Revolusi yang Dikhianati

Leon Trotsky (1936)


Pengantar untuk Revolusi yang Dikhianati Edisi Bahasa Indonesia

 

Penerbitan Revolusi yang Dikhianati edisi Bahasa Indonesia adalah sebuah peristiwa yang penting dan patut dirayakan oleh seluruh kaum Marxis revolusioner dimanapun. Dengan populasi 230 juta, Indonesia adalah negara terpadat keempat di dunia. Indonesia memiliki populasi muslim yang terbesar di dunia. Tetapi ia juga memiliki satu sejarah yang revolusioner, yang ditandai oleh kepahlawanan yang besar dan tragedi yang pahit.

Karya ini terutama penting untuk Indonesia, dimana gerakan Komunis sangatlah kuat dahulu kala, dengan dukungan jutaan buruh dan tani. Partai Komunis Indonesia pada saat itu adalah partai komunis ketiga terbesar di dunia. Namun pada saat yang menentukan, partai ini luluh lantak. Tidak akan ada yang bisa mengetahui persisnya berapa kaum buruh dan tani Indonesia yang dibantai pada tahun 1965. Pembantaian ini mungkin adalah Holocaust yang paling kejam yang dialami oleh gerakan buruh dalam sejarah.

Dalang pembantaian ini adalah negara imperialis “demokratik” AS. Pembunuhan sistematis ini direncanakan dan diorkestra oleh CIA, dan dilaksanakan oleh agen-agen lokal mereka, yakni para jendral reaksioner Indonesia, yang memprovokasi angkara massa lumpenproletar dan memberikan arahan kepada mereka untuk membunuh kaum komunis Indonesia. Tetapi mereka bukanlah satu-satunya pihak yang bertanggungjawab.

Di tulisan yang lain, saya telah menjelaskan peran fatal yang dimainkan oleh para pemimpin PKI sendiri, yang dengan patuh menjalankan kebijakan “dua tahap”nya Stalinis, yang menundukkan kelas pekerja di bawah kaum borjuis nasional progresif dan Sukarno. Kebijakan yang keliru ini, yang mengakibatkan kekalahan pada tahun 1965, didikte, bukan di Washington, tetapi di Moskow dan terutama di Beijing.

Selama berpuluh-puluh tahun, gerakan komunis di Indonesia, seperti halnya di negeri-negeri yang lain, mengikuti garis Stalin. Para pemimpin komunis ini mengikuti setiap pelintiran dan tikungan yang didikte oleh Moskow, dan lalu oleh Beijing. USSR dan RRC dipuji sebagai model “sosialisme”. Namun pada akhirnya USSR runtuh dan Tiongkok niscaya telah mengambil jalan kapitalisme.

Ini membuat banyak orang mengambil kesimpulan bahwa sosialisme telah gagal. Akan tetapi, yang gagal di Rusia dan Tiongkok bukanlah sosialisme seperti yang dimengerti oleh Marx atau Lenin, tetapi karikatur birokratik dan totaliter dari sosialisme. Sekarang, 20 tahun setelah jatuhnya USSR, akan sia-sia bila kita mencoba mencari di tulisan-tulisan mantan kaum Stalinis penjelasan mengenai apa yang terjadi di Uni Soviet. Walaupun begitu, penjelasan ini eksis dan ini ditulis puluhan tahun yang lalu oleh seorang revolusionis besar dari Rusia, Leon Trotsky.

Revolusi yang Dikhianati adalah salah satu karya Marxis terpenting. Karya ini adalah satu-satunya analisa Marxis yang serius mengenai apa yang terjadi pada Revolusi Rusia setelah kematian Lenin. Tanpa pemahaman penuh akan karya ini, mustahil bagi kita untuk mengerti mengapa Uni Soviet runtuh dan peristiwa-peristiwa sepuluh tahun belakangan ini di Rusia dan juga dalam skala dunia.

Revolusi Oktober Dibenarkan

Bagi kaum Marxis, Revolusi Oktober 1917 adalah satu peristiwa terbesar di dalam sejarah umat manusia. Bila kita mengecualikan episode Komune Paris yang megah dan singkat, maka untuk pertama kalinya kelas buruh berhasil menumbangkan penindasnya dan setidaknya memulai tugas merubah masyarakat ke arah sosialisme.

Revolusi Oktober telah dibenarkan sepenuhnya oleh sejarah. Seperti yang ditunjukkan oleh Leon Trotsky di Revolusi yang Dikhianati, untuk pertama kalinya sosialisme diuji, bukan dalam bahasa dialektika, tetapi dalam bahasa besi-baja, batu bara, listrik, dan semen. Ekonomi ternasionalisasi yang terencana, yang dibawa oleh Revolusi Oktober, berhasil dalam waktu yang sangat pendek mengubah sebuah ekonomi yang terbelakang seperti Pakistan hari ini menjadi negeri terkuat kedua di muka bumi.

