Sumber: Pertahankan Republik Proklamasi 1945! D.N. Aidit. Djakarta: Jajasan "PEMBARUAN", 1955. Scan PDF Brosur "Pertahankan Republik Proklamasi 1945! "
(Pidato di muka sidang Politbiro, yang dihadiri oleh anggota-anggota Central Comite bukan-anggota Politbiro yang bertempat tinggal di Jakarta, pada tanggal 8 November 1955)
Antara penerbitan brosur ini dan saat pemilihan umum untuk Konstituante hanya ada jarak beberapa minggu. Untuk menghadapi peristiwa penting ini dengan yakin, perlu bahwa, pertama, semua pengalaman terpenting dari pemilihan umum untuk Parlemen yang lalu dipelajari, dan kedua, diketahui dengan jelas tugas-tugas untuk menyelamatkan Republik Proklamasi dalam pemilihan umum untuk Konstituante yang akan datang.
Referat kawan Aidit ini menjelaskan dengan lengkap, sederhana dan jelas, dua hal tersebut. Oleh sebab itu, perlu sekali referat ini dipelajari, didiskusikan, dengan tujuan menguasai isinya, sehingga pemilihan Konstituante bisa ditempuh oleh tenaga-tenaga progresif dengan daya juang yang lebih besar dari pada pemilihan Parlemen yang lalu.
Penerbit
Jakarta, 17-11-1955.
-----------------------------------
Kawan-kawan, sidang Politbiro kali ini adalah sidang yang istimewa. Sebagaimana sudah kita putuskan dalam sidang Politbiro yang lalu, kalau keadaan mengizinkan sudah seharusnya kita memanggil sidang Pleno Central Comite untuk mendiskusikan dan memberi nilai politik yang tepat pada kegiatan politik yang penting, yaitu hasil pemilihan Parlemen tanggal 29 September yang lalu. Tetapi kita sudah seiya-sekata, bahwa sidang Central Comite tidak mungkin kita adakan, mengingat kesibukan anggota-anggota CC yang bertugas memimpin Comite-Comite Propinsi atau setingkat Propinsi, berhubung dengan sudah sangat dekatnya hari pemungutan suara untuk Konstituante (15 Desember 1955). Sidang Politbiro kali ini, yang juga dihadiri oleh anggota-anggota Central Comite bukan-anggota Politbiro yang bertempat tinggal di Jakarta, kita adakan untuk melaksanakan tugas politik sidang Pleno Central Comite yang tidak mungkin diadakan itu. Di sinilah letak keistimewaan sidang kita ini.
Laporan-laporan mengenai pengalaman Partai dalam mengorganisasi dan memobilisasi massa dalam pemilihan untuk Parlemen dari sebagian besar daerah-daerah sudah sampai pada Sekretariat CC. Laporan-laporan ini sudah didiskusikan oleh Sekretariat CC dengan Panitia Pemilihan Central (PPC) dari pada Partai dan wakil-wakil dari beberapa Comite Propinsi. Diskusi-diskusi sudah mengambil kesimpulan-kesimpulan dan berdasarkan kesimpulan-kesimpulan itu sudah dibikin petunjuk-petunjuk baru untuk memenangkan Partai dalam pemilihan untuk Konstituante yang akan datang.
Mengenai hasil pemilihan, sebagaimana kawan-kawan sudah mengetahui, Partai kita keluar dari kota suara sebagai salah satu di antara 4 partai besar (yang lainnya PNI, NU, dan Masyumi). Walaupun penghitungan suara belum selesai, sekarang sudah dapat dipastikan bahwa di pulau-pulau Jawa dan Sumatera, dua pulau besar yang terpenting di negeri kita dimana terdapat lebih dari 75% dari pada penduduk negeri kita (63 juta dari pada 80 juta), dan dimana terdapat 80% dari pada seluruh pemilih yang terdaftar (35.994.867 dari 43.104.464 pemilih), PKI dengan tidak bergabung dengan partai demokratis lainnya berhasil mengalahkan Masyumi. Partai menempati tempat nomor 4 untuk seluruh Indonesia disebabkan masih sangat barunya perkembangan Partai di luar pulau-pulau Jawa dan Sumatera. Tapi satu kenyataan, bahwa Partai sudah tersebar di seluruh negeri, sampai-sampai di pedalaman Kalimantan, di pulau-pulau kecil Nusa Tenggara dan Maluku, dimana penduduknya barangkali baru pada bulan-bulan belakangan ini saja untuk pertama kalinya melihat emblem Partai.
Pendeknya, hasil pemilihan untuk Parlemen yang lalu telah menempatkan Partai kita pada posisi yang lebih kuat di dalam dan di luar parlemen. Di dalam parlemen Partai akan mendapat tambahan kursi lebih dari 100% (dalam Parlemen Sementara sekarang 17 kursi). Adanya lebih dari 6 juta pemilih palu-arit, yaitu kira-kira 20% dari pada semua suara yang sah, yang tersebar di seluruh negeri adalah jawaban yang jitu pada dongengan-dongengan kaum imperialis dan kaum reaksioner dalam negeri, yang mengatakan bahwa Indonesia tidak subur untuk Partai Komunis karena “Rakyat Indonesia sebagian besar beragama” atau karena “Rakyat Indonesia sangat terikat pada adat”. Kita yakin bahwa mereka sendiri tidak percaya pada dongengannya, karena mereka juga tahu bahwa Rakyat Rusia di jaman Tsar dan Rakyat Tiongkok di jaman Tjiang Kai-sek, yang juga beragama dan terikat pada adat, telah bangun dan memenangkan Revolusi di bawah pimpinan Partai Komunis. Dongengan-dongengan perlu mereka sebarkan untuk memfitnah seolah-olah kaum Komunis adalah “tukang rusak agama” dan “tukang rusak adat”. Tetapi, angka-angka yang didapat PKI dalam pemilihan menunjukkan bahwa Rakyat Indonesia sudah mulai kritis terhadap dongengan-dongengan perampok-perampok minyak, karet, timah, kopi, dan lain-lain hasil bumi dan hasil keringat Rakyat Indonesia.
Kemenangan front persatuan dan kemenangan Partai Komunis dalam pemilihan yang lalu menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya subur untuk flora dan fauna, tetapi juga subur untuk semua cita-cita yang baik, seperti untuk cita-cita kemerdekaan, perdamaian, demokrasi, dan persatuan. Juga untuk Partai Komunis yang selamanya bercita-cita baik, Indonesia adalah subur. Sebaliknya, kekalahan kombinasi Masyumi-PSI adalah bukti bahwa Indonesia bukan tanah yang subur untuk politik anti-Rakyat, politik membela kolonialisme, politik cari untung dengan membantu politik perang Amerika, politik anti-demokrasi dan anti-Komunis.
Melihat hasil yang didapat oleh Partai kita dalam pemilihan untuk Parlemen yang lalu sama sekali tidak ada tempat untuk pesimisme sebagaimana juga tidak ada tempat untuk optimisme yang keterlaluan sampai menjadi lupa daratan. Yang ada cuma tempat untuk bekerja lebih keras lagi, tempat untuk mengadakan aksi-aksi politik yang didukung oleh massa yang luas, untuk agitasi dan propaganda, untuk menjelaskan sesuatu secara benar, untuk mempersatukan, memobilisasi dan mengorganisasi perjuangan Rakyat. Untuk pekerjaan besar ini semua Komunis dan semua kekuatan demokratis harus diusahakan supaya ambil bagian.
Pemilihan Parlemen Yang Pertama Adalah Manifestasi Yang Sungguh-sungguh Dari Pada Demokrasi Dan Kemenangan Demokrasi Yang Besar
Kawan-kawan, pemilihan umum di negeri kita dilangsungkan dalam keadaan internasional yang sudah menjadi jauh lebih reda dan jauh lebih menenteramkan hidup manusia, sebagai akibat yang logis dari pada kemajuan gerakan perdamaian, dari pada kejadian-kejadian internasional yang penting seperti Konferensi Asia-Afrika di Bandung dalam bulan April 1955 dan Konferensi Para Kepala Pemerintah Empat Besar di Jenewa dalam bulan Juli 1955. Kekuatan perdamaian terlalu besar untuk membiarkan begitu saja dunia dibakar untuk ketiga kalinya dalam perang dunia oleh klik-klik aggressor dari kalangan yang berkuasa di Amerika Serikat. Perlawanan Rakyat Maroko dan Aljazair terhadap perang kolonial yang dilancarkan oleh Prancis, demikian juga perlawanan bangsa-bangsa Arab di Timur Tengah terhadap intervensi dan agresi Amerika dan Inggris adalah bukti kebangkitan yang makin hebat dari pada perjuangan kemerdekaan dari bangsa-bangsa terjajah dan setengah-terjajah. Semangat anti-perang dan anti-kolonialisme itulah yang menjiwai Rakyat-Rakyat dari dunia kita sekarang.
