Menara Buruh

Ibnu Parna (1951)


PENGANTAR

Atas permintaan kawan-kawan, sekedar untuk menambah bahan pertimbangan penggugah kesadaran kaum buruh, dikumpulkanlah rekomendasi serta beberapa pandangan dalam Kongres Kesatuan Serikat Buruh Gula (S.B.G), Malang 14 – 17 Juli 1951. Rekomendasi tersebut berjudul “Jalan Ke Arah Konsolidasi Organisasi Kaum Buruh Indonesia”. Di samping rekomendasi tersebut, di tengah-tengah perdebatan Kongres mengenai masalah-masalah lain, ada kesempatan untuk memajukan pandangan fundamental yang patut menjadi bahan diskusi di antara kawan-kawan. Pandangan lain dapatlah dikutip dari notulen Kongres dan masing-masing-masing diberi judul sebagaimana tertera dalam buku kecil ini.

Di dalam Kongres, saya berhadapan dengan para pemimpin dan kader buruh gula yang sudah maju dari massa buruh gula yang mewakilinya. Demi penerbitan laporan Kongres Kesatuan Buruh Gula ini, sangat dibutuhkan bahan pendahuluan yang sedikit banyak dapat dipergunakan sebagai bahan untuk memudahkan soal bagi massa buruh yang memang berkeinginan untuk maju.

Harapan kami Menara Buruh ini berlaku sebagai menara sinar pencerah yang mempersembahkan pegangan atas cita-cita, dengan tujuan hilangnya penindasan.

Tetap untuk kemerdekaan

BURUH DAN RAKYAT PEKERJA!!

dari seorang kawan

IBNU PARNA

 

 

REKOMENDASI IBNU PARNA DALAM KONGRES KESATUAN SERIKAT BURUH GULA (S.B.G.) DI MALANG

TANGGAL 14 – 17 Juli 1951

JALAN KE ARAH KONSOLIDASI ORGANISASI KAUM BURUH INDONESIA .

 

Pertentangan Pokok

Di dalam abad XX ini berlaku pertentangan pokok antara modal dan buruh. Pertentangan tersebut pada dasarnya adalah perebutan mengenai nilai lebih. Dengan mempermainkan kebodohan buruh, bersenjatakan alat pemaksa yang bernama negara, serta mempergunakan badan modal sebagai perahu dan benteng, kaum pemodal menghisap nilai lebih sebanyak-banyaknya dari tenaga buruh dengan jalan :

1. Membayar upah buruh serendah-rendahnya.

2. Memperpanjang waktu kerja.

3. Memperbaiki alat-alat produksi.

Sebaliknya kaum buruh yang menanggung kemiskinan, mencoba memperbaiki nasibnya dengan mengurangi nilai lebih dari tangan kapitalis dengan jalan:

1. Menuntut membayar upah setinggi-tingginya.

2. Menuntut jam kerja sependek-pendeknya.

3. Memusuhi kemajuan teknologi yang banyak meningkatkan jumlah pengangguran.

 

Senjata dan Pengalaman Kaum Buruh

Dalam perjuangan perbaikan nasib, kaum buruh mempunyai senjata yakni yang bernama organisasi. Organisasi ini bernama Serikat Buruh. Dalam menjalankan perbaikan nasib dengan Serikat Buruh, kaum buruh lambat laun memperoleh pengalaman yang dapat disimpulkan seperti di bawah ini:

1. Kenaikan upah selalu diiringi oleh kenaikan harga kebutuhan seahari-hari.

2. Tuntutan memperpendek jam kerja disambut oleh pemodal dengan perbaikan alat-alat produksi yang dapat meningkatkan jumlah pengangguran.

3. Memusuhi kemajuan teknologi dengan merusak mesin yang meningkatkan jumlah pengangguran dan di dalam prakteknya berhadapan dengan alat kekerasan negara (polisi, tentara dll.) yang tidak mungkin dihadapi oleh gerombolan buruh dan kekuatan kaum buruh itu sendiri.

Pengalaman dalam pergerakan perbaikan nasib, mengajarkan kepada kaum buruh, bahwa sesungguhnya tidaklah cukup bagi buruh hanya sekedar menuntut perbaikan nasib. Disamping berjuang untuk perbaikan nasib, kaum buruh perlu bergerak maju ke arah perubahan nasib. Perjuangan untuk perubahan nasib pada akhirnya melahirkan senjata baru selain Serikat Buruh yaitu Partai Kaum Buruh.

 

Serikat Buruh dan Partai Kaum Buruh

Untuk memperoleh pedoman ke arah konsolidasi organisasi kaum buruh Indonesia perlu adanya kepastian yakni :

1. Tentang posisi perjuangan perbaikan nasib dalam perjuangan untuk perubahan nasib.

2. Tentang persamaan, perbedaan dan hubungan Serikat Buruh dan Partai kaum buruh.

Dengan bahan kepastian tersebut dapat disusun rencana-rencana praktis ke arah konsolidasi kaum buruh Indonesia.

 

Perbaikan Nasib dan Perubahan Nasib

Perjuangan untuk perbaikan nasib terbatas kepada nasib buruh dalam lingkaran masyarakat kapitalis.

Sebaik apapun nasib buruh dalam masyarakat kapitalis, kaum buruh tidak akan pernah berkuasa atas hasil pekerjaannya dan kaum buruh tidak pula berkuasa atas nilai lebih yang diperas dari tenaganya. Sebaik apapun nasib buruh dalam masyarakat kapitalis, kaum buruh tidak akan hidup tenteram, karena tetap terancam akan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari yang tidak seimbang dengan kenaikan upah. Dan tetap terancam bahaya pengangguran, bahaya perang dan lain-lain.