Akan tetapi, Revolusi Oktober terjadi, bukan di sebuah negeri kapitalis maju seperti yang diharapkan oleh Marx, tetapi di sebuah negeri dengan keterbelakangan yang sangat parah. Untuk memberikan satu gambaran mengenai keadaan yang dihadapi oleh Bolshevik, dalam hanya satu tahun, pada tahun 1920, 6 juta rakyat mati kelaparan di Uni Soviet.

Marx dan Engels sejak dulu telah menjelaskan bahwa sosialisme – sebuah masyarakat tanpa kelas – membutuhkan kondisi material untuk bisa eksis. Sosialisme harus memiliki titik awal perkembangan yang lebih tinggi dari pada negeri kapitalis termaju (AS misalnya). Hanya dengan basis industri, pertanian, sains dan teknologi yang sangat maju kita bisa menjamin kondisi untuk perkembangan umat manusia yang bebas, dimulai dengan pengurangan drastis jam kerja yang merupakan syarat utama bagi kelas pekerja untuk bisa mengontrol dan mengelola masyarakat secara demokratik.

Demokrasi Buruh

Sejak dulu Engels menjelaskan bahwa di setiap masyarakat dimana seni, sains, dan pemerintah adalah monopoli dari sebuah kelompok minoritas, maka minoritas tersebut akan menyalahgunakan posisinya untuk kepentingan dirinya sendiri. Lenin segera menyadari bahaya degenerasi birokratik dari Revolusi Oktober yang berada di dalam kondisi keterbelakangan. Dalam Negara dan Revolusi, yang ditulisnya pada tahun 1917, dia merumuskan aturan-aturan fundamental – bukan untuk sosialisme ataupun komunisme – tetapi untuk periode awal setelah Revolusi, sebuah periode transisi antara kapitalisme dan sosialisme. Aturan-aturan ini adalah:

1. Semua pejabat harus dipilih dalam pemilu yang bebas dan demokratik, dan dapat ditarik kembali (direcall) setiap saat.

2. Tidak boleh ada pejabat yang menerima gaji lebih tinggi dari seorang buruh terampil.

3. Tentara reguler digantikan dengan tentara rakyat (milisi).

4. Perlahan-lahan, semua tugas menjalankan negara dilaksanakan oleh buruh secara bergiliran; bila semua orang adalah “birokrat”, maka tidak ada seorangpun yang menjadi birokrat.

Ini adalah program demokrasi buruh. Program ini secara langsung ditujukan untuk melawan bahaya birokrasi. Ini menjadi basis dari Program Partai pada tahun 1919. Dalam kata lain, berkebalikan dari fitnah para musuh sosialisme, Rusia Soviet pada masanya Lenin dan Trotsky adalah rejim yang paling demokratis di dalam sejarah.

Akan tetapi, rejim soviet buruh yang diciptakan oleh Revolusi Oktober tidak bertahan. Pada awal tahun 1930an, semua aturan di atas telah dihapus. Di bawah Stalin, negara buruh menderita sebuah proses degenerasi birokratik yang berakhir dengan ditegakkannya sebuah rejim totaliter yang kejam dan penghancuran Partai Leninis secara fisik. Faktor utama dari konter-revolusi Stalinis di Rusia adalah terisolasinya Revolusi Oktober di dalam sebuah negeri yang terbelakang. Bagaimana konter-revolusi ini terjadi dijelaskan oleh Trotsky di dalam bukunya Revolusi yang Dikhianati.

Runtuhnya Uni Soviet Diramalkan

Pada tahun 1936, fenomena Stalinisme adalah sesuatu yang benar-benar baru dan tidak pernah diperkirakan. Fenomena ini tidak dijelaskan atau bahkan diantisipasi di dalam karya-karya Marx dan Engels. Dalam tulisan-tulisannya yang terakhir, Lenin mengungkapkan kekhawatirannya akan bangkitnya birokrasi di negara Soviet, yang dia peringatkan dapat menghancurkan rejim Oktober. Tetapi Lenin mengira bahwa keterisolasian Uni Soviet niscaya akan mengarah ke restorasi kapitalis. Ini akhirnya terjadi, tetapi setelah satu periode tujuh dekade, dimana kaum buruh Soviet kehilangan kekuasaan politik dan rejim demokratik yang dibentuk oleh Bolshevik pada tahun 1917 berubah menjadi sebuah karikatur sosialisme yang birokratik dan totaliter. Yang tersisa hanya bentuk kepemilikan yang ternasionalisasi dan ekonomi terencana – yang dicanangkan oleh Revolusi Oktober.

Dalam Revolusi yang Dikhianati, Trotsky memberikan sebuah analisa yang brilian dan dalam mengenai Stalinisme dari sudut pandang Marxis. Analisanya tidak pernah direvisi, apalagi diganti. Dengan ketertundaan selama 60 tahun, analisanya telah terbukti benar oleh sejarah. Trotsky memberikan peringatan bahwa kaum birokrasi sedang membahayakan Uni Soviet dan ekonomi terencananya. Sebagai balasannya, dia dicaci-maki oleh “para teman Uni Soviet”.