Tetapi adalah juga satu kenyataan, bahwa bersamaan dengan makin menaiknya semangat anti-perang dan anti-kolonialisme makin menaik pula kekalapan kaum penghasut perang dan kaum penjajah. Kekacauan-kekacauan yang timbul di Korea, Indo Cina, Jerman, dan belakangan ini juga di Timur Tengah adalah bukti-bukti kekalapan kaum imperialis untuk tetap mengacau perdamaian, memecah-belah persatuan Rakyat, dan menindas gerakan kemerdekaan. Juga usaha-usaha mereka untuk menggagalkan pemilihan umum di negeri kita dan untuk merangkul Pemerintah Masyumi-PSI-Federalis, adalah dalam rangkaian pekerjaan mereka untuk memperluas blok perang, untuk kepentingan intervensi, dan untuk menindas gerakan kemerdekaan. Kita sudah dapat mencegah usaha mereka yang mau menggagalkan pemilihan umum yang pertama di negeri kita, walaupun demikian kita harus tetap waspada dalam usaha menyelamatkan dan mengkonsolidasi kemenangan Rakyat yang dicapai dalam pemilihan umum yang lalu.
Kawan-kawan, pemilihan umum yang pertama di negeri kita merupakan manifestasi yang sungguh-sungguh dari pada demokrasi dan harus dipandang sebagai sukses yang besar dari pada demokrasi. Sebagaimana sudah kita ketahui, sebelum pemilihan umum dilangsungkan, kaum imperialis asing dan kaum reaksioner dalam negeri sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menggagalkan pemilihan umum, antara lain dengan menjatuhkan kabinet Ali-Arifin. Dengan tidak secara parlementer mereka berhasil menjatuhkan kabinet Ali-Arifin, tetapi mereka tidak berhasil menggagalkan pemilihan umum. Lebih dari 75% dari pada orang yang berhak pilih telah memberikan suaranya. Sampai batas-batas tertentu Undang-undang Pemilihan kita dan praktek pada hari pemungutan suara memperlihatkan adanya sifat bebas dan rahasia. Untuk negeri yang belum merdeka penuh seperti negeri kita, ini adalah satu prestasi. Suara yang mungkin lebih dari 70% yang didapat oleh PKI, PNI, NU, PSII, dan lain-lain partai bekas pendukung kabinet Ali-Arifin, yang semuanya beberapa bulan yang lalu pernah bersama-sama dan berhasil mempertahankan sistem demokrasi parlementer dan menentang pembentukan pemerintah yang tidak bertanggung jawab pada parlemen, menunjukkan kemenangan yang besar dari pada demokrasi. Sebaliknya, kekalahan kombinasi Masyumi-PSI yang beberapa waktu yang lalu berusaha keras untuk menghapuskan sistem demokrasi parlementer dan menggagalkan pemilihan umum, membuktikan kekalahan partai-partai yang anti-demokratis. Singkatnya, pemilihan untuk parlemen yang lalu dengan jelas menunjukkan pilihan Rakyat Indonesia, yaitu demokrasi.
Dalam menyatakan yang di atas, sama sekali tidak boleh kita lupakan, bahwa pemilihan umum bukanlah kunci wasiat untuk mencapai tujuan-tujuan revolusioner dari pada Rakyat. Masih ada kader-kader dan anggota-anggota Partai yang memberi nilai terlalu tinggi pada perjuangan parlementer, yang mengira bahwa dengan pemilihan umum akan dapat dibentuk pemerintah yang bersedia menjalankan program Demokrasi Rakyat. Tentang tidak benarnya pikiran ini sudah diterangkan dalam Program Partai dan sudah dikupas sekali lagi dalam sidang Pleno Centra Comite III. Dengan pemilihan umum, kita tidak bertujuan untuk suatu revolusi baru, tetapi kita hanya memperjuangkan kebebasan demokratis yang tidak bertindak sewenang-wenang terhadap gerakan Rakyat, pendeknya, satu keadaan yang memungkinkan perkembangan gerakan Rakyat untuk membela kemerdekaan nasional, perdamaian, demokrasi, dan perbaikan nasib. Juga Pemerintah Koalisi Nasional yang kita usulkan bukan Pemerintah Revolusi. Kawan-kawan kita yang tidak mengerti ini adalah tidak mengerti Program Partai, dan mereka pasti akan kecewa karena tidak mencapai “tujuannya” dengan pemilihan umum.
Selama kampanye pemilihan ada kalanya kita memakai perkataan Presiden Sukarno yang mengatakan, bahwa pada tanggal 29 September 1955 “Rakyat akan menjadi hakim”. Kita tidak pernah mengartikan kalimat ini, bahwa hari pemungutan suara untuk parlemen akan membawa Rakyat ke singgasana kekuasaan dan akan menghakimi musuh-musuhnya. Kita memberikan arti yang terbatas pada ucapan “Rakyat akan menjadi hakim” ini, yaitu bahwa pada hari pemungutan suara untuk parlemen, Rakyat akan menghakimi Parlemen Sementara, yang dibentuk tidak atas pilihan Rakyat, tetapi sebagai hasil dari pada persetujuan KMB yang khianat. Dalam artian ini, memang pada tanggal 29 September yang lalu Rakyat Indonesia, termasuk anggota-anggota Angkatan Perang, sudah menjadi hakim. Parlemen hasil persetujuan KMB tinggal menunggu waktunya untuk dilikuidasi, sebagian besar agen-agen kolonialisme yang duduk dalam parlemen berkat kekuasaan Belanda tempo hari harus angkat kaki. Pemilihan umum yang lalu juga berakhir dengan kekalahan pembela-pembela gerombolan DI-TII, pembela-pembela intervensi asing, dan pembela-pembela pakta perang SEATO dalam parlemen.
Pemilihan umum adalah penting, ya, sangat penting. Tetapi, sepenting-pentingnya pemilihan umum ia tidak akan mengambil oper rol revolusi. Di dalam pemilihan umum Rakyat menyatakan keinginannya tidak dalam bentuk revolusioner, tetapi dalam bentuk demokrasi yang tenang. Adalah keliru jika kita mengharapkan suatu revolusi dari pernyataan yang diberikan dalam bentuk demokrasi yang tenang. Tetapi adalah juga keliru jika kita tidak melihat pentingnya pernyataan yang diberikan oleh Rakyat dalam bentuk demokrasi yang tenang, yang sebagaimana sudah kita lihat sendiri, memberikan kedudukan baru pada Partai kita dan memberikan perspektif baru untuk perkembangan gerakan Rakyat.
Di atas kita katakana, bahwa pemilihan umum yang lalu berakhir dengan kemenangan front persatuan dan kemenangan Partai kita, pendeknya kemenangan partai-partai demokratis. Ini adalah satu kenyataan pada waktu ini. Tetapi, berdasarkan pengalaman Rakyat Indonesia sendiri, adalah keliru kalau kita beranggapan bahwa partai-partai lain, yang sekarang bersedia bekerja sama dengan kita, dalam tiap-tiap keadaan dan tiap-tiap waktu akan terus menjalankan politiknya yang demokratis. Kita mengharapkan dan berusaha supaya partai-partai itu tetap menjalankan politik yang demokratis. Tetapi, dalam kongres Nasional V Partai sudah kita analisa dan kita tetapkan watak dari pada partai-partai lain itu dalam kita menganalisa dan menetapkan watak borjuasi nasional, yaitu bahwa borjuasi nasional dalam keadaan tertentu dan sampai batas-batas yang tertentu, dapat ambil bagian dalam perjuangan melawan imperialisme, tetapi karena lemahnya borjuasi nasional Indonesia di lapangan ekonomi dan politik, maka dalam keadaan sejarah yang tertentu borjuasi nasional yang wataknya bimbang itu bisa goyang dan tidak konsekuen melawan imperialisme. Oleh karena kita sudah mengetahui hal ini, maka kita harus senantiasa memperhitungkan kemungkinan, bahwa dalam keadaan tertentu borjuasi nasional tidak ikut dalam front persatuan, dalam keadaan lain lagi mungkin ikut. Ini penting kita ketahui dan kita sadari untuk mengikuti dan memimpin perkembangan selanjutnya. Kita hanya bisa dengan baik menjalankan politik front persatuan kita, jika kita dengan jujur dan sungguh-sungguh bekerja untuk persatuan, dengan tidak lupa mengadakan kritik-kritik yang perlu terhadap politik partai-partai lain yang merugikan persatuan dan merugikan Rakyat. Kita mengkritik mereka dan kita juga bersedia menerima kritik dari mereka dengan tujuan untuk memperluas dan memperkuat front persatuan. Sikap diam terhadap partai-partai lain yang merugikan persatuan dan merugikan Rakyat adalah tidak menguntungkan persatuan.
Hasil pemilihan umum yang lalu membenarkan salah satu kesimpulan yang diambil oleh sidang Pleno CC II yang mengatakan bahwa “Pada umumnya Rakyat kita dipengaruhi oleh tiga aliran politik, yaitu aliran Komunis, Nasionalis, dan Islam. Inilah aliran-aliran yang meresap sampai ke kalangan Rakyat banyak. Aliran sosialis kanan, sekara terkenal dengan aliran ‘soska’ (sosialis kanan), yang di Indonesia diwakili oleh PSI, tidak mempunyai pengikut yang luas di kalangan Rakyat banyak”. Tetapi kekalahan PSI tidak boleh diartikan bahwa peran kaum sosialis kanan akan segera lenyap dari panggung politik Indonesia. Mereka akan meneruskan politik menginfiltrasi dan memperkuda partai-partai lain, politik memecah-belah gerakan Rakyat, politik anti-demokrasi dan anti-Komunis. Hasil pemilihan umum yang lalu akan lebih menyederhanakan pembagian massa Rakyat dalam organisasi-organisasi, dan ini akan membantu kita untuk mengetahui secara konkret bagaimana massa Rakyat yang luas terorganisasi, sebab-sebab apa yang menimbulkan organisasi-organisasi itu, bagaimana organisasi-organisasi itu disusun, apa yang menjadi tujuannya, aliran politik apa yang diikuti oleh pemimpin-pemimpinnya. Pengetahuan tentang ini penting untuk memperbaiki pekerjaan menggalang persatuan, untuk membikin kontak-kontak guna mengadakan kerja sama buat mengkonsentrasi seluruh kekuatan nasional.