Sebaliknya, perubahan nasib tidak didapat dalam masyarakat kapitalis. Perubahan nasib hanya dapat diperoleh di atas liang kubur masyarakat kapitalis. Untuk dapat merobohkan masyarakat kapitalis sangat dibutuhkan kesadaran massa buruh. Itulah sebabnya setiap ketimpangan dalam masyarakat kapitalis, yang selalu menimpa nasib buruh, perlu digunakan sebagai latihan menambah kesadaran buruh, serta sebagai saluran untuk memperkaya pengalaman buruh.

Demikianlah perjuangan perbaikan nasib tidak boleh dipandang sebagai soal yang terpisah, melainkan harus dipahami dan dilakukan sebagai bagian dari perjuangan perubahan nasib.

 

Persamaan Antara Serikat Buruh dan Partai Kaum Buruh.

I. Serikat Buruh maupun Partai Kaum Buruh kedua-duanya adalah alat perjuangan kaum buruh, artinya kedua organisasi tersebut adalah alat untuk mencapai tujuan buruh. Demikian Serikat Buruh dan Partai kaum buruh tetap ada dan perlu dipertahankan selama masih diperlukan oleh kaum buruh. Jelas, Partai kaum buruh dan Serikat Buruh mengalami pasang surut seiring dengan perkembangan kaum buruh. Begitu dengan Badan organisasi lain yang menamakan diri sebagai Serikat Buruh atau Partai kaum buruh, sudah pasti akan mendapatkan hukuman yang setimpal dari kekuatan amarah kaum buruh. Badan organisasi semacam itu yang patut dicurigai oleh kaum buruh, karena Badan tersebut hanya bersemboyan memihak kelas buruh padahal bermaksud memukul balik kaum buruh. Serikat Buruh dan Partai kaum buruh yang pragmatis itu yang perlu dilenyapkan di muka bumi ini.

II. Sebaliknya kita tidak cukup memandang Serikat Buruh dan Partai kaum buruh sebagai alat perjuangan. Baik Serikat Buruh maupun Partai kaum buruh keduanya adalah tempat perjuangan kaum buruh, arti keduannya adalah tempat bagi buruh untuk berjuang guna mencapai tujuan kaum buruh. Yang jelas dalam Serikat Buruh dan Partai kaum buruh bukan pengurus saja yang bekerja keras. Pekerjaan di dalam Serikat Buruh maupun dalam Partai kaum buruh sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari segenap anggota-anggotanya. Di dalam Serikat Buruh maupun Partai kaum buruh, pengurus dan anggota adalah pembagian pekerjaan, bukan pemborong pekerjaan. Kebiasaan memandang Serikat Buruh dan Partai kaum buruh hanya sebagai alat perjuangan buruh dengan menolak pendapat bahwa Serikat Buruh dan Partai kaum buruh disamping menjadi alat juga sebagai tempat perjuangan kaum buruh muda, pemahaman yang salah ini menimbulkan penyakit sentralisme yang tidak sehat seperti :

1. Setiap kebijakan apapun terserah kepada pengurus.

2. Memborong semua pekerjaan organisasi.

Sentralisme yang tidak sehat ini perlu diberangus karena kita sama-sama mengerti, bahwa dasar organisasi kita memang tidak lain daripada demokrasi sentralisme, pemusatan yang demokratis dan demokrasi yang terpusat.

III. Sebagai alat dan tempat perjuangan kaum buruh, Serikat Buruh dan Partai kaum buruh menuju masyarakat baru. Arti keduanya tidak condong pada masyarakat kapitalisme dan keduanya bekerja menggalang persiapan untuk menyongsong lahirnya masyarakat baru. Demikianlah Serikat Buruh dan Partai kaum buruh yang mengharapkan perubahan nasib dalam lingkaran masyarakat kapitalis ini sesungguhnya adalah alat kapitalis untuk menipu dan menimbulkan salah tanggapan di kalangan kaum buruh.

 

Perbedaan Antara Serikat Buruh dan Partai Kaum Buruh

Mengetahui persamaan antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh bukan patut dijadikan alasan untuk mempersamakan Serikat Buruh dan Partai kaum buruh ataupun sebaliknya. Mempersamakan Serikat Buruh dan Partai kaum buruh dalam prakteknya mempersulit kita dalam menghimpun massa buruh. Begitupun sebaliknya mempersamakan Partai kaum buruh dan Serikat Buruh dalam prakteknya mempercair Partai kaum buruh.

Disamping memperhatikan dan mencari persamaan antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh, perlu juga ditarik garis perbedaan antara Partai kaum buruh dan Serikat Buruh. Bertolak dari adanya perbedaan antara kedua hal tersebut dan juga persamaan yang sering kita jumpai antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh dalam prakteknya akan melahirkan pemahaman yang keliru antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh yang akan melemahkan kekuatan kaum buruh.

I. Serikat Buruh adalah alat perjuangan sederhana kaum buruh, sedangkan Partai kaum buruh adalah alat perjuangan yang sempurna dari kaum buruh.

Hal ini dapat dimengerti karena Partai kaum buruh dilahirkan di dalam perjuangan yang sudah jauh meningkat. Partai kaum buruh lebih gesit dan mobile dari Serikat Buruh. Baik legal maupun illegal Partai kaum buruh tidak pernah menghentikan kegiatannya. Tidak demikian halnya Serikat Buruh, Serikat Buruh tidak dapat dengan segera mengambil keputusan yang tepat, dan Serikat Buruh sesuai dengan sifatnya tidak dapat bergerak secara illegal, Serikat Buruh ini bergerak dalam suasana legal.

Kesempurnaan dari Partai kaum buruh bukan berarti sebagai alasan untuk meniadakan peranan Serikat Buruh. Partai kaum buruh dengan tidak ada Serikat Buruh sama halnya dengan Jenderal tanpa Prajurit.