Hari ini, semua kaum “komunis” dan “para teman Uni Soviet” yang dulu menyanyikan lagu-lagu pujian untuk Stalin dan mengejek Trotsky, menundukkan kepala mereka. Sebagian besar dari mereka telah mencampakkan komunisme dan sosialisme. Beberapa yang masih bertahan tidak punya komentar apapun mengenai apa yang terjadi di Uni Soviet. Tidak satupun dari mereka yang dapat memberikan sebuah analisa Marxis mengenai kejatuhan Uni Soviet. Tetapi penjelasan inilah yang dituntut oleh generasi baru (dan juga oleh seksi terbaik dari generasi lama). Mereka tidak akan mendapatkan penjelasan ini dari pemimpin-pemimpin mereka. Akan tetapi, di lembar halaman buku Revolusi yang Dikhianati mereka akan menemukan bahwa Trotsky tidak hanya meramalkan apa yang terjadi 60 tahun kemudian, tetapi juga menganalisa dan menjelaskannya dari sudut pandang Marxis.

Kaum Birokrasi Merusak Ekonomi Soviet

Sekarang ini, para musuh sosialisme mencoba mengatakan bahwa keruntuhan Uni Soviet adalah akibat dari kegagalan ekonomi ternasionalisasi yang terencana, dan bahwa ekonomi semacam ini tidak terpisahkan dari rejim birokratik. Argumen ini dijawab oleh Trotsky di dalam Revolusi yang Dikhianati. Dia menjelaskan bahwa ekonomi ternasionalisasi yang terencana membutuhkan demokrasi seperti halnya manusia membutuhkan oksigen.

Dalam Revolusi yang Dikhianati, dengan bantuan fakta-fakta, angka-angka dan statistik, Trotsky menunjukkan bagaimana Stalinisme, di atas basis ekonomi ternasionalisasi yang terencana, menciptakan sebuah potensi produksi yang besar, tetapi tidak mampu menggunakannya karena kontradiksi internalnya. Kebutuhan ekonomi ternasionalisasi yang terencana tidak sesuai dengan rejim birokratik. Bahkan dalam periode Rencana Lima Tahun yang pertama, ketika kaum birokrasi masih memainkan peran progresif dalam mengembangkan alat-alat produksi, mereka masih bertangggung jawab atas pemborosan yang besar. Trotsky mengatakan bahwa mereka mengembangkan alat produksi, tetapi dengan ongkos tiga kali lipat dari ongkos kapitalisme. Kontradiksi ini tidak menghilang dengan tumbuhnya ekonomi, tetapi, sebaliknya justru menjadi semakin tak tertanggungkan sampai akhirnya sistim tersebut hancur sepenuhnya.

Kekuatan produksi Rusia secara artifisial terkekang oleh sistim birokratik. Kekuatan produksi Rusia telah berkembang sangat besar berkat ekonomi ternasionalisasi yang terencana, tetapi disabotase oleh birokrasi. Satu-satunya jalan keluar dari problem ini adalah kendali dan administrasi demokratik oleh kelas buruh, seperti yang dimaksudkan oleh Lenin. Ini dapat dilaksanakan di atas basis ekonomi yang sudah maju pada tahun 1980-an. Namun kaum birokrasi tidak punya niat sama sekali untuk mengarah ke sana. Gerakan restorasi ke kapitalisme tidaklah timbul dari kebutuhan ekonomi, tetapi dari ketakutan akan kelas buruh, dan sebagai cara untuk menjaga kekuasaan dan hak-hak istimewa kasta penguasa.

Peran “Partai Komunis”

Yang mengejutkan setiap orang adalah bagaimana Trotsky secara brilian mengantisipasi apa yang terjadi di Rusia sekarang. Akan tetapi, dalam beberapa hal, peristiwa-peristiwa bergulir dengan cara yang berbeda dari yang dia prediksikan. Pada tahun 1930-an, Trotsky yakin bahwa sebuah konter-revolusi kapitalis hanya dapat terjadi sebagai hasil dari perang sipil. Dia menulis:

“Revolusi Oktober telah dikhianati oleh lapisan penguasa, tetapi belum tergulingkan. Revolusi memiliki daya tahan yang luar biasa, yang berseiring dengan hubungan kepemilikan yang telah didirikannya, dengan kekuatan proletariat yang hidup, kesadaran dari unsur-unsur termajunya, kebuntuan kapitalisme dunia, dan keniscayaan revolusi dunia.”