Dalam analisa kita mengenai hasil sementara pemilihan untuk Parlemen yang dikeluarkan pada tanggal 10 Oktober yang lalu, sudah dijelaskan arti politik dari pada kemenangan NU, PNI, dan PKI, dan juga diterangkan arti politik dari pada kekalahan blok Masyumi-PSI. Sekarang apa watak kelas dari pada kemenangan dan kekalahan itu? Watak kelas dari pada kemenangan PKI dan dari pada kekalahan kombinasi Masyumi-PSI sudah jelas, yaitu yang satu kemenangan politik proletariat dan yang lain kekalahan politik borjuasi komprador dari pemimpin-pemimpin Masyumi-PSI. Yang kurang dimengerti oleh banyak kawan-kawan kita ialah watak kelas dari pada kemenangan PNI dan NU. Untuk mengerti ini, kita harus ingat kembali pada salah satu kesimpulan Kongres Nasional V mengenai masyarakat kita.
Salah satu kesimpulan yang kita ambil dalam Kongres V mengenai masyarakat kita ialah sebagai berikut: “Indonesia adalah negeri borjuis kecil, artinya negeri, dimana perusahaan pemilik-pemilik kecil masih sangat banyak terdapat, terutama pertanian perseorangan yang kurang produktif”. Mengukur kekuatan masyarakat dengan tidak memperhitungkan kenyataan ini adalah keliru. Suatu partai, yang mungkin organisasinya tidak begitu baik, yang pimpinannya sudah terang tidak hanya terdiri dari elemen borjuis kecil, tetapi dalam kampanye pemilihannya mewakili pikiran dan perasaan kelas ini, yang umumnya “tidak ke sana dan tidak kemari”, yang umumnya mencari “jalan tengah” yang “paling selamat”, bisa mendapat pemilih yang banyak. Dalam mengukur kekuatan masyarakat kawan-kawan kita sering lupa memperhitungkan faktor obyektif ini, oleh karena itu tidak mungkin memahamkan kemenangan PNI dan NU. Padahal justru faktor ini pulalah yang menyebabkan Partai kita menugaskan pada dirinya untuk menarik borjuasi kecil, terutama kaum tani, sebanyak-banyaknya di sekitar Partai jika Partai hendak menghimpun bagian terbesar dari pada Rakyat.
Kemenangan demokrasi dalam pemilihan yang lalu tidak hanya membuka perspektif baru untuk pekerjaan menggalang front persatuan, tetapi juga untuk meluaskan keanggotaan dan organisasi Partai. Sekarang, kita mengetahui dengan konkret di tempat mana terdapat pemilih Partai yang banyak, dimana yang kurang, dan dimana yang belum ada sama sekali. Berdasarkan pengetahuan kita dan analisa kita tentang semuanya ini, kita tetapkan program kerja kita yang baru, kita didik kader-kader baru dan tetapkan kader-kader yang berpengalaman untuk memimpin pelaksanaan program itu.
Dalam kita menyatakan bahwa hasil pemilihan yang lalu harus dipandang sebagai manifestasi yang sungguh-sungguh dari pada demokrasi dan sebagai sukses yang besar dari pada demokrasi, sama sekali tidak boleh kita lupakan adanya pembatasan-pembatasan dari pada manifestasi demokrasi itu, tidak hanya dilihat dari kenyataan selama persiapan dan pada hari pemungutan suara, tetapi juga dilihat dari sudut umum, yang menyatakan bahwa tidak mungkin pemilihan berlangsung benar-benar demokratis selama kekuasaan masih berada dalam tangan partai-partai reaksioner. Ini dibuktikan oleh kenyataan-kenyataan di luar negeri dan oleh kenyataan-kenyataan di negeri kita sendiri selama pemilihan yang lalu.
Walaupun Undang-undang Pemilihan kita agak maju, tetapi pelaksanaan undang-undang ini berat sebelah yang bersifat merugikan Partai kita. Dalam Panitia Pemilihan Indonesia (Pusat), di banyak Panitia Pemilihan (Propinsi) dan panitia-panitia penyelenggara yang lebih bawah, PKI tidak duduk. Ini berarti mengurangi hak kontrol dari PKI dalam pelaksanaan Undang-undang Pemilihan yang agak maju itu. Apalagi kalau mengingat bahwa di Jawa Barat banyak tempat-tempat dimana sesudah pemungutan suara, surat-surat suara tidak dibacakan di muka umum, tetapi terus dibawa ke panitia yang lebih atas.
Partai-partai pemerintah mempunyai kelebihan dari Partai Komunis, yaitu pengaruh politik mereka dalam aparat-aparat Negara yang memberikan banyak fasilitas pada mereka dan dapat membantu mereka dalam menambah jumlah pemilih secara tidak wajar. Walaupun ada larangan, tetapi mereka secara leluasa menggunakan milik jawatan-jawatan pemerintah dan menggunakan “pengaruh” sebagai orang pemerintah. Tentu saja ini dilakukan dengan seribu satu akal sehingga tidak dapat dituntut menurut undang-undang.
Partai-partai yang berkuasa mempunyai orang-orangnya yang dapat digunakan untuk mendapatkan fonds pemilihan. Satu kenyataan, bahwa umumnya partai-partai lain membelanjai keperluan kampanye pemilihannya tidak dengan uang yang didapat dari sokongan anggota-anggota dan sokongan dari massa. Kita tidak berkecil hati karena ini, malahan kita berkeyakinan bahwa jalan yang kita tempuh adalah jalan yang sebaik-baiknya, yang menunjukkan perbedaan kualitatif antara hasil yang kita dapat dengan hasil yang didapat oleh partai-partai lain. Partai-partai reaksioner berusaha memfitnah seolah-olah Partai kita ikut menyuap pemilih-pemilih seperti yang memang mereka perbuat, tetapi Rakyat tidak mungkin percaya, karena tahu betul bahwa PKI mendapat uang justru dari sokongannya. Dan bukanlah sesuatu yang kebetulan kalau Rakyat mengatakan bahwa PKI menang karena kejujuran. Rakyat berkata demikian, karena mereka mempunyai pengalaman sendiri atau melihat sendiri bagaimana kaum Komunis mendapatkan uang atau bantuan tenaga, mulai dari petani sampai seniman, mulai dari buruh pabrik sampai sarjana, untuk kampanye pemilihannya.
Selain dari pada itu, segala apa yang tidak mungkin dan tidak boleh dilakukan oleh orang-orang Komunis, oleh partai-partai lain digunakan dengan seleluasa-leluasanya, yaitu mesjid, gereja, jawatan agama, dan sebagainya. Dengan melewati semuanya ini, mereka mengintimidasi dan menteror pemilih-pemilih. Dengan menggunakan semuanya ini, mereka menyerang partai-partai lawannya dengan sesengit-sengitnya, dan dengan menggunakan ini pulalah mereka menjanjikan surge bagi pemilih-pemilih yang memilih partai mereka. Untuk menarik pemilih mereka tidak mengutamakan program yang konkret, yang akan mereka kerjakan segera sesudah mereka terpilih menjadi anggota parlemen. Masyumi, misalnya, lebih mengutamakan semboyan-semboyan yang abstrak dari pada semboyan-semboyan mengenai perbaikan ekonomi Rakyat. Lebih dari itu, Masyumi memobilisasi apa saja yang dapat mereka mobilisasi, mulai dari ayat-ayat Qur’an sampai kekotoran manusia untuk mengalahkan partai-partai lawannya. PKI tidak iri hati karena PKI tidak bisa memobilisasi begitu banyak hal-hal yang dapat dimobilisasi oleh Masyumi. Juga dalam pemilihan-pemilihan yang akan datang, PKI tetap akan tampil ke depan dengan program-program yang konkret, yang pelaksanaannya dapat dikontrol oleh Rakyat. Selanjutnya, PKI akan terus berjuang supaya agama dan perbedaan agama tidak digunakan untuk mempertajam pertentangan di kalangan Rakyat dan menarik keuntungan dari pertentangan yang tajam itu. PKI mengharap kepada partai-partai yang berdasarkan keagamaan yang berkemauan baik terhadap Rakyat, untuk dimana mungkin menunjukkan dalil-dalil keagamaan guna lebih mempersatukan seluruh Rakyat yang bermacam ragam agama dan keyakinannya.
Satu kenyataan, bahwa dimana gerombolan teror DI-TII masih memainkan perannya, dimana Rakyat belum cukup bangkit dan mengadakan perlawanan dengan sengit, di situ Masyumi mendapat kemenangan, seperti di berbagai tempat di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Sebaliknya, partai-partai demokratis harus menerima kalah dari Masyumi. Ini juga bukti betapa tidak demokratisnya Undang-undang Pemilihan dalam pelaksanaannya.
