh-musuh revolusi Indonesia – kita “bacalah perincian Dewan Pertimbangan Agung”. Di dalam “Jalannya Revolusi Kita” itu Presiden Sukarno mengatakan pula bahwa dengan jelasnya Manipol-Usdek, kita harus tahu “siapa kawan siapa lawan, siapa sahabat siapa musuh, siapa proletariat siapa kontra. Siapa proletariat Manipol dan Usdek adalah kawan. Siapa kontra Manipol dan Usdek adalah lawan. Di dalam tiap-tiap perjuangan –apalagi dalam Revolusi--, maka adalah satu keharusan mengetahui siapa kawan dan siapa lawan. “Berbahaya sekali,” kata Presiden kemudian “untuk tidak mengetahui siapa-kawan-siapa-lawan itu. Berbahaya sekali untuk tidak mengetahui kutubusuk-kutubusuk di dalam selimut!”. Pendeknya, berbahaya sekali “jika penetapan siapa kawan siapa lawan itu dilakukan secara subyektif. Sebab penetapan secara subyektif itu mudah sekali ‘salah wissel’, sehingga menimbulkan pertentangan-pertentangan yang tidak perlu di kalangan Rakyat”. Ya, penetapan siapa-kawan-siapa-lawan secara subyektif, Saudara Ketua, itulah yang diusahakan secara intensif oleh musuh-musuh Revolusi kita, musuh-musuh Rakyat kita.

“Salah wissel” harus dicegah dalam konstelasi politik di dalam negeri. Sebab masih ada misalnya kaum yang tidak suka akan persatuan Nasakom, padahal Presiden Sukarno menggariskan di dalam “Djarek” bahwa kegotongroyongan Nasakom adalah “konsekuensi politik yang penting”, saya ulangi lagi “konsekuensi politik yang terpenting, bagi semua pendukung Manifesto Politik dan Usdek, satu konsekuensi-politik yang tidak plintat-plintut atau plungkar-plungker”. “Jika tidak,” kata Presiden selanjutnya, “maka semua omongan tentang Gotongroyong, Manifesto Politik, Usdek, Front Nasional. ‘setia kepada Revolusi’, dan lain sebagainya, hanyalah omong kosong belaka, lipservice belaka”. Bahwa menerima Manipol tetapi tidak menerima Nasakom itu omong kosong belaka, hal ini distres lagi oleh Presiden Sukarno baru-baru ini di Surabaya. Hal ini lebih-lebih lagi pentingnya disadari, karena “langkah-langkah raksasa” sekarang ini berhasil diayunkan oleh MPRS justru berkat pimpinan gotong royong.

“Salah wissel” juga harus dicegah dalam kita menghadapi dunia luar. Musuh kita, seperti digariskan Manipol, adalah imperialisme. Sesungguhpun begitu masih ada yang memusuhi yang anti-imperialis. Malahan ada misalnya yang menyebut Inggris itu “suatu negeri sosialis”, meskipun Inggris mengangkangi banyak jajahan. Sebaliknya negeri-negeri sosialis, kepada siapa –seperti dikatakan Presiden Sukarno di Banjarmasin dan Palembang baru-baru ini—kita boleh berterima kasih, terkadang disebut imperialis”. Kita lihatlah “salah wissel” ini: negeri sosialis disebut “imperialis”, negeri imperialis disebut “sosialis” ! Dalam karyanya yang piawai, “Mencapai Indonesia Merdeka”, Bung Karno menulis: “Imperialismelah, dan pendorot-pendorotnya imperialismelah yang harus kita ingkari, tetapi musuh-musuh imperialisme adalah kawan kita!”. Tulis Bung Karno seterusnya: “tidakkah suatu kebaikan, tidakkah suatu kefaedahan, tidakkah suatu keharusan yang di muka persekutuan imperialisme internasional itu, kita hadapkan pula persekutuan bangsa-bangsa yang masing-masing juga melawan imperialisme internasional itu? Tidakkah dus di dalam hakikatnya suatu pengkhianatan kepada kita punya groote zaak’, jikalau kita di mukanya persekutuan imperialisme ini mau berpolitik politiknya katak di bawah tempurung?”. Hal yang mencerminkan ide internasionalisme Presiden Sukarno inipun lebih-lebih lagi pentingnya disadari, karena kita, seperti dikatakan oleh Pidato PBB Presiden, berkewajiban “Membangun dunia kembali”, mencapai satu dunia tanpa imperialisme.

Kedewasaan kita diukur dari cara pendekatan, cara pemahaman dan cara pemecahan terhadap segala persoalan. Manipol dan perperinciannya, memberikan kepada kita sekalian dewasa ini suatu pegangan yang sebaik-baiknya untuk mendekati soal-soal, memecahkan soal-soal. Oleh sebab itu kedewasaan Republik kita akan diukur dari tepat tidaknya ia melaksanakan Manipol. Untuk waktu-waktu sesudah sidang pertama MPRS ini, soal yang sangat penting, yang menentukan adalah soal pelaksanaan dan soal pelaksana-pelaksana. Bukankah Presiden Sukarno sering berkata: akhirnya manusialah yang menentukan !

Belum pernah persatuan nasional di negeri kita seluas dan sebaik sekarang. Persatuan nasional, yang pada pokoknya –semua kekuatan Republiken bersama-sama, bahu-membahu, tanpa kaum reaksioner, bahkan melawan kaum reaksioner. Hanya ada dua kemungkinan bagi persatuan ini: berhasil atau gagal. Sekalipun, revolusi akan berjalan terus, lepas dari berhasil tidaknya persatuan yang sekarang ini. Tetapi selama setahun lebih sejak Manipol ini, sudah ternyata kita tidak hanya menjumpai bayangan-bayangan, tetapi juga cahaya-cahaya. Jika rencana Ketetapan tentang Garis-garis besar dari pada Haluan Negara yang disusun oleh Komisi Manipol dan sudah disetujui oleh pimpinan MPRS ini kita terima dengan suara bulat dan hati bulat, ini berarti terbitnya cahaya yang hebat, cahaya persatuan segenap kekuatan nasional, dengan Nasakom sebagai porosnya dan Manipol sebagai landasannya, cahaya yang akan menerangi jalannya Republik kita, jalannya Kemerdekaan Nasional dan Demokrasi yang dengan melikuidasi ekonomi kolonial dan keterbelakangan feodalisme, seperti dikatakan Presiden Sukarno dalam “Amanat Pembangunan”nya, setelah beberapa kali pembangunan semesta berencana berjalan, misalnya sesuadah lima atau enam kali, maka hendaknya.... telah memasuki atau minimal mendekati masyarakat adil dan makmur”.

Mari kita kembangkan cahaya, agar terusir segala kegelapan !

Sekian saudara Ketua dan Majelis yang mulia, terima kasih atas perhatian saudara-saudara.

--------------------------------------------

 

Syarat-syarat pokok pelaksanaan pembangunan

Ir. Sakirman

 

Saudara Ketua dan Pimpinan yang terhormat,

Rapat yang mulia,

Beberapa waktu yang lalu Sidang pertama MPRS kita ini telah mencatat suatu hasil gemilang dan bersejarah berupa “Ketetapan MPRS No. I Tentang Manipol Sebagai Garis Besar Haluan Negara”.

Sekarang MPRS sedang menghadapi saat-saat yang penting pula, yang akan membuktikan dapat atau tidaknya MPRS memenuhi harapan PJM Presiden Sukarno dan harapan-harapan massa Rakyat, yaitu Menetapkan garis-garis Besar Pola Pembangunan yang harus sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Pembangunan sebagaimana diamanatkan oleh Presiden Sukarno dan sudah diterima oleh MPRS. Saya yakin dan percaya sepenuhnya bahwa MPRS tidak akan mengecewakan harapan-harapan itu. Sebagai wakil golongan Komunis, dengan ini saya menyatakan dapat menyetujui pada umumnya “Rancangan Ketetapan II MPRS Tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Semesta Berencana” ini, yang dalam tempo beberapa hari saja sudah dapat kita selesaikan berkat semangat gotong royong dan kebijaksanaan Pimpinan MPRS, berkat keaktifan yang luar biasa dari pada Komisi-komisi dan sub-komisi-komisi, berkat kerja sama yang baik antara semua golongan-golongan dan kelompok-kelompok dalam MPRS. Semuanya ini adalah sukses dari prinsip kegotongroyongan yang jujur dan ikhlas.

Atas ini semua saya menyatakan juga terima kasih dan penghargaan saya dan golongan saya yang setinggi-tingginya kepada semua yang telah ambil bagian dalam pekerjaan besar ini.

Masalah pembangunan sebetulnya bukanlah suatu masalah baru bagi kita. Terutama semenjak tercapainya persetujuan KMB, golongan-golongan yang berkuasa senantiasa mencoba untuk memecahkan masalah pembangunan menurut konsepsi mereka masing-masing. Akan tetapi usaha ini ternyata gagal, sehingga keadaan ekonomi Indonesia sekarang belum juga menunjukkan kemajuan-kemajuan yang berarti dibandingkan dengan keadaan beberapa tahun yang lalu. Rakyat banyak, terutama kaum buruh dan kaum tani dan golongan produsen kecil masih tetap meringkuk di bawah penghisapan kaum monopoli asing dan tuan tanah, dan oleh karena itu beban hidup mereka sehari-hari adalah sangat berat, daya beli mereka semakin merosot dan bersamaan dengan itu harga-harga barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari semakin membumbung tinggi dan pajak-pajak langsung atau tidak langsung semakin bertambah berat. Di atas tumpukan derita Rakyat itu bertahtalah segundukan kecil oknum-oknum yang sudah menikmati hidupnya, dan yang menurut istilah Presiden Sukarno –sudah “binnen” kekayaannya, karena telah berhasil “membangun ekonominya diri” atas kerugian negara dan Rakyat atau telah berhasil melayani kebutuhan dan kepentingan-kepentingan “pembangunan” ekonomi modal besar asing.

Dalam hubungan ini saya atas nama golongan Komunis menyatakan penghargaan kami yang wajar atas kebijaksanaan Presiden Sukarno yang telah berhasil menyusun suatu dokumen penting, yaitu Garis-Garis Besar Haluan Pembangunan seperti yang telah diamanatkan kepada Sidang Pleno DEPERNAS tanggal 28 Agustus 1959.

Dalam amanat ini yang terkenal dengan Amanat Presiden tentang Pembangunan Semesta Berencana atau disingkat Amanat Pembangunan Presiden (APP), dinyatakan secara ringkas tujuan pembangunan dalam hubungan dengan tujuan jangka jauh Revolusi Agustus 1945. Yaitu membentuk negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang bebas dari penghisapan dan penindasan imperialisme, feodalisme dan kolonialisme, menuju tercapainya masyarakat yang adil dan makmur, tanpa penindasan dan penghisapan, masyarakat sosialis Indonesia untuk mengemban Amanat Penderitaan Rakyat.

Dalam Amanat Pembangunan Presiden itu juga ditunjukkan dengan jelas bahwa garis perjuangan untuk mencapai tujuan itu ialah pembangunan semesta dan berencana yang bertahap-tahap di jaman peralihan, dengan mengikis dan membinasakan sisa-sisa ekonomi kolonial dan ekonomi feodalisme untuk meletakkan kemungkinan pembangunan ekonomi nasional yang berdiri sendiri dan tidak tergantung.

Dan yang tidak kurang pentingnya dari ini semua ialah keterangan yang dibeberkan dalam APP itu tentang sebab-sebab pokok mengapa usaha pembangunan di masa yang lampu itu selalu menemui kegagalan. Dalam keterangan itu terutama ditekankan peranan yang jahat dari kaum imperialis asing yang selalu berusaha turut campur tangan dalam urusan dalam negeri negara-negara setengah jajahan dan negara-negara yang baru merdeka. APP antara lain menyatakan: “Sesudahnya selesai perang dunia kedua, maka timbullah dua ‘macam stabilisasi’ di dunia ini, yaitu stabilisasi kapitalisme dan stabilisasi Sosialisme. Ketenangan yang ditimbulkan oleh stabilisasi ini hanya untuk sementara saja, karena kedua belah pihak selalu bertentangan satu sama lain. Kalau stabilisasi yang ditujukan untuk kepentingan finans-kapital mengandung pertentangan-pertentangan di antara sesama negara-negara imperialis dan di antara negara-negara imperialis dengan Rakyat-Rakyat jajahan, maka stabilisasi Sosialisme mengandung konsolidasi ketetapan dalam dan ketetapan luar. Untuk menghadapi stabilisasi Sosialisme ini, maka negara-negara imperialis dengan berbagai macam jalan berusaha mempengaruhi negara-negara setengah jajahan dan yang baru merdeka, terutama dengan menanam modal monopolinya dan mengikatnya dengan pakta-pakta militer yang tidak boleh tidak menimbulkan kerugian besar di pihak negara setengah jajahan atau yang baru mendapatkan kemerdekaannya itu. Timbullah kekacauan di bidang ekonomi, politik, dan sosial dan hal ini membawakan kesempatan bagi negara-negara imperialis untuk mengadakan campur tangan yang langsung terhadap persoalan-persoalan dalam negeri dari negara-negara tersebut.” (Buku I, Jilid 1 halaman 28).

Keterangan yang begitu gamblang dalam APP itu tentang masalah turut campur tangannya negara asing dalam urusan dalam negeri negara-negara setengah jajahan dan juga yang baru merdeka, bukan saja telah memperkaya pengetahuan kita tentang sebab-sebab kenapa selalu timbul kekacauan di bidang ekonomi, politik, dan sosial di Indonesia, akan tetapi juga tentang arti sesungguhnya dari pada apa yang disebut “perang dingin”, tentang perbedaan pokok antara watak negara-negara Sosialis dengan watak negara-negara dan praktek-praktek negara-negara imperialis itu di Indonesia. Kalau dulu masih ada orang yang mengira bahwa hanya Belanda sajalah yang merupakan bahaya imperialis bagi Indonesia, maka sekarang sudah makin menjadi jelas bahwa imperialisme di Indonesia ialah setiap bentuk investasi modal monopoli asing yang bercokol di Indonesia. Pengalaman-pengalaman di Kuba, Venezuela, Laos, Irak, Lebanon, Mesir, Kongo, dll. membuktikan kebenaran hal ini.

Ini perlu saya kemukakan, karena dalam meninjau Rancangan Pola Pembangunan DEPERNAS secara pokok, adalah penting sekali diketahui sampai dimana Rancangan itu telah bisa memenuhi syarat anti-imperialisme, di samping syarat anti-feodalisme, guna menjawab pertanyaan apakah Rancangan Pola Pembangunan DEPERNAS sudah dapat menggunakan pengalaman yang lampau itu sebagai pelajaran yang berguna bagi suksesnya pembangunan di kemudian hari.

Pada kesempatan ini saya ingin mengemukakan pendapat golongan Komunis bahwa Rancangan Pola Pembangunan DEPERNAS kurang berwatak anti-imperialisme dalam rangka pembangunan ekonomi nasional. Malahan sementara orang telah berhasil menyelipkan pengertian tentang bentuk baru investasi modal asing yaitu “production share”, “Argentine Pattern”, “joint venture”, “joint entreprise”, dll, seolah-olah bentuk ini bukanlah suatu bentuk investasi modal asing. Tepat sekali kesimpulan Komisi Keuangan dan Pembiayaan yang menyatakan bahwa Proyek B terlalu menggantungkan pelaksanaannya kepada eksploitasi oleh modal asing.