Dan lalu:

“Jika kita mengadopsi hipotesa kedua, yakni jika satu partai borjuis menggulingkan kasta penguasa Soviet, mereka akan menemukan tidak sedikit pembantu yang siap sedia di antara para birokrat, administratur, teknisi, direktur, sekretaris-sekretaris partai dan anggota lingkaran penguasa secara umum. Pembersihan terhadap aparatus negara juga akan diperlukan dalam hal ini. Tetapi restorasi borjuis mungkin hanya akan menyingkirkan sedikit orang dibandingkan yang perlu dilakukan oleh sebuah partai revolusioner. Tugas utama dari kekuasaan baru ini adalah untuk memulihkan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi. Pertama-tama perlulah menciptakan kondisi untuk perkembangan para petani kuat dari pertanian kolektif yang lemah, dan mengubah kolektif-kolektif yang kuat menjadi koperasi produksi bergaya borjuis, dan lalu ke perseroan pertanian. Dalam bidang industri, de-nasionalisasi akan dimulai dengan industri ringan dan yang memproduksi pangan. Prinsip terencana akan diubah pada masa peralihan menjadi serangkaian kompromi antara kekuasaan negara dan “korporasi” swasta—para calon kapitalis, yakni, di antara para pemimpin industri Soviet, para mantan kapitalis yang ada di pengasingan, dan para kapitalis asing. Walaupun birokrasi Soviet telah melangkah jauh dalam menyiapkan satu restorasi borjuasi, rejim baru ini harus memberlakukan sebuah revolusi sosial, bukan sekedar reformasi, dalam hal bentuk-bentuk kepemilikan dan metode industri.”

Ini bukanlah pertama kalinya dalam sejarah dimana sebuah perubahan sosial yang besar terjadi tanpa perang sipil. Sudah pernah terjadi beberapa kali dimana sebuah rejim sudah kehabisan enerji sama sekali sehingga rejim tersebut runtuh tanpa perlawanan, seperti sebuah apel yang busuk. Satu contoh adalah apa yang terjadi di Hongaria pada tahun 1919 dimana pemerintah borjuis Count Karolyi tumbang dan menyerahkan kekuasaan kepada Partai Komunis. Hal yang serupa terjadi juga di Eropa Timur pada tahun 1989.

Rejim-rejim Stalinis sudah sangat terdemoralisasi sehingga mereka tumbang tanpa perlawanan sama sekali. Di Polandia, Jaruzelski begitu saja menyerahkan kekuasaan kepada oposisi. Ini tidak terjadi tanpa intervensi massa, yang tidak menginginkan restorasi kapitalisme. Tetapi karena absennya sebuah partai dan kepemimpinan revolusioner, elemen-elemen pro-kapitalis dapat mengisi kekosongan tersebut dan membajak gerakan ini ke arah kapitalisme. Di Polandia dan Hongaria, ini dilakukan dengan bantuan para pemimpin partai komunis.

Faktor yang menentukan adalah kelakuan dari “Partai-Partai Komunis”. Dalam kenyataannya, Partai Komunis Uni Soviet bukanlah Partai Komunis sama sekali, tetapi adalah sebuah kelompok birokrasi dengan jumlah anggota jutaan. PKUS adalah kepanjangan dari negara, yang terdiri dari para pengejar karir dan cecunguk, yang bertujuan mengendalikan kelas buruh dan menundukkannya di bawah kasta penguasa. Kepemilikan kartu anggota Partai bukanlah, seperti pada hari-hari Lenin, sebuah sumpah untuk menjalankan hidup penuh pengorbanan dan perjuangan demi kelas buruh, tetapi adalah sebuah paspor untuk memajukan karir. Untuk setiap satu buruh yang jujur yang bergabung ke dalam Partai, ada seratus pengejar karir, cecunguk, mata-mata, dan pengkhianat. Peran seorang anggota Partai bukanlah untuk membela kelas buruh, tetapi untuk membela kepentingan birokrasi.

Pada momen kebenaran, para pemimpin ini menyebrang ke kapitalisme semudah seseorang pindah dari kursi kelas dua ke kursi kelas satu di sebuah kereta. Dalam satu malam, “Partai Komunis” runtuh seperti kartu remi. Ketika sudah menjadi jelas bahwa hari-hari Uni Soviet telah berakhir, yang pertama loncat keluar dari kapal yang tenggelam dan memeluk kapitalisme adalah para pemimpin “Partai Komunis”, yang dengan segera mengubah diri mereka menjadi pemilik modal dan milyader. Dibandingkan ini, pengkhianatan para pemimpin Sosial Demokrasi pada tahun 1914 adalah mainan anak-anak.

Pengkhianatan yang luar biasa ini tidak dapat dipahami bila kita menerima gagasan bahwa yang eksis di Uni Soviet dan Eropa Timur adalah “sosialisme yang sejati”, seperti yang dipertahankan oleh para pemimpin Partai Komunis selama berpuluh-puluh tahun. Keruntuhan Uni Soviet pada kenyataannya adalah hasil dari degenerasi birokratik. Pada saat ketika birokrasi Moskow menyombongkan diri sedang “membangun sosialisme”, Uni Soviet pada kenyataannya sedang bergerak menjauhi sosialisme. Dan, seperti yang diprediksi oleh Trotsky pada tahun 1936, para pejabat penguasa tidak akan puas hanya dengan hak-hak istimewa dan gaji tinggi, mereka menginginkan keamanan atas posisi mereka dan anak-anak mereka. Ini tidak terelakkan, kecuali bila kelas buruh menumbangkan birokrasi dan kembali ke kebijakan demokrasi buruh dan internasionalisme.