II. Serikat Buruh adalah organisasi yang longgar bagi perjuangan kaum buruh, sedangkan Partai kaum buruh adalah organisasi yang ketat bagi perjuangan kaum buruh.

Serikat Buruh adalah organisasi massa buruh untuk mengadukan nasibnya mengenai persoalan-persoalan normatif dalam kesehariannya seperti :

1. Pemecatan terhadap kawan sepekerjaan

2. Jaminan mengenai perawatan terhadap buruh yang sedang sakit.

3. Mengenai pensiun

4. dan banyak lagi yang lainnya.

Partai kaum buruh adalah organisasi untuk mengadukan nasib buruh mengenai persoalan yang lebih besar seperti :

1. Pembentukan Pemerintahan Rakyat.

2. Pembubaran perlemen yang tidak mewakili kehendak rakyat mayoritas.

3. Penyitaan modal para penjajah.

4. Dan banyak lagi yang lainnya.

III. Serikat Buruh mengutamakan kepada kesamaan dalam kesimpulan, sedangkan Partai kaum buruh mengutamakan kepada kesatuan dalam cara berpikir.

Bagi Serikat Buruh persoalannya hanya pada asalkan massa buruh mau berkumpul dan bergerak menolak dasar-dasar dari masyarakat sekarang sebagai tingkatan yang mutlak untuk menuju masyarakat baru. Sebaliknya Partai kaum buruh tidak cukup pada kesimpulan sepakat atau tidak dengan masyarakat baru. Partai kaum buruh berkepentingan :

1. Kritik terhadap masyarakat sekarang dengan mempergunakan cara berpikir tertentu.

2. Cara tertentu untuk melaksanakan program.

Dengan demikian dapat dimengerti bila azas Serikat Buruh jauh lebih longgar dari pada azas Partai kaum buruh. Maka, Serikat Buruh (yang menuju masyarakat baru) sebenarnya cukup berazaskan sosialisme. Sebaliknya Partai kaum buruh (yang juga menuju masyarakat baru) berazas Marxisme-Leninisme.

 

Hubungan Antara Serikat Buruh dan Partai Kaum Buruh

Sudah diketahui persamaan dan perbedaan antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh, dan sudah diketahui pula hubungan antara perjuangan nasib dan perjuangan perubahan nasib. Dengan ini dapat dimengerti juga apa hubungannya antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh.

I. Serikat Buruh mengumpulkan massa buruh. Partai kaum buruh mengumpulkan pimpinan massa buruh.

Tiap buruh dalam lingkaran pekerjaan dapat masuk sebagai anggota Serikat Buruh.

Begitulah Serikat Buruh menghimpun massa buruh. Sebaliknya, tidak semua buruh dapat diterima dalam Partai kaum buruh. Ketentuan dan syarat-syarat keanggotaan dalam Partai jauh lebih berat dari pada dalam Serikat Buruh. Ringkasnya, hanya pimpinan massa buruh dapat diterima dalam Partai kaum buruh.

II. Serikat Buruh terbatas kepada pemusatan kaum buruh. Partai kaum buruh sebaliknya meliputi persekutuan revolusioner antara buruh dan tani.

Disini tampak pembagian pekerjaan yang lebih luas antara Serikat Buruh dan Partai kaum buruh. Untuk mendapatkan kemenangan akhir kaum buruh harus ada keberanian kerjasama dengan semua golongan rakyat tertindas pada umumnya, para petani miskin dan buruh tani pada khususnya. Dengan tidak ada bantuan semua golongan rakyat umumnya, khususnya para tani miskin dan buruh tani, tidak mungkin bagi buruh merobohkan masyarakat kapitalis yang sudah usang ini. Partai kaum buruh menjadi alat dan tempat kaum buruh untuk mendatangkan bantuan dari golongan tertindas lainnya, terutama tani miskin dan buruh tani. Lebih dari itu Partai kaum buruh menempatkan kaum buruh sebagai pemimpin persekutuan revolusioner buruh dan tani. Malahan Partai kaum buruh menempatkan kaum buruh sebagai pemimpin persekutuan nasional anti modal penjajah.

III. Serikat Buruh adalah sebuah cabang dalam susunan massa aksi. Partai kaum buruh adalah pimpinan dari berbagai cabang susunan massa aksi. Singkatnya, Partai kaum buruh adalah pimpinan dalam susunan massa aksi yang teratur.

Suatu ketika massa menggerumuni orang-orang berpengaruh. Orang-orang berpengaruh ini memimpin Serikat Buruh, Serikat Tani, Pasukan bersenjata, persatuan wanita, rukun-rukun kampung, dan lain-lain. Partai kaum buruh melandaskan adanya kesatuan ideologi dan cara berpikir antara orang yang berpengaruh. Partai kaum buruh merupakan himpunan orang-orang berpengaruh yang dengan azas Marxisme-Leninisme, mencampur perlu membuktikan kecakapannya untuk mengkoordinir dan itu merupakan inisiatif orang-orang berpengaruh yang dikerumuni oleh massa. Demikian Partai kaum buruh memegang peranan sebagai pelopor dalam susunan massa aksi.

 

Persekutuan Nasional Anti Modal Penjajah [1]

Bersenjatakan Serikat Buruh dan Partai kaum buruh, kaum buruh terjun dalam perlawanan anti modal. Dalam perlawanan tersebut kaum buruh perlu bekerjasama dengan golongan manapun yang merasa dirugikan oleh pemusatan modal. Pelaksanaan dari pendirian ini membawa kaum buruh Indonesia dalam gelanggang persekutuan nasional anti modal penjajah. Pergerakan persekutuan nasional harus dipandang sebagai bagian dari usaha ke arah perubahan nasib kaum buruh.