Partai-partai lain yang di kalangan anggotanya banyak terdapat tuan tanah, lintah darat, majikan, dan pemilik rumah sewaan, telah melakukan intimidasi-intimidasi terhadap pemilih-pemilih, terutama terhadap simpatisan-simpatisan PKI. Mereka telah mengancam pemilih-pemilih, terutama simpatisan-simpatisan PKI, akan mencabut tanahnya, akan menyita miliknya, akan mengeluarkannya dari perusahaan, dan akan mengusirnya dari rumah sewaan, jika tidak memilih partai si tuan tanah, si lintah darat, dan si majikan, dan si pemilik rumah sewaan. Mereka ada kalanya menyewa sejumlah tukang pukul untuk memaksakan keinginannya, dan tukang-tukang pukul ini berkeliaran di dekat tempat-tempat pemungutan suara dengan pandangan dan tingkah laku yang mengancam.
Demikianlah beberapa bukti yang menunjukkan waktu terbatas dari pada manifestasi demokrasi dalam pemilihan yang baru lalu, yang tidak boleh kita lupakan, juga walaupun front persatuan dan Partai menang dalam pemilihan. Karena watak terbatas ini adalah tidak bisa dipisahkan dari sistem demokrasi borjuis, di negeri mana dan kapan saja pun, maka kita tidak boleh henti-hentinya menerangkan watak terbatas ini kepada Rakyat. Dan kelanjutannya, bahwa kita juga tidak boleh henti-hentinya terus berjuang untuk pemilihan yang lebih demokratis.
Tidak bisa diragukan, kalau pemilih-pemilih benar-benar bebas menyatakan pilihannya dan seksama semua penduduk dihormati, terang Partai kita akan mendapat hasil lebih dari 1,5 kali dari pada apa yang dicapai sekarang. Ini di luar simpatisan-simpatisan PKI yang karena berbagai sebab banyak yang tidak terdaftar dan di luar yang tidak bisa sampai ke kotak suara karena dicegat oleh DI-TII di tengah jalan.
Tetapi, walaupun demikian, pemilihan yang lalu adalah manifestasi yang sungguh-sungguh dari pada demokrasi dan Partai kita mencapai kemenangan. Ini adalah kenyataan yang penting, kenyataan yang akan menciptakan kondisi-kondisi baru untuk perkembangan perjuangan politik di negeri kita. Akibatnya ialah, bahwa juga akan tercipta kondisi-kondisi baru untuk perkembangan Partai kita, untuk pekerjaan Partai menarik sebagian besar kaum buruh dan sebanyak-banyaknya Rakyat pekerja, untuk meluaskan kerja sama dan aksi-aksi ekonomi dan politik dari pada massa Komunis dengan massa partai-partai Nasionalis, Islam, Kristen, dan sebagainya. Singkatnya, untuk mengkonsolidasi Partai di lapangan organisasi dan politik.
Rakyat Indonesia Menginginkan Adanya Perubahan Dalam Politik dan Penghidupan
Kawan-kawan, hasil pemilihan umum yang lalu tidak hanya membuktikan kewaspadaan demokrasi dan kesadaran demokrasi yang tinggi dari pada Rakyat Indonesia, tetapi yang lebih penting lagi, ia menunjukkan betapa dalam rasa tidak puas Rakyat Indonesia pada pemerintah sekarang dan pada keadaan yang buruk sekarang. Ini dibuktikan tidak hanya dari banyaknya pemilih-pemilih PKI, tetapi juga dari banyaknya pemilih-pemilih PNI dan pemilih-pemilih dari massa Islam yang sudah bosan dengan Masyumi, yang selama ini terkenal sebagai partai Islam yang dalam Parlemen berlipat ganda lebih besar dari semua partai Islam lainnya digabungkan. Massa yang bosan dengan Masyumi ini kebanyakan memilih NU, PSII, dan PERTI yang prestise-nya di mata massa Islam sangat menaik selama Kabinet Ali-Arifin. NU, PSII, dan PERTI masing-masing pasti akan mendapat kursi yang lebih banyak dalam parlemen dari pada jumlah yang sekarang dipunyai. Adalah di luar dugaan orang banyak bahwa Masyumi keluar dari kotak suara sebagai No. 4 di pulau Jawa, dimana terdapat sebagian besar dari pada penduduk Indonesia.
Terbuktilah, bahwa di tempat-tempat dimana Rakyat sudah “mengenal” politik Masyumi, maka Masyumi tidak mendapat suara yang banyak. Ini adalah bukti yang nyata dari pada ketidakpuasan massa Islam pada Masyumi, partai yang memimpin pemerintah sekarang.
Rasa tidak puas yang dalam dari pada massa terhadap kabinet sekarang dan terhadap keadaan sekarang sangat nampak dari kenyataan tidak didapatnya kursi dari PIR-Hazairin dan oleh orang-orang dari Fraksi Demokrat (Federalis) yang sekarang menduduki tempat yang penting dalam Kabinet BH. Juga ini dinyatakan oleh Rakyat Indonesia dengan jumlah kursi yang akan didapat oleh PSI, yang pasti jauh lebih kurang dari kursi yang dimiliki oleh partai ini dalam Parlemen Sementara sekarang.
Dalam pemilihan umum tanggal 29 September yang lalu, Rakyat Indonesia menyatakan perasaan tidak puasnya memang tidak dalam bentuk revolusioner, tetapi dalam bentuk demokrasi yang tenang. Rasa tidak puas Rakyat pada Kabinet BH sangat Nampak ketika angka-angka sementara mengenai hasil pemilihan diumumkan. Rakyat bergembira dan bersorak jika mendengar Masyumi-PSI menderita kekalahan di sesuatu tempat. Sebaliknya, pemimpin-pemimpin Masyumi tidak jadi memotong kambing dan kerbau yang sudah disediakan karena mendengar kekalahan-kekalahannya, pemimpin-pemimpin PSI membatalkan program dansa untuk menyambut kemenangannya, para pemimpin partai-partai dan koran-koran pemerintah pada marah-marah dan mencaci-maki Rakyat serta membodoh-bodohkan Rakyat karena Rakyat tidak memenangkan kombinasi Masyumi-PSI. Kaum imperialis asing dan kaki tangannya pada jengkel dan marah-marah melihat kemenangan partai-partai oposisi, sedangkan sebagian besar Rakyat tertawa geli melihat kejengkelan kaum imperialis asing dan kaki tangannya itu.
Hasil pemilihan yang lalu tidak hanya membuktikan tidak puasnya Rakyat pada pemerintah sekarang, pada keadaan sekarang, dan pada Masyumi-PSI-Federalis, tetapi juga jelas menunjukkan bahwa Rakyat menghendaki perubahan pemerintahan dan perubahan keadaan, terutama perubahan mengenai penghidupannya yang celaka. Secara konkret dapat kita katakana, bahwa hasil pemilihan yang lalu menunjukkan bahwa Rakyat Indonesia menginginkan adanya perubahan Parlemen Sementara, mengenai Kabinet BH, mengenai kekacauan yang disebabkan oleh gangguan gerombolan DI-TII, mengenai pengangguran dan semi-pengangguran yang berjuta-juta, mengenai upah yang terlalu rendah, mengenai politik perekonomian dan keuangan yang bangkrut, mengenai politik luar negeri yang pro-kolonialisme Belanda dan pro-SEATO, mengenai sewa tanah yang sangat tinggi untuk para petani, mengenai irigasi yang tidak terurus baik, mengenai harga barang keperluan sehari-hari yang terus membubung tinggi, mengenai tingginya sewa rumah, mengenai kurangnya rumah sekolah untuk anak-anak, dan mengenai banyak hal lagi.
Karena menginginkan perubahan maka kira-kira 70% pemilih memberikan suaranya pada PKI, PNI, NU, PSII, dan lain-lain yang mendapat kepercayaan para pemilihnya akan dapat mengadakan perubahan. Untuk selanjutnya, hanya pemerintah yang dapat mengadakan perubahan dan menempuh jalan yang baru dalam politik Negara yang akan mendapat sokongan Rakyat, dan hanya partai yang memperjuangkan pemerintah yang demikian itulah yang selanjutnya akan mendapat kepercayaan Rakyat. Kalau nanti ada pemerintah yang tidak berdaya untuk membikin keadaan lebih baik, untuk mengadakan arah baru dalam politik, maka pemerintah semacam itu dan partai-partai yang mendukung pemerintah itu akan mengecewakan Rakyat dan lambat laun akan kehilangan kepercayaan Rakyat.
Pemilih-pemilih mau antri berjam-jam, ada yang dalam panas terik dan ada pula yang dalam hujan lebat, bukan pertama-tama karena senang pada tanda-gambar partai yang dipilihnya, tetapi karena mempunyai keyakinan bahwa partai yang dipilihnya itu jika memegang kekuasaan, akan mampu mengadakan perubahan, dari keadaan yang jelek menjadi baik atau setidak-tidaknya agak baik. Juga sebagian besar pemilih-pemilih Masyumi mempunyai harapan demikian, karena pemimpin-pemimpin Masyumi dalam kampanye pemilihannya, di samping menjanjikan surge sesudah mati, juga menjanjikan perbaikan keadaan selagi hidup. Pemilih-pemilih Masyumi tentu saja tidak akan menuntut surge dari pemimpin-pemimpin Masyumi, karena untuk itu mereka harus mati lebih dulu, tetapi perubahan keadaan penghidupan sudah terang menjadi tuntutan mereka sebagaimana juga menjadi tuntutan pemilih-pemilih PKI, PNI, NU, Parkindo, PSII, Baperki, Perti, dan partai-partai lainnya.