PKUS runtuh dalam satu malam. Dari 20 juta anggota partai, hanya 500 ribu yang tersisa dan membentuk Partai Komunis Federasi Rusia. Tetapi partai ini tidak punya kesamaan sama sekali dengan komunisme kecuali dalam nama. Setelah dipisahkan dari negara, para pemimpin PKFR adalah kekuatan semi-oposisi terhadap Yeltsin dan sayap borjuis. Tetapi dalam praktek, mereka menerima kapitalisme dan pasar bebas, dan oposisi mereka hanyalah bersifat ritual dan simbolik. Maka dari itu, kemarahan, kepedihan, dan kekecawaan rakyat yang besar tidak mendapatkan ekspresi yang teroganisir. Karena tidak ada kendaraan untuk mengekspresikan dirinya, kekecewaan massa menguap begitu saja seperti uap tanpa mesin piston.

Adalah sebuah komentar yang tajam akan kebangkrutan kasta penguasa Stalinis bahwa, 80 tahun setelah Revolusi Oktober, mereka lebih memilih mendorong Uni Soviet kembali ke barbarisme kapitalis daripada menyerahkan kekuasaan kepada kelas buruh. Ini adalah satu perkembangan yang Leon Trotsky kira mustahil terjadi. Dan memang, untuk satu periode yang panjang perkembangan ini mustahil terjadi. Selama kekuatan produksi Uni Soviet terus berkembang, tendensi pro-kapitalis tidaklah signifikan. Tetapi kebuntuan Stalinisme mengubah seluruh situasi.

Serangan Kapitalisme

Keruntuhan Uni Soviet dan “Partai Komunis”, setelah puluhan tahun di bawah kekuasaan Stalinis, menyebabkan kebingungan yang besar. Setelah dicekoki kebohongan selama puluhan tahun, dusta yang diciptakan oleh sebuah mesin propaganda raksasa yang mengajarkan rakyat bahwa sosialisme dan komunisme telah menemukan ekspresi tertingginya di dalam sebuah rejim totaliter, yang didominasi oleh kasta birokrasi yang korup dan bangkrut, kesadaran rakyat telah terlempar jauh ke belakang. Ketika rejim ini akhirnya tumbang – seperti yang diprediksikan oleh Trotsky secara brilian di dalam Revolusi yang Dikhianati – rakyat tidak siap dan terkejut.

Trotsky mengatakan bahwa dimana revolusi adalah lokomotif sejarah, maka rejim reaksioner – terutama rejim totaliter seperti Stalinisme – berperan sebagai rem yang besar terhadap kesadaran manusia. Sampai pada tingkat yang bahkan tidak kita sangka, Stalin telah berhasil sepenuhnya menghancurkan tradisi Oktober. Pembantaian para Pengawal Leninis Tua dan Oposisi Kiri menyebabkan kaum proletar kehilangan kepemimpinannya. Puluhan tahun fitnah dan pelarangan karya Trotsky di Uni Soviet telah menghancurkan tradisi demokrasi dan internasionalis yang terakhir dari Bolshevisme. Satu per satu, para buruh yang telah selamat dari mimpi buruk Stalinisme meninggal, dan menyebabkan sebuah kekosongan yang besar. Pada momen yang menentukan, kaum proletar tidak memiliki kepemimpinan untuk menghadapi serangan kapitalis.

Kita harus menggarisbawahi bahwa apa yang gagal di Rusia bukanlah sosialisme. Rejim yang dibentuk oleh konter-revolusi Stalinis setelah kematian Lenin bukanlah sosialisme, dan bahkan bukan negara buruh seperti yang dimengerti oleh Marx dan Lenin. Rejim tersebut adalah sebuah karikatur yang sangat buruk dari sebuah negara buruh – atau sebuah rejim Bonapartisme proletar, meminjam terminologi ilmiah dari Trotsky. Setelah berkuasa secara totaliter selama bergenerasi, para elit penguasa menjadi benar-benar bangkrut. Dengan sangat mudah, sebagian besar mantan pemimpin “Komunis” menyebrang ke kapitalisme.

Kemunduran Besar

Trotsky menulis di Revolusi yang Dikhianati: “Keruntuhan rejim Soviet niscaya akan membawa keruntuhan perekonomian terencana, dan, dengan begitu, penghapusan kepemilikan negara. Ikatan pemaksa antara dewan pabrik dan pabrik-pabrik di dalamnya akan rontok. Perusahaan-perusahaan yang lebih berhasil akan berhasil keluar ke jalan kemandirian. Mereka akan berubah atau mungkin juga mengubah dirinya menjadi perseroan, atau mereka mungkin mengambil bentuk kepemilikan sementara lainnya—misalnya, di mana kaum pekerja dapat ikut serta menikmati laba perusahaan. Pertanian kolektif akan pecah dalam waktu yang sama, dan dengan lebih mudah. Keruntuhan kediktatoran birokratik yang sekarang, jika tidak digantikan oleh kekuatan sosialis yang lain, niscaya akan berarti kembalinya hubungan kapitalistik yang disertai oleh kemunduran industri dan kebudayaan yang penuh bencana.”

Kalimat-kalimat yang brilian ini memprediksikan nasib Uni Soviet secara detil. Dalam periode yang disebut reformasi pasar, Rusia mengalami kemunduran ekonomi yang terbesar di dalam sejarah ekonomi dunia. Hanya dalam waktu lima tahun, ekonomi Rusia mengalami kontraksi sebesar 60%. Kemunduran seperti itu tidak pernah terjadi di dalam sejarah ekonomi. Runtuhnya Uni Soviet mengakibatkan disintegrasi sosial. Elemen-elemen barbarisme muncul kembali. Kemiskinan, pengemis, kemabukan, narkoba, ketergantungan pada obat terlarang, prostitusi, kejahatan, epidemik telah merajalela. Sebagian kaum muda terpengaruh oleh lumpenisasi.

Rusia sekarang ini mengkombinasikan semua hal terburuk dari sistem yang lama dengan semua hal terburuk dari kapitalisme. Benar bahwa negara totaliter yang lama telah terlikuidasi karena kontradiksinya sendiri, tetapi birokrasi negara yang lama masih bercokol. Kenyataannya, birokrasi sebenarnya justru menjadi semakin besar. Ada 1,7 kali lipat lebih banyak pegawai pemerintah sekarang daripada di Uni Soviet dulu, yang memiliki 100 juta penduduk lebih. Korupsi menjadi jauh lebih parah daripada birokrasi Stalinis yang lama. Kepolisian, yang seharusnya melawan kejahatan dan korupsi, justru dilanda korupsi.

Benar bahwa di Uni Soviet dulu ada opresi nasional, tetapi perpecahan Uni Soviet telah menghasilkan sebuah mimpi buruk peperangan, terorisme, dan pemburukan ketegangan nasional, kebencian dan rasisme. Serangan terhadap Chechnya menyebabkan destabilisasi seluruh daerah Caucasus Utara, menyeret Ingushetia dan Dagesta yang sebelumnya adalah daerah yang damai. Telah terjadi peperangan antara Armenia dan Azerbaijan, konflik bersenjata antara Rusia dan Georgia mengenai Ossetia dan Abkhazia. Ada konflik yang tak terdamaikan antara Moldova dan Republik Trans-Dniester, dan seterusnya.

Kekacauan secara umum, kemunduran dalam aspek kebudayaan, kemunduran dalam kesadaran rakyat sebagai akibat dari puluhan tahun Stalinisme, dan yang terutama absennya faktor subjektif – semua ini bergabung menghasilkan kemunduran yang paling buruk dan menjijikkan: sovinisme Rusia, mistisisme, Gereja Ortodoks, fasisme Black-Hundred, anti-semitisme, dan bahkan monarkisme. Baru-baru ini, Presiden Rusia Dmitry Medvedev dan kawannya dari Prancis Nicolas Sarkozy membuka acara “Rusia Suci”, sebuah pameran Santo-Santo Kristen, barang-barang antik suci, kitab-kitab pemujaan, jubah-jubah pastor, dan barang-barang suci lainnya di St. Petersburg, dan Louvre di Paris. Guna menunjukkan pengabdiannya pada Tuhan yang Damai, pemimpin Rusia ini juga mengambil kesempatan untuk membeli empat kapal perang amphibi dari Prancis. Semua ini menunjukkan betapa jauhnya Rusia telah terlempar ke belakang oleh kapitalisme. Kapitalisme mafioso Rusia tidak mampu memainkan peran progresif apapun.

Prospek Ekonomi Rusia

Trotsky menjelaskan pencapaian-pencapaian yang diciptakan oleh ekonomi ternasionalisasi yang terencana selama puluhan tahun, dan ini tercapai bukan karena kaum birokrasi. Pada tahun 1980-an, terdapat sebuah potensi kekuatan produksi yang besar, yang tidak mampu dikembangkan oleh kaum birokrasi. Ini adalah titik tolak kita. Pertanyaan yang muncul adalah: apakah kaum borjuasi mampu merealisasikan potensi tersebut?

Kemerosotan ekonomi yang tajam tidak dapat berlangsung terus menerus. Tidak ada ekonomi yang dapat merosot terus secara permanen. Setelah krisis ekonomi 1998, ekonomi Rusia mengalami semacam pemulihan. Tetapi, pertama, setiap perkembangan harus dibandingkan dengan keruntuhan ekonomi selama sepuluh tahun setelah kejatuhan Uni Soviet. Kedua, ekonomi Rusia, yang sangat tergantung pada minyak dan gas, terpengaruh oleh pasang-surutnya pasar dunia kapitalis. Sepuluh tahun yang lalu, saya menulis:

“Para pembela kapitalisme merujuk pada pemulihan ekonomi Rusia baru-baru ini, tetapi ini bukanlah karena sebuah perkembangan organik, tetapi adalah konsekuensi dari perkembangan episodik: devaluasi tajam terhadap mata uang rubel menyusul krisis 1998, dan kenaikan tajam harga minyak bumi baru-baru ini. Namun, pengaruh dari devaluasi telah menguap, sedangkan kenaikan harga minyak tampaknya sudah berhenti. Bila, yang tampaknya sangat memungkinkan, pelambatan ekonomi di AS terbukti menandakan awal dari sebuah resesi ekonomi, maka harga minyak akan mengalami keanjlokan yang tajam, dan ini akan menghentikan dengan segera periode pemulihan parsial di Rusia.”

Ini yang baru saja terjadi. Pada tahun 2009, ekonomi Rusia anjlok 10%, walaupun sekarang ekonomi Rusia telah pulih secara parsial, merefleksikan pemulihan lemah dari ekonomi dunia kapitalis. Akan tetapi pemulihan ini memiliki karakter yang sangat tidak stabil dan mungkin adalah awal dari sebuah resesi yang baru dan bahkan lebih dalam. Tingkat pengangguran di Rusia adalah 9,2% pada bulan Januari 2010. Pada kenyataannya angka pengangguran ini lebih tinggi karena banyak rakyat Rusia yang tidak mengklaim tunjangan dari negara, yang pada umumnya sangatlah kecil nilainya.

Pada analisa terakhir, Marxisme menjelaskan proses sejarah dari sudut pandang perkembangan kekuatan-kekuatan produksi. Satu-satunya cara sebuah rejim kapitalis dapat mencapai konsolidasi adalah melalui perkembangan ekonomi. Marx menjelaskan bahwa inilah satu-satunya jalan dimana sebuah sistem sosio-ekonomi tertentu dapat mempertahankan dirinya. Dalam kata-kata Engels, “Kami melihat kondisi ekonomi sebagai faktor yang pada akhirnya mengkondisikan perkembangan ekonomi.” (Marx dan Engels, Selected Works, Vol. 3, hal. 502.)

Mari kita ingat bahwa di Uni Soviet tidak ada pengangguran. Sekarang jutaan rakyat tidak punya pekerjaan atau bekerja dalam sektor “informal”. Situasi di Moskow dan Petersburg tidaklah terlalu buruk, tetapi di provinsi-provinsi lain situasinya jauh lebih buruk. Yevgeniy Gontmakher, seorang anggota dewan direktur di Institut Perkembangan Kontemporer (INSOR), mengatakan kepada para pemilik modal Eropa (4 Maret) bahwa Rusia mendapati dirinya seperti di Uni Soviet pada tahun-tahun terakhir ketika harga minyak tinggi dan sekarang sedang di ambang keruntuhan:

“Harga minyak sekarang memberikan angin segar kembali,” dia melanjutkan. “Setahun yang lalu harga minyak adalah sekitar 30 dolar per barel, dan ada kepanikan – apa yang harus kita lakukan, bagaimana menghadapi ini?! Dan sekarang harga minyak tinggi kembali, dan tidak perlu lagi memikirkan masalah perkembangan. Jadi, kita sekarang mendapati diri kita di dalam situasi stagnasi.”

Dimana Uni Soviet, dengan ekonomi ternasionalisasi yang terencana, menikmati tingkat perkembangan ekonomi yang tinggi selama puluhan tahun, dengan pekerjaan untuk semua orang, tidak ada inflasi dan anggaran surplus secara reguler, ekonomi kapitalis di Rusia sekarang sangatlah tergantung pada ekspor bahan mentah dan terutama enerji. Presiden Dmitry Medvedev, mantan ketua Gazprom, mengatakan bahwa ketergantungan Rusia pada harga enerji adalah “memalukan”. Pemerintah Rusia sekarang mencoba untuk menutup defisit anggaran yang mencapai 7.2% GDP tahun ini, setelah anjloknya harga minyak dan kontraksi ekonomi yang terburuk dalam rekor menyebabkan defisit 5.9%, atau 2.3 trilyun ruble (77 milyar dolar AS) pada tahun 2009. Pembebasan pajak ekspor minyak di Siberia Timur sendiri akan memakan biaya dari anggaran sebesar 4 milyar dolar AS.

Apa Masa Depan untuk Rusia?

Setelah tumbangnya Uni Soviet, kaum borjuasi mengalami sebuah fase eforia yang gila. Mereka merasa bahwa mereka sudah tidak lagi terancam oleh “Komunisme”. Sistem kapitalis (“ekonomi pasar bebas”) berkuasa secara digdaya. Kelas penguasa merasa percaya diri. Mereka memimpikan sebuah boom ekonomi yang akan berlangsung selamanya. Semua ilusi ini mendorong kemajuan ekonomi AS pada paruh kedua tahun 1990an. Tetapi resesi 2008 mengekspos kekosongan dari kecongkakan mereka. Goncangan-goncangan yang baru sedang dipersiapkan.

Elemen kunci dari masalah ini adalah kelas buruh Rusia. Setelah sebuah kekalahan yang parah, gerakan secara tak terelakkan terlempar ke belakang. Puluhan tahun Stalinisme menghasilkan kebingungan yang besar bagi kaum buruh Rusia. Bencana ekonomi yang menyusul keruntuhan Uni Soviet dan transisi cepat ke “ekonomi pasar” mengakibatkan pengangguran massal dan kemiskinan yang parah. Ini untuk sementara waktu mengejutkan dan membingungkan rakyat pekerja. Tetapi faktor utama dari semua ini adalah peran dari “Partai Komunis” dan para pemimpinnya, yang secara bersemangat segera merangkul “pasar”.

Tradisi lama Leninis Bolshevisme telah terkubur di bawah segunung sampah dan dusta. Bukanlah sebuah kebetulan kalau Putin berusaha memulihkan imej Stalin dimana pada waktu yang sama dia menguatkan cengkraman kaum oligarki reaksioner Rusia. Ini adalah semacam jaminan untuk mencegah kaum buruh Rusia menemukan jalan kembali ke Leninisme, dan mengalihkan kemarahan mereka ke jalan buntu nasionalisme guna memperbudak mereka di bahwa kekuasaan kaum oligarki Rusia.

Tetapi usaha ini pada akhirnya tidak akan berhasil. Setelah melewati satu periode dimana mereka bungkam, kaum buruh Rusia mulai bergerak. Pemulihan ekonomi telah memberikan mereka semangat yang baru untuk mengantarkan tuntutan mereka. Pemogokan di pabrik Ford dekat St. Petersburg adalah sebuah tanda awal bahwa kesabaran buruh Rusia sudah hampir habis. Awalnya perlawanan kaum buruh niscaya secara umum akan memiliki sebuah karakter ekonomi, tetapi di kemudian hari perlawanan mereka harus mengambil karakter politik karena hubungan antara pemilik modal dan pemerintah sangatlah jelas bagi semua orang.

Meninjau semua ini, keruntuhan Stalinisme dapat dilihat sebagai sebuah prolog dari satu kejadian yang lebih besar: runtuhnya kapitalisme. Fakta berbicara sendiri. Tidak ada satupun masalah fundamental yang dihadapi kemanusiaan yang dapat diselesaikan di atas basis kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan negara-bangsa. Kelanjutan dari kekuasaan Kapital menandakan keniscayaan dari krisis-krisis dan gejolak-gejolak baru yang akan menghancurkan lapangan kerja, kesejahteraan dan kehidupan jutaan rakyat. Masa depan planet kita, lingkungan hidup, demokrasi, kebudayaan – bahkan keberlangsungan spesies kita – akan berada di ambang jurang.

Hanya restorasi ekonomi ternasionalisasi yang terencana yang dapat menciptakan kondisi untuk kebangkitan kembali potensi produksi Rusia yang besar. Tetapi ini bukan berarti kembali ke rejim Stalinis. Hanya sebuah rejim demokrasi buruh yang sejati, berdasarkan garis Revolusi Oktober, dapat menyediakan Rusia dengan sebuah jalan keluar dari kebuntuan yang dihadapinya sekarang. Seperti yang ditunjukkan oleh Trotsky dengan satu kalimat yang paling grafik dan dalam dari buku Revolusi yang Dikhianati, bahwa sebuah ekonomi ternasionalisasi yang terencana membutuhkan demokrasi seperti halnya tubuh manusia membutuhkan oksigen.

Napoleon biasa berkata: “pasukan yang kalah belajar dengan baik.” Gerakan buruh telah mengalami banyak kekalahan di dalam sejarah: dari Spartacus hingga Komune Paris, dari Indonesia 1965 hingga jatuhnya Uni Soviet. Dalam setiap kasus, kita memiliki tanggung jawab untuk menganalisa, menjelaskan, dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang diperlukan. Degenerasi birokratik dari Uni Soviet dan keruntuhannya harus dipelajari dengan seksama oleh kaum Marxis Indonesia bila mereka ingin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kaum buruh dan kaum muda. Dan penjelasan terbaik dapat ditemukan di lembar halaman dari karya Marxis yang klasik dan brilian ini.

Alan Woods

London, 10 Maret 2010

 


DAFTAR ISI