Kaum buruh Indonesia pada masa lalu menyerahkan kepemimpinan persekutuan nasional anti modal penjajah kepada kaum borjuis nasional. Hal ini berarti bahwa kaum buruh Indonesia pada masa lalu menyerahkan nasibnya kepada kaum borjuis nasional. Sudah menjadi kenyataan sejarah yang tidak mungkin disembunyikan, bahwa borjuis nasional kita tidak becus untuk memimpin persekutuan nasional anti modal penjajah.  Di bawah kepemimpinan borjuis, kaum buruh Indonesia terus menerus terpaksa dan dipaksa mengorbankan kepentingan dan kebutuhannya guna persekutuan nasional yang pada akhirnya terbukti anasional, karena ternyata menjadi embel-embel modal penjajah yang justru menjadi lawan persekutuan nasional.

Pengalaman pahit di masa lalu, mengajarkan kepada kaum buruh Indonesia untuk merubah sikapnya. Kaum buruh Indonesia tidak perlu mengorbankan kepentingan dan kebutuhannya guna kepentingan nasional yang terbukti anasional. Kaum buruh Indonesia harus tampil  ke depan dan bergerak menggantikan pimpinan persekutuan nasional anti modal penjajah. Persekutuan nasional anti modal penjajah harus menjadi alat dan tempat bagi kaum buruh Indonesia ke arah perubahan nasibnya. Disinilah sangat terasa kebutuhan orang akan Partai kaum buruh. Partai kaum buruh diperlukan sebagai alat dan tempat jaminan yang mendudukkan kaum buruh, tidak hanya sebagai pemimpin dalam persekutuan revolusioner buruh dan tani, melainkan sebagai pimpinan dalam persekutuan nasional anti modal penjajah.

 

Proses Kecakapan dan Kegiatan Kaum Buruh

Sebagaimana dengan perubahan nasib kaum buruh tidak begitu saja jatuh dari atas langit, tidak mendadak dan secara kebetulan kaum buruh Indonesia dapat meningkat menjadi kaum pemimpin. Kaum buruh Indonesia perlu mengalami proses lama dan proses itulah yang menggembleng dan memberi kecakapan dan kegiatan kepada kaum buruh Indonesia untuk tampil ke depan sebagai pemimpin.

Kaum buruh Indonesia tidak mungkin dipercaya oleh kaum tani, bila kaum buruh Indonesia tidak memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan kaum tani. Kaum buruh Indonesia tidak mungkin diterima sebagai pemimpin persekutuan revolusioner antara buruh dan tani sebelum kaum buruh Indonesia dapat membuktikan hasil yang nyata bagi kaum tani dan itu bukan mulut besar, bukan lagak, bukan gramafon yang melagukan kaum buruh sebagai kaum pemimpin yang dibutuhkan oleh kaum tani, malainkan dengan tegas dan nyata kaum tani misalnya kaum tani menantikan pembagian tanah. Ringkasnya kaum tani ingin melihat praktek revolusioner dari kaum buruh Indonesia.

Kaum buruh Indonesia tidak mungkin dipercaya oleh segenap lapisan nasional, apabila kaum buruh Indonesia tidak dapat membuktikan sikap yang secara nasional dapat dimengerti dan diterima oleh segenap lapisan nasional. Kaum buruh Indonesia akan dapat diterima sebagai persekutuan nasional anti modal penjajah, apabila dalam teori dan praktek kaum buruh Indonesia berada di garis depan dalam perjuangan membela kepentingan dan kebutuhan nusa dan bangsa. Jelasnya kaum buruh Indonesia harus dapat merebut produksi dan distribusi tanah airnya dan harus dapat mempergunakan kekayaan tanah airnya untuk kemakmuran nasional.

 

Proses Kesatuan Organisasi Kaum Buruh

Sesungguhnya usaha konsolidasi organisasi kaum buruh, tidak lain dari bayangan yang berlaku dalam pertumbuhan kaum buruh itu sendiri. Konsolidasi organisasi yang tidak merupakan bayangan dari perluasan kesadaran di kalangan buruh, pasti merupakan perdebatan dan pertikaian semata-mata karena skema.

Patut disadari bahwa teori sekeliling organisasi kaum buruh sudah terlebih dulu tersusun dan tersaji secara lengkap. Tentu, dengan ini kaum buruh Indonesia memperoleh keuntungan dari luar negeri. Kaum Buruh Indonesia bisa dikatakan sudah tersedia ukuran dan batas tertentu sebelum Indonesia memulai usahanya. Tetapi tidak sedikit pula Indonesia menanggung kerugian akibat sajian yang sudah serba beres.

Sudah kita alami bersama, banyak penyelewengan yang berlaku di bawah selimut dalil yang tersedia dan serba beres. Memberantas penyelewengan tentu lebih berat dari pada memberantas penyelewengan dengan dalil yang sewajarnya, secara terbuka sesuai dengan proses pertumbuhannya. Penyelewengan di bawah dalil yang serba beres, akhirnya pun dapat diatasi, tetapi patut dimengerti bahwa kekuatan untuk memberantas penyelewengan tidak semata-mata terletak di dalam kebenaran dalil, melainkan dari pengalaman kaum buruh Indonesia guna memberantas penyelewengan tidak lain dari dalil-dalil yang diperas dari pengalaman kaum buruh Indonesia itu sendiri.