PKI dalam program pemilihannya dengan tegas mencantumkan hal-hal yang konkret, sebagai keterangan PKI kepada Rakyat mengenai apa yang akan dilakukan oleh anggota-anggota PKI jika terpilih menjadi anggota Parlemen. Program pemilihan PKI adalah program yang menjamin perubahan keadaan, misalnya program supaya diberikan kebebasan demokratis yang seluas-luasnya bagi Rakyat dan organisasi-organisasi Rakyat, supaya dijamin semua hak dan kebebasan kepada kaum buruh untuk membela kepentingan-kepentingannya yang sah, supaya keadaan kaum tani diperbaiki dengan mewajibkan tuan tanah menurunkan sewa tanah dan supaya tanah-tanah kosong yang tidak dikerjakan dibagikan dengan cuma-cuma kepada kaum tani tak bertanah dan tani miskin, supaya gerombolan “Darul Islam” dibasmi, supaya pemerintahan desa dan daerah didemokrasikan, supaya pengkhianat-pengkhianat bangsa, penggelap-penggelap dan koruptor-koruptor disingkirkan dari jabatan-jabatan pemerintah, supaya diadakan usaha untuk meninggikan panenan padi dan perlindungan untuk industri nasional, supaya jumlah sekolah ditambah, supaya Uni Indonesia-Belanda dibubarkan, supaya pemerintah menjalankan politik perdamaian yang konsekuen, dan sebagainya.
Program pemilihan PKI yang menjamin akan adanya perubahan tetap menjadi pegangan tiap-tiap anggota PKI, sebagai pedoman aktivitasnya di dalam dan di luar Parlemen. Satu langkah pun PKI tidak akan mundur untuk memperjuangkan program yang sudah dikemukakannya kepada Rakyat dalam kampanye pemilihan. PKI akan dengan gigih memperjuangkan terlaksananya program itu. PKI menganggap adalah sangat adil jika Rakyat menginginkan perubahan ke arah perbaikan.
Mengenai ketidakpuasan yang dalam dari Rakyat terhadap kabinet BH dan mengenai keinginan Rakyat akan adanya perubahan dalam pemerintahan, supaya ada pemerintahan yang menempuh jalan baru, maka PKI sudah mengemukakan pendapat untuk pembentukan suatu pemerintah Koalisi Nasional yang luas, yang menjalankan program anti-kolonialisme dari Kabinet Ali-Arifin tempo hari. PKI sengaja tidak mengemukakan program baru dan program yang lebih tinggi, tetapi mengambil program kabinet Ali-Arifin sebagai platform, karena PKI berpendapat bahwa ini adalah jalan yang semudah-mudahnya dan yang paling masuk akal, karena program kabinet Ali-Arifin sudah disetujui oleh PNI, NU, PKI, PSII, Perti, dan golongan-golongan demokratis lainnya. Selain dari pada itu, kabinet Ali-Arifin jatuh bukan karena programnya tidak disetujui oleh Parlemen, tetapi karena faktor di luar Parlemen, yaitu faktor Angkatan Darat. Tergantung pada Masyumi, Parkindo, dan lain-lain apakah bisa menyetujui komposisi dan program anti-kolonialisme dan Pemerintah Koalisi Nasional yang luas itu.
Hasrat persatuan PKI begitu besarnya dan politik persatuan oleh PKI dijalankan dengan begitu konsekuen, sehingga PKI tidak mempunyai keberatan untuk duduk dalam satu pemerintahan dengan Masyumi berdasarkan satu program anti-kolonialisme yang notabene sudah pernah dijalankan di Indonesia.
PKI mempunyai hak penuh untuk curiga sampai ke mana Masyumi akan sungguh-sungguh menjalankan politik anti-kolonialisme, berdasarkan pengalaman bertahun-tahun dimana Masyumi (dan PSI) dengan gigih menjalankan politik membela modal asing dan membela DI. Hal ini tidak menjadi halangan, karena dengan ikut sertanya PKI dalam pemerintah merupakan kontrol yang kuat terhadap kemungkinan Masyumi menjalankan politik membela modal asing dan membela DI. Jika PKI duduk dalam pemerintah, maka PKI dapat mengajukan kritik-kritiknya tidak hanya di luar pemerintah, tetapi juga di dalam pemerintah, terhadap partai-partai yang tidak konsekuen menjalankan politik anti-kolonialisme. Berdasarkan pengalaman yang memberi alasan untuk curiga pada Masyumi maka PKI berkeberatan dibentuknya pemerintah dimana Masyumi ikut sedangkan PKI tidak, karena pemerintah yang demikian itu tidak mungkin menjalankan program yang maju, tidak mungkin mendatangkan perubahan yang baik, karena politik Masyumi yang pro-modal asing dan pro-DI.
PKI mengusulkan kabinet Koalisi Nasional yang luas, karena PKI tahu bahwa bagian yang sangat besar dari pada Rakyat menghendaki adanya perubahan keadaan sekarang, dan perubahan keadaan hanya mungkin jika terbentuk pemerintah front persatuan yang anti-kolonialisme, yang menjamin hak-hak demokrasi, dan yang menjalankan politik luar negeri yang benar-benar mempertahankan perdamaian. Sejak gagalnya Revolusi Agustus, Rakyat sudah mempunyai pengalaman, bahwa komposisi pemerintah yang sudah-sudah seperti komposisi Masyumi-PSI (kabinet Natsir), Masyumi-PNI (Sukiman), PNI-Masyumi-PSI (Wilopo), PNI-NU (Ali-Arifin), dan komposisi Masyumi-PSI-Federalis (Burhanudi Harahap), semuanya tidak bisa mendatangkan perubahan yang dapat menimbulkan perbaikan keadaan, terutama yang mengenai penghidupan Rakyat. Pendeknya, harus ada komposisi baru untuk menimbulkan keadaan baru sesudah pemilihan Parlemen baru. Inilah pada umumnya yang diinginkan oleh bagian terbesar dari para pemilih, orang-orang sipil maupun militer, ketika mereka memberikan suaranya.
PKI berpendapat, bahwa jika terbentuk kabinet Koalisi Nasional, dimana aliran-aliran politik terpenting dalam masyarakat diwakili seperti aliran politik Islam, Kristen, Nasionalis, dan Komunis, maka mulailah sejarah baru di Indonesia, dimana persatuan Rakyat dalam bentuk baru akan dengan cepat menjadi lebih kuat. Jika ini terjadi tidak satu golongan pun dari Rakyat Indonesia yang akan dirugikan. Yang akan rugi hanya kaum imperialis asing dan kaki tangannya.
Waktu belakangan ini, terutama dalam hubungan dengan pembentukan kabinet baru, orang suka menyebut-nyebut tentang “perdamaian nasional” di antara berbagai partai dengan mengeksklusifkan Partai Komunis. Perdamaian Nasional semacam itu, kecuali bersifat sekurang-kurangnya tidak bersahabat dengan lebih dari 6 juta Rakyat Indonesia yang memilih Komunis, juga merupakan bibit yang sangat berbahaya, yang jika diteruskan akan menjadi semacam Front Anti-Komunis moda Isa Anshary (Masyumi). Penganjur-penganjur “perdamaian nasional” sonder Komunis pada hakikatnya adalah penganjur-penganjur front anti-Komunis dan ini berarti mereka berbuat melanggar Undang-undang Dasar Sementara yang menjamin adanya hak-hak demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Dan jika perbuatan ini diteruskan, maka tidak bisa tidak mereka akan menjadi penganjur-penganjur peperangan dalam negeri.
PKI menang dalam pemilihan yang lalu antara lain karena politik persatuannya, oleh karena itu PKI akan meneruskan politik persatuannya, juga dalam melawan politik “perdamaian nasional” sonder Komunis. PKI akan lebih sungguh-sungguh lagi memperjuangkan adanya perdamaian nasional atau perdamaian dalam negeri dengan bekerja lebih keras lagi untuk persatuan nasional dengan tidak memandang perbedaan agama, ideologi, keyakinan politik, dan suku bangsa. Untuk ini, PKI akan terus menjalankan politiknya yang bersifat mendidik Rakyat supaya Rakyat tidak mau disuruh memusuhi Rakyat, supaya Rakyat menolak persiapan front anti-Komunis yang memakai kedok “perdamaian nasional”, supaya Rakyat dengan gigih memperjuangkan adanya persatuan nasional dari semua kekuatan nasional untuk dengan sungguh-sungguh menghapuskan sisa-sisa kolonialisme dan dengan sungguh-sungguh memperjuangkan masuknya Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia.