Yang menjadi ciri pokok daripada modal imperialis bukanlah bentuk formalnya, akan tetapi adalah hakikat daripada modal imperialis itu yang menghisap Rakyat dan kekayaan alam Indonesia serta mengalirkan setiap tahunnya keuntungan yang berlimpah-limpah kekayaan negara-negara mereka. Eksploitasi “production share” yang berlangsung untuk waktu yang tak terbatas adalah tidak kurang kejamnya dibandingkan dengan eksploitasi penanaman modal asing secara klasik, dan begitupun halnya dengan “Argentine Pattern”, “joint venture”, dan “joint entreprise. Jelaslah bahwa “resiko” daripada “production share” adalah sangat besar dan prinsipil, karena –dengan mengikuti angka-angka tentang sumber pembiayaan di lapangan pertambangan minyak dalam Buku I, Jilid III, halaman 650, -- setelah tahun ke-enam, akan mengalir extra profit yang melimpah-limpah ke luar negeri, yang tidak kurang besarnya dibandingkan dengan keuntungan yang didapat dari investasi bentuk klasik.

“Production share” adalah sangat merugikan Rakyat Indonesia, kecuali jika “production share” itu merupakan bentuk kredit yang dibayar dengan hasil produksi, yang berbunga rendah, tanpa syarat-syarat yang mengikat seperti yang dinyatakan dalam Amanat Pembangunan Presiden (Buku I, Jilid I, halaman 29 dan 35).

Berhubung dengan itu, sebetulnya adalah lebih tepat, apabila MPRS mengambil keputusan tentang masalah penggunaan modal asing itu sbb: menolak dengan tegas penanaman modal asing baru, menggerogoti modal monopoli asing yang sudah ada, menerima bantuan modal luar negeri dalam bentuk pinjaman tanpa syarat-syarat politik dan militer dan menyerahkan kepada kebijaksanaan PJM Presiden dan DPR-GR penggunaan modal luar negeri yang baru dalam bentuk lainnya.

Mengenai sifat anti-feodalisme dari pada Rancangan Pola DEPERNAS sesudah disempurnakan oleh Komisi-komisi MPRS yang bersangkutan dapat dikatakan memenuhi syarat-syarat minimum, asalkan dilaksanakan dengan konsekuen, semboyan “Tanah untuk kaum yang menggarap tanah”.

Sampailah saya sekarang kepada soal-soal yang tidak kurang pentingnya dari pada soal-soal perencanaan, yaitu soal-soal yang berhubungan dengan syarat-syarat pelaksanaan Pola Pembangunan. Masalah pelaksanaan ini adalah suatu masalah yang penting dan vital, sebab betapapun baiknya sesuatu rencana di atas kertas, namun ia akan tetap tinggal rencana saja jika tidak diikuti oleh tindakan-tindakan pelaksanaan yang demokratis dan revolusioner. Lebih-lebih jika rencana itu an-sich mengandung kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan.

Pertama-tama harus jelas bagi kita bahwa sasaran pokok dari pada pembangunan tahap I ini ialah mempersiapkan dasar-dasar untuk membangun ekonomi nasional yang berdiri sendiri dan tidak bergantung, dengan mengikis dan membinasakan sisa-sisa ekonomi kolonial dan ekonomi feodalisme. Untuk ini maka dalam 3-4 tahun yang akan datang ini, seharusnya dilakukan politik perubahan agraria atau “land reform” secara konsekuen yaitu melaksanakan semboyan “tanah untuk kaum tani yang menggarap tanah”, supaya hasil produksi pertanian meningkat, supaya kaum tani memiliki daya beli yang lumayan dan dengan demikian terbentuk pasaran bagi barang-barang industri kita. Selain land reform, juga persiapan-persiapan pembangunan industri sebagai langkah pertama untuk dalam tahun-tahun kemudian melakukan industrialisasi, dengan industri berat dan industri-industri vital lainnya, sebagai sektor ekonomi negara yang mempunyai posisi komando atas perkembangan kehidupan ekonomi seluruh negeri.

Bersamaan dengan usaha melaksanakan “land reform” secara konsekuen itu, perlu diambil tindakan-tindakan untuk menggerogoti kekuasaan modal besar asing bukan Belanda yang sudah ada yaitu CALTEX dan STANVAC, dan perusahaan-perusahaan perkebunan modern. Menasionalisasi semua modal Belanda yang masih ada di Indonesia. Dengan tindakan-tindakan ini maka akan dapat dilakukan politik moneter yang stabil guna menjamin kelancaran produksi, perdagangan, dan peredaran uang secara berencana, sehingga dapat dicegah merosotnya daya beli Rakyat dan merosotnya nilai rupiah kita.

Faktor lainnya yang penting untuk menjamin sukses dan lancarnya pembangunan ialah faktor turut sertanya massa Rakyat dalam pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, dalam berbagai macam bentuk. Dengan perantaraan wakil-wakilnya, Rakyat sekarang sudah turut serta dalam usaha memberikan nasihat-nasihat kepada PJM Presiden, lewat DPA; dalam pekerjaan legislatif lewat DPR-GR, dalam pekerjaan membuat rancangan pola pembangunan lewat DEPERNAS, dan dalam usaha menentukan garis-garis besar haluan negara dan garis-garis besar pola pembangunan lewat MPRS. Berkat dilaksanakannya prinsip prinsip kegotongroyongan, yaitu prinsip kerja sama semua tenaga-tenaga revolusioner, dengan NASALOM sebagai porosnya tanpa mengurangi arti golongan-golongan revolusioner lainnya, maka badan-badan tersebut sampai sekarang telah membuktikan hasil-hasil yang tidak mengecewakan.

Mudah dimengeti, bahwa turut sertanya wakil-wakil Rakyat dalam pembangunan semesta berencana adalah tidak cukup lewat badan-badan itu saja. Sebab dengan tidak mengurangi wewenang MPRS, DPA, DPR-GR, dan DEPERNAS, maka yang terpenting bagi Rakyat sekarang adalah mesalah kekuasaan politik gotong-royong yang konsekuen anti-imperialisme dan anti-feodalisme, yang bijaksana, fleksibel, dan tangkas.

Tanpa adanya kekuasaan politik yang demikian ini maka tidak akan mungkin melaksanakan pembangunan semesta dan berencana yang dapat memenuhi syarat-syarat dalam Manipol dan perinciannya serta APP. Kita harus belajar dari pengalaman-pengalaman yang lampau, bahwa pembangunan yang tidak tegas-tegas anti-imperialisme dan anti-feodalisme akan hanya berakibat menumpuknya kekayaan Indonesia pada segelintir kaum kapitalis besar asing, dan segolongan kecil oknum-oknum yang oleh Presiden Sukarno dalam amanatnya tanggal 27 Januari 1960 di Istana Negara disebut sebagai “pencoleng-pencoleng, koruptor, ketidaktegasan, etc, etc. Di semua bidang, daripada bidang sipil sampai ke bidang militer” (Brosur DJAREK, halaman 31).

Adalah sangat tidak logis dan tidak masuk akal, apabila NASAKOM yang sudah diterima untuk MPRS, DPA, DPR-GR dan DEPERNAS, masih juga disangsikan untuk diterima dalam badan kekuasaan eksekutif di daerah-daerah dan di pusat. Lebih-lebih jika diingat bahwa MPRS, Badan-badan Eksekutif, DPA, DPR-GR, dan DEPERNAS adalah semuanya, seperti dikatakan oleh Presiden Sukarno dalam Sidang Pembukaan DPR-GR tanggal 16 Agustus yang lalu, merupakan alat Revolusi yang sama pentingnya dan menjalankan tugas yang satu dan sama pula yaitu menjelaskan Revolusi Agustus 1945 yang belum selesai ini.

Dilihat dari sudut dasar Negara Pancasila yang berarti menurut keterangan Bung Karno dalam “Lahirnya Pantjasila”, jika diperasi, menjadi Trisila, dan jika diperas lagi menjadi Ekasila atau Gotong royong, juga tidak ada alasan sama sekali untuk mendiskriminasikan kekuatan-kekuatan demokratis dan revolusioner dengan NASAKOM sebagai porosnya dalam hubungan dengan pembentukan semua badan eksekutif. Sebab, kata Presiden Sukarno dalam pidatonya di depan rapat raksasa di Surabaya tanggal 30 Oktober yang lalu: ...................kalau Pancasila tulen harus setuju NASAKOM”.

Dan selanjutnya, dalam Amanatnya “Djarek”, tanggal 17 Agustus 1960 Presiden Sukarno mengatakan: .. Dan kita ingin menang. Dan kita toh harus menang? Karena itu saya selalu menganjurkan Gotong-royong juga di lapangan politik. Karena itu Manifesto Politik –USDEK bersemangat kegotongroyongan bulat, juga di lapangan politik. Karena itu di Solo beberapa hari yang lalu, saya tegaskan perlunya persatuan dan kegotongroyongan antara golongan-golongan Islam, Nasionalis, dan Komunis. Ini adalah konsekuensi politik terpenting bagi semua pendukung Manifesto Politik dan USDEK, suatu konsekuensi politik yang tidak plintat plintut dan plungkar-plungker bagi semua orang yang setia pada Revolusi Agustus 1945.

Jika tidak, maka semua omongan tentang Gotong-royong, Manifesto Politik, USDEK, Front nasional, ‘setia kepada Revolusi Agustus 1945’ dan lain sebagainya adalah omong kosong, ‘lip service’ belaka.

Salah satu ciri dari pada orang yang betul-betul revolusioner adalah satunya kata-kata dengan tindakan. Orang revolusioner yang tidak bersatu dalam kata-kata dan perbuatan adalah orang revolusioner gadungan.” (Brosur DJAREK, halaman 27).

Marilah kita selanjutnya dengan penuh kejujuran dan bebas dari perasaan purbasangka, merenungkan jiwa dan semangat dari pada suatu bagian yang sangat penting dari pada Amanat Presiden Tentang Pembangunan tanggal 18 Agustus 1959: “Dalam bidang politik, Rakyat Indonesia tidak bosan-bosan terus menerus mengusahakan penggalangan persatuan nasional: Rakyat Indonesia sekarang harus menyiapkan diri untuk melaksanakan ide demokrasi terpimpin sebagai pelaksanaan Konsepsi Presiden yang dicetuskan pada tanggal 21 Februari 1957”. (Jilid I, halaman 57).

Dan apakah sebenarnya isi daripada Konsepsi Presiden yang sudah sangat terkenal itu? Isinya ialah tidak lain daripada pembentukan suatu Kabinet Gotong-royong yang di dalamnya duduk wakil partai-partai dan fraksi-fraksi dalam Parlemen yang cukup mempunyai kiskosen, dan pembentukan Dewan Nasional, yang sekarang sudah menjelma menjadi Dewan Pertimbangan Agung.

Saudara Ketua, dan Pimpinan yang terhormat.

Saya kemukakan semuanya ini, khususnya tentang soal badan eksekutif Gotong-royong ini, adalah semata-mata karena kami ingin Pola Pembangunan tahapan I ini dapat dilaksanakan. Tanpa persatuan nasional yang kuat, tanpa Gotong-royong yang sungguh-sungguh, tidak ada soal penting dan pokok bisa dipecahkan di negeri ini.

Saya kira tidak ada seorangpun di antara kita ini yang suka diberi predikat “revolusioner gadungan”, lebih-lebih karena kita tahu, bahwa kita semua ini telah ditempatkan di sini sebagai “putera-putera dan puteri-puteri yang terbaik” daripada seluruh bangsa dan tanah air Indonesia.

Oleh karena itu agar kita tidak mendapat gelar revolusioner gadungan, dan agar kita bisa membuktikan bahwa kita benar-benar putera-putera dan puteri-puteri Indonesia yang terbaik, maka seyogyanya Amanat Pembangunan Presiden itu, kita laksanakan dengan lapang dada, dijiwai semangat gotong-royong yang murni, semangat mempersatukan atau “samen-bundelen” semua kekuatan-kekuatan revolusioner di semua bidang pembangunan dan Revolusi, tanpa mendiskriminasikan bidang yang satu terhadap bidang yang lain.

“Samenbundeling” dari pada semua kekuatan-kekuatan revolusioner, kecuali harus dihimpun dalam badan-badan, dan alat-alat kekuasaan negara sebagai dikatakan oleh PJM Presiden Sukarno dalam Manipol, Amanat “Djalannya Revolusi Kita” dan Amanat Pembangunan Presiden (APP), juga harus dihimpun dalam front persatuan nasional yang demokratis dan anti-imperialisme. Pendirian Presiden Sukarno ini, adalah tepat sekali. Sebab ibarat orang harus berjalan dengan dua kaki, maka Revolusi seharusnya juga “berjalan dengan dua kaki”, kaki yang satu ialah badan-badan dan alat-alat kekuasaan negara, dan kaki lainnya ialah front persatuan nasional yang menjadi transmisi atau hefboom antara Kepala Negara dan masyarakat. Tanpa adanya “dua kaki yang dibangun menurut prinsip kegotongroyongan berporoskan NASAKOM”, tidaklah mungkin Revolusi Agustus 1945 diselesaikan dengan sukses.

Front Nasional sebagai syarat mutlak untuk dapat membikin suksesnya pembangunan dan suksesnya penyelesaian Revolusi Agustus 1945, barulah bisa dikatakan dapat memenuhi tugasnya apabila mampu menjalankan aksi-aksi massa revolusioner, untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan Revolusi secara tepat. Akan tetapi aksi-aksi ini baru dapat diadakan, apabila Rakyat dapat berkumpul dan berapat untuk mempersatukan pendapat dan pikirannya tentang pelaksanaan daripada soal-soal pokok Revolusi dan Pembangunan seperti yang diuraikan dalam Manipol dan perinciannya serta Amanat Pembangunan Presiden (APP). Tanpa adanya kesempatan bagi Rakyat untuk membicarakan dan mendiskusikan masalah-masalah pokok Revolusi dan Pembangunan, tidaklah mungkin Rakyat melakukan kesatuan tindakan-tindakan, atau kesatuan aksi-aksi revolusioner.

Oleh karena itu syarat yang mutlak bagi perkembangan gerakan front persatuan nasional adalah terjaminnya hak-hak demokratis dan kebebasan-kebebasan Rakyat. Sudah tentu di daerah-daerah yang belum aman sepenuhnya, pelaksanaan hak-hak dan kebebasan demokratis ini harus diatur dengan suatu kebijaksanaan yang khusus, sesuai dengan kekuasaan setempat. Dan sudah terang juga bahwa musuh-musuh revolusi, golongan-golongan kepala batu yang menentang Manipol dan garis-garis besar haluan pembangunan, termasuk surat kabar-surat kabar yang menjadi terompet mereka itu, harus dicabut hak-haknya untuk merusak pikiran dan persatuan Rakyat.

Dengan menjamin hak-hak serta kebebasan demokratis Rakyat, dan terbentuknya suatu front persatuan nasional yang luas dan kuat, maka akan terbukalah juga kemungkinan-kemungkinan bagi Rakyat untuk melakukan pengawasan terbuka atau jalannya pelaksanaan pembangunan, dengan memberikan kritik-otokritik yang konstruktif secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam hubungan ini, maka sebetulnya sudah pada tempatnya apabila saya atas nama golongan Komunis mengajukan pertimbangan kepada Peperti mengenai peninjauan berlakunya Undang-undang Keadaan Bahaya supaya disesuaikan dengan keadaan setelah dimulai pelaksanaan pembangunan semesta berencana ini. Hanya Rakyat yang tidak tertekan perasaan dan pikirannya bisa berbuat banyak untuk melaksanakan ketetapan-ketetapan yang sudah diambil oleh MPRS.

Demikianlah, syarat-syarat pokok pelaksanaan pembangunan untuk mencegah agar tujuan pembangunan dan perspektif Revolusi Agustus, yaitu pembentukan masyarakat sosialis Indonesia, tanpa penghisapan atas manusia oleh manusia, dapat dibelokkan menjadi “sosialisme” dengan penghisapan dan penindasan oleh kaum imperialis asing dan tuan tanah.

Sekali lagi saya nyatakan bahwa golongan Komunis menerima Ketetapan MPRS tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.