Kini terlihat bahwa proses kesatuan organisasi Indonesia bukanlah proses skema melainkan proses dari pertumbuhan dalam tubuh kaum buruh Indonesia. Begitu usaha ke arah kesatuan organisasi kaum buruh tidak boleh dipandang sebagai usaha pengumpulan atau peringkasan skema, melainkan suatu proses pergulatan kaum buruh Indonesia. Kesatuan organisasi kaum buruh bukanlah hasil pat-pat gulipat, bukan ciptaan keramat satu, dua, tiga terus jadi. melainkan hasil perjuangan tangkas, lugas, tegas serta tanpa bimbang dan ragu berdasarkan kepentingan dan kebutuhan serta kekuatan kaum buruh Indonesia.

 

Garis Demarkasi Antara Kawan dan Lawan

Memang ada faedahnya ketika suatu saat kita ditujukan perhatian kita kepada tenaga-tenaga yang kita anggap sebagai tenaga potensi revolusioner dikalangan buruh. Dengan tenaga tersebut ada faedahnya kita memajukan usul dan ajakan praktis untuk mempercepat proses kesatuan organisasi kaum buruh Indonesia. Ada baiknya kita mengharapkan kejujuran dan kecerdasan mereka. Tetapi kalau akhirnya maksud baik kita ini hanya mendapat perlakuan yang tidak layak, bila usul kita yang dengan segala kejujuran disusun dan diajukan itu hanya dibalas dengan makian, tuduhan dan fitnaan, maka sesungguhnya tidak patut semua itu kita tutup menjadi persoalan kamar antara kita dan kita. Kita harus mengerti besar faedahnya bila semua tadi segera kita laporkan kepada kaum buruh dan tani Indonesia. Bukankah kaum buruh dan tani itulah yang berdaulat? Sesungguhnya makin keras mereka memaki, makin keras mereka mendakwa, makin meluaslah niat dan makin dekatlah mereka pada liang kuburnya. Garis demarkasi mana kawan dan mana lawan harus ditarik dengan tegas. Jangan sekali-kali sampai terjadi seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Lawan dicium oleh kaum buruh, sedangkan kawan justru dihukum. Dengan tegas kaum buruh Indonesia harus menggantung lawannya dan kaum buruh Indonesia harus menjunjung kawannya.

 

Jangan Salah Menafsirkan Kekeruhan Dewasa Ini

Sadarlah, hukum kemajuan berdasarkan pertentangan. Dalam pertentangan mati-matian antar modal dan buruh jangan sampai kita diribetkan oleh kekeruhan yang tampak bergolak. Sekarang hanya berlaku pertentangan pokok antara modal dan buruh. Dan dalam hal ini, janganlah kita dibingungkan oleh nama, merek, makian, dan lain-lain. Pisahkan yang prinsip dan mana yang tidak prinsip. Jagalah bahwa tiap tuduhan dan makian itu harus beserta alasan yang jelas. Lihatlah diri kita bekerja dengan alasan yang cukup prinsip. Terjunlah dalam kekusutan ini, carilah pangkal, pilihlah pihak. Kita berada di pihak buruh. Dan sesungguhnya kekusutan yang nampak bergulat dewasa ini patutlah disambut dengan gembira, karena dalam kekusutan tersebut tersimpan dan terpendam benih-benih tenaga perlawanan kaum buruh, tenaga yang sudah lama kita nanti-nantikan. Sambutlah datangnya tenaga itu dengan gembira. Kekeruhan dewasa ini harus ditafsirkan sebagai :

1. Percobaan yang terakhir bagi para pengkhianat buruh untuk mempertahankan diri.

2. Pertumbuhan tenaga dari kaum buruh yang bergerak sebagai daya pembaharuan di segala lapangan.

 

Kenyataan Organisasi Buruh Indonesia Sekarang

Marilah kita sadari, bahwa kita berada dalam masa perubahan antara masa pengalaman dan masa persiapan aksi. Dalam masa peralihan ini patut diketahui bahwa kaum buruh Indonesia belum berhasil mencapai kesatuan dalam organisasinya. Bagi kongres kita sekarang ini jelasnya kita belum mencapai :

1. Kesatuan S.B.G.

2. Kesatuan Vaksentral revolusioner untuk seluruh Indonesia.

3. Kesatuan partai kaum buruh.

Dengan bahan tersebut kita perlu :

1. Menempatkan kaum buruh dalam pimpinan persekutuan revolusioner antara buruh dan tani.

2. Menempatkan kaum buruh dalam pimpinan persekutuan nasional revolusioner anti modal penjajah.

Tidak ada jalan lain sebelum kesatuan organisasi buruh Indonesia tercapai guna menjalani situasi nasional dan internasional perlulah digalang kesatuan-kesatuan aksi di segala lapangan mengenai persoalan yang praktis yang perlu dihadapi bersama oleh kaum buruh Indonesia.

 

Usulan Kepada Kongres Kesatuan S.B.G.

1. Memandang dan mempergunakan Serikat Buruh Gula yang sedang kongres di Malang tanggal 14 s.d 17 Juli 1951 (selanjutnya disebut S.B.G. proklamasi) sebagai modal ke arah kesatuan S.B.G. seluruh Jawa.

Kongres ini sudah banyak mengeluarkan biaya. Bila hasil yang dicapai tidak maksimal maka hasil minimum juga harus dikejar. Pergunakan hasil yang minimum itu sebagai pangkal berdiri. Ke dalam, perkuatlah pangkal itu dan keluar janganlah ditinggalkan politik persatuan.

2. Memandang dan mempergunakan Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia sebagai modal ke arah Kesatuan Vaksentral Revolusioner untuk seluruh Indonesia.

Dengan S.B.G. kita masih kurang kuat. Hubungan organisatoris dengan S.B. lain harus ada vaksentral yang menjalankan politik persatuan untuk menjadi junjungan kawan-kawan kita ini perlu dicari. Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia perlu diperkuat sebagai pangkal kesatuan ke arah kesatuan vaksentral revolusioner seluruh Indonesia.