Konsolidasi Kemenangan Partai Dan Kemenangan Front Persatuan
Sukses yang dicapai oleh Partai dalam pemilihan yang lalu adalah hasil yang pasti dari pada pekerjaan yang dilakukan oleh Partai kita sampai sekarang, hasil dari pada pelaksanaan garis politik dan garis organisasi Partai yang benar yang ditetapkan oleh Kongres Nasional V Partai, hasil politik persatuan dan politik yang berorientasi pada Rakyat, hasil dari pada sokongan Rakyat pada garis politik ini, hasil dari pada perjuangan Partai yang terus-menerus untuk kepentingan-kepentingan vital dari pada kelas pekerja. Adalah benar, dan ini juga diakui oleh banyak orang yang jujur di luar Partai kita, bahwa kemenangan PKI adalah berkat politik persatuannya dan berkat hubungannya yang erat dengan Rakyat.
Kemenangan baru merupakan kemenangan, jika kemenangan itu dapat dikonsolidasi. Jika kemenangan tidak dikonsolidasi, maka ini tidak hanya bisa berakibat pembuangan energi yang percuma, tetapi juga bisa berbalik menjadi kekalahan. Mengkonsolidasi kemenangan adalah pekerjaan yang sangat besar, sesuatu yang hanya bisa kita capai jika kita kerjakan dengan inspirasi baru, energi baru, dengan antusiasme, dengan gembira dan dengan tidak mementingkan diri sendiri.
Untuk mengkonsolidasi kemenangan haruslah kita belajar dari pengalaman kita. Belajar dari pengalaman adalah kunci buat sukses yang akan datang. Dan pelajaran yang terpenting yang kita dapat ialah, bahwa kita mencapai sukses karena adanya politik yang tepat yang kita laksanakan, adanya kenyataan bahwa kita senantiasa bekerja untuk mengadakan hubungan-hubungan yang erat antara massa pekerja dengan Partai. Dan kita mengetahui bahwa ini hanya dapat kita capai dengan melalui perjuangan sehari-hari melawan semua yang menjadi perintang kemajuan masyarakat, melawan ketidakadilan, dan melawan kemiskinan.
Pendeknya, kunci dari pada kemenangan ialah menjadikan Partai kita benar-benar Partai tipe baru, Partai yang erat hubungannya dengan massa, yang tersebar di seluruh negeri dan yang terkonsolidasi di lapangan ideologi, politik, dan organisasi.
Sebagai Partai Komunis yang sudah dewasa, Partai kita harus memenuhi semua syarat yang dibutuhkan oleh Partai Komunis, dan yang terpenting sekarang ialah bahwa kita, dalam mencapai sukses, walaupun bagaimana besarnya, tidak boleh buta terhadap kelemahan-kelemahan yang masih ada di dalam Partai. Lupa akan kelemahan membikin orang menjadi sombong, orang sombong mesti lengah, dan orang lengah mudah dikalahkan.
Di sana-sini kita melihat adanya gejala-gejala kelemahan ideologi yang masih terdapat pada kader-kader dan anggota-anggota Partai. Mereka diombang-ambingkan oleh angka-angka hasil pemungutan suara. Mereka melonjak tinggi dan optimismenya memuncak jika mendengar angka-angka yang tinggi yang dicapai oleh Partai, tetapi mereka tenggelam ke dasar lautan yang dalam dan pesimismenya menjadi-jadi jika mendengar angka-angka rendah yang dicapai oleh Partai. Dalam hal yang pertama bisa berakibat mereka selanjutnya mengecilkan kekuatan partai-partai lain, dalam hal yang kedua bisa berakibat mereka selanjutnya melihat semuanya gelap. Mereka memuji kebenaran, politik Partai setinggi langit kalau ingat pada angka-angka yang tinggi, tetapi mereka menyalahkan kiri dan kanan kalau ingat angka-angka yang rendah untuk Partai. Mereka tidak berdiri di atas bumi yang nyata dengan ketajaman Komunis memperhatikan segala sesuatu, mempelajari, mendiskusikan, dan menarik kesimpulan dari sesuatu keadaan dengan tenang. Saya tidak mengatakan bahwa kader-kader yang demikian itu banyak, tetapi ada. Dengan ini sama sekali tidak berarti bahwa kita menyetujui sikap kader-kader dan anggota-anggota Partai yang acuk-tak acuh, yang tidak ambil pusing apakah angka-angka Partai tinggi atau rendah, karena ini sama sekali bukan sikap anggota Partai. Orang demikian adalah “orang asing” di dalam Partai.
Di suatu tempat dimana Partai “leading” (nomor 1) fungsionaris-fungsionaris Partai pada gembira, salah seorang di antaranya berkata: “Di sinilah terbukti kebenaran politik persatuan dari pada Partai, di sinilah terbukti kebenaran sikap kita di daerah ini yang tidak membalas serangan-serangan pemimpin-pemimpin partai-partai demokratis lainnya terhadap Partai kita”. Di tempat lain, dimana Partai tidak “leading” fungsionaris-fungsionaris Partai kurang gembira, salah seorang di antaranya berkata: “Di sinilah salahnya politik persatuan dari pada Partai yang tidak mengizinkan kita di daerah ini menyerang kembali serangan-serangan pemimpin-pemimpin partai-partai demokratis lainnya terhadap Partai kita”. Ini adalah dua contoh, dan kedua-duanya adalah kesimpulan yang keliru.
Kawan-kawan, kapankah Partai kita melarang kita membalas atau menyerang kembali serangan-serangan dari pihak partai-partai lain yang menyerang politik Partai kita? Bukankah kewajiban kita, di samping mengusahakan dengan sekuat tenaga terciptanya persatuan, harus berani mengkritik mereka yang dalam kata-kata mau bekerja sama dengan kita, tetapi dalam perbuatan merusak persatuan dan merugikan Rakyat? Yang sering diperingatkan oleh Partai ialah, supaya kita, dalam membalas serangan atau menyerang kembali tidak boleh melupakan bahwa apa yang kita lakukan adalah dalam rangka politik persatuan. Artinya dalam mengajukan kritik, kita tidak boleh menjadi panas, menjadi terprovokasi dan ikut seperti mereka merusak persatuan dan merugikan Rakyat. Banyak cara-cara yang sudah kita ketemukan dalam mengajukan kritik dalam rangka persatuan. Politik persatuan tidak menjalankan kritik adalah politik persatuan yang menuju ke liang kubur. Politik persatuan kita adalah politik persatuan yang menuju Indonesia baru, dan ini hanya mungkin jika dilakukan secara kritis. Tetapi di atas segala-galanya, faktor kemenangan kita dalam pemilihan yang lalu ialah: perbuatan Partai untuk Rakyat dan kesungguhan Partai mengorganisasi dan memobilisasi pemilih.
Kita harus menyambut dengan gembira tiap-tiap kemajuan demokratis yang ada di dalam partai-partai Nasional, Kristen, Islam, dan partai-partai lainnya. Tetapi dimana ada pertentangan antara apa yang dikatakan oleh anggota-anggota partai-partai ini dengan perbuatannya, antara dalil-dalil pokok yang mereka kemukakan dengan kesimpulan yang mereka ambil, maka kita harus menunjukkan adanya pertentangan itu. Sebagai contoh, mereka mengatakan bahwa untuk “menyelesaikan revolusi nasional” dan untuk merebut Irian Barat harus digalang persatuan nasional yang luas. Tetapi dalam praktek mereka lebih banyak berbuat yang merugikan persatuan nasional dengan membawa perhatian pengikut-pengikutnya tidak pada perlawanan terhadap kolonialisme tetapi terhadap apa yang mereka namakan “bahaya komunisme”. Dalam praktek mereka bukan mengusahakan terhimpunnya semua kekuatan politik dan sosial dari pada Rakyat, tetapi mereka mengusahakan “perdamaian nasional” dengan mengeksklusifkan kaum Komunis, yang berarti mengeksklusifkan kekuatan politik dan sosial yang militan dan konsekuen anti-kolonialisme. “Perdamaian nasional” sonder Komunis bukanlah persatuan nasional, tetapi usaha memecah kekuatan masyarakat menjadi dua. Dengan ini, bukan hanya Irian Barat tidak akan mungkin dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Republik, tetapi seluruh Indonesia akan dikuasai oleh Belanda dan Amerika dengan bantuan kaki tangannya di dalam negeri. Contoh yang lain, mereka berdalil dan berbicara tentang perlunya mendatangkan kesejahteraan bagi Rakyat. Tetapi dalam perbuatan mereka menentang dalil dan perkataannya sendiri. Mereka menentang, atau sekurang-kurangnya tidak aktif membangun, jika ada kaum buruh menuntut dan beraksi untuk mendapat sekadar kenaikan upah atau sekadar perbaikan jaminan sosial, jika ada kaum tani menuntut tanah kosong yang tidak dikerjakan untuk digarap atau jika kaum tani menuntut penurunan sewa tanah. Mereka berdalil dan berbicara tentang pentingnya persatuan Rakyat, tetapi dalam perbuatan mereka memecah belah serikat buruh dan serikat petani.
Pendeknya, kita menginginkan supaya tidak hanya perbuatan kita tetapi juga perbuatan sekutu-sekutu kita sesuai dengan apa yang dikatakan dan sesuai dengan dalil-dalil pokok yang sudah sama-sama diterima sebagai satu kebenaran.