-------------------------------------------

 

Soal kesejahteraan dalam Sidang MPRS

Njono

 

Sidang MPRS yang mulia,

Setelah mempelajari Rancangan Ketetapan MPRS No II, khusus mengenai ketentuan umum bidang kesejahteraan beserta lampiran-lampirannya , selaku Ketua Komisi “B” (Bidang Kesejahteraan) dapatlah saya melaporkan, bahwa Rancangan Ketetapan MPRS No. II itu adalah sesuai dengan perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan perumusan-perumusan pendapat Komisi “B”.

Komisi “B” yang beranggotakan 60 orang terbagi atas 4 sub-sub Komisi, yaitu Sub Komisi Kesehatan yang diketuai oleh Kolonel Dr. Wonojudo dengan 3 orang Wakil Ketua, Sub Komisi Perumahan yang diketuai oleh Prof. Dr. N. Drijarkara dengan 2 orang Wakil Ketua, Sub Komisi Kesejahteraan Sosial yang diketuai oleh R. Z. Fananie dengan 3 orang Wakil Ketua, dan Sub Komisi Kesejahteraan Buruh, Tani, dan Nelayan yang diketuai oleh Sudarsono dengan 2 orang Wakil Ketua.

Permusyawaratan dalam rapat-rapat Komisi dan Sub-sub Komisi yang dilangsungkan sejak tanggal 16 s.d. 25 Nopember 1960 selalu diliputi oleh suasana gembira, bersatu dan penuh semangat bekerja cepat, tidak bertele-tele, tetapi tidak serampangan. Suasana pimpinan adalah kompak dan semua hasil-hasil Komisi diputuskan dengan musyawarah dan suara bulat.

Hasil-hasil Komisi ”B” ialah berupa Perumusan Pendapat Komisi ”B” tentang Garis-garis Besar Pembangunan Bidang Kesejahteraan Rakyat. Dalam Perumusan Pendapat Komisi “B” ini diputuskan:

1. Menyetujui pada umumnya Garis Besar Pembangunan Bidang Kesejahteraan Rakyat sebagaimana tersebut dalam Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Semesta Berencana, Buku ke-Satu Jilid III, dengan memajukan saran-saran yang bersifat penambahan atau pengurangan, dan

2. Menyerahkan pelaksanaannya dengan kekuasaan penuh kepada Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi Indonesia dengan dimana perlu membawanya ke Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-royong.

Sesuai dengan petunjuk terakhir Pimpinan MPRS, maka saran-saran yang telah diputuskan dengan suara bulat oleh Komisi “B” telah dibagi-bagi oleh Pimpinan Komisi dalam Lampiran –lampiran A dan B, tanpa Lampiran C.

Mengenai pengertian umum kesejahteraan Rakyat, Komisi “B” berpendapat, bahwa Rakyat dapat disebut sejahtera, apabila Rakyat tidak hanya terjamin mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bakatnya dan memperoleh hasil pekerjaan yang layak guna memenuhi keperluan hidup sehari-hari bagi dirinya sendiri beserta keluarga, tetapi juga harus mendapatkan jaminan hari tua, sehingga tidak hidup dalam ketakutan dan kemelaratan, jika tak berdaya lagi untuk mencari nafkahnya.

Bidang Kesejahteraan meliputi bidang-bidang kesehatan, perumahan beserta air minum dan penerangannya, kesejahteraan sosial dan kesejahteraan buruh, pegawai, tani, dan nelayan.

Di bidang kesehatan, Komisi “B” berpendapat, bahwa dalam pendidikan tenaga kesehatan, supaya di samping pendidikan para dokter, dalam waktu yang singkat diutamakan pendidikan paramedis yang selekasnya dapat dikerjakan di pelosok-pelosok. Masalah-masalah lain yang dianggap penting oleh Komisi “B” ialah masalah penggunaan dan penyebaran tenaga kesehatan pemerintah maupun swasta secara adil dan merata dan masalah obat-obatan supaya mudah didapat dengan harga murah.

Di bidang perumahan, Komisi “B” menegaskan bahwa soal perumahan keaktifan Pemerintah hendaknya janganlah hanya berupa pemberian fasilitas, melainkan Pemerintah hendaknya juga membangun rumah-rumah, baik untuk disewakan maupun untuk dijual, terutama di tempat-tempat industri negara. Selanjutnya dikemukakan supaya bantuan-bantuan untuk pembangunan perumahan disalurkan melalui berbagai jalan dengan cara-cara yang mudah, misalnya melalui koperasi pembangunan perumahan, jawatan perumahan Rakyat, bank perumahan, usaha swasta nasional dllnya.

Mengenai penerangan, Komisi “B” menyetujui usaha perluasan elektrifikasi oleh negara. Tetapi di samping itu, supaya distribusi minyak tanah diusahakan secara merata, cepat, dan murah.

Di bidang kesejahteraan sosial, Komisi “B” memajukan satu prinsip, supaya usaha-usaha kesejahteraan sosial oleh Pemerintah diperluas, di samping itu hendaknya Pemerintah membantu pembangunan usaha-usaha swasta nasional, baik yang sudah ada, maupun yang akan didirikan dalam bidang kesejahteraan sosial. Untuk mencegah timbulnya dan menjalarnya penyakit masyarakat, supaya Pemerintah melarang dengan perundangan pengemisan, pelacuran, perjudian, pemadatan, perdagangan manusia, penghisapan wuker dan pergelandangan.

Di bidang kesejahteraan buruh dan pegawai, Komisi “B” memusatkan perhatiannya kepada adanya satu undang-undang pokok kepegawaian/perburuhan yang antara lain menghapuskan undang-undang kolonial yang masih ada seperti onslagrecht no. 396/1941, menetapkan adanya satu status pegawai negeri, menghapuskan diskriminasi di lapangan perupahan, syarat-syarat kerja dan jaminan sosial dan adanya perlindungan khusus bagi buruh wanita dan buruh muda.

Di bidang kesejahteraan tani dan nelayan, Komisi “B” menekankan pentingnya pelaksanaan perundang-undangan yang telah ada untuk memperbaiki tingkat hidup kaum tani, di antaranya pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria, Undang-undang Bagi hasil, Undang-undang Penghapusan tanah partikelir, di samping itu supaya dilakukan perbaikan-perbaikan di lapangan pengkreditan, diadakan pelarangan/pengawasan sekeras-kerasnya terhadap woeker dan lain-lainnya. Khusus untuk nelayan, Komisi “B” memandang perlu adanya undang-undang bagi hasil bagi nelayan.

Sidang MPRS yang mulia,

Demikian beberapa masalah pokok yang dibahas dalam bidang kesejahteraan untuk sekedar memberikan gambaran perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, dan perumusan-perumusan pendapat apa yang hidup di kalangan Komisi “B” yang ternyata sudah tercermin secara pokok dan lengkap dalam Rancangan Ketetapan MPRS No. II yang diajukan oleh Pimpinan MPRS kepada kita semua.

Saya harapkan, semangat persatuan nasional yang saya alami langsung di Komisi “B” dan dalam permusyawaratan-permusyawaratan MPRS lainnya dapat terus berlangsung tidak hanya di dalam gedung MPRS di sini, juga di luar gedung MPRS dalam melaksanakan ketetapan-ketetapan MPRS yang kita putuskan bersama dengan musyawarah dan suara bulat.

Terima kasih.

 

------------------------------------------------

 

Land reform dan industrialisasi adalah loro-loroning atunggal

Asmu

 

Saudara Ketua Yth.

Sidang Majelis Yang Mulia,

Atas nama kaum tani yang saya wakili, saya memperkuat penerimaan secara aklamasi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara terhadap Ketetapan No. II/MPRS/1960 Tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.

Ketetapan No. II ini meletakkan kewajiban pada Pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan politik di berbagai bidang sesuai dengan Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana ketetapan MPRS. Ketetapan No. II ini merupakan pedoman bagi Presiden/Perdana Menteri dan Rakyat Indonesia untuk mengkaji seseorang Menteri Pembantu Presiden dan pejabat lainnya di pusat dan di daerah tentang kesetiaannya terhadap revolusi, negara dan Rakyat serta kecakapan bekerjanya.

Dalam ketetapan No. II ditegaskan bahwa Pembangunan Nasional Semesta Berencana ini adalah suatu pembangunan dalam masa peralihan yang bersifat menyeluruh untuk tercapainya masyarakat sosialis Indonesia, dimana tidak terdapat penindasan atau penghisapan atas manusia oleh manusia. Ini berarti bahwa sejak dimulainya pelaksanaan pembangunan sudah harus dirintis jalan pembebasan bagi bagian terbesar Rakyat Indonesia, terutama kaum buruh dan kaum tani, yang sampai pada saat ini masih mengalami berbagai-bagai bentuk penindasan dan penghisapan.

Saya menyambut dengan gembira ketetapan yang menyatakan bahwa sumber pembiayaan pembangunan nasional berencana ini pertama-tama harus diusahakan atas dasar kekuatan dalam negeri sendiri dengan mengerahkan semua modal dan potensi (funds and forces) yang progresif, dengan sejauh mungkin tidak menambah beban Rakyat, tanpa mencantumkan perlunya penanaman modal asing. Penanaman modal asing, dalam bentuk apapun juga, apabila ia menjalankan transfer keuntungan, akan berarti pemerasan terhadap keringat Rakyat dan kekayaan nasional negeri kita untuk kepentingan asing.

Ketetapan No. II ini menunjukkan jalan pembangunan nasional semesta secara tepat. Terutama karena menetapkan bahwa “Land reform adalah bagian mutlak dari pada revolusi Indonesia dan basis pembangunan semesta”. Dia selanjutnya menetapkan bahwa “tanah sebagai alat produksi tidak boleh dijadikan alat penghisapan”.

Ini adalah sesuai dengan amanat PJM Presiden Sukarno yang selanjutnya menegaskan bahwa “Tanah Untuk Tani”, “Tanah Untuk Mereka Yang Betul-betul Menggarap Tanah” (Djarek halaman 35). Dengan melaksanakan land reform berdasar prinsip-prinsip yang diamanatkan oleh PJM Presiden Sukarno, akan terciptalah syarat-syarat untuk membangkitkan kegairahan bekerja kaum tani. Akan terdapatlah syarat-syarat untuk meningkatkan produksi pertanian, terutama produksi pangan yang sekaligus meningkatkan daya beli kaum tani yang merupakan konsumen terbesar di negeri kita. Ini semua akan membuka jalan guna meningkatkan taraf kebudayaan dan daya cipta kaum tani, sehingga masyarakat kita sanggup memikul tugas mengembangkan industri di negeri kita. Dengan melaksanakan land reform berdasarkan prinsip-prinsip yang diamanatkan oleh Presiden Sukarno, terbuka jalan untuk mengembangkan industri di negeri kita. Tanpa land reform semacam itu, tidak mungkin dilaksanakan pembangunan industri di negeri kita. Sama halnya dengan revolusi tidak dapat menang tanpa kaum tani. Tepat sekali pernyataan Presiden Sukarno yang menandaskan bahwa “Gembar-gembor tentang Revolusi, Sosialisme Indonesia, Masyarakat Adil dan makmur, Amanat Penderitaan Rakyat, tanpa melaksanakan Land reform, adalah gembar-gembornya tukang penjual obat di pasar Tanah Abang atau di Pasar Senen”, (“Djarek” halaman 34). Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan kaum tani dan Rakyat pada umumnya diperlukan industrialisasi. Land reform dan industrialisasi satu sama lain tidak dapat dipisah-pisahkan, loro-loroning atunggal.

Saya mengharap agar dalam melaksanakan pembangunan nasional semesta berencana tahapan pertama ini, Pemerintah benar-benar memegang teguh garis tiga anti: yaitu anti-liberalisme, anti-imperialisme, dan anti-feodalisme, serta melaksanakan land reform dan industrialisasi sesuai dengan Ketetapan MPRS ini.

Saudara Ketua Yth.

Sidang Majelis Yang Mulia,

Dalam Ketetapan No II ini beserta lampirannya telah cukup dirumuskan prinsip-prinsip yang dapat meringankan beban penghidupan serta proyek-proyek yang dapat memenuhi kebutuhan yang paling mendesak dari massa Rakyat, termasuk kaum tani. Pelaksanaan prinsip-prinsip dan proyek-proyek itu akan sangat membantu Pemerintah dalam mengerahkan semua modal dan potensi (funds and forces) dalam negeri. Pembebasan kaum tani dari penghisapan feodal dan pemberian tanah kepada kaum tani, akan mendorong kaum tani mengambil bagian aktif dalam pembangunan nasional semesta. Tetapi dengan itu saja belumlah cukup. Guna membangkitkan dan mengorganisasi kaum tani untuk secara sadar mengambil bagian aktif dalam pelaksanaan pembangunan nasional semesta, diperlukan kebebasan-kebebasan demokratis, tidak dapat diragukan lagi, Pemerintah akan dapat menarik kaum tani untuk mengambil bagian aktif dan memberikan andil yang tidak terbatas dalam pelaksanaan pembangunan nasional semesta. Tetapi, jika tanpa bumi dan demokrasi bagi kaum tani, kita terpaksa pesimis terhadap pelaksanaan Garis-garis Besar Pola Pembangunan yang sudah kita terima ini.

Akhirnya, Saudara Ketua Yth, saya menyampaikan penghargaan sebesar-besarnya kepada segenap anggota MPRS Yth, yang telah memenuhi harapan Rakyat yang diamanatkan oleh PJM Presiden dalam pembukaan Sidang MPRS yang pertama ini, bekerja dengan cepat dan tepat. Ini adalah berkat kerjasama yang baik dari segenap kekuatan nasional yang berintikan Nasakom dalam MPRS ini. Saya yakin, bahwa jika kerjasama segenap kekuatan nasional berintikan Nasakom seperti kita saksikan dan alami selama sidang-sidang MPRS ini diteruskan pada tingkat pelaksanaan Garis-garis Besar Pola Pembangunan, maka pola pembangunan yang sudah kita terima bersama ini akan benar-benar menjadi kenyataan.

Sekian dan terima kasih.

 

---------------------------

 

Perbedaan pokok “Rencana Pembangunan “ PRRI-Permesta dengan Garis-garis Besar Pola Pembangunan MPRS

Nursuhud

 

Sdr. Ketua dan pimpinan sidang Yth.

Majelis yang mulia,

Sebagai seorang yang berasal dari Sumatera dan dari Sumatera Barat pula, yang beberapa tahun yang lalu merupakan pusat pemberontakan kontra-revolusioner PRRI maka saya merasa sangat gembira dengan adanya Ketetapan II MPRS ini, yang kecuali telah menerima Garis-garis Besar Pola Pembangunan Depernas, juga telah lebih menyempurnakannya.

Kalau di masa yang lalu kita telah memberikan jawaban pertama yang tepat terhadap pemberontakan kontra-revolusioner PRRI-Permesta berupa pukulan-pukulan politik dan militer yang menghancurkan, maka Garis Besar Pola Pembangunan yang telah kita sahkan sekarang ini merupakan jawaban kedua yang tepat pula. Saya sepenuhnya membenarkan ucapan Presiden Sukarno dalam “Jalannya Revolusi Kita” yang bunyinya sebagai berikut:

“Bahagialah Rakyat Indonesia, kalau ia nanti dengan diterimanya blueprint Depernas oleh MPRS, telah mempunyai ia punya Pola Pembangunan Tahapan Pertama. Bahagialah ia, karena ia, dengan adanya Pola Pembangunan itu, merasakan adanya pimpinan ekonomis, -- merasakan adanya ekonomisch leiderschap, di samping adanya polotoek leiderschap yang terpancar dalam Manifesto Politik dan Usdek” (hal. 33). Selanjutnya beliau menegaskan: “berantakanlah nanti zoogenaamd ramalannya PRRI-Permesta yang berbunyi: ‘Betul mereka (PRRI-Permesta itu) kalah di bidang militer, tetapi Republiknya Sukarno nanti akan hancur sendiri karena economic mismanagement and misleadership’. Dengan adanya blueprint Depernas itu maka ekonomisch leiderschap akan tergaris nyata. Dan Insya Allah akan berantakan bukan saja ramalan kaum pemberontak itu bahwa Kita akan hancur, tetapi Insya Allah akan berantakan pula mereka punya harapan, bahwa mereka akan tetap berdiri. Insya Allah bukan Republik Indonesia yang akan hancur, tetapi PRRI-Permestalah yang akan hancur”.

Dan saya sendiri memang yakin dan percaya bahwa apabila rumus-rumus yang mati di atas kertas sekarang ini dapat direalisasi menjadi kenyataan-kenyataan yang hidup dalam kehidupan nyata, maka ia benar-benar akan merupakan syarat untuk menghancurkan pemberontakan kontra-revolusioner itu sampai ke akar-akarnya.

Alasan lain yang perlu saya kemukakan di sini ialah bahwa untuk kepentingan pemberontakna di masa yang lalu telah mengelabui mata Rakyat dengan semboyan-semboyan kosong tentang “pembangunan semesta”. Akan tetapi Rakyat Semesta dan luar Jawa pada umumnya akan segera dapat melihat bahwa Garis-garis Besar Pola Pembangunan kita sekarang ini berbeda di dalam watak dan tujuannya dengan “pembangunan semesta” ala Dewan Gadjah, Dewan Banteng, Dewan Garuda, dan dewan-dewan partikelir lainnya. Ia berbeda dalam watak dan tujuannya, karena “rencana-rencana pembangunan “ yang bersifat anti-imperialisme dan anti-feodalisme dan oleh karena itu tidak bertujuan untuk melikuidasi ekonomi kolonial dan ekonomi global yang masih bercokol di tanah air kita, melainkan “rencana-rencana pembangunan” yang hendak mengundang lebih banyak lagi penanaman modal asing baru dalam bentuk-bentuknya yang klasik maupun dalam bentuk-bentuknya yang baru dan yang hendak terus memupuk tuan tanah-tuan tanah bumiputera. Dengan lain perkataan: pembangunan modal “productionshare”, “joint enterprise”, “joint venture, Argentine Pattern” dan lain-lain sebagainya. Teranglah bahwa “rencana-rencana pembangunan” mereka itu bukanlah “rencana pembangunan” nasional, tetapi “rencana pembangunan” seperti yang dikatakan Presiden Sukarno berorientasi kepada kepentingan modal asing, Garis-garis Besar Pola Pembangunan kita sekarang ini adalah rencana pembangunan yang pada umumnya mempunyai watak anti-imperialisme dan anti-feodalisme, yang membedakan ia dari boleh dikata semua rencana-rencana pembangunan yang pernah ada di masa yang lalu.

Watak anti-imperialisme daripada Garis-garis Besar Pola Pembangunan kita sekarang ini tercermin dalam beberapa rumus dalam berbagai bidang. Di bidang produksi misalnya dalam Ketetapan I MPRS ini dalam pasal 5 ayat (2) ditegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang vital untuk perkembangan perekonomian nasional dan menguasai hajat hidup Rakyat banyak, dikuasai oleh Negara, jika perlu dimiliki oleh negara. Di bidang pembiayaan pasal 7 ayat (1) mengatakan bahwa sumber pembiayaan bagi pembangunan nasional semesta berencana itu pertama-tama harus diusahakan atas kekuatan dalam negeri sendiri dengan mengerahkan semua modal dan potensi (funds and forces) yang progresif, dengan sejauh mungkin tidak menambah beban Rakyat.

Semangat daripada perumusan ini ialah percaya pada kekuatan diri sendiri dan tidak ingin menambah beban Rakyat dalam politik pembangunan kita. Tepat sekali bahwa dalam semua ketetapan MPRS tidak ada dicantumkan tentang penanaman investasi modal asing. Sebaliknya, di dalam MPRS terdapat semangat yang kuat untuk menolak penanaman modal asing baru dan untuk menggerogoti modal asing yang sudah ada, seperti mengambil alih modal Belanda dalam BPM/Shell dan menguasai hasil devisen dari perusahaan minyak untuk dijadikan pinjaman jangka panjang.

Demikian juga pasal 7 ayat (2) mengatakan bahwa jika modal nasional guna pembiayaan pembangunan belum mencukupi, maka dapat diadakan kerja sama ekonomi dan teknik dalam arti luas dengan luar negeri, dengan ketentuan bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan Manifesto Politik dan APP, dan harus disusun dalam perundang-undangan bersama-sama dengan DPR-GR. Ini adalah sepenuhnya sesuai dengan APP yang mengatakan bahwa “pada prinsipnya modal asing dapat diterima hanya sebagai pinjaman (hal. 29)”.

Hal-hal ini perlu saya kemukakan di sini mengingat masih bercokolnya modal monopoli asing di Sumatera di bidang perminyakan, seperti di Sumatera utara, Riau, dan Sumatera Selatan dan mengingat masih banyak kekayaan-kekayaan yang terpendam dalam buminya yang belum digali. Sebagai terkenal Sumatera adalah pulau emas, tetapi sayang selama ini emasnya terus-menerus dibawa orang ke luar negeri.

Watak anti feodalisme dari rencana pembangunan kita sekarang tersimpul antara lain dalam konsiderans ayat 5 yang mengatakan bahwa syarat pokok untuk pembangunan tata-perekonomian nasional adalah antara lain pembebasan berjuta-juta kaum tani dan Rakyat pada umumnya dari pengaruh kolonialisme, imperialisme, feodalisme, dan kapitalisme dengan melaksanakan “land reform “ menurut ketentuan-ketentuan hukum nasional Indonesia seraya meletakkan dasar-dasar bagi industrialisasi, terutama industri dasar dan industri berat yang harus diusahakan dan dikuasai oleh Negara. Selanjutnya pasal 4 ayat (3) mengatakan bahwa land reform sebagai bagian mutlak daripada revolusi Indonesia adalah basis pembangunan semesta yang berdasarkan prinsip bahwa tanah sebagai alat produksi tidak boleh dijadikan alat penghisapan. Ketentuan-ketentuan ini bersama-sama dengan Pola Depernas ditambah dengan penegasan-penegasan yang terdapat dalam Lampiran A Ketetapan II MPRS, menurut hemat saya, pada pokoknya telah mencakup pokok-pokok pikiran Presiden Sukarno dalam Manifesto Politik. Jalannya Revolusi Kita dan APP mengenai land reform. Bukankah Presiden Sukarno telah mengatakan bahwa “melaksanakan land reform berarti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari revolusi Indonesia”. Dan bahwa “revolusi Indonesia tanpa land reform adalah gedung tanpa atas” (Djalannya Revolusi Kita, hal. 54).

Hal-hal ini perlu saya kemukakan di sini, karena masih ada orang yang beranggapan bahwa di daerah seperti Sumatera Barat tidak terdapat pemilikan tanah secara feodal dan bahwa di sana semua tanah adalah milik kaum. Mungkin orang-orang ini tidak mengetahui penghidupan kaum tani yang sesungguhnya atau hanya melihat-lihat hukum formal mengenai pertanahan yang masih berlaku. Mereka tidak mengetahui bahwa oleh karena proses perkembangan tenaga-tenaga produktif masyarakat hak milik kaum atas tanah itu telah terpecah belah bahwa telah terjadi pemindahan-pemindahan milik tanah kaum yang menyebabkan terdapatnya akumulasi tanah kaum lainnya yang telah tumbuh menjadi tuan tanah-tuan tanah. Oleh karena itu menurut pendapat saya land reform harus dilaksanakan di seluruh negeri, tidak terkecuali Sumatera Barat. Demikianlah perbedaan pokok antara “rencana-rencana pembangunan” ala PRRI-Permesta dengan Garis-garis Besar Pola Pembangunan Semesta Berencana MPRS.

Saudara Ketua, akhirnya saya di sini meminta perhatian tentang salah satu syarat pula daripada pelaksanaan pola pembangunan ini. Yang saya maksudkan ialah dalam pemulihan keamanan. Sejak Presiden Sukarno dalam “Jalannya Revolusi Kita” mengumumkan bahwa pemulihan keamanan sudah akan selesai pada pertengahan tahun 1962, maka kami di Sumatera sudah menghitung-hitung hari dan menanti-nanti dengan penuh harapan saat pertengahan tahun 1962 itu. Jika pada saat itu keamanan masih belum selesai, maka hal itu sudah barang tentu merupakan rintangan yang besar bagi pelaksanaan rencana pembangunan semesta ini. Oleh karena itu jangka waktu yang telah ditetapkan itu hendaknya benar-benar dapat dipegang teguh. Dalam hubungan ini ingin saya menekankan sekali lagi canang yang dengan keras dilantangkan oleh Manifesto Politik bahwa pemulihan keamanan hanya bisa dijamin penyelesaiannya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, apabila tetap dilaksanakan garis tanpa kompromi dalam bentuk apapun juga dan garis mengikutsertakan Rakyat.

 

--------------------------------------------------------

 

Ketetapan-ketetapan MPRS senjata baru untuk melawan musuh-musuh Rakyat

Karel Supit

Sdr. Ketua yang terhormat,

Sidang Majelis yang mulia,

Berkat kebijaksanaan Pimpinan MPRS dan karena kesungguh-sungguhan bekerja dari seluruh anggota MPRS yang dijiwai oleh semangat gotong-royong dan semangat musyawarah yang konstruktif, MPRS telah berhasil dengan gemilang menyelesaikan tugasnya mensahkan 2 dokumen penting yang peranan dan pengaruhnya akan sangat menentukan jalannya serta kehidupan Rakyat dan Republik kita di hari-hari yang akan datang.

Soalnya sekarang ialah bagaimana sambutan Rakyat di daerah-daerah terhadap dokumen-dokumen tersebut dan bagaimana pelaksanaannya nanti.

Sebagai seorang putera Indonesia yang berasal dari Sulawesi saya dapat menyatakan bahwa dokumen tersebut ditinjau dari sudut politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan cukup mencerminkan kepentingan vital dari seluruh Rakyat Indonesia baik secara Nasional, maupun secara masing-masing suku bangsa.

Keputusan-keputusan tersebut mencerminkan hasrat dan kepentingan Rakyat untuk menggalang suatu persatuan nasional yang kuat sebagai syarat mutlak untuk menyelesaikan Revolusi Agustus sampai tercapai sepenuhnya satu Republik Indonesia yang merdeka penuh, bersatu, kuat, demokratis, adil dan makmur sebagai perwujudan amanat penderitaan Rakyat.

Keputusan-keputusan tersebut jika dilaksanakan, juga dapat memberikan jalan keluar dan pemecahan bagi kesulitan-kesulitan Rakyat Sulawesi yang sekarang sudah begitu memuncak. Keputusan-keputusan yang sudah diambil MPRS dapat menjadi landasan yang kuat bagi terwujudnya keinginan Rakyat untuk mendapatkan persatuan, demokrasi, keamanan, dan perbaikan nasib.

Oleh karena itu saya yakin pula bahwa keputusan-keputusan MPRS yang maha penting ini akan disambut dengan gembira dan penuh harapan oleh sebagian terbesar dari Rakyat Indonesia di Sulawesi. Ini tidak lain karena:

Dengan Ketetapan No. I dan Ketetapan No. II MPRS, Rakyat Indonesia mendapatkan senjata baru untuk melawan musuh-musuh Rakyat dan Republik ialah imperialisme, feodalisme, dan kaum pemberontak kontra-revolusioner. Sebelum itu senjata Rakyat satu-satunya hanyalah semangat Proklamasi 1945 dan kesetiaan kepada kesatuan bangsa. Tanah air Republik Indonesia.

Selama 15 tahun, imperialisme beserta kaki tangan-kaki tangannya telah tidak henti-hentinya menjadikan Sulawesi sasaran operasi-operasinya dengan maksud kemudian menghancurkan Republik Indonesia. Kita kenal gerakan Van Mook dengan Twapro serta NIT-nya, kita kenal aksi-aksi Andi Azis dan Somoukil, kita kenal pemberontakan Kahar Muzakar dengan DI-nya, akhirnya kita kenal proklamasi Permesta oleh Sumual dan Saleh Lahade. Benar semua aksi-aksi anti-Republik itu dapat diatasi berkat perjuangan patriotik dari Rakyat Indonesia di Sulawesi dengan bantuan perjuangan heroik seluruh Rakyat Indonesia dan APRI. Tapi dalam pada itu orang bertanya-tanya, berapa banyak sudah korban dan kerugian yang diderita oleh Rakyat dan Negara, dan kapankah segala kekacauan dan penderitaan Rakyat akan berakhir.

Dengan adanya Ketetapan MPRS No. I dan No. II itu Rakyat akan dapat dipersenjatai dengan sebuah konsepsi politik dan sebuah konsepsi pembangunan yang jika benar-benar dilaksanakan bukan saja akan memberikan pukulan terakhir kepada sisa-sisa pemberontak, tapi juga akan menjadi senjata ampuh di tangan Rakyat untuk melawan segala bentuk penyelewengan yang baru.

Rakyat sejak sekarang akan lebih mampu dan gairah meneruskan cita-cita revolusi Indonesia karena ia sekarang telah dipersenjatai dengan pengertian-pengertian tentang soal-soal pokok Revolusi Indonesia, Rakyat sekarang sudah bisa mengetahui dengan jelas dasar-dasar tujuan dan kewajiban Revolusi Indonesia, tentang kekuatan-kekuatan sosial Revolusi Indonesia, tentang sifat Revolusi Indonesia, tentang hari depan Revolusi Indonesia, tentang musuh-musuh Revolusi Indonesia. Juga tentang program pembangunan, Rakyat akan mengetahui tentang tugasnya untuk menyelenggarakan pembangunan yang berwatak anti-imperialisme dan anti-feodalisme, membangun ekonomi nasional melikuidasi ekonomi kolonial yang menjadi sumber pokok dari pada kekacauan dan segala penderitaan Rakyat. Beberapa proyek pembangunan untuk Sulawesi yang termuat dalam pola pembangunan seperti di bidang produksi dan distribusi mengenai penambahan produksi beras dan kopra, bersama dengan pembangunan pabrik-pabrik untuk mengolah bahan-bahan hasil kelapa, pembangunan perhubungan laut dan pelayaran serta di bidang pemerintahan dengan pembentukan empat propinsi di Daerah Sulawesi, dapat membuka kemungkinan-kemungkinan yang luas untuk memperbaiki tingkat hidup Rakyat di Sulawesi. Itulah sebabnya Sdr. Ketua, saya yakin bahwa Rakyat di Sulawesi akan menyambut dengan gembira keputusan-keputusan MPRS dan bertekad pula untuk melaksanakannya, karena ia yakin bahwa perjuangannya pasti akan berhasil dan segala pengorbanannya tidaklah sia-sia.

Lebih besar lagi harapan Rakyat terhadap Ketetapan-ketetapan MPRS, karena Ketetapan-ketetapan itu adalah hasil dari pada semangat persatuan dan gotong royong yang meliputi seluruh pekerjaan MPRS. Ini membuktikan bahwa asal saja semangat ini dikembangkan secara konsekuen sampai kepada pelaksanaan keputusan-keputusan tersebut di segala bidang, tidak ada satu pekerjaan bagaimana sulitnya yang tidak akan dapat diselesaikan sesuai dengan Manipol dan kepentingan Revolusi. Singkatnya agar supaya harapan Rakyat terhadap keputusan-keputusan MPRS ini dapat dipenuhi, hendaklah putusan-putusan tersebut kita amalkan nanti sesuai dengan suasana yang ada dalam MPRS ini.

Menurut pendapat saya suasana yang menjadi ciri pokok dalam sidang MPRS yang mulia ini ialah suasana kerjasama, gotong-royong yang berinti persatuan NASAKOM, sedang metode kerja yang pokok dari MPRS, ialah apa yang dikatakan oleh Kawan Aidit “guided democracy industri action”. Inilah yang telah memungkinkan MPRS menyelesaikan tugasnya dengan sukses yang gemilang. Banyak pembicara dalam sidang ini telah menyerukan supaya suasana dan cara kerja yang telah kita alami dalam sidang MPRS ini dikembangkan terus sampai keluar gedung ini sampai ke daerah-daerah, ke tengah-tengah Rakyat. Jadi bisalah menjadi kesimpulan kita yang penting, bahwa syarat pokok untuk suksesnya pelaksanaan keputusan-keputusan MPRS ialah menciptakan iklim dan suasana persatuan NASAKOM, persatuan seluruh suku bangsa dan dipraktekkannya demokrasi terpimpin, mulai dari pusat sampai ke bawah.

Adalah tidak tepat pikiran sementara orang yang masih saja mencoba mentorpedir semangat dan prinsip kegotongroyongan, dengan Nasakom sebagai intinya bagi semua badan-badan dan alat-alat perlengkapan negara, termasuk badan-badan eksekutif di pusat maupun di daerah, dengan memberikan tafsiran secara subyektif mengenai Manipol dan Pancasila. Saya ingatkan sekali lagi ucapan Presiden Sukarno di Surabaya: “Kalau Pancasila tulen harus setuju Nasakom”.

Satu hal mengenai Sulawesi yang ingin saya singgung secara khusus ialah masalah pemulihan keamanan. Bagi tiap orang adalah terang bahwa pemulihan keamanan bukan saja soal Rakyat di Sulawesi, melainkan adalah pertama-tama soal Nasional. Oleh karena itu pemecahan secara pokok dari pada keamanan di Sulawesi adalah juga dengan cara konsekuen melaksanakan prinsip-prinsip Manipol dan Djarek terutama prinsip Nasakom dan persatuan seluruh suku bangsa yang ditujukan terhadap musuh pokok Rakyat dan Revolusi Indonesia ialah imperialisme dan kaum pemberontak kontra-revolusioner. Ini adalah perwujudan dari prinsip mengikutsertakan Rakyat, tetapi untuk mengikutsertakan Rakyat secara maksimal syarat pokoknya ialah menjamin hak-hak demokrasi bagi Rakyat. Pengingkaran terhadap prinsip-prinsip tersebut adalah sengaja atau tidak sengaja penghambatan terhadap suatu pemulihan keamanan yang sungguh-sungguh. Kenyataan menunjukkan bahwa dengan demikian, daya kekuatan dari Rakyat dan dari front anti-pemberontak diperlemah dengan akibat pemulihan keamanan bisa menjadi berlarut-larut. Sedang pengalaman membuktikan bahwa dimana semua kekuatan revolusioner digunakan secara maksimal terhadap kekuatan pemberontak, disitulah pemulihan keamanan dapat berjalan dengan lancar dan tercipta syarat untuk menghabiskan sama sekali kekuatan pemberontakan baik kekuatan militer maupun pengaruh politiknya. Saya yakin sepenuhnya bahwa jika prinsip-prinsip pemulihan keamanan dijalankan konsekuen menurut prinsip-prinsip di atas, keamanan di Sulawesi dan di seluruh Indonesia akan dapat dipulihkan dalam waktu yang ditentukan dalam Djarek, sehingga pada tanggal 17 Agustus 1962 Rakyat dan Republik Indonesia akan merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaannya dalam keadaan aman dan damai, bersih dari segala gerombolan pemberontak, dan pengacau kontra-revolusioner.

Sdr. Ketua dan Majelis yang mulia, marilah kita kembali ke tempat dan daerah-daerah kita masing-masing, dengan semangat MPRS yang jaya yakni semangat gotong-royong, demi untuk mensukseskan pelaksanaan Pola Pembangunan Semesta Berencana Tahapan I.

Hidup persatuan antara semua suku bangsa !

Hidup persatuan Nasakom !

Hidup semangat gotong-royong !

Hidup Republik Indonesia !

---------------------------------------------

Hapuskan sisa-sisa kekuasaan swapraja dan alat-alat negara anti-Rakyat

J.P. Rissi

 

Saudara Ketua, Majelis yang mulia,

Dentuman palu godam Pj. Ketua yang mulia pada hari Sabtu yang lalu, diriuhkan dalam nada persetujuan dengan aklamasi atas Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana ini, laksana guntur di langit, menandakan hari akan hujan dan memberikan harapan kepada Rakyat yang sampai sekarang masih kekeringan dan kehausan sambil memberikan harapan kepada kaum tani, yang selama ini mengalami, segala tanam tumbuhnya terancam mati.

Memang Sdr. Ketua, sesuai dengan amanat PJM Presiden, MPRS dengan ditetapkan Garis-garis Besar Pola Pembangunan ini telah memberikan jawaban atas Amanat Penderitaan Rakyat itu, yang juga bersifat Nasional, bersifat Semesta, malah juga bersifat Berencana, yaitu direncanakan oleh kaum kolonialis dan kaum feodalis. Kita orang, seberat-berat mata memandang lebih beratlah bahu yang memikul. Dan kami, bersama saya adalah juga sebagian dari Rakyat Indonesia yang berdiam di daerah kami, yaitu Sumba, Timor, dan Flores yang saya wakili, adalah termasuk golongan Rakyat yang secara langsung memikul dan merasakan apa yang dinamakan penderitaan Rakyat itu, penderitaan Rakyat yang berasal dan bersumber dari sisa-sisa kolonialisme dan dengan karena memang daerah kami adalah daerah yang masih hidup dalam alam yang penuh derita ini, atau lebih baik saya katakan, masih setengah mati dalam alam penderitaan itu.

Alangkah terharunya saya, tatkala di dalam ketetapan MPRS No. II ini tercantum pokok-pokok pikiran, bahwa Pembangunan Nasional Semesta Berencana akan membebaskan Rakyat dari penindasan dan penghisapan manusia atas manusia, akan menegakkan kembali kepribadian dan kebudayaan Indonesia, berdasarkan Demokrasi Terpimpin dan Gotong-royong, dan akan membebaskan berjuta-juta kaum tani dari segala pengaruh buruk kolonialisme-feodalisme dan segala macam penindasan-penindasan lainnya. Konsekuensi dari pokok-pokok pikiran itu antara lain adalah harus adanya Land reform yang menjaminkan tanah kepada kaum tani penggarap, yang menjamin bahwa tanah sebagai alat produksi tidak akan dijadikan alat penghisap dan pemerasan kaum tuan tanah dan kaum feodal pemilik tanah dan yang mengangkat dirinya menjadi yang dipertuan dari kaum tani yang mereka perhambakan dan hanya hidup untuk perbudakan dan karenanya itu, Swapraja-swapraja yang masih tersisa di daerah-daerah kami ini seharusnya akan dihapuskan, dihapuskan atas segala macam dan segala bentuk kekuasaannya yang hidup hanya memeras dan menindas Rakyat, memeras dan menindas kaum tani pada khususnya yang juga di dalam MPRS ini saya turut mewakilinya.

Sdr Ketua yang mulia. Kenapa saya amat terharu akan pokok-pokok pikiran dan rencana usaha yang saya kemukakan di atas? Telah saya katakan, bahwa Rakyat di daerah kami, termasuk juga saya sendiri adalah orang-orang yang langsung merasakan dan memikul segala bentuk kejahatan penindasan dari sisa-sisa kekuasaan feodalisme yang dulunya menjadi alat dan kuda beban imperialisme-kolonialisme itu.

Izinkanlah Sdr. Ketua yang mulia saya sekedar memberikan sedikit fakta-fakta sebagai bukti, betapa ganasnya penindasan feodalisme yang masih diderita oleh Rakyat di daerah saya. Fakta-fakta itu akan berbicara sendiri kepada Majelis yang mulia, dan fakta-fakta ini akan meyakinkan kepada Majelis yang mulia betapa tepatnya Ketetapan MPRS hari Sabtu yang lalu dan bersama dengan itu akan meyakinkan pula kepada Majelis Yang Mulia, kenapa saya menjadi terharu tatkala mendengar palu godam Ketua, yang sebagai Guntur Kebebasan memecah penindasan.

Bukanlah kenyataan-kenyataan dan praktek biadab yang masih saja dilakukan di beberapa Swapraja Nusatenggara terutama di bagian Timur. Berbicara tentang “apa yang dinamakan Pengerahan Tenaga Rakyat atau Gotong-royong” ala Swapraja, terkenanglah saya akan pengalaman pahit ala Deandels yang baru-baru ini dilakukan di daerah Swapraja Amarasi. Kaum tani dikerahkan untuk membangun dan memperbaiki jalan-jalan raya yang berpuluh-puluh kilometer jauhnya dari tempat kediaman mereka tanpa memperhitungkan waktu yang diperlukan oleh kaum tani untuk mengerjakan kebun-kebunnya. Mereka diharuskan membawa dan memikul bahan-bahan makanan mereka sendiri dan berbulan-bulan tidur di pinggir-pinggir jalan di bawah kolong langit terbuka dengan berbantalkan batu dan berselimutkan pukulan dan hinaan. Bagaikan hewan-hewan di padang rumput.

Kaum tani yang belum berhasil mencari bekal untuk menjalankan tugas rodi Swapraja itu dan karenanya belum dapat menjalankan tugas yang dinamakan “gotong-royong” oleh tuan-tuan feodal yang dibantu oleh opas-opas Raja dan ditarik dengan kuda ke kantor Swapraja, sehingga ada di antaranya yang perlu digotong ke rumah sakit. Perampas kebun-kebun kaum tani yang sudah digarap untuk ditanam dalam musim hujan, adalah praktek yang sudah dianggap wajar oleh tuan feodal di Timor. Tidak hanya itu, seorang pendeta yang mencoba membela kepentingan kaum tani, disiksa dan dianiaya secara sewenang-wenang dan perlu dibawa ke rumah sakit hanya atas tuduhan yang dibuat-buat bahwa pendeta itu menghasut kaum tani untuk melucuti senjata polisi di Fatuelu.

Saya kira para anggota MPRS yang mulia telah mengetahui peristiwa Delha di pulau Roti, dimana rumah-rumah kaum tani miskin yang tidak berdaya dibakar dibumihanguskan, sedangkan mereka sendiri dianiaya, disiksa, ditangkap, dan dimasukkan dalam sel, dan di antaranya ada yang langsung ditembak oleh polisi. Mereka dituduh tidak mau membayar pajak, keadaan yang sebenarnya ialah kaum tani itu tidak mampu membayar sekaligus 10 tahun tunggakan pajaknya. Kambing, babi, dan barang-barang lain sudah dibeslah dan dilelang dengan harga yang ditentukan oleh Swapraja. Sekalipun demikian, perampasan itu belum juga berhasil menghapuskan tunggakan pajak. Karena itu, tuan feodal ini menuntut agar bahan makanan kaum tani miskin yang didapatnya dengan penuh derita, juga dirampas.

Begitulah Sdr. Ketua, keadaan kaum tani yang masih hidup dalam belenggu dan cengkeraman feodalisme klas berat dan begitulah nasib kaum tani kita yang merupakan salah satu kekuatan pokok dalam menciptakan kekayaan materiil bagi masyarakat Indonesia di Timor dan juga merupakan salah satu kekuatan pokok untuk menyelesaikan tugas Revolusi Agustus 1945.

Penghapusan kekuasaan Swapraja seharusnya juga berarti mengakhiri kekuasaan bangsawan tuan budak yang masih merajalela di masyarakat Sumba. Untuk menjelaskan apa artinya kekuasaan tuan budak bagi Sidang Yang Mulia ini Sdr. Ketua Yth. perkenankanlah saya memberikan sekedar fakta tentang satu peristiwa yang baru terjadi dalam pertengahan tahun 1960.

Pada peristiwa penguburan seorang kepala daerah Swapraja Kanatang di Sumba, telah diperintahkan oleh keluarga bangsawan tuan budak itu untuk membunuh seorang budak wanita kecintaan almarhum bangsawan sebagai korban manusia pada upacara penguburan tersebut. Paham dan adat yang kolot ini menghendaki penguburan demikian itu, karena kepentingan seorang tuan budak di dunia akhiratnya perlu mendapatkan pelayanan.

Pembunuhan itu dilakukan dalam keadaan seolah-olah budak wanita itu “terbunuh dalam keadaan mimpi berkelahi”, dengan perhitungan sedapat mungkin luput dari tuntutan pidana. Hal yang demikian ini dianggap biasa oleh keluarga bangsawan tuan budak terhadap manusia makhluk mulia wanita tani miskin yang sudah mati dengan tidak dikehendaki, apalagi perampas gadis di bawah umur dari keluarga tani untuk dijadikan budak oleh kaum bangsawan yang berkuasa. Kekejaman-kekejaman itu perlu segera diakhiri.

Karena itu, Sdr. Ketua, saya selaku putra daerah dari Nusa Tenggara Timur menyambut baik keputusan penting dan yang bersejarah ini sambil mendorong selekas mungkin dilaksanakan putusan-putusan penghapusan kekuasaan Swapraja dan diadakannya retuling pada badan-badan dan alat kelengkapan Negara di bidang-bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif di daerah kami sesuai jiwa dan semangat Amanat Presiden Sukarno “Jalannya Revolusi Kita”, dimana diikutsertakannya Rakyat dalam pelaksanaan dan pengawasan pembangunan dengan menjamin hak-hak serta kebebasan-kebebasan demokratis. Demikianlah supaya Rakyat di Nusa Tenggara Timur dapat pula merasakan kemanfaatan daripada kemerdekaan yang telah diperjuangkan itu dalam melawan kekuasaan dan keganasan feodalisme.

Dalam hubungan ini, saya serukan di hadapan Sidang Yang Mulia untuk menuntut pada golongan yang berkuasa di Nusa Tenggara Timur membebaskan kaum tani yang tidak bersalah, telah meringkuk dalam tahanan sel selama lebih dari 6 bulan, hanya karena mereka telah berjuang melepaskan diri mereka dari belenggu feodalisme seperti apa yang telah menjadi keputusan bulat dari MPRS ini.

Mereka meringkuk bukan mencuri, bukan karena korupsi, dan juga bukan karena suatu kejahatan.

Berbicara tentang pelaksanaan land reform seharusnya dijalankan secara konsekuen di Nusa Tenggara Timur maka kaum tani akan bisa terlepas dari penghisapan feodal dan gadis-gadis kaum tani akan menari serta memainkan sasando-nya dengan merayu lagu merdu, karena cukup sudah derita dialami dan mimpi akan membangun hari depan yang bahagia sudah menunggu dalam kenyataan.

Mari kita likuidasi segala keterbelakangan feodal.

Hidup Rakyat Indonesia...... yang tidak mesti kerja paksa, disiksa, dan ditembak mati.

Hidup Nasionalis, Agama, dan Komunis.

Hidup Nasakom.

 

-----------------------------------

 

Bebaskan Irian barat dan lenyapkan sisa-sisa feodalisme

Umar Lesteluhu

Saudara Pimpinan yang terhormat dan Sidang Majelis yang mulia.

Saya berbicara ini adalah sebagai anggota MPRS dari golongan karya tani dan sebagai seorang putera Indonesia yang berasal dari daerah Maluku, yang ingin menyampaikan sebuah sambutan singkat terhadap Pola Pembangunan Semesta Nasional Berencana ini.

Saya sangat bergembira, sebab dengan disahkannya Pola ini, menjadi suatu pegangan untuk dilaksanakan sebagai langkah pertama untuk menghabisi sama sekali imperialisme dan feodalisme, ke arah tercapainya masyarakat adil dan makmur

Sebagaimana daerah-daerah lainnya di Indonesia, Maluku adalah suatu daerah yang kaya dengan rempah-rempah, tanahnya subur, teristimewa kaya kopra, kaya ikan dan mutiara, dan lain-lain hasil tanah dan lautan yang tersedia untuk diolah. Selain daripada itu Rakyatnya-pun memiliki tradisi revolusioner dan ingin maju dalam soal-soal material dan mental, rohaniah maupun jasmaniah.

Daerah Maluku terdiri dari banyak pulau-pulau tempat lalu lintas kapal-kapal besar dan kecil. Selain itu jangan dilupakan bahwa Maluku adalah daerah perbatasan dengan Irian Barat yang kini masih dijajah oleh kolonialisme Belanda. Justru karena itu mempertinggi taraf hidup Rakyat di daerah Maluku itu serta memajukan pendidikan di sana, singkatnya melaksanakan pembangunan di daerah Maluku bukan saja mempunyai arti meningkatkan kemakmuran Rakyat saja, tetapi juga erat sekali hubungannya dengan memperkokoh semangat perjuangan untuk membebaskan Irian Barat dari belenggu kolonialisme Belanda, tambah meyakinkan Rakyat di Irian Barat akan kebaikan Republik, serta mempertinggi prestise negara dalam bidang politik internasional.

Benar sekali yang dikatakan oleh PJM Presiden dalam amanat Pembangunannya pada tanggal 28 Agustus 1960 kepada Depernas, antara lain sebagai berikut (APP hal. 81):

“di dalam persoalan ini, baik irigasi, intensifikasi, maupun industrialisasi kita tak boleh lepas dari persoalan nation-building, kita tidak boleh lepas dari persoalan politik. Jangan lupa segala hal ini ada hubungannya dengan persoalan politik pula, misalnya politik perjuangan untuk memasukkan Irian barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik. Sehingga Saudara-saudara harus misalnya memikirkan hal irigasi, bukan saja untuk memberi misalnya imigrasi kepada satu daerah yang memang tanahnya subur, airnya ada, tetapi juga Sdr. pikirkan daerah yang berdekatan dengan Irian Barat kita beri irigasi agar supaya Rakyat di sana benar-benar menjadi makmur, agar supaya Rakyat di sana benar-benar menjadi contoh bagi seluruh dunia, bahwa di daerah Republik dekat Irian Barat ada pembangunan yang lebih besar dan lebih hebat daripada di Irian Barat sendiri. Kita perbesar potensi daripada Rakyat, terutama sekali Rakyat di perbatasan dekat Irian Barat itu, kita pertinggikan ia punya potensi, agar supaya perjuangan kita seluruhnya untuk memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik menjadi kuat”.

Amanat PJM Presiden itu cukup jelas dan tegas.

Tidak berbeda dengan daerah lainnya, Rakyat Maluku yang sebagian besar terdiri dari kaum tani dan kaum nelayan yang rajin bekerja, cinta merdeka, cinta demokrasi dan mempunyai hasrat untuk membangun. Untuk menimbulkan antusiasme mereka, untuk memobilisasi Rakyat di daerah Maluku dalam pembangunan, berikanlah kepada mereka lebih banyak demokrasi.

Selain itu, perhubungan laut sangat dibutuhkan, sebab masalah perhubungan laut (perhubungan antar pulau) sangat memegang peranan yang mempengaruhi masalah ekonomi pada umumnya, masalah produksi dan distribusi pada khususnya.

Para nelayan supaya diperlengkapi dengan alat-alat penangkapan ikan, antara lain dengan armada-armada nelayan, dengan cukup perahu-perahu besar seperti motor-motor nelayan, dll, sebab dengan demikian mereka bisa memperbanyak hasil produksi ikan dan hasil-hasil laut lainnya seperti kerang, mutiara, teripang, dll, di lain pihak turut membantu melancarkan pengangkutan antar pulau, serta turut membantu keamanan di laut dari gerakan subversif asing.

Satu hal lagi yang perlu saya kemukakan, bahwa pada jaman Pemerintah kolonial Belanda, hasil mutiara di Maluku (Dobo) digadaikan kepada Australia, yang perusahaannya ketika itu bernama C.T.C. (Celebes Trad Coy).

Tindakan ini memang sesuai dengan watak penjajahannya pada waktu itu. Sekarang kita telah merdeka. Supaya kita tunjukkan perhatian untuk menggali hasil mutiara ini dengan sungguh-sungguh sebab hasil tersebut dapat pula menambah devisa negara.

Dalam pada itu, menurut pengalaman setiap rencana yang baik bisa menjadi macet kalau tenaga pelaksananya tidak sungguh-sungguh. Dalam melaksanakan Pola Pembangunan Semesta Berencana ini dari pusat sampai di daerah-daerah, supaya tenaga-tenaga pelaksana benar-benar berjiwa Manipol dalam kata-kata dan perbuatan.

Saya yakin dan percaya, bila Pola Pembangunan Nasional Berencana ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dengan berpedoman kepada Amanat Penderitaan Rakyat dan Manipol, dia akan membikin Rakyat lebih gairah dan akan tergembleng semangat Rakyat anti-imperialisme dan kolonialisme untuk membebaskan Irian Barat dan melenyapkan sisa-sisa feodalisme.

 

-----------------------------

 

Melaksanakan Demokrasi Terpimpin atas dasar Musyawarah

DENGAN NASAKOM SEBAGAI KEKUATAN POKOK

Messer Tanggap Peleng

 

Sdr. Ketua, Pimpinan Sidang dan Sidang Majelis yang mulia.

Pada tanggal 19 bulan yang lalu MPRS telah mengambil langkah besar dan penting dalam sejarah, yaitu mengambil satu keputusan yang gemilang, menetapkan dan memperkuat Manipol dan perinciannya yang sudah kuat, karena sudah diterima oleh Rakyat di seluruh Nusantara sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara. Saya katakan ia adalah keputusan yang gemilang, karena Manipol dengan jelas merumuskan dan menjawab banyak persoalan-persoalan pokok Revolusi Agustus 1945 yang anti-imperialisme dan feodalisme.

Kitapun bangga atas lancarnya permusyawaratan dalam MPRS ini, dalam mengolah Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana hasil karya Depernas, yang terakhir setelah beberapa hari Komisi-komisi bekerja dengan tidak mengenal lelah, berhasil menetapkan Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana menjadi satu keputusan dengan suara bulat. Dengan demikian saya tidak ragu-ragu mengatakan bahwa kebanggaan ini adalah kebanggaan nasional, karena ia seperti yang diucapkan oleh Sdr. Njoto dalam pidatonya tanggal 19 November yang baru lalu: “kita terima dengan suara bulat, hati bulat, yang berarti terbitnya cahaya yang hebat, cahaya persatuan segenap kekuatan nasional dengan Nasakom sebagai porosnya dan Manipol sebagai landasannya”. Kenyataan ini sudah sewajarnya menjiwai seluruh kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dan daerah Kalimantan pada khususnya.

Selama sidang MPRS ini selanjutnya kita menyaksikan demokrasi terpimpin itu dalam aksi, bukan dalam kata-kata, sehingga berhasil dalam waktu singkat dan dengan suara bulat, mufakat menetapkan Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana atas karya Depernas di segala bidang pembangunan, seperti di bidang Mental/Agama/Kerohanian/Penelitian, bidang kesejahteraan, bidang Pemerintah dan Keamanan/Pertahanan, bidang Produksi, bidang Distribusi dan Perhubungan, bidang Keuangan dan Pembiayaan. Ini adalah hasil MPRS yang menggembirakan dan bukan saja dalam sidang Majelis ini; tentu hasil ini disambut dengan hangat dan kegembiraan oleh Rakyat Indonesia di seluruh penjuru tanah air.

Saya selaku putera Indonesia yang berasal dari Kalimantan Tengah, dimana penduduknya terdiri lebih dari 20 anak sukubangsa Dayak, menyatakan sambutan yang hangat, dengan rasa gembira atas ketetapan MPRS mengenai Manipol dan Ketetapan no. II MPRS mengenai Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana, sebagai hasil masa sidang MPRS yang pertama yang penting dan bersejarah ini. Ia adalah satu usaha untuk memenuhi apa yang selalu disebut-sebut oleh PJM Presiden Amanat Penderitaan Rakyat. Ketetapan yang telah kita mufakat bersama itu memberi harapan-harapan bagi Rakyat kita.

Misalnya di bidang produksi sandang, betapa pahitnya kenyataan sekarang, bahwa sebagian besar Rakyat Indonesia terutama kaum tani di Kalimantan Tengah, rata-rata hanya mempunyai pakaian sepasang setiap orang; betapa gembiranya kaum tani kalau dalam 2 sampai 3 tahun ini mereka akan memiliki pakaian 2 sampai 3 pasang pula yang pantas. Bahan untuk memenuhi harapan sederhana ini memang banyak, di hutan-hutan Kalimantan Selatan dan Tengah, selain terdapat pohon-pohon kayu bahan rayon, juga banyak terdapat pohon karet yang dapat dijadikan sasaran bagi produksi rayon. Dalam peremajaan pohon karet Rakyat, sekarang ini, ratusan meter kubik pohon-pohon karet yang terbuang percuma; sedangkan dalam Pola Pembangunan Nasional Semesta, bahan rayon diperlukan sampai 49% dari jumlah bahan sandang.

Di bidang produksi pangan adalah satu kenyataan pula bahwa kaum tani yang semestinya menghasilkan bahan makanan, justru malah masih menunggu-nunggu pangan seperti beras yang diimpor dari luar negeri. Maka dalam hal ini dapat kita bayangkan betapa gembiranya kaum tani di Kalimantan mendapat tanah garapan dengan irigasinya yang menjamin meningkatkan hasil produksi pangan.

Kita harus menginsyafi pentingnya transmigrasi dari tempat yang penduduknya padat ke tempat penduduknya yang sangat kurang dalam rangka memperbanyak hasil produksi pangan ini. Rakyat Kalimantan Tengah secara luas bersedia menerima para transmigran dengan hati yang terbuka pula. Hanya saja kami harap perhatian dalam melaksanakan transmigrasi supaya menarik pengalaman-pengalaman yang sudah lalu, agar tidak menemui kegagalan yang keempat kalinya , karena kurang sekali persiapan seperti perumahan tidak ada, jaminan hidup yang tidak memenuhi kebutuhan dan perjanjian, alat kerja tidak ada, kesehatan tidak terjamin, dan sebagainya. Para transmigran yang dimaksudkan itu hampir 2/3 nya dididik menggunakan alat pertanian modern (traktor), sedangkan di Kalimantan Tengah hanya diberi satu parang dan satu pacul dan tidak disediakan traktor-traktornya.

Satu hal yang agak aneh, apabila kaum tani dan Rakyat pekerja lainnya di Kalimantan Timur dan Tengah setiap tahun diwajibkan membayar pajak jalan, sedangkan daerah itu boleh dikatakan hampir tidak mempunyai jalan raya sama sekali. Kalimantan Timur dan Tengah yang luasnya lk. 2,5 kali Pulau Jawa hanya mempunyai jalan raya sepanjang 119 Km, itupun tidak terpelihara. Soal-soal perhubungan daerah ini, adalah soal yang urgen dan mendesak; maka sebelumnya jalan-jalan raya menurut proyek Pola Pembangunan Semesta dapat diselesaikan, sebaiknya Pembangunan mengusahakan pengangkutan-pengangkutan sungai, seperti sungai-sungai Barito, Kapuas, Kahayan, Katingan, dan Mahakam hingga menjamin hubungan lalu lintas dan kelancaran-kelancaran ekonomi daerah itu. Kurangnya pengangkutan sungai bukan saja mengganggu ekonomi Rakyat, menghalangi kelancaran distribusi, terhambatnya perjalanan dinas pegawai negeri, tetapi juga langsung menimbulkan kerugian bagi perusahaan Negara, tambang batubara Muara Bakah (di Barito) karena hasilnya lk. 1/3 saja yang bisa diangkut saban bulan, sehingga Negara tidak memperoleh keuntungan maksimum dari perusahaan Negara ini karena kesulitan perhubungan; selain itu untuk menghubungi daerah-daerah yang terpencil juga penting perluasan perhubungan udara.

Sidang majelis yang mulia.

Demikianlah beberapa fakta kehidupan dari daerah Kalimantan yang menggambarkan di satu pihak potensi yang besar daerah ini bagi pelaksanaan Pembangunan Semesta Ketetapan No. II MPRS, tetapi di pihak lain masih dikekang oleh sisa-sisa imbangan kerja imperialis, seperti antara lain Kalimantan Timur dan oleh keterbelakangan feodal, merupakan langkah penting menuju terbukanya potensi tersebut untuk mencapai cita-cita kita bersama, masyarakat yang merdeka penuh dan demokratis, menuju masyarakat adil dan makmur.

 

-------------------------------------

 

Pola Pembangunan dan Kaum Wanita

Nj. Suharti Suwarto

 

Sdr. Ketua dan Sidang MPRS yang terhormat,

Pola Pembangunan Semesta yang direncanakan oleh Depernas telah dibahas bersama dalam MPRS dan telah ditetapkan menjadi Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana tahapan pertama 1961-1969 dengan Ketetapan No. II/MPRS/1960. Saat ini adalah saat yang bersejarah bagi Rakyat Indonesia, terutama bagi anggota MPRS yang langsung memberikan andilnya, dimana ikut serta 40 orang anggota wanita. Setelah Pola Pembangunan itu menjadi milik kita sekalian, maka kita tergantung pada pelaksanaannya, agar pola itu menjadi satu realitet.

Diantara para pelaksana pola tidaklah pula dapat dikesampingkan adanya kenyataan, bahwa kaum wanita perlu diikutsertakan dan mendapat manfaat dari pelaksanaan pola tersebut. Kenyataan itu dapat dilihat dari banyaknya kaum wanita yang mengambil bagian langsung dalam proses produksi. Di tanah air kita terdapat kurang lebih 2 juta buruh wanita, yaitu 30% dari seluruh kaum buruh. Mereka itu yang banyak bekerja di perusahaan-perusahaan perkebunan (rata-rata 45%, bahkan di perkebunan teh dan kopi sampai 70%), di perusahaan-perusahaan industri ringan rata-rata 30%, di industri tekstil dan rokok rata-rata 60%. Selain daripada itu lebih dari 50% kaum tani adalah wanita tani, yang rajin bekerja di lapangan pertanian. Banyak kaum wanita terpelajar pula yang bekerja sebagai dokter, hakim, jaksa, bidan, jururawat, guru, insinyur, dan sebagai pejabat-pejabat pemerintah lainnya yang tidak kurang pentingnya.

Jika pola ini dilaksanakan secara konsekuen dan sungguh-sungguh berdasarkan jiwa dan semangat dari Manifesto Politik dan Amanat Pembangunan Presiden, maka secara tingkat demi setingkat kita pasti akan menuju ke masyarakat adil dan makmur, masyarakat sosialis Indonesia, sesudah dihapuskan sisa-sisa feodalisme dan kolonialisme, yang sudah barang tentu akan membebaskan kaum wanita dari beban berbagai macam distribusi dan keterbelakangan feodal.

Untuk konsekuen melaksanakan pola ini, maka syarat yang saya anggap penting ialah perlunya dipegang teguh apa yang dinyatakan dalam Amanat Pembangunan Presiden halaman 27 buku ke-I jilid I, tentang “Menghidupkan potensi Rakyat:. Usaha mengikutsertakan Rakyat tersebut hendaknya senantiasa didasarkan atas bunyi UUD 45 pasal 28 yang menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan pasal 27, yang menjamin persamaan hak antara laki-laki dan wanita, artinya pelaksanaan pola tersebut hendaknya dijalankan tanpa diskriminasi.

Sebagai satu misal perlu saya kemukakan di sini, bahwa untuk suksesnya pelaksanaan land reform yang harus disertai dengan demokratisasi desa dan industrialisasi, maka perlu dijamin hak-hak wanita untuk ikut serta dalam rapat-rapat desa, untuk dipilih sebagai kepala desa, untuk mengajukan pendapat-pendapatnya bagi pembangunan desa, untuk mempersoalkan perbaikan jaminan sosial mereka dan sebagainya. Oleh karena itu saya menyambut keputusan Komisi C yang telah dilampirkan dalam Ketetapan No. II/MPRS/1960 tersebut yang mengharuskan dihapuskannya perkembangan aturan-aturan seperti IGO, yang melarang wanita menjabat kepala desa, karena peraturan itu adalah warisan kolonial yang kolot dan tidak sesuai lagi dengan UUD 45 dan Konvensi Hak-hak Politik Wanita.

Selanjutnya bagi wanita pekerja, maka kecuali hak-hak mereka yang tercantum dalam UU Kerja No. I/51 dilaksanakan, juga pelaksanaan konvensi no. 100 ILO tentang upah sama untuk pekerjaan yang sama nilainya, perlu dijalankan baik di perusahaan/jawatan pemerintah maupun di perusahaan swasta. Hendaknya dicegah adanya massa onslag bagi buruh/pegawai wanita yang sudah kawin, dan sebaliknya hendaknya kepentingan mereka itu dipecahkan dengan antara lain perlunya mempertimbangkan untuk meratifikasi konvensi-konvensi ILO lainnya yang melindungi kaum wanita yang bekerja seperti Konvensi No. 103 tentang perlindungan keibuan (Protection of motherhood).

Untuk terjaminnya kesejahteraan keluarga sebaiknya dipertimbangkan pula untuk segera dikeluarkannya UU Perkawinan yang demokratis yang telah lama menjadi tuntutan perjuangan kaum wanita.

Demikianlah antara lain sambutan dan harapan saya tentang perlunya pola tersebut dilaksanakan tanpa diskriminasi, dan perlunya segera diretul sikap, pandangan, maupun peraturan/perundang-undangan yang tidak sesuai dengan alam Manifesto Politik dan Amanat Pembangunan Presiden.

Khususnya di bidang pendidikan, maka saya menyambut ketetapan MPRS yang termaktub dalam lampiran A, hasil komisi A, yang menegaskan garis pendidikan nasional kita baik yang diselenggarakan oleh pihak Pemerintah maupun oleh pihak swasta dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga negara Indonesia yang berjiwa Pancasila dan berjiwa patriot komplit, supaya melahirkan tenaga-tenaga kejuruan yang ahli dan berjiwa Revolusi Agustus 45, suatu politik dan sistem pendidikan yang menitikberatkan pendidikan kejuruan”.

Mengingat sangat pentingnya peranan pendidikan ini bagi terlaksananya pembangunan hari depan tanah air kita, maka sudah sewajarnya bilamana setiap orang tua murid dan organisasi-organisasi massa lainnya termasuk organisasi-organisasi wanita mengambil peranan untuk mendorong putra-putri kita menempuh pendidikan yang menghasilkan ahli-ahli yang praktis dan segera dibutuhkan oleh masyarakat, serta mencegah diracuninya anak-anak kita dari kebudayaan asing yang merusak.

Selain dari pada itu patut pula disambut keputusan MPRS untuk menetapkan pendidikan Taman Kanak-kanak menjadi pola proyek, mengingat hal ini sudah merupakan kebutuhan kaum ibu yang mendesak. Dalam hal penyaturagaan pendidikan di rumah dan pendidikan di sekolah, maka kaum ibu seharusnya mengambil peranan yang penting dalam organisasi-organisasi POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru) untuk membantu supaya anak-anak kita menjadi pandai dan patriotik.

Demikianlah menurut pendapat saya pada umumnya pola itu jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsekuen, maka dia akan merupakan tahapan pertama menuju masyarakat baru yang memberi manfaat bagi kesejahteraan keluarga dan kebahagiaan anak-anak.

Marilah kita mengedepankan apa yang dinyatakan oleh Ibu Kartini tentang jaman baru itu, yang terdapat di dalam tulisannya dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, sebagai berikut:

“Daripada mati itu akan tumbuh kehidupan baru. Kehidupan baru itu tidak dapat ditahan-tahan, dan meskipun sekarang dapat juga di tahan-tahan, besoknya akan tumbuh juga dia, dan hidup makin lama makin kuat dan makin teguh......... berbahagialah kita hidup pada masa kini !

Masa perubahan dimana masa kuno beralih menjadi masa baru!”.

 

---------------------------------

 

Harapan kita sekarang tertuju pada pelaksanaan yang konsekuen dari keputusan-keputusan MPRS

Sukatno

 

Saudara Pimpinan Yth.

Majelis Yang Mulia,

Perkenankanlah saya menyatakan kegembiraan yang besar dalam menyambut hasil karya persatuan yang bersejarah dari musyawarah-musyawarah kita selama empat pekan ini. Kegembiraan saya ini adalah sebagian saja dari kegembiraan berjuta-juta generasi muda Indonesia yang sedang bekerja di pabrik-pabrik, kantor-kantor, dan di sawah serta ladang, yang belajar di bangku-bangku sekolah rendah sampai ke universitas-universitas dan yang dengan penuh harapan menatapkan pandangan kepada pekerjaan kita.

Sungguhlah kelahiran yang tepat pada waktunya. Disahkan garis-garis besar haluan negara dan haluan pembangunan serta pedoman-pedoman pelaksanaannya oleh MPRS, adalah sangat bertepatan dengan makin tingginya kesadaran politik pemuda-pemuda kita. Kesadaran politik yang meninggi ini dinyatakan dalam sikapnya yang makin kritis terhadap segala sesuatu, terhadap semua yang dapat mempengaruhi perkembangan kehidupan tanah air dan Rakyat kita di bidang-bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan termasuk hasil-hasil pekerjaan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan pelaksanaannya.

Tidaklah pula saya lebih-lebihkan, apabila saya katakan bahwa harapan dari generasi yang paling berkepentingan bagi perkembangan di masa depan dari tanah air dan Rakyat Indonesia itu telah mendapatkan jawaban yang membesarkan hati, dengan disempurnakan dan disahkannya Garis-garis Besar Pola Pembangunan Semesta Berencana Tahapan Pertama Delapan Tahun. Sinar yang pertama-tama saya lihat dengan adanya Pola Pembangunan Semesta ini, adalah di dalam pelaksanaannya bisa mendorong pemecahan salah satu problem nasional yang sangat vital dan yang sangat langsung menyangkut penghidupan pemuda, yaitu pembukaan lapangan-lapangan kerja baru. Saya katakan sinar, oleh karena memang demikianlah keadaannya, bahwa tidak sedikit pengaruh dari pada berlangsungnya krisis-krisis ekonomi yang menimpa kehidupan tanah air dan Rakyat kita selama ini telah menciptakan kabut yang kian hari kian menebal di hadapan jalannya maju para remaja kita. Ditambah lagi dengan tak henti-hentinya berkecamuk teror dan subversi dari kekuatan-kekuatan kaum imperialis dan kontra-revolusioner di sebagian besar wilayah dan desa-desa kita tercinta, telah banyak merusak kehidupan jasmani dan rohani dari pemuda-pemuda Indonesia, terutama pemuda-pemuda tani dan pemuda-pemuda pekerja lainnya.

Salah satu sifat yang khas dari manusia muda, adalah mau maju dan di dalam waktu yang singkat ingin merebut sesuatu yang gemerlapan jauh di hadapannya dengan semangat yang menyala-nyala, tidak hanya untuk kepentingannya sendiri akan tetapi untuk seluruh masa depan tanah air dan bangsa. Tetapi alangkah banyaknya sudah pemuda-pemuda kita yang dikecewakan oleh tidak sesuainya realisasi cita-cita dengan pahit getirnya kenyataan sehari-hari. Semangat belajar yang menyala-nyala di dalam gedung sekolah atau universitas, dipaksa oleh kenyataan harus membeku pada saat-saat hampir sampai pada taraf-taraf terakhir, karena tidak menentunya nasib yang menanti-nanti di tengah-tengah masyarakat. Ini bagi pemuda-pemuda yang sempat berbahagia menduduki bangku-bangku sekolah. Bagi pemuda-pemuda yang dirampas hak-haknya untuk memiliki kesempatan itu oleh keadaan, dan ini merupakan bagian yang tidak kecil dari pemuda-pemuda kita, terutama pemuda-pemuda tani, nasib yang dihadapi menjadi lebih tidak menentu lagi. Demikian tajamnya kontradiksi-kontradiksi yang diciptakan oleh wajarnya cita-cita dengan pahitnya kenyataan hidup kita sehari-hari.

Saudara Ketua. Gelombang daripada kontradiksi-kontradiksi itu tidak hanya menyebabkan satu dua pemuda yang kehilangan pegangan dan yang dihinggapi oleh gejala-gejala negatif seperti acuh tak acuh, spekulasi dan bahkan mistik, akan tetapi sebaliknya gelombang daripada paradoks-paradoks itu malah melahirkan gerakan pemuda Indonesia yang berkesadaran politik yang tinggi. Inilah yang saya katakan, bahwa putusan-putusan MPRS ini adalah kelahiran yang tepat pada waktunya, dimana bagian terbesar dari Indonesia akan menyambutnya dengan sikap yang kritis, sikap yang tak terpisahkan dengan gerakan revolusioner Rakyat kita yang sedang berjuang untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya.

Majelis yang mulia kiranya sependapatlah dengan saya, bahwa pelaksanaan Pola Pembangunan Semesta yang harus sesuai dengan Manifesto Politik Republik Indonesia dan Amanat Pembangunan Presiden, kecuali memberikan sedikit sinar bagi terbukanya lapangan-lapangan kerja baru (werkverscaffing), tenaga-tenaga pembangunan juga harus dipersiapkan dengan baik di kalangan pemuda-pemuda. Dan pelaksanaan daripada kepentingan ini haruslah sejalan dengan pelaksanaan pembangunan khususnya di bidang pendidikan. Adalah tepat sekali jawaban yang telah diberikan oleh hasil-hasil musyawarah Majelis kita di dalam hal ini, yaitu yang menekankan bahwa semangat pembangunan itu harus menguasai sistem pendidikan kita. Dan mengenai hal ini pelaksanaannya tidak hanya terbatas dengan mengubah imbangan memperbesar jumlah fakultas untuk pengetahuan eksakta dibanding pengetahuan sosial pada pendidikan tingkatan universitas, akan tetapi yang lebih penting adalah di dalam bentuk memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan pada tingkatan menengah. Juga pada tingkatan sekolah rendah, untuk menanamkan semangat pembangunan itu saya berpendapat tepatlah apabila pendidikan politeknik dijadikan salah satu unsur pelajaran yang penting.

Dalam pada itu persoalan yang tak kalah pentingnya adalah meluaskan pelaksanaan pendidikan aplikasi bagi para buruh dan pegawai-pegawai muda, untuk mempertinggi kecakapannya. Dilaksanakannya pendidikan aplikasi ini dengan sungguh-sungguh, pasti juga akan mempertinggi dan memperbesar rasa tanggungjawab mereka kepada tugas-tugas pekerjaan yang dipikulnya. Kepada pemuda-pemuda tani sebagai kekuatan produktif yang paling segar di desa-desa, harus pula diberikan perhatian yang sungguh-sungguh, terutama di dalam usaha mempertinggi tingkat kebudayaannya. Di samping usaha yang intensif dalam aktivitas pemberantasan buta huruf, hendaknya disejalankan pembangunan balai-balai pemuda di desa-desa.

Semuanya ini saya kemukakan di dalam semangat dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menuangkan perasaan dan pikiran yang penuh tanggung jawab dari pada generasi muda kita menyambut sekilas sinar yang dipancarkan oleh Pola Pembangunan Semesta Berencana. Namun demikian saya mohon perhatian yang sungguh-sungguh dari Majelis yang mulia, dari semua yang dengan sungguh-sungguh sedang mengarahkan pandangannya kepada kebesaran tanah air dan bangsa Indonesia di masa depan bahwa kesungguhan dan tanggungjawab pemuda ini harus disambut dengan selayaknya pula. Dapatkah misalnya, orang menganjurkan supaya pemuda-pemuda kita belajar yang baik dan malahan dengan bendera “studi terpimpin” tetapi tanpa ada kesungguh-sungguhan untuk memenuhi kebutuhan belajar dan diturunkannya harga buku-buku ilmu pengetahuan ? dapatkah orang menganjurkan supaya pemuda-pemuda kita bermoral yang baik, tetapi di dalam praktek lebih suka membiarkan beredarnya majalah-majalah atau bacaan ala Picolo dan “Varia” dari pada memperkenankan diterbitkannya majalah atau bacaan yang berguna bagi pendidikan pemuda ? Dapatkah orang menganjurkan supaya pemuda-pemuda mencintai kerja dan pabrik-pabrik untuk mempertinggi produksi, akan tetapi di dalam praktek lebih suka melihat modal asing merajalela menguras keuntungan dan kekayaan tanah air kita daripada melihat Republik dan modal Indonesia menguasai sumber-sumber kekayaan kita? Dapatkah orang menganjurkan pemuda-pemuda kita mencintai desa dengan segala kesuburannya, akan tetapi di dalam praktek lebih suka melihat tuan tanah dan lintah darat beramai-ramai mencincang nasib tani miskin dan buruh tani dari pada melihat kaum tani beramai-ramai mengerjakan tanah garapannya sendiri atau tanahnya orang lain dengan sewa yang murah? Dapatkah orang mendidik patriotisme pemuda-pemuda kita dengan mengajarkan bahwa wilayah Republik Indonesia yang sah adalah terbentang dari Sabang sampai Merauke, akan tetapi di dalam praktek aksi-aksi pemuda untuk pembebasan Irian Barat harus dipersulit? Hanya dengan ke-konsekuen-an untuk melenyapkan kepincangan-kepincangan ini, maka kesungguhan dan rasa tanggung jawab generasi muda kita dijawab dengan semestinya.

Kesadaran politik dan sikap kritis pemuda berdiri dengan tegas di atas landasan semangat persatuan yang makin kokoh di kalangan pemuda. Di gedung kita yang bersejarah ini, beberapa bulan yang lalu Manifesto Politik Republik Indonesia telah menggugah dan menyatukan semua kekuatan revolusioner di kalangan pemuda, yang diilhami oleh aliran-aliran besar Rakyat kita, Nasionalis, Agama, dan Komunis. Yaitu di dalam Kongres Pemuda Seluruh Indonesia bulan Februari 1960 ini. Sekarang lembaga kedaulatan Rakyat yang tertinggi dijiwai oleh Undang-undang dasar 45 telah meletakkan rel revolusi Manifesto Politik Republik Indonesia dan pedoman-pedoman pelaksanaannya. Persatuan revolusioner pemuda Indonesia bersama-sama dengan seluruh kekuatan revolusioner Rakyat Indonesia, akan menjadi pelaksana-pelaksana yang militan. Dan bersamaan dengan itu, menjadi pengawas-pengawas yang kritis terhadap kemampuan para petugas di dalam mengikuti irama jaman, yaitu irama Manifesto Politik dan irama “Jalannya Revolusi Kita”.

Sejarah perjuangan Rakyat kita telah membuktikan bahwa dengan tanpa mementingkan diri sendiri, pemuda selalu siap untuk ikut tampil di barisan depan Rakyat kita, di dalam perjuangan mempertahankan dan membangun Republik untuk melawan imperialisme dan melenyapkan sisa-sisa feodalisme. Malahan diminta, di dalam membangun Pertahanan Rakyat Semesta sebagai salah satu jaminan bagi pengamanan pelaksanaan Pola Pembangunan Semesta Berencana, dan untuk membersihkan sisa-sisa pengganggu keamanan dari kaum kontra-revolusioner dan subversi kaum imperialis, sudah dimulai pelaksanaan wajib militer dan wajib latih bagi Rakyat, khususnya bagi pemuda-pemuda taraf demi taraf.

 

------------------------------------------------

 

Ketetapan MPRS RI No: I/MPRS/1960 tentang

MANIFESTO POLITIK REPUBLIK INDONESIA SEBAGAI GARIS-GARIS BESAR DARIPADA HALUAN NEGARA

 

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia.

Dalam Rapat Pleno ke-4 Sidang Pertama pada tanggal 10 November 1960 di Bandung.

Setelah membahas:

1. Amanat Negara yang diucapkan oleh Presiden pada pembukaan Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara pada hari Pahlawan 10 November 1960;

2. Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1959, yang berjudul “Penemuan kembali Revolusi kita” dan yang terkenal sebagai Manifesto Politik Republik Indonesia ;

3. Keputusan Dewan Pertimbangan Agung tentang “Perincian Manifesto Politik Republik Indonesia 17 Agustus 1959”tertanggal 25 September 1959 No. 3/Kpts/Sd/II/59. Yang telah disetujui oleh Presiden dalam “Kata Pengantar” Manifesto Politik Republik Indonesia pada hari Pahlawan 10 November 1959;

4. Amanat Presiden pada Sidang Pleno pertama pada tanggal 28 Agustus 1959 yang diucapkan dan yang tertulis, yang menjadi bagian daripada haluan Negara;

5. Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960 yang terkenal dengan nama “Jalannya Revolusi Kita” yang menjadi pedoman pertama daripada pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia;

6. Pidato Presiden tanggal 30 September 1960 yang diucapkan di muka Sidang Umum PBB yang berjudul “To build the world a new” (Membangun dunia kembali);

Menimbang: bahwa perlu segera ditetapkan garis-garis besar daripada haluan Negara dengan bagian-bagiannya serta pedoman-pedoman pelaksanaan;

Mengingat

1. Amanat Penderitaan Rakyat yang tergambar dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945;

2. Dekrit Presiden Sukarno/Panglima Tertinggi Angkatan Perang, Pemimpin Besar Revolusi Indonesia tanggal 5 Juli 1959;

3. Undang-undang Dasar 1945.

a. Pasal 1 ayat 2 yang menentukan bahwa “Kedaulatan adalah di tangan Rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”;

b. Pasal 3 jo pasal IV Aturan Peralihan;

c. Pasal 2 ayat 3

4. Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959;

5. Penetapan Presiden No. 1 tahun 1960;

6. Bahwa Rakyat Indonesia di seluruh kepulauan Nusantara Indonesia telah menerima dan mempertahankan Manifesto Politik Republik Indonesia serta perkembangan-perinciannya;

Mendengar:

Permusyawaratan dalam rapat-rapat MPRS pada tanggal 17 s.d. 19 November 1960;

MEMUTUSKAN

Menetapkan Ketetapan tentang garis-garis besar daripada haluan Negara sebagai berikut:

Pasal I.

Memperkuat Manifesto Politik Republik Indonesia serta perperinciannya sebagai garis-garis besar daripada haluan Negara.

Pasal II.

Amanat Presiden pada Sidang Pleno Depernas mengenai Pembangunan Semesta Berencana pada tanggal 28 Agustus 1959 .

Pasal III

Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960 yang terkenal dengan nama "Jalannya Revolusi Kita" dan Pidato Presiden tanggal 30 September 1960 di muka Sidang Umum PBB yang berjudul "To build the world a new" (Membangun dunia kembali) adalah pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia.

Pasal IV

Menugaskan dengan kekuasaan penuh kepada Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi Indonesia untuk melaksanakan putusan-putusan ini.

Ditetapkan di Kota Bandung pada tanggal

19 November 1960

MAJELIS PERMUSYAWARATAN

RAKYAT SEMENTARA

Chairul Saleh

Mr Ali Sastroamidjojo

K.H. Idham Chalid

D.N. Aidit

Kol. Wilujo Puspojudo

 

---------------------------------------------------

 

Ketetapan MPRS RI No. II/MPRS/1960 tentang

GARIS-GARIS BESAR POLA PEMBANGUNAN NASIONAL SEMESTA BERENCANA TAHAPAN PERTAMA 1961-1969

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia,

Dalam Rapat Pleno ke-5 tanggal 3 Desember 1960 Sidang Pertama di Bandung,

Setelah membahas:

“Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun 1961-1969” hasil karya Depernas, dan menelitinya atas dasar Amanat Pembangunan Presiden pada tanggal 28 Agustus 1959 yang diucapkan dan yang tertulis sebagai garis-garis besar daripada haluan pembangunan:

Menimbang :

  1. bahwa perlu segera ditetapkan Garis-garis Besar Pola Pembangunan serta ketentuan-ketentuan pokok pelaksanaannya;
  2. bahwa Pembangunan Nasional Semesta Berencana adalah suatu pembangunan dalam masa peralihan, yang bersifat menyeluruh untuk menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila atau Masyarakat Sosialis Indonesia dimana tidak terdapat penindasan atau penghisapan atas manusia oleh manusia, guna memenuhi Amanat Penderitaan Rakyat;
  3. bahwa Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun : 1961 - 1969 adalah pembangunan tahap pertama, yang nasional, semesta, berencana dan berisikan tripola untuk meletakkan dasar-dasar pembangunan rohaniah dan jasmaniah yang sehat dan kuat serta pembangunan tata perekonomian nasional yang sanggup berdiri sendiri dan tidak tergantung kepada pasang surutnya pasaran dunia;
  4. bahwa syarat pokok untuk pembangunan rohaniah yang sehat dan kuat adalah antara lain menegakkan kembali kepribadian dan kebudayaan Indonesia yang berdasarkan semangat demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan gotong royong seperti dijelaskan dalam dasar negara Pancasila, dan mengutamakan kesadaran hidup bersahaja dan kejujuran sesuai dengan ajaran ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
  5. bahwa syarat pokok untuk pembangunan tata perekonomian nasional adalah antara lain pembebasan berjuta-juta kaum tani dan rakyat pada umumnya dari pengaruh kolonialisme. imperialisme, feodalisme dan kapitalisme dengan melaksanakan "land reform" menurut ketentuan-ketentuan Hukum Nasional Indonesia, seraya meletakkan dasar-dasar bagi industrialisasi, terutama industri dasar dan industri berat yang harus diusahakan dan dikuasai oleh negara.

Mengingat:

  1. Amanat Penderitaan Rakyat yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945;
  2. Pasal-pasal 27 ayat 2, 28, 29, 30, 31, 32, 33 dan 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
  3. Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menentukan bahwa "Kedaulatan adalah di tangan Rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat"
  4. Pasal 3 jo, pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
  5. Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
  6. Amanat Negara yang diucapkan oleh Presiden pada pembukaan Sidang Pertama MPRS tanggal 10 November 1960;
  7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. I/MPRS/1960 tanggal 19 November 1960 tentang "Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar daripada Haluan Negara";
  8. Permusyawaratan dalam rapat-rapat Komisi-komisi, musyawarah dan mufakat Pimpinan MPRS dengan Badan Pembantu Musyawarah (BAPEMUS) dan rapat-rapat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara pada tanggal 17 November 1960 sampai dengan 3 Desember 1960;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: Ketetapan tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961 - 1969 sebagai berikut

BAB I

GARIS-GARIS BESAR POLA PEMBANGUNAN

Pasal 1

(1) Menyatakan bahwa Garis-garis Besar Pola Pembangunan termasuk Pola Proyek yang dimuat dalam Rancangan Dasar Undang-Undang Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun 1961-1969 hasil karya Depernas yang termuat dalam Buku kesatu Jilid I, II dan III pada umumnya sesuai dengan Amanat Pembangunan Presiden tertanggal 28 Agustus 1959 yang diucapkan maupun yang tertulis dan pada umumnya sesuai pula dengan Manifesto Politik Republik Indonesia yang telah diperkuat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dengan Ketetapan No. I/MPRS/1960.

(2) Menerima Garis-garis Besar Pola Pembangunan hasil karya Depernas seperti termuat dalam Buku kesatu Jilid I, II dan III sebagai Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana dengan ketentuan-ketentuan seperti termuat dalam pasal-pasal di bawah ini.

BAB II

KETENTUAN UMUM

Pasal 2

BIDANG MENTAL/AGAMA/KEROHANIAN/PENELITIAN

(1) Melaksanakan Manifesto Politik di lapangan pembinaan Mental/Agama/Kerohanian dan Kebudayaan dengan menjamin syarat-syarat spiritual dan material agar setiap warganegara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebudayaan Nasional Indonesia serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing.

(2) Menetapkan Pancasila dan Manipol sebagai mata pelajaran di perguruan rendah sampai dengan perguruan tinggi.

(3) Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah rakyat sampai dengan universitas-universitas Negeri dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak ikut serta, apabila wali murid/murid dewasa menyatakan keberatannya.

(4) Membina sebaik-baiknya pembangunan rumah-rumah ibadah dan lembaga-lembaga keagamaan.

(5) Menyelenggarakan kebijaksanaan dan sistem pendidikan nasional yang tertuju ke arah pembentukan tenaga-tenaga ahli dalam pembangunan sesuai dengan syarat-syarat manusia Sosialis Indonesia, yang berwatak luhur.

(6) Mengusahakan agar segala bentuk dan perwujudan kesenian menjadi milik seluruh rakyat dan menyinarkan sifat-sifat nasional.

(7) Memperkuat usaha penerangan sebagai media penggerak rakyat dan massa revolusioner.

(8) Kebijaksanaan penelitian disesuaikan dengan politik luar negeri bebas dan aktif serta mengikutsertakan rakyat tanpa meninggalkan syarat-syarat ilmiah.

Pasal 3

BIDANG KESEJAHTERAAN

(1) Kebijaksanaan pembangunan di bidang kesejahteraan ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang merata dalam keseluruhannya.

(2) Menjamin setiap warga negara akan pekerjaan dan penghasilan yang layak guna memenuhi keperluan hidup sehari-hari bagi dirinya sendiri beserta keluarganya, seperti antara lain keperluan sandang pangan, perumahan, kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan keagamaan serta jaminan untuk hari tua.

(3) Membangunkan usaha-usaha khusus untuk meninggikan tingkat hidup kaum buruh, tani, nelayan dan kaum pekerja pada umumnya dengan menghapuskan beban-beban sebagai peninggalan dari hubungan kerja kolonial dan feodal serta memberantas pengangguran.

Pasal 4

BIDANG PEMERINTAHAN DAN KEAMANAN/PERTAHANAN

(1) Untuk menjamin berhasilnya pelaksanaan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun : 1961-1969, diperlukan penyesuaian seluruh aparatur negara dengan tugasnya dalam rangka pelaksanaan Manifesto Politik dan Amanat Presiden tentang Pembangunan Semesta Berencana serta Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.

(2) Mengikutsertakan rakyat dan seluruh alat kelengkapan serta seluruh semangat dan daya kerja bangsa dalam suatu gerakan (massa-aksi) yang berbentuk satu organisasi Front Nasional.

(3) Land reform sebagai bagian mutlak daripada revolusi Indonesia adalah basis pembangunan semesta yang berdasarkan prinsip, bahwa tanah sebagai alat produksi tidak boleh dijadikan alat penghisapan.

(4) Politik keamanan/pertahanan Republik Indonesia berlandaskan Manifesto Politik Republik Indonesia beserta perperinciannya dan berpangkal kepada kekuatan rakyat dengan bertujuan menjamin keamanan/pertahanan nasional serta turut mengusahakan terselenggaranya perdamaian dunia.

(5) Pertahanan Negara Republik Indonesia bersifat defensif-aktif dan bersikap anti-kolonialisme dan anti-imperialisme dan berdasarkan pertahanan rakyat semesta yang berintikan tentara sukarela dan milisi.

(6) Mengingat bahwa jalannya Pembangunan Nasional Semesta Berencana adalah berhubungan erat dengan pelaksanaan keamanan maka perlu dilaksanakan pembangunan tata-perdesaan yang demokratis (democratic rural develompent) yang merata dan berencana sebagai salah satu landasan dalam pelaksanaan Pembangunan Nasional Semesta.

Pasal 5

BIDANG PRODUKSI

(1) Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961 - 1969 supaya ditujukan ke arah pengutamaan produksi bahan keperluan hidup rakyat yang pokok untuk mencapai taraf mencukupi keperluan serta menuju ke arah pembagian pendapatan nasional yang adil dan merata.

(2) Cabang-cabang produksi yang vital untuk perkembangan perekonomian nasional dan menguasai hajat hidup rakyat banyak, dikuasai oleh Negara, jika perlu dimiliki oleh Negara.

(3) Untuk mengembangkan daya produksi guna kepentingan masyarakat dalam rangka ekonomi terpimpin, perlu diikutsertakan rakyat dalam pengerahan semua modal dan potensi (funds and forces) dalam negeri, dimana kaum buruh dan tani memegang peranan yang penting.

Pasal 6

BIDANG DISTRIBUSI DAN PERHUBUNGAN

(1) Pemerintah menyelenggarakan tata-distribusi barang-barang keperluan hidup sehari-hari agar dapat sampai di tangan rakyat dengan cepat, cukup, merata, murah dan baik;

(2) Pemerintah mengatur dan menyalurkan distribusi bahan-bahan penting bagi penghidupan rakyat banyak dengan mengutamakan ikut sertanya koperasi-koperasi,

(3) Rukun-rukun Kampung, Rukun-rukun Tetangga serta sejenisnya dan swasta Nasional sebagai pembantu.

(4) Pemerintah menyelenggarakan impor barang-barang kebutuhan pokok untuk rakyat dan bahan-bahan baku serta bahan-bahan penolong untuk industri vital, dan menguasai ekspor bahan-bahan baku.

(5) Negara menguasai dan menyelenggarakan perhubungan dan angkutan di darat dan laut yang vital, serta angkutan udara dan perhubungan telekomunikasi seluruhnya.

Pasal 7

BIDANG KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN

(1) Sumber pembiayaan bagi Pembangunan Nasional Semesta Berencana itu pertama-tama harus diusahakan atas dasar kekuatan dalam negeri sendiri dengan mengerahkan semua modal dan potensi (funds and forces) yang progresif, dengan sejauh mungkin tidak menambah beban rakyat.

(2) Jika modal nasional guna pembiayaan pembangunan belum mencukupi dapat diadakan kerjasama ekonomi dan teknik dalam arti luas dengan luar negeri, dengan ketentuan bahwa hal tersebut;

a. tidak bertentangan dengan Manifesto Politik dan Amanat Presiden tentang Pembangunan.

b. disusun dalam perundang-undangan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat;

Dalam rangka pembangunan tata-perekonomian nasional yang kuat dan bebas, diperlukan adanya suatu sistem moneter yang sehat dan stabil guna melancarkan produksi, distribusi dan perdagangan serta peredaran uang yang berencana.

Pasal 8

KETENTUAN PELAKSANAAN

(1) Dalam pelaksanaan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun: 1961-1969, maka hasil karya Depernas Jilid IV sampai dengan XVII perlu diperhatikan oleh Pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan manakala tidak bertentangan dengan ketetapan ini.

(2) Untuk menjamin berlangsungnya Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun : 1961-1969, pelaksanaan pembangunan ditetapkan dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan.

BAB III

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Pasal 9

(1) Pada Ketetapan ini diikutsertakan tiga lampiran yang dinamakan Lampiran A, Lampiran B dan Lampiran C.

(2) Lampiran A tersebut pada ayat (1) di atas merupakan penyempurnaan daripada Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana karya Depernas, sedangkan Lampiran B dan Lampiran C merupakan pedoman bagi pelaksanaannya.

(3) Isi Lampiran A mempunyai kekuatan sebagai amandemen-amandemen daripada Buku kesatu Jilid I, II dan III.

BAB IV

KEKUASAAN PENUH

Pasal 10

Memberikan kekuasaan penuh kepada Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang/Pemimpin Besar Revolusi Indonesia untuk melaksanakan putusan-putusan ini.

Ditetapkan di kota Bandung pada tanggal :

3 Desember 1960

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA

Chairul Saleh

Mr Ali Sastroamidjojo

K.H. Idham Chalid

D.N. Aidit

Kol. Wilujo Puspojudo