3. Memandang dan mempergunakan Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia sebagai salah satu medan pertemuan tenaga-tenaga potensi (pokok) Serikat-serikat buruh. Tenaga-tenaga potensi yang mana dapat diajukan sebagai bahan penyusun kesatuan Partai kaum buruh Indonesia.

Partai yang menamakan diri sebagai pimpinan kaum buruh sudahlah ada. Tetapi, Partai yang benar-benar menjadi pimpinan kaum buruh di Indonesia belum dirasa keberadaannya, sedang perlunya Partai kaum buruh sudah sama-sama dimengerti. Persolan mengenai pimpinan Partai kaum buruh menjadi tanggungan kita bersama. Kita berkepentingan untuk menemukan tenaga-tenaga potensi S.B.G. dengan tenaga-tenaga potensi dari S.B. lain. Demikianlah Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia merupakan salah satu medan pertemuan tenaga-tenaga potensi ke arah kesatuan Partai kaum buruh.

4. Mengusulkan kepada Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia untuk masuk ke dalam Badan Permusyawaratan Partai-partai (B.P.P.) dengan syarat :

a. Perubahan nama Badan Permusyawaratan Partai-partai (B.P.P.) menjadi Badan Persatuan Perjuangan (B.P.P.) atau nama lain yang tidak menyertakan nama partai.

b. Penghapusan peraturan (B.P.P.) yang memperbedakan hak suara antara badan-badan yang bernama partai dan badan yang disebut organisasi.

Alasan lebih jauh tidak perlu dicari. Kita mengerti bahwa peraturan dalam B.P.P. tersebut hakekatnya tidak lain dari birokrasi yang menutup pertumbuhan tenaga-tenaga dari bawah, birokrasi yang merupakan percobaan dari birokrat borjuis kecil yang berlindung dibelakang skema yang tidak sesuai dan tidak diterima oleh perkembangan baru dari bawah. Kecuali peraturan birokrasi di atas pada umumnya. B.P.P., dapat dipergunakan sebagai front anti imperialis

5. Menggalang kesatuan aksi secara insidental dengan Serikat Buruh dan Serikat Tani manapun untuk menghadapi persoalan yang praktis perlu dihadapi oleh kaum buruh dan tani secara bersama-sama.

Kesatuan aksi ialah pelaksanaan dari usaha memilih dan memperkuat pangkal dengan tidak meninggalkan politik persatuan.

 

PENUTUP

Sebagai penutup dari rekomendasi, tepatnya dalam kongres ini diperingatkan kepada kawan-kawan buruh gula untuk kembali mengenang kejayaan Laskar Buruh Gula pada pembukaan revolusi lima tahun yang lalu. Kejayaan itu perlu kita kenang, karena kejayaan tersebut sungguh kita butuhkan justru dalam tingkatan perjuangan sekarang ini. Tambahlah kejayaan yang lalu dengan pengalaman kita selama ini. Kita pasti lebih jaya dan kemenangan terakhir tentu ada di pihak kita.

 

“Pangkal Perhitungan”

Uraian dari :

IBNU PARNA

Sdr. Ibnu Parna : Kita berhadapan dengan Tani, artinya kita berhadapan dengan tani kaya, tani sedang, tani miskin, buruh tani. Dalam simpang siur perdebatan, tampaklah bahwa buruh dan tani belum bertemu dalam suatu titik sasaran. Kiranya kita kembali lagi pada keadaan sebelum Perang Dunia II, di jaman Hindia Belanda :

1. Di masa pabrik bekerja, tani kaya dan tani sedang merasa terpukul, karena tanah-tanahnya dipaksa disewakan dengan harga yang amat merugikan. Tanah-tanah tersebut lebih menguntungkan bila dikerjakan oleh tani sendiri. Sebaliknya, tani miskin dan buruh tani serta buruh mesin merasa gembira karena beroleh mata pencaharian.

2. Di masa pabrik tutup, tani kaya dan tani sedang merasa gembira, karena tanah-tanahnya dapat dikerjakan sendiri dalam keadaan yang jauh lebih menguntungkan. Sebaliknya, tani miskin dan buruh tani serta buruh mesin mengeluh karena kehilangan mata pencaharian.

Nyata sudah keadaan yang dilaporkan di atas menunjukkan, bahwa buruh dan tani tidak memiliki sasaran yang sama. Di jaman Hindia Belanda-Jepang, keadaan bertukar. Buruh mesin celaka, diperas habis-habisan. Tani miskin dan buruh tani menjadi korban romusha. Tani sedang dan tani kaya menjadi korban perampasan padi. Semua lapisan buruh tani terluka hatinya.

Disini buruh dan tani mempunyai sasaran yang sama. Proklamasi 17 Agustus 1945 Merdeka, semua lapisan buruh dan tani ingin merdeka, merdeka dari penindasan menurut pengertiannya masing-masing. Gerilya berkobar menghadapi kenyataan, pendaratan modal penjajah yang serba lengkap peralatannya. Borjuis, baik kota maupun desa (tani sedang dan tani kaya) mulai bimbang, dan untuk selanjutnya berada di pihak modal. Buruh dan tani (tani melarat dan buruh tani) kembali meneruskan gerilya K.M.B. Modal penjajah kembali menetap di Indonesia, persewaan tanah untuk kepentingan modal penjajah mulai menjadi persoalan. Buruh, Tani miskin dan buruh tani yang sudah meninggalkan gerilya akhirnya mulai rame-rame kembali bekerja di pabrik modal penjajah.

Persoalan yang kita jumpai di masa Hindia Belanda mulai berlaku kembali. Tani sedang dan tani kaya menuntut sewa tanah setinggi-tingginya, begitu tinggi sampai keraguannya, modal mengancam menutup pabriknya. Demikianlah buruh mesin, tani miskin, dan buruh tani merasa terancam mata pencahariannya. Keadaan sekarang ruwet sediakala.

Dalam keruwetan ini ada baiknya kita berpegangan kepada pengalaman sejarah. Menilik pengalaman yang lalu kita, buruh selalu berada dalam satu front dengan buruh tani dan tani miskin. Sebaliknya, dengan tani sedang dan kaya dan borjuis kota adakalanya berada dalam satu front, tetapi ada kalanya kita berada dalam satu front, tetapi ada kalanya pula bersimpang jalan. Demikian pangkalan perjuangan pokok kita tidak lain dari pada persekutuan antara buruh dan tani (tani miskin dan buruh tani).

Tani sedang dan tani kaya sekarang merasa terpukul. Benih-benih perlawanan anti modal penjajah, sekarang ada pada tani sedang dan tani kaya itu. Sebaliknya keadaan buruh mesin, tani miskin dan buruh tani masih dalam keadaan bimbang antara suasana gerilya rakyat dan suasana pembangunan modal penjajah. Keraguan tersebut sungguh sangat dirasa. Kewajiban Kongres tidak lain hanya mengukur kesadaran dari buruh dan tani sendiri yang menjadi sekutunya.

Bila kaum buruh mesin cukup kuat semangat perlawanannya maka, sekarang saat yang baik untuk menggalang persekutuan nasional anti modal penjajah. Hal ini bagi kaum buruh, berarti bangkitnya kembali perlawanan seperti 17 Agustus 1945, maju selangkah bergerak ke arah perebutan produksi dan distribusi di daerah kepulauan kita. Kalau buruh terus ragu, dan dalam prakteknya menyokong pembangunan modal penjajah, hal ini berarti sikap mundur selangkah. Baik hendak maju selangkah, maupun hendak mundur selangkah berdiri pada pangkal persekutuan buruh mesin, buruh tani, dan tani miskin. Untuk mundur selangkah atau untuk maju selangkah bukanlah panas dinginnya otak-otak saudara yang patut dijadikan ukuran, melainkan hendaklah panas dinginnya kaum buruh mesin, buruh tani, dan tani miskin itulah yang dijadikan pangkal perhitungan.

Panas dinginnya tani sedang dan tani kaya sekalipun patut dijadikan perhatian, tetapi sekali-kali tidak dapat dijadikan pangkal perhitungan pokok. Mudah-mudahan dengan ini dapat diperoleh bahan yang layak dalam usaha perjuangan anti Cuba-system, anti Undang-undang agraria kolonial dan lain-lain.

 

“Sekeliling Nasionalisasi”

Uraian dari :

IBNU PARNA

Penjelasan dari saudara Ibnu Parna sekitar nasionalisasi.

Dalam perdebatan sidang ini dapat diperoleh kesan, bahwa di antara kita masih belum ada pengertian yang tepat tentang nasionalisasi. Untuk menghindari salah paham baiklah disajikan sekedar bahan tentang nasionalisasi.

Nasionalisasi adalah proses ke arah milik bangsa (Nasional). Sembilan puluh sembilan persen perekonomian di Indonesia dikuasai oleh monopoli modal penjajah. Begitulah untuk kemakmuran bangsa Indonesia, nasionalisasi bukanlah persoalan yang dicari-cari, melainkan benar-benar soal vital.

Indonesia tidak mempunyai borjuis yang berarti. Begitulah proses nasionalisasi bagi Indonesia, tidaklah mungkin dilakukan secara jual beli. Nasionalisasi di Indonesia hanya dapat dilakukan dengan jalan penyitaan (perampasan). Nasionalisasi belum lagi menentukan corak perekonomian Negara, persoalannnya adalah di bawah pimpinan siapakah nasionalisasi itu dilakukan.

Di bawah pimpinan borjuis nasional, nasionalisasi akan menjadi jembatan ke arah kapitalisme nasional. Sebaliknya, di bawah pimpinan kaum buruh nasionalisasi akan menjadi jembatan ke arah sosialisme Indonesia. Entah hendak dibawa kemana, baik ke arah kapitalisme nasional, maupun ke arah sosialisme, satu-satunya jalan bagi Indonesia tidak lain dari penyitaan. Demikianlah, nasionalisasi bagi Indonesia ialah soal revolusi, soal kekuatan.

Sejarah telah membuktikan kepada kita, bahwa borjuis kita juga tidak berarti, kecuali tidak mampu menjalankan nasionalisasi dengan jalan membeli, borjuis kitapun tidak berani menjalankan nasionalisasi dengan jalan penyitaan. Lebih dari itu borjuis kita telah menjadi kaki tangan modal penjajah untuk memberantas penyitaan yang dilakukan oleh kaum buruh dan rakyat berjuang atas pabrik, tambang, perkebunan, dan lain-lain. Borjuis kita telah mengkhianati revolusi dengan mengembalikan pabrik, tambang, perkebunan, dan lain-lain kepada modal penjajah.

Demikianlah, kita menghadapi kenyataan, bahwa nasionalisasi semata-mata menjadi persoalan, tanggungan, dan sasaran kaum buruh. Dalam hal ini kaum buruh tidak pada tempatnya mengharapkan tercapainya nasionalisasi dari kaum buruh. Kaum buruh yang berkepentingan akan nasionalisasi, kaum buruh pula yang akan memimpin proses nasionalisasi.

Bila dikatakan nasionalisasi sekarang baru propaganda, memang tidak dapat dipungkiri kenyataan tersebut.

Kaum buruh perlu cukup memiliki kesadaran klas dan kesanggupan memimpin persekutuan nasional anti modal penjajah untuk kembali bergerak melakukan penyitaan sebagai satu-satunya jalan ke arah nasionalisasi.

Kepahitan hidup rakyat cukuplah memberi dorongan bagi kita semua untuk mendesak kepada Pemerintah agar segera menjalankan nasionalisasi. Bila Pemerintah untuk kemakmuran rakyat tidak sanggup untuk menjalankan nasionalisasi maka, sudah tiba waktunya bagi Pemerintah untuk mengundurkan diri dan selanjutnya memberi kesempatan kepada golongan buruh yang memiliki keberanian, keuletan dan keyakinan untuk menjalankan nasionalisasi. Memang, nasionalisasi di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh kaum buruh Indonesia.

 

SEKITAR SIKAP DEFENSIF AKTIF

Uraian dari :

IBNU PARNA

Selanjutnya mengenai sikap defensif aktif saudara Ibnu Parna memajukan penjelasannya sebagai berikut :

Dalam kalangan partai/organisasi yang dipandang mempunyai saluran di kalangan gerakan kaum buruh dan rakyat pekerja, pernah diusahakan untuk mencari koordinasi yang patut di antara tenaga-tenaga potensi revolusioner dalam front.

Nama yang diusulkan sebagai gelar front tersebut ialah : Front Pembela Buruh dan Tani. Andaikan Front Pembela Buruh dan Tani dapat tersusun, lebih mudah bagi kita untuk mencapai kesatuan Vaksentral revolusioner untuk Indonesia dan Kongres S.B.G. ini mudah akan mencapai sasaran maksimum ialah kesatuan S.B.G. Sayangnya, Front Pembela Buruh dan Tani yang diajukan dengan segala kejujuran itu praktis gagal. Tuduhan dan makian yang bukan-bukan, dilemparkan kepada Front Pembela Buruh dan Tani oleh golongan lain terhadap kawan-kawan persatuan.

Kemudian ada usaha ke arah kesatuan melalui Kongres Buruh Umum di Bandung, usaha ini juga gagal. Golongan yang kita harapkan kejujuran dan kecerdasannya untuk dapat mengerti kegentingan nasional dan internasional dewasa ini yang benar-benar menghendaki pemusatan dan persatuan revolusioner amat mengecewakan. Mereka pun tidak malu-malu melemparkan fitnahan-fitnahan yang sunguh tidak pada tempatnya.

Sekarang dalam lingkungan cabang perusahaan antara sesama buruh gula diadakan Kongres Kesatuan S.B.G. Juga Kongres tidak bisa diterima oleh golongan lain. Sekarang mereka tidak lupa berteriak, memaki, dan menuduh kepada kawan-kawan persatuan. Usaha ke arah kesatuan yang sudah tiga kali kita lakukan dari atas, ini ternyata tidak dapat mencapai sasaran yang dituju. Kita perlu mencari haluan lain. Kesatuan tetap menjadi sasaran kita. Kita kejar kesatuan itu dari bawah. Pelaksanaan dari haluan baru ini mendorong kepada Kongres kita untuk memilih S.B.G. kita sebagai pangkal.

Ke dalam : Perkuatlah S.B.G. kita.

Ke luar : Janganlah ditinggalkan politik persatuan. Jelasnya, dengan kekuatan, kita laksanakan kesatuan S.B.G. Artinya pengaruh kaum pengacau di kalangan kaum buruh gula hanya dapat dilenyapkan dengan kekuatan kita. Tegasnya, hanya kekuatan kita yang dapat menjadi jaminan kesatuan yang menjadi kesatuan yang idam-idaman kita.

Kita bersikap defensif, artinya kita bertahan atas kesadaran buruh, mempertahankan kehormatan, kepentingan dan kebutuhan buruh. Artinya, kita tidak meyerang golongan manapun juga yang memang benar-benar mempertahankan kehormatan, kepentingan, dan kebutuhan buruh. Jasa terhadap buruh itulah yang menjadi dasar ukuran kita. Kita aktif, artinya kita tidak membiarkan para pengkhianat buruh dan pengacau merajalela dalam susunan buruh. Dengan kekuatan kita, kita harus melenyapkan pengaruh kaum pengkhianat dan pengacau kaum buruh.

Dengan sikap defensif kita sambut makian dengan pengertian. Dengan sikap defensif kita sambut segala tuduhan dengan bukti. Dengan sikap defensif kita tidak melayani gerombolan pemecah dan pengacau buruh, tetapi dengan sikap defensif kita melayani massa buruh. Dengan sikap defensif kita jauhi pertikaian perseorangan yang tidak menambah kesadaran buruh. Dengan sikap defensif kita batasi pertikaian kepada soal-soal yang prinsip, yang lambat laun pasti menambah kesadaran buruh, berarti menambah juga kekuatan kita. Kita tidak cukup bersikap defensif semata-mata. Defensif kita adalah defensif yang aktif, artinya kita lakukan sikap defensif dengan kegiatan organisasi. Meningkatnya kesadaran buruh harus dijalani dengan kegiatan organisasi yang meningkat pula. Jelasnya, kesadaran buruh dan kegiatan organisasi itulah yang akan mencabut akar-akar pengaruh dari pengkhianat, pengacau kaum buruh. Dengan kesadaran buruh dan kegiatan organisasi kita berkembang. Hanya kekuatanlah yang menjadi jaminan kesatuan.

Catatan :

[1] Persekutuan Nasional Anti Modal Penjajah lazim disebut Front Nasional, dan banyak disebut sebagai partai. Sudah tentu partai semacam ini bukanlah partai klas pekerja melainkan partai massa atau lebih tepat Front Nasional yang memakai nama Partai.

Sebagaimana halnya dengan Front Nasional begitu pula halnya dengan partai massa, keduanya adalah soal pimpinan.