Pada sebagian kawan-kawan kita mungkin ada perasaan kurang senang dengan angka-angka yang rendah yang didapat oleh Partai di daerah-daerah di luar Jawa-Sumatra, sehingga posisi Partai yang baik di Jawa-Sumatra tidak bisa dipertahankan sesudah dijumlah semua suara yang didapat Partai untuk seluruh negeri. Sudah tentu tidak ada kawan-kawan kita yang menyalahkan kader-kader dan anggota-anggota Partai di luar Jawa-Sumatra. Dengan pengalaman-pengalamannya yang sangat terbatas di lapangan organisasi dan politik, kawan-kawan di sana sudah bekerja keras untuk memenangkan Partai. Tetapi harus kita ketahui, bahwa Partai kita di sana belum lama dibangun, masih belum cukup berakar di kalangan masyarakat, dan di banyak tempat emblem Partai baru dikenal oleh Rakyat pada bulan-bulan belakangan ini. Kenyataan ini harus menjadi dorongan bagi daerah-daerah dimana Partai sudah lebih maju, untuk bekerja lebih keras guna mengimbangi kelemahan di sana dan untuk memberi bantuan yang konkret, terutama bantuan kader-kader. Pikiran yang sempit, yang hanya mementingkan kemajuan Partai di daerah sendiri saja, misalnya kemajuan di Jawa saja, bukanlah pikiran Komunis yang baik. Partai kita adalah Partai untuk seluruh negeri, kekurangan di tempat yang satu harus diisi oleh tempat yang lain, solidaritas Indonesia harus ada pada tiap-tiap anggota Partai.
Kenyataan-kenyataan di atas meletakkan tugas-tugas dalam mengkonsolidasi Partai sebagai berikut:
Pertama, pendidikan ideologi harus lebih diperhatikan, dan ini harus kita mulai dengan pendidikan ideologi di kalangan kader-kader Partai. Cara-cara memimpin diskusi dan memberi kursus yang dingin, yang tidak dijiwai oleh semangat cinta Partai dan cinta Rakyat yang bernyala-nyala dari pemimpin diskusi dan pemberi kursus harus dihentikan. Diskusi dan kursus yang tidak mempunyai watak kelas dari pada Partai tidak mungkin berhasil dan tidak mungkin meninggikan tingkat ideologi dari pada kader-kader dan anggota-anggota. Sukses dari pada diskusi dan kursus-kursus sangat tergantung pada semangat cinta Partai dan cinta Rakyat dari pada pemimpin diskusi dan pemberi kursus. Selanjutnya pimpinan kolektif harus dianggap sebagai satu-satunya cara yang benar dalam memberikan pimpinan, dan ini hanya mungkin jika ada diskusi-diskusi periodik yang dipersiapkan secara baik dan yang dilakukan dengan kritis. Kritik dari bawah harus didorong oleh pimpinan dan demokrasi internal Partai harus lebih dikembangkan. Kecongkakan dan rasa puas-diri jika mendapat sukses harus ditindas, demikian juga rasa tak mampu dan patah hati jika mengalami kegagalan.
Kedua, program dan politik Partai harus menjadi milik dari pada semua anggota Partai, dalam arti dipahamkan benar-benar. Putusan-putusan Partai yang diambil dalam Kongres Nasional V, dalam sidang-sidang Central Comite dan sidang-sidang Politbiro, harus dipelajari dan didiskusikan secara mendalam oleh organisasi-organisasi Partai di semua tingkatan. Kader-kader tinggi dari pada Partai harus membiasakan diri dengan tulisan-tulisan klasik tentang Marxisme-Leninisme. Tiap-tiap Comite harus merencanakan, menjelaskan, memimpin, dan mengontrol pelaksanaan program pelajaran. Hanya dengan ini kita dapat membikin seluruh anggota Partai mengerti Program dan politik Partai sebagai syarat untuk membikin semua anggota Partai ambil bagian yang aktif dalam pelaksanaan Program dan politik Partai.
Ketiga, keanggotaan dan organisasi Partai harus lebih diluaskan, sebagai syarat untuk dapat memimpin gerakan revolusioner di seluruh daerah masing-masing dan di seluruh negeri. Dengan kewaspadaan yang tinggi kita membuka pintu Partai kita untuk masuknya orang-orang baru, terutama dari kalangan kaum buruh, kaum tani, pemuda, pelajar, dan wanita. Perluasan keanggotaan di kalangan kaum tani adalah syarat untuk bekerja lebih baik dalam membela kepentingan sehari-hari dari kaum tani, hal mana sampai sekarang belum dapat dibanggakan. Ini kita lakukan bersama-sama dengan kita meluaskan organisasi-organisasi massa dari pada Rakyat, yang harus kita capai terutama dengan mempersatukan mereka melalui perjuangan membela kepentingan sehari-hari mereka. Pelaksanaan semuanya ini hanya mungkin jika ada pimpinan dan ada kontrol yang terus-menerus dari Komite-Komite Partai dan jika Grup-Grup Partai menjadi elemen yang aktif dan menjadi pimpinan politik yang real di tempat masing-masing.
Kawan-kawan, demikianlah beberapa tugas untuk mengkonsolidasi kemenangan Partai dalam pemilihan umum yang lalu. Hanya dengan mengerjakan ini kemenangan itu dapat diikuti oleh kemenangan-kemenangan yang lain. Dan hanya dengan mengerjakan ini kemenangan front persatuan dapat kita konsolidasi.
Dalam hubungan dengan mengkonsolidasi kemenangan front persatuan beberapa soal lagi perlu dikemukakan.
Di antara kader-kader Partai masih ada yang suka mengajukan pikiran, apakah tidak sebaiknya jika Central Comite Partai membikin kontrak dengan Pimpinan Pusat dari partai-partai lain yang berisi persetujuan supaya masing-masing partai dari atas sampai ke bawah wajib melakukan ini atau tidak boleh melakukan itu. Usul ini tidak mungkin dilaksanakan karena sering terdapat perbedaan-perbedaan besar atau kecil antara Pimpinan Pusat partai-partai lain dengan pimpinan daerahnya. Usul ini timbul karena tidak tahu dimana letak kunci dari pada kerja sama antara Partai kita dengan partai-partai lain. Pengalaman-pengalaman kita menunjukkan, bahwa penyesuaian dan kerja sama dengan partai-partai lain harus timbul dan diperbarui atas dasar aksi-aksi politik dan dari aksi-aksi politik. Ini kita alami ketika aksi membubarkan negara-negara bagian bikinan Belanda, ketika mendesak pembentukan Ali Sastroamidjojo, ketika menuntut supaya pemerintah menjalankan politik yang tegas terhadap gerombolan DI-TII, ketika menuntut pembubaran Uni Indonesia-Belanda, ketika mempertahankan sistem demokrasi parlementer waktu sistem ini berada dalam bahaya beberapa bulan yang lalu, dan sekarang dalam menuntut pembubaran kabinet BH. Kita sering mengalami bahwa program-program kerja sama yang dibikin oleh partai kita dengan partai-partai lain tetap tinggal di atas kertas, sedangkan mengenai pelaksanaannya tidak terjadi apa-apa, karena timbulnya perumusan-perumusan itu tidak atas dasar aksi-aksi politik dan tidak dari aksi-aksi politik.
Soal lain ialah, bahwa masih ada saja kader Partai yang dalam hubungan kerja sama dengan partai-partai lain masih suka mendiskusikan secara abstrak mengenai persoalan tuntutan mana yang lebih maju, sehingga sering terjadi kerja sama menjadi buyar karena kita mendesakkan tuntutan yang lebih maju itu, atau jika tuntutan yang lebih maju itu dapat dirumuskan, maka tuntutan yang lebih maju itu hanya tinggal di atas kertas saja. Tuntutan yang lebih maju, tetapi keadaan tidak bertambah maju! Seharusnya kita tidak mendiskusikan secara abstrak tuntutan mana yang lebih maju, tetapi kita harus memilih tuntutan yang dalam keadaan tertentu bisa lebih tepat, dalam arti bahwa gerakan dan kemungkinan adanya perkembangan baru dapat didorong ke depan. Berdasarkan pendirian inilah kita mengemukakan pembentukan pemerintah Koalisi Nasional yang menjalankan politik anti-kolonialisme dari pada kabinet Ali-Arifin. Berdasarkan pendirian ini pulalah, dalam memimpin aksi-aksi ekonomi massa kita menggunakan semboyan “tuntutan kecil, tapi berhasil”.
Pengalaman kita sudah cukup banyak untuk sampai kepada kesimpulan, bahwa program yang baik saja tidaklah cukup, tetapi harus ada kekuatan masyarakat (kekuatan sosial) yang menjamin bahwa program itu dapat dilaksanakan. Selain dari pada itu, kita tidak cukup hanya mengetahui dan menunjuk-nunjuk dimana adanya kekuatan masyarakat itu, tetapi kita harus menghimpun dan memobilisasinya.
Pendeknya, dalam hubungan dengan mengkonsolidasi kemenangan front persatuan dalam pemilihan yang lalu, kita harus dengan konsekuen menjalankan politik front persatuan nasional untuk menuju kerja sama semua kekuatan sosial dan politik dari pada Rakyat kita. Kita lakukan semuanya melalui jalan-jalan yang masuk akal, yang demokratis, dan yang konkret. Dalam menjalankan politik persatuan kita tidak boleh berbuat yang janggal dan aneh di mata orang-orang yang sepantasnya bersatu dengan kita.
Dengan demikian, menjadi lebih teranglah kewajiban-kewajiban kita dalam mengorganisasi lebih kokoh front persatuan untuk mempertahankan kemerdekaan nasional negeri kita, untuk mempertahankan perdamaian, demokrasi, dan untuk perbaikan nasib Rakyat pekerja. Hasil pemilihan yang lalu membukakan kemungkinan-kemungkinan yang baru dan lebih baik untuk pelaksanaan kewajiban ini. Dengan langkah-langkah baru, dengan pasti dan berani kita meneruskan politik persatuan kita sebagai syarat mutlak untuk tercapainya tujuan-tujuan yang urgen dan tujuan-tujuan dalam jangka panjang dari Rakyat Indonesia.
Segenap Kekuatan Untuk Memenangkan Partai Dan Front Persatuan Dalam Pemilihan Konstituante
Kawan-kawan, tidak lama lagi Rakyat Indonesia yang mempunyai hak pilih akan menuju ke kotak suara untuk memilih anggota-anggota Konstituante. Ini berarti pekerjaan berat dihadapkan pada Rakyat dan Partai kita. Kita harus bekerja keras untuk memenangkan Partai dan memenangkan front persatuan dalam pemilihan Konstituante yang akan datang. Banyak tergantung pada hasil pemilihan Konstituante ini, apakah sifat-sifat demokratis dan anti-kolonialisme dari pada Republik Indonesia akan dapat dipertahankan dan dikembangkan.
Kemenangan Partai dalam pemilihan Konstituante nanti pada pokoknya tergantung pada dua hal. Pertama, pada kebenaran politik Partai dan kedua, pada persiapan organisasi dalam pekerjaan memobilisasi massa untuk memenangkan Partai.
Mengenai persiapan di lapangan politik, sebagaimana sudah diketahui, sidang Pleno II Central Comite yang dilangsungkan dalam bulan November 1954 sudah membentuk satu “Panitia PKI Perancang Konstitusi Republik Indonesia”. Panitia ini memang belum menghasilkan rencana Konstitusi yang lengkap, tetapi mengenai pokok-pokok yang penting sudah ada kesimpulan-kesimpulan yang sudah mendapat persetujuan Politbiro Central Comite.
Pada pokoknya, dalam menetapkan Konstitusi yang bagaimana yang akan diperjuangkan oleh PKI dalam sidang Konstituante nanti, “Panitia Perancang Konstitusi” dan Politbiro berpokok pangkal pada: mempertahankan Republik yang diproklamasikan oleh Revolusi Agustus 1945 (singkatnya: Mempertahankan Republik Proklamasi).
Dalam mempertahankan Republik Proklamasi berarti sudah termasuk mempertahankan prinsip, bahwa kedaulatan ada pada Rakyat, bahwa Rakyat menjalankan kedaulatannya dengan melewati parlemen dan bahwa semua penduduk adalah sama di hadapan Undang-undang.
PKI mempertahankan Republik Proklamasi karena Republik Proklamasi selama Revolusi Rakyat tahun 1945 – 1948 terbukti adalah alat perjuangan yang penting dalam mempertahankan kemerdekaan nasional, perdamaian, demokrasi, dan persatuan dari pada seluruh Rakyat dengan tidak memandang perbedaan keturunan, suku bangsa, laki-laki atau wanita, agama, filsafat, dan keyakinan politik. Mempertahankan Republik Proklamasi berarti mempertahankan Republik, dimana di dalamnya semua agama dan keyakinan dihormati.
Semua unsur dari pada Republik Proklamasi yang dapat mengikat bagian terbesar dari pada Rakyat akan dipertahankan dengan gigih oleh PKI dalam sidang Konstituante. Unsur-unsur itu antara lain ialah: bendera nasional Merah-Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan di samping bahasa masing-masing suku bangsa, lambang Republik “Bhinneka Tunggal Ika”.
PKI akan tetap mempertahankan Negara kesatuan yang daerahnya meliputi seluruh wilayah “Hindia Belanda” dulu. Dalam Negara kesatuan ini tiap-tiap suku bangsa mendapat hak otonomi yang seluas-luasnya.
Isi dari pada pasal-pasal mengenai ekonomi yang dimuat dalam Undang-undang Dasar Sementara yang bertujuan untuk melikuidasi ekonomi kolonial akan dipertahankan oleh PKI.
Sejak sekarang sudah dapat kita bayangkan, bahwa dalam kampanye pemilihan untuk Konstituante akan banyak dipersoalkan orang apakah Konstituante nanti akan melahirkan “Negara Pancasila” atau “Negara Islam”. Yang manakah yang akan diperjuangkan oleh PKI? Kalau dengan “Negara Pancasila” diartikan Republik Proklamasi maka sudah terang apa yang akan diperjuangkan oleh PKI. PKI tidak menghendaki Republik Proklamasi diganti dengan “Negara Islam” atau “Negara DI”, seperti dianjur-anjurkan oleh Pemimpin-pemimpin Masyumi.
Beberapa pemimpin nasionalis suka mengatakan bahwa mereka tidak menyetujui “Darul Islam” dan “Darul Komunis”. Dari sini dapat ditarik kesimpulan seolah-olah ada golongan, tentu yang dimaksudkan ialah PKI, yang mau mendirikan “Darul Komunis”. Mengenai ini sudah sering kita jelaskan, dan terus akan kita jelaskan, bahwa PKI sekarang maupun di kemudian hari tidak bermaksud mendirikan “Negara Komunis”. Dalam kamus kaum Komunis tidak ada istilah “Negara Komunis” atau “Darul Komunis”. Jadi, dalam Konstituante yang akan datang PKI tidak memperjuangkan terbentuknya satu “Negara Komunis” di Indonesia, tetapi PKI juga tidak menghendaki terbentuknya “Negara Islam” atau “Negara DI”, “Negara Kristen”, “Negara Marhaenis”, atau negara apa yang bukan “Negara Pancasila” dalam arti Republik Proklamasi. Jelasnya, PKI tidak menghendaki kekuasaan satu partai atau satu golongan, tetapi PKI memperjuangkan kekuasaan dari seluruh Rakyat Indonesia.
Demikian dengan singkat pegangan propagandis-propagandis Komunis dalam kampanye pemilihan Konstituante. Dengan ini jelas pula politik apa yang akan dikemukakan oleh PKI dalam sidang Konstituante nanti. PKI bersedia membikin front dengan partai mana dan dengan siapa saja yang bertujuan mempertahankan Republik Proklamasi, dimana kedaulatan ada pada Rakyat, dimana dijamin hak sama bagi semua penduduk, hak mempunyai milik, dan hak untuk memeluk agama dan keyakinan yang disukai. Jaminan demikian ini terang ada selama Revolusi Rakyat tahun 1945 – 1948.
Untuk memperbaiki persiapan organisasi dalam pekerjaan memobilisasi massa, kita harus menarik pelajaran sebaik-baiknya dari pengalaman kita mengorganisasi dan memobilisasi massa dalam pemilihan untuk Parlemen yang lalu. Kita harus menarik pelajaran dari pengalaman kita yang banyak dalam menarik dan mengkonkretkan pemilih, menjaga supaya pemilih-pemilih Partai tetap pendiriannya sampai selesai pemungutan suara, memperbaiki agitasi dan propaganda Partai, memobilisasi seniman-seniman anggota dan simpatisan Partai, menemukan dan merealisasi cara-cara yang praktis dan efektif dalam mengumpulkan fondasi pemilihan Partai, dan banyak lagi. Kita tarik pelajaran dari pengalaman-pengalaman kita dengan maksud untuk mempertinggi mutu pekerjaan Partai sebagai syarat untuk mencapai hasil yang lebih baik. Kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil dan dijadikan pedoman untuk pekerjaan selanjutnya harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, dengan pimpinan dan kontrol yang terus-menerus.
Mengingat kekalahan yang diderita oleh partai-partai reaksioner di berbagai daerah, terutama kekalahan yang diderita oleh kombinasi Masyumi-PSI, kaum reaksioner dalam negeri dengan bantuan penuh dari kaum imperialis asing akan mempertegang keadaan dengan intimidasi-intimidasi dan dengan provokasi-provokasi. Dengan sistematis mereka akan mempengaruhi opini umum tentang apa yang mereka namakan “bahaya Komunisme”, dengan maksud supaya Rakyat melupakan musuhnya yang sejati, yaitu kolonialisme Belanda yang sudah menjadi embel-embel imperialisme Amerika. Kecurangan-kecurangan akan mereka lipat gandakan. Semuanya ini meminta kewaspadaan dan militansi yang lebih tinggi dari semua anggota Partai, terutama dari pemimpin-pemimpin dan kader-kader Partai.
Kawan-kawan, marilah kita hadapi pekerjaan yang berat ini dengan sepenuh hati, marilah kita kerahkan semua kekuatan yang ada pada kita untuk memenangkan Partai dan front persatuan dalam pemilihan Konstituante yang akan datang. Ini adalah perjuangan yang penting untuk mempertahankan kemerdekaan nasional negeri kita, untuk perdamaian, demokrasi dan perbaikan nasib Rakyat pekerja. Dengan berorientasi kepada Rakyat Indonesia yang besar dan heroik, kita yakin bahwa Partai kita bersama-sama dengan Rakyat ini akan berhasil mempertahankan Republik Proklamasi, akan berhasil mempertahankan dan mengembangkan sifat-sifat demokratis dan anti-kolonialisme dari pada Republik ini.