Biografi Leon Trotsky


Leon Trotsky, nama aslinya adalah Lev Davidovich Bronstein, dilahirkan pada tanggal 7 November 1879, adalah seorang revolusioner dan ahli teori Marxis. Bersama dengan Lenin, dia adalah salah seorang pemimpin Revolusi Oktober 1917, yakni revolusi buruh yang pertama di dunia yang berhasil menumbangkan kapitalisme.
Dia terlibat aktif di gerakan buruh semenjak berumur 18 tahun, ketika dia membantu mengorganisasi Serikat Buruh Rusia Selatan di Nikolayev pada awal tahun 1897. Tidak lama kemudian, dia dan 200 anggota serikat buruh tersebut dipenjara dan lalu dikirim ke pengasingan di Siberia. Pada tahun 1902, dia melarikan diri dari Siberia dan pindah ke London dimana dia pertama kalinya bertemu dengan Lenin, dan lalu membantu Lenin menerbitkan koran Iskra.

Pada tahun 1905, Trotsky menyelinap kembali ke Rusia dan aktif di bawahtanah. Lalu Revolusi 1905 meledak dan Soviet yang pertama terbentuk di St. Petersburg dimana Trotsky terpilih menjadi presidennya. Revolusi ini menemui kegagalan. Soviet St. Petersburg dibubarkan dan Trotsky beserta pemimpin-pemimpin Soviet lainnya ditangkap dan diasingkan lagi ke Siberia. Dari pengalaman Revolusi 1905, yang disebut Trotsky sebagai “latihan untuk Revolusi 1917”, Trotsky menganalisa prospek revolusi untuk Rusia di dalam bukunya Hasil dan Prospek pada tahun 1906 yang merupakan formulasi teori revolusi permanennya yang pertama.

Dengan pecahnya Perang Dunia Pertama pada tahun 1914, Trotsky bersama-sama dengan Lenin dan kaum revolusioner lainnya menentang perang imperialis ini, sedangkan hampir semua partai-partai Sosial Demokrasi yang tergabung di Internasional Kedua mendukung perang ini. Perang Dunia Pertama ini menggoncang situasi politik di Rusia dan akhirnya mendorong Revolusi Februari 1917 yang menumbangkan Tsar, dan lalu disusul oleh Revolusi Oktober 1917 yang membawa kelas pekerja ke tampuk kekuasaan. Trotsky duduk sebagai Presiden Soviet Petrograd dan juga pemimpin dari Komite Militer Revolusioner yang merencanakan persiapan dan pelaksanaan Revolusi Oktober.
Trotsky menulis di buku otobiografinya My Life,, “Sorenya [satu hari sebelum Revolusi Oktober], sembari kita menunggu pembukaan kongres Soviet, Lenin dan saya beristirahat di sebuah ruangan di sebelah ruang pertemuan, sebuah ruangan yang kosong melompong kecuali dengan kursi-kursi. Seseorang telah menggelar sebuah selimut di lantai untuk kami, dan saya rasa saudara perempuan Lenin yang membawakan kami bantal. Kami berbaring bersebelahan; tubuh dan jiwa beristirahat. Ini adalah istirahat yang kami butuhkan. Kami tidak bisa tidur, jadi kami berbicara dengan suara perlahan …[Lenin berkata] ‘Sungguh sebuah pemandangan yang menakjubkan: seorang buruh dengan sepucuk senapan, bersebelahan dengan seorang prajurit, berdiri bersama di jalanan!” dia mengulanginya dengan perasaan yang mendalam. Akhirnya para prajurit dan para buruh telah bersatu!”
Setelah kemenangan Revolusi Oktober, Trotsky menjabat sebagai Komisar Rakyat untuk Masalah Luar Negeri sampai tahun 1918. Lalu dia duduk sebagai pemimpin Tentara Merah, dan membangun Tentara Merah yang pertama untuk melawan serangan dari 18 negara imperialis dan Tentara Putih yang ingin menghancurkan negara Soviet yang masih muda ini. Dengan kereta apinya yang bergerak dengan cepat dari satu front ke front lain, Trotsky memberikan kepemimpinan militer dan politik untuk Tentara Merah di dalam perang sipil (1918-1922). Akhirnya mereka berhasil mengalahkan pasukan imperialis dan Tentara Putih.

Luluh lantaknya negara Uni Soviet secara ekonomi dan moral akibat perang sipil, dan terisolasinya Uni Soviet akibat revolusi-revolusi Eropa Barat yang gagal, kedua faktor utama ini menyebabkan kemunduran di dalam revolusi dan kebangkitan kaum birokrasi dan reformis. Ini terefleksikan di dalam perjuangan internal di dalam partainya revolusi Rusia, yakni Partai Komunis Uni Soviet. Setelah kematian Lenin pada tahun 1924, kaum birokrat yang direpresentasikan oleh Stalin mulai melakukan konter-revolusi di dalam PKUS, dengan menekan demokrasi di dalam Partai dan menggagaskan teori “sosialisme di satu negara” dan teori “dua-tahap”. Trotsky beserta pendukungnya membentuk kelompok Oposisi Kiri untuk melawan kelompok Stalinis, terutama untuk melawan kebijakan Komintern yang keliru dalam permasalahan Revolusi Cina 1927. Akan tetapi mereka gagal dan anggota-anggota Oposisi Kiri dipecat dari partai dan diasingkan. Trotsky dipecat dari PKUS pada tahun 1927, diasingkan ke Alma Ata pada tahun 1928, lalu dikeluarkan dari negara Uni Soviet pada tahun 1929. Setelah pengusiran Trotsky dari Uni Soviet, hampir semua pendukung Trotsky menjadi bimbang dan akhirnya banyak dari mereka menyerah kepada Stalin walaupun pada akhirnya mereka semua dieksekusi juga.

Dari tempat pengasingannya di Turki (1929-1934) dan Meksiko (1934-1940), Trotsky meluncurkan perjuangan ideologinya melawan Stalin, menganalisa degenerasi Uni Soviet (di dalam karya historisnya Revolution Betrayed), menganalisa relasi kelas dari fasisme (Apa itu Fasisme dan Bagaimana Melawannya), dan mempertahankan tradisi Revolusi Oktober. Dari tempat pengasingannya, Trotsky mengorganisir kelompok Oposisi Internasional yang menyatukan semua pendukung-pendukungnya di seluruh panca benua.

Pada tahun 1938, dia dan pendukung-pendukungnya membentuk Internasional Keempat, dan dokumen historis Program Transisional dilahirkan yang menjadi dasar dari organisasi ini. Awalnya, Trotsky menentang pembentukan partai komunis tandingan atau organisasi komunis internasional tandingan, karena dia percaya bahwa mereka masih bisa dihidupkan kembali. Tetapi setelah menyaksikan bagaimana partai-partai komunis tidak mampu berbuat apa-apa di hadapan fasisme dan membiarkan bangkitnya Nazi Jerman (dimana setelah kemenangan Hitler di Jerman pada tahun 1933, Stalin dan Partai Komunis Jerman tidak merasa kawatir dan dengan bangga mengatakan: “Setelah Hitler, giliran kita!”), Trotsky menyatakan “Sebuah organisasi yang tidaklah bangkit karena guntur fasisme dan tunduk dengan patuh kepada aksi-aksi birokrasi yang menjijikkan, maka dari itu organisasi ini menunjukkan bahwa ia telah mati dan tidak ada yang bisa dihidupkan kembali darinya.”

Pada tahun 1936, Pengadilan Moskow diluncurkan untuk mengadili ‘kejahatan Trotskisme’. Ribuan orang diadili, dinyatakan bersalah atas dosa ‘Trotskisme’ dan dieksekusi. Trotsky sendiri diadili in absentia dan dinyatakan bersalah. Akan tetapi, Trotsky tidak luput dari eksekusi ini, karena pada tahun 1940 dia dibunuh oleh agennya Stalin di Meksiko pada tahun 1940.

Pada tanggal 20 Agustus 1940, akhirnya agennya Stalin berhasil membunuh Trotsky setelah percobaan sebelumnya yang gagal. Ramon Mercader, nama pembunuh Trotsky tersebut, menyusup ke lingkaran Trotsky dengan menyamar sebagai pengagum dan pendukung Trotsky. Siang hari, dia masuk ke kantor Trotsky untuk menanyakan pendapat Trotsky mengenai tulisannya. Lalu dari belakang, dia mengayunkan kapak es ke kepala Trotsky. Pukulan ini belum mematikan Trotsky dan dia bergulat melawan pembunuhnya untuk mencegahnya dari menghantarkan pukulan-pukulan selanjutnya. Mendengar teriakan Trotsky, penjaganya masuk ke kantornya dan menangkap Mercader. Trotsky dibawa ke rumah sakit, tetapi meninggal sehari sesudahnya pada tanggal 21 Agustus 1940.

Akhir hidup Trotsky baiknya ditutup dengan kata-katanya sendiri di dalam surat warisannya (Trotsky’s Testament, 27 Februari 1949):

“…Selain kebahagiaan menjadi seorang pejuang untuk sosialisme, nasib telah memberikan saya sebuah kebahagiaan menjadi suaminya [Natalia Ivanovna Sedova]. Selama hampir 40 tahun kita bersama, dia tetap menjadi sumber cinta, kasih sayang, dan kebaikan yang tidak ada habisnya. Dia telah melalui kesengsaraan-kesengsaraan yang sulit, terutama di periode terakhir kehidupan kita. Tetapi saya menemukan sedikit kelegaan karena dia juga menikmati hari-hari yang bahagia.”
“Selama 43 tahun dari kehidupan saya yang sadar, saya masih tetap seorang revolusioner. Selama 42 tahun dari itu, saya telah berjuang di bawah panji Marxisme. Bila saya harus mengulangi semuanya lagi, tentu saja saya akan mencoba menghindari kesalahan ini atau itu, tetapi alur utama dari kehidupan saya tidak akan berubah. Saya akan meninggal sebagai seorang proletar revolusioner, seorang Marxis, dan seorang dialektika-materialis, dan seorang ateis. Kepercayaan saya terhadap masa depan komunis dari umat manusia tidaklah berkurang, sebaliknya ia bertambah kuat hari ini dibandingkan saat hari-hari muda saya.”

“Natasha baru saja membuka jendela yang menghadap taman rumah dan membukanya dengan lebar sehingga udara segar bisa masuk ke kamarku dengan bebas. Saya dapat melihat hijaunya rumput-rumput dan langit yang biru, dan sinar matahari dimana-mana. Hidup itu indah. Biarlah generasi masa depan membersihkannya dari semua yang jahat, opresi, dan kekejaman, dan menikmatinya sepenuhnya.”


DAFTAR